Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik untuk diamati karena dari
tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun
2010 sekitar 24 juta jiwa atau sekitar 9,77% dari seluruh jumlah penduduk. Prediksi untuk tahun
2020 adalah sekitar 28,8 juta jiwa atau sekitar 11,34% dari total jumlah penduduk. Usia harapan
hidup pada tahun 2010 mencapai lebih dari 70 tahun (Sutriyanto, 2012).
Lanjut usia adalah seseorang yang sudah mencapai usia lebih dari 60 tahun yang mana seluruh
sistem biologisnya mengalami perubahan struktur dan fungsi sehingga mempengaruhi status
kesehatannya (Aswin, 2003 & Maryam, 2008). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan berbagai
organ, fungsi dan sistem tubuh yang bersifat alamiah/fisiologis untuk beradaptasi dengan
lingkungan. Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh
(Pudjiastuti, 2003). Penuaan menyebabkan penurunan sensorik dan motorik pada susunan saraf
pusat, termasuk juga otak mengalami perubahan struktur dan biokimia (Depkes, 2004). 2
Terkait dengan penurunan fungsi otak, pada lansia terjadi perubahan pada sistem persarafan
dimana otak mengalami penyusutan (atropi). Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan jumlah sel
otak serta terganggunya mekanisme perbaikan sel otak yang disebabkan karena berkurangnya
cabang-cabang neuron (spina dendrit) dan kerapatan sinapsis serta merosotnya lapisan myelin
yang melapisi akson pada neuron (Nugroho, 2000 & Nelson, 2008).
Proses kemunduran fungsi kognitif pada lansia juga disertai dengan kemunduran fungsi motorik
yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, penurunan
fungsi propioceptif serta kecepatan, gangguan sistem vestibular, visual dan waktu reaksi. Akibat
dari perubahan-perubahan tersebut dapat mengakibatkan penurunan kemampuan dalam
mempertahankan keseimbangan tubuh pada lansia sehingga menyebabkan terganggunya
mobilitas fisik dan aktivitas fungsional serta resiko jatuh pada lansia meningkat (Rohana, 2011 &
Nitz, 2004).
Lansia adalah sekelompok usia yang sangat berisiko mengalami gangguan keseimbangan tubuh
secara postural yang disebabkan karena proses penuaan (Ceranski, 2006 & Avers, 2007).
Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh baik statis
maupun dinamis ketika ditempatkan pada berbagai posisi. Faktor yang paling utama dalam
mempengaruhi gangguan keseimbangan adalah usia. Seiring dengan bertambahnya usia,
seseorang akan mengalami 3
penurunan kemampuan fungsi otak, fungsi propioseptif, fungsi fisiologis otot, gangguan sistem
vestibular dan visual (Irfan, 2010).
Berdasarkan survei di Inggris terhadap 10.255 lansia diatas usia 75 tahun menunjukkan bahwa
lansia yang mengalami gangguan keseimbangan sebesar 50%. Hal ini dapat mengakibatkan
terganggunya atau menurunnya kualitas hidup pada lansia sehingga usia harapan hidup (life
expectancy) juga akan menurun (Sulianti, 2000). Penelitian lain yang dilakukan Unit Pelayanan
Sosial Tresna Werdha (UPSTW) Bangkalan, Jawa Timur, didapatkan hasil bahwa sekitar 63%
lansia ditempat tersebut mengalami gangguan keseimbangan tubuh akibat kelemahan otot
ektremitas bawah.
Aktivitas fisik termasuk mobilitas diidentifikasi merupakan salah satu kegiatan yang dapat
meningkatkan keseimbangan. Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun direkomendasikan
melakukan latihan aktivitas fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas dan waktu yang ringan
kemudian meningkat secara pelahan-lahan. Beberapa studi melaporkan bahwa latihan aktivitas
fisik bagi lansia bermanfaat untuk mempertahankan kebugaran dan kekuatan otak, meningkatkan
fungsi kognitif, serta meningkatkan keseimbangan tubuh dengan menjaga fungsi otot dan postur
(Rohana, 2011; Williamson, 2008 & Budiharjo, 2005).
Salah satu model aktivitas fisik yang didesain untuk lansia adalah senam vitalisasi otak. Senam
vitalisasi otak bertujuan untuk mempertahankan kesehatan otak dengan melakukan gerak badan.
Senam 4
vitalisasi otak diduga mampu mempertahankan kebugaran otak bahkan meningkatkan
keseimbangan lansia. Gerakan-gerakan dalam senam vitalisasi otak dapat merangsang kerja sama
antar belahan otak dan pusat-pusat otak yang akan menyebabkan aliran darah ke dalam otak
bertambah sehingga nutrisi akan terserap lebih banyak dan akan memperbaiki fungsi struktural
otak, salah satunya fungsi otak kecil (cerebelum) yang erat kaitannya dengan keseimbangan
tubuh (Markam, 2005).
Penelitian terdahulu oleh Herawati & Wahyuni (2004) menunjukan bahwa senam lansia dan
senam otak memberikan pengaruh terhadap keseimbangan lansia. Penelitian lainnya yang
dilakukan Liu (2010) menunjukan senam taichi dapat meningkatkan keseimbangan dinamis
lansia. Namun senam vitalisasi otak yang terdiri dari latihan fisik dan latihan otak pada lansia
belum pernah dilakukan sebelumnya, hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk
memberikan senam vitalisasi otak yang erat kaitannya dengan interaksi dan integrasi antara
sistem sensorik dan muskuloskeletal yang dimodifikasi dan diatur dalam otak sehingga dapat
meningkatkan keseimbangan. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti menganggap perlu
diketahuinya pengaruh senam vitalisasi otak terhadap peningkatan keseimbangan dinamis pada
lanjut usia.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu gangguan gangguan sistem saraf
apa saja yang terjadi pada usia lanjut terkhusus pada kasus alzheimer disease ?
C. Tujuan Penulisan

Penyusunan makalah ini ditujukan untuk mengetahui berbagai gangguan sistem saraf yang bisa
dialami usia lanjut terutama pada kasus gangguan fungsi intelektual yaitu alzheimer disease.
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang kesehatan para lanjut usia.
2. Bagi Institusi

Temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumbangan
pemikiran bagi penentu kebijakan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pada para lanjut usia
dengan memberikan informasi dan sosialisasi.
3. Bagi Penyusun

Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang gangguan
sistem saraf yang terjadi pada usia lanjut.
4. Bagi Masyarakat

Penulisan ini selanjutnya bermanfaat bagi para lansia untuk menghambat penurunan
keseimbangan dinamis sehingga berguna bagi aktifitas hidup sehari-hari, terutama untuk kualitas
kehidupan lanjut.
11
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (CONSTANTINIDES, 1994).
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2008).
Proses menua dan usia lanjut memang proses alami (Yulianto, 2008). Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan
figure tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah
usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2008).
Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah
penduduk berusia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, pada tahun 1980, jumlah ini meningkat menjadi ±8 juta (5,5%) dari
12
jumlah penduduk dan pada tahun 1990, jumlah ini meningkat menjadi ±11,3 juta
(6,4%). Pada tahun 2000, diperkirakan meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari
jumlah penduduk, dan pada tahun 2005, jumlah ini diperkirakan meningkat
menjadi ±18,3 juta (8,5%). Pada tahun 2005 – 2010, jumlah lanjut usia akan sama
dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (±9%) dari jumlah
penduduk. Bahkan pada tahun 2020 – 2025, Indonesia akan menduduki peringkat
Negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan
Amerika Serikat, dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008).
Saat menjadi tua, maka perlahan-lahan proses regenerasi jaringan akan
hilang dan diikuti menurunnya fungsi dan struktur jaringan sehingga tidak lagi
kuat menahan berbagai gangguan termasuk infeksi. Pada orang-orang usia lanjut,
degenerasi organ seperti otot, tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem saraf
menyebabkan penurunan keseimbangan (Yulianto, 2008). Di samping penurunan
fungsi fisik, seiring penuaan umumnya terjadi kemunduran daya ingat dan
kecerdasan. Menurut staf pengajar bagian Psikiatri FKUI/RSCM Jakarta, dr Suryo
Dharmono SpKJ(K), volume otak menyusut sekitar 10 persen setelah manusia
mencapai usia 80 tahun (Sinar Indonesia, 2008). dr Jumraini Tammase, SpS dari
Bagian Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Unhas juga mengungkapkan bahwa
pada usia 70 tahun, bagian otak yang rusak bisa mencapai 5-10 persen pertahun.
Akibatnya, proses berpikir menjadi lamban, sulit konsentrasi, dan kemampuan
daya ingat menurun. Pada lansia, penurunan kemampuan otak dan tubuh membuat
tubuh mudah jatuh sakit, pikun, frustrasi (Tammase, 2009). Salah satu cara untuk
mengatasi hal ini adalah dengan terus menstimulasi otak.
Mengingat semakin banyaknya lansia yang mengalami penurunan daya
ingat dan hal ini mengganggu lansia dalam melakukan aktifitasnya, penyusun
merasa tertarik untuk menyelidiki perubahan perubahan sistem saraf pada lansia. Pembuatan
makalah ini
diharapkan akan dapat membantu lansia yang sudah mengalami kepikunan untuk
dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengingat. Secara khusus dalam hal
ini, penyusun akan membahas salah satu kasus gangguan sistem saraf penurunan fungsi
intelektual yaitu alzheimer disease.
14
2. Pertanyaan Penelitian
2.1 Bagaimana pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia?
3. Hipotesa Penelitian
Dari hasil penelitian terbukti bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima, yaitu ada
pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha
Karya Kasih Mongonsidi Medan.
4. Tujuan Penelitian
4.1 Mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat
lansia.
5. Manfaat Penelitian
5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai informasi tambahan tentang pengaruh senam otak terhadap
peningkatan daya ingat lansia, yang akan memperkaya ilmu pengetahuan
khususnya di bidang keperawatan.
5.2 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan oleh perawat di komunitas
untuk menyosialisasikan senam otak ini pada lansia yang ada di komunitasnya
untuk membantu meningkatkan daya ingat pada lansia.
15
5.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan sebagai bahan penelitian
selanjutnya, untuk meneliti pengaruh senam otak ini pada masalah lain yang
dihadapi oleh lansia terkait dengan penurunan fungsi organ tubuhnya.

Anda mungkin juga menyukai