Anda di halaman 1dari 13

PROSES TIMBANG TERIMA, PRE-POST CONFERENCE

Di Susun Oleh :

DENIS TIRTA WINADYA


( 1503023)

PROGRAM STUDI S-I ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG

2021
Long term care options for the aging

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan salah satunya ditandai dengan


peningkatan umur harapan hidup. Peningkatan umur harapan hidup ini akan mengakibatkan
peningkatan populasi lanjut usia , namun dapat juga menimbulkan perubahan epidemilogi
penyakit berupa peningkatan angka kesakitan karena penyakit degeneratf.

Di Indonesia umur harapan hidup (UHH) , tahun 2000 - 2005 mencapai umur 66,4
tahun dengan prosentase lansia tahun 2000 adalah 7,74%. Angka ini meningkat tahun 2045 –
2050 mencapai umur harapan hidup 77,6 tahun dimana prosentase lansia tahun 2045 adalah
28,68%. Menurut laporan badan pusat statistik (BPS) tahun 2000 UHH di Indonesia 64,5
tahun ( dengan prosentase lansia 7,18%), kemudian UHH meningkat menjadi 69,43 tahun (
dengan prosentasi lansia 7,56%) dan pada tahun 2011 UHH menjadi 69,65 tahun ( dengan
prosentase populasi lansia adalah 7,58%) ( Kemenkes RI, 2013) .

Meningkatnya populasi lansia yang disertai perubahan epidemilogi kesehatan berupa

* Dibawakan pada 4th BANU 22 – 24 Juli 2016

** Staf Medis bagian/ SMF Neurologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar peningkatan


angka kesakitan karena penyakit degeneratif membuat pemerintah dan masyarakat terkait
khususnya tenaga kesehatan bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan
program dengan tujuan mendapatkan sumber daya manusia dari kelompok umur lansia
yang sehat dan dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi
masyarakat dan keluarga.

Penulisan ini membahas kondisi dan perubahan pada lansia di bidang kesehatan dan
program yang sudah dan mungkin bisa ditambahkan dalam upaya meningkatkan kesehatan
lansia
Data Demografi Usia lanjut

Keberhasilan program pembangunan di bidang kesehatan mampu menjadikan penduduk


Indonesia dapat bertahan hidup lebih lama. Program tersebut diantaranya adalah program
imunisasi , program pembangunan infrastruktur kesehatan dan program jaminan kesehatan (
Statistik penduduk lanjut usia 2014).

Berdasarkan hasil survey sosial ekonomi nasional (Susenas 2014) jumlah rumah tangga
( RT) lansia adalah 16,8 juta rumah tangga atau 24,50%. Yang dimaksud dengan RT lansia
adalah RT yang memiliki paling sedikit satu anggota keluarga berusia 60 tahun ke atas.
Sedangkan jumlah lansia di Indonesia adalah 20,24 juta jiwa atau 8,03% dari penduduk
Indonesia. (Badan Pusat Statistik Jakarta Indonesia, 2015)

Berdasarkan hasil Susenas tahun 1994 dan 2014 terjadi peningkatan penduduk usia lanjut
seperti ditunjukkan pada gambar 1. Dari kedua piramida tersebut terlihat ujung piramida yang
dimulai dari kelompok usia 60 tahun ke atas , tahun 2014 lebih lebar dari tahun 1994. (
Statistik penduduk lanjut usia, 2014)

Piramida tersebut menunjukkan struktur penduduk Indonesia bertransisi menjadi struktur


penduduk tua karena mempunyai populasi lansia di atas 7 % ( Soeweno,2009) yaitu 8,03% (
Statistik penduduk lanjut usia, 2014). Struktur penduduk tua mempunyai kharakteristik
tersendiri dalam hal kesehatan yang akan mempengaruhi potensi lansia sebagai sumber daya
manusia di masyarakat.
3

Gambar 1. Piramida penduduk Indonesia 1994 dan 2014

Kharakteristik Lanjut Usia dan Permasalahannya.

Secara normal , seseorang yang berada pada kondisi usia lanjut akan mengalami
perubahan dari segi anatomi maupun fungsional. Perubahan atau penuaan dapat terjadi secara
fisiologis maupun patologis. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis maka mereka
menjadi tua dalam keadaan sehat (healthy aging).

Healthy aging akan dipengaruhi oleh faktor endogenic ( penuaan dimulai tingkat sel,
jaringan, anatomi dan organ tubuh ) dan exogenic faktor ( lingkungan, sosiobudaya serta gaya
hidup) ( gambar 2 ) ( Boedhi Darmojo, 1994)

Faktor endogenik dan eksogenik (lebih dikenal dengan faktor resiko). Hubungan faktor
resiko dengan penyakit degeneratif pada usia lanjut dapat dilihat pada gambar 3 ( Boedhi
Darmojo,1994)

Faktor endogen disebut juga faktor internal menyebabkan penurunan anatomi fiologi
sistem syaraf, sistem kardiovaskular, sistim pernafasan, sistem metabolisme, sistim ekskresi
dan muskuloskletal.
4

Gambar 2 : Model healthy aging dengan faktor – faktor nya

Gambar 3. Spider model the relationship between risk factors and degeneratif disease’s

Sumber : Boedhi Darmojo, 2001

Penurunan anatomi dan fisiologi dapat meliputi ;

a. Sistim saraf
Pada proses menua otak terjadi perubahan berupa penurunan jumlah sel neuron yang
terjadi tidak sama pada beberapa bagian otak. Girus temporal superior mengalami
5
penurunan jumlah sel paling banyak disusul otak depan (girus presentralis)yang
berfungsi untuk fungsi eksekutif. Area striata paaling sedikit mengalami penurunan.
Bagian otak yang memantau perasaan tubuh di daerah girus postcentralis tidaak
mengalami perubahan . Hipokampus pusat pantauan memori juga mengalami
penurunan jumlah sel neuron.Jumlah sel neuron berkurang 100.000 sel setiap
hari.Otak pada usia 70 tahun berkurang 150 – 200 gram dibandingkan usia 20 tahun.
Menurut konsep lama otak berkembang mencapai puncak pada usia 18 – 24 tahun
selanjutnya terjadi kemerosotan secara tetap dan menyebabkan penurunan fungsi
kognitif. Setelah tahun 1960 berkembang teori baru mengenai perkembangan otak.
Sel neuron atau sel otak benbentuk seperti cumi-cumi yaitu badan sel dengan tangan
berbentuk tetankel disebut dendrit atau neurit. Dendrit atau cabang sel saling
berhubungan dengan badan sel lain membentuk jaringan (network ) antar banyak sel.
Meskipin pada proses penuaan sel tidak tumbuh dan bertambah lagi namun jaringan
antar sel (nerve cell connection) terus tumbuh sampai usia lanjut. Keadaan ini
membantu sel-sel otak tetap bisa dipertahankan berfungsi dengan baik. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kualitas otak tidak hanya bergantung pada faktor genetik ,
tetapi juga pada stimulasi lingkungan dan nutrisi ( Sidiarto LD, 2003 )
Pada pembuluh darah otak terjadi penebalan intima akibat proses aterosklerosis dan
tunika media yang menyebabkan gangguan vaskularisasi otak dan dapat terjadi stroke
dan demensia vaskular ( Lumbantobing , 2001)
b. Sistim kardiovaskular
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik pada jantung berupa penurunan elastisitas
aorta , hipertofi jantung (ventrikel kiri ) dan katup jantung menjadi kaku. Kakunya
katup jantung karena penumpukan lipid, degenerasi kolagen dan kalsifikasi fibrosa
katup. Jantung menunjukkan penurunan kekuatan kontraksi, penurunan kemampuan
meningkatkan kekuatan curah jantung. ( Hadi Martono 2009)
c. Sistim Pernafasan
Setelah mencapai kematangan pertumbuhan pada usia 20 – 25 tahun, sistim respirasi
mengalami penurunan fungsi, elastisitas dan kekuatan otot dada menurun,
menurunnya rasio ventilasi-perfusi di bagian paru yang tak bebas dan pelebaran
gradient alveolar arteri untuk oksigen. Disamping itu ada penurunan gerak silia di
dinding sistem pernaafasan, penurunan refleks batuk yang dapat memicu infekssi akut
pada saluran pernafasan ( Hadi Martono , 2009)
6
d. Sistim metabolisme
Sekitar 50% usia lanjut menunjukkan intoleransi glukosa , frekuensi hipertiroid tinggi
pada usia laanjut ( 25%)
e. . Sistim ekskresi
Pada usia lanjut ginjal mengalami perubahan berupa penebalan kapsula bouwman ,
gangguan permeabilitas terhadap zat yang akan difiltrasi, nefron mengalami
penurunan dan mulai atrofi, aliran darah di ginjal pada usia 75 tahun tinggal sekitar
50%, tetapi fungsi ginjal dalam keadaan istirahat tidak terlihat menurun (Hadi
Martono, 2009)
f. Sistim musculoskletal
Menurut Harlo tilarso (1988) jumlah sel lurik turun 50% pada usia 80 tahun, berat
otot lurik pada 21 tahun = 45% dari berat badan dan pada 70 tahun = 27% dari berat
badan. Kecepatan kehilangan massa tulang pria 3% dan wanita 8%, rata-rata
kehilangan tinggi pada umur 65 – 74 adalah 1,5 inchi ( 3,7cm ) , umur 85 – 94 adalah
3 inch ( 7,5 cm).
Proses perusakan dan pembentukan tulang melambat karena kurang aktivitas,
menurunnya hormon estrogen pada wanita, vitamin D, trabekula tulang lebih
berongga berakibat sering mudah patah ( Hadi Martono, 2009)

Faktor eksogen disebut juga faktor eksternal yang berpengaruh mempercepat proses
menua antara lain gaya hidup/life style seperti inaktivitas, perokok, kurang tidur, nutrisi tidak
sehat

Data Kesehatan Pada Lanjut Usia Indonesia

Peningkatan populasi usia lanjut akan memberikan gambaran perubahan angka kesakitan
dimana angka kesakitan karena penyakit degeneratif akan meningkat. Dengan bertambahnya
umur , fungsi fisiologis meengalami penurunan sehingga pola penyakit tidak menular (
degeneratif) banyak muncul pada usia lanjut. Penyakit tidak menular pada lansia diantaranya
hipertensi. Stroke, diabetes melitus dan radang sendi atau rematik. Selain itu masalah
degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi menular, Penyakit
menular yang didertita dalah tuberkulosis, diare, pneumonia, dan hepatitis ( buletin lansia,
2013)
7

Angka kesakitan merupakan salah satu indikator mengukur derajat kesehatan penduduk.
Angka kesakitan pada lansia menunjukkan penurunan dari 29,86 % tahun 2005 menjadi
26,3% tahun 2012 yang menunjukkan meningkatnya derajat kesehatan lansia ( buletin lansia,
2013)

Obesitas sentral merupakan faktor resiko terjadinya beberapa penyakit degeneratif. Untuk
laki-laki lingkar perut (LP) lebih dari 90 cm dan wanita di atas 80 cm merupakan obesitas
sentral. Prevalensi obesitas sentral tingkat nasional adalah 18.8%, pada kelompok umur 55 –
64 tahun, prevalensi 23,1 % sedangkan kelompok umur 55 – 64 tahun prevalensi 23,1%
(buletin lansia . , 2013)

Tabel 2 memperlihatkan 10 penyakit tersering yang diderita kelompok lansia tahun 2013.
Nampak jenis penyakit yang mendominasi adalah golongan penyakit tidak menular ,
penyakir kronik. dan degeneratif , terutama golongan penyakit kardiovaskular. ( Pusat data
dan Informasi Kemenkes RI, 2014)

Dari hasil laporan badan Litbangkes penyebab kematian di 15 kabupaten/kota tahun


2011 , proporsi penyebab kematian kelompok lansia ( umur 55 – 64 tahun dan > 65 ) yang
paling tinggi adalah stroke dan Ischaemic heart disease ( Tabel 3 ) ( buletin lansia, 2013)

Sensus penduduk tahun 2010, dari 18.028.271 lansia yang ditanyakan mengenai
kesulitan fungsionalnya, dijumpai gambaran seperti gambar 4. Dari gambar tersebut tampak
jenis kesulitan yang dialami lansia paling tinggi adalah dalam melihat ( 17,57%) dan
mendengar ( 12,77%) ( Buletin laansia, 2013)

Tabel 2. 10 penyakit terbanyak pada lansia di Indonesia tahun 2013


8

Tabel 3 Penyebab kematian pada lansia dari 15 kabupaten di Indonesia tahun 2011

Gambar 4. Persentase disabilitas pada lansia tahun 2010 (Badan Pusat Statisti RI, 2015 )

Fungsi Kognisi pada Lansia


Fungsi kognisi pada lansia bervariasi mulai dari Forgetfulnes, Mild Cognitif Impairment
(MCI) dan demensia . Demensia merupakan gangguan kognisi dengan derajat yang paling
berat.

Demensia/penyakit Alzheimer dapat dibagi atas 3 stadium ( Lumbantobing SM, 2001):

Stadium 1 : Stadium ini berlangsung 2 – 4 tahun. Gangguan memori jangka pendek


merupakan defisit yang paling umum pada stadium satu. Bila dihadapkan pada situasi baru
sering terjadi kesalahan. Spontanitas berkurang. Pemahaman dan menyatakan pendapat yang
kompleks , berfikir abstrak berkurang. Memori jangka panjang masihh dipertahankan.
9

Stadium 2 : Stadium bingung. Fungsi kognisi mundur pogresif melibatkan banyak aspek
fungsi luhur. Afasia, agnosia, apraksia , disorientasi waktu, tempat, orang jadi lebih jelas.

Kadang memperlihatkan episode psikotik, agresif dan ingin mengembara. Berlangsung 2 – 10


tahun

Stadium 3 : stadium akhir. Setelah 6 – 12 tahun sakit. Intelek dan memori turun terus, hampir
vegetatif , akinetik, membisu, tergantung hal-hal dasar dengan orang lain . Inkontinen uri dan
alvi.

Forgetfulness, Mild kognitif Impairment dan demensia secara klinis dibedakan sebagai
berikut :

Murni keluhan subyektif MCI Demensia

(Forgetfullness)

Keluhan memori oleh :


- Penderita + -/+ -
- Keluiarga - + +

ADL abnormal

- Dasar - - +
- Komplek - - +

Prilaku abnormal - +/- +

Penampilan memori abnormal


- Tes skrening - +/- +
- Tes neuropsikologi - + -

Tabel 4. Perbedaan Forgetfullness, MCI dan Demensia ( Troeboes Poerwadi, 2002)

Penanganan gangguan kognisi pada lansia berdasarkan data fungsi kognisi lansia tersebut
dengan prinsip mempertahankan , memperbaiki domain kognisi yang ada. dan mencegah
menurunnya fungsi kognisi, meningkatkan kemampuannya untuk hidup normal,
mempertahankan rasa hargaa diri, baik secara non farmakologi maupun farmakologi.Bila
10

tidak mungkin mencegah penurunan fungsi intelektualnya, diusahakan untuk memperlambat


proses ke arah demensia.

Prinsip penanganan pada lanjut usia yang mengalami kemunduran ringan, sedang sampai
lanjut berupa ( Sidiarto LD, 2002)

1. Penanganan farmakologis dengan obat-obatan


2. Penanganan non farmakologis mencakup; terapi suportif(pendidikan dan latihan),
terapi reminiscent, terapi reality orientation, psikoterapi, terapi kognitif, terapi fisik
ditambah menjaga kesehatan dengan gizi seimbang dan olahraga teratut.
3. Penanganan psikososial

Penanganan yang dilakukan merupakan pendekatan holistik/global melibatkan dokter


umum/keluarga, perawat, pekerja sosial, pemberi asuhan (care giver) . Jenis terapi
disesuaikan dengan berat ringan gangguan kognisi dan yang memberikan terapi disesuaikan
dengan kompetensi. Penanganan dalam hal pencegahan bisa dimulai pada kelompok
pralansia mencakup edukasi mengenai stimulasi kognisi, gaya hidup yang sehat dan nutrisi
yang sehat dan olah raga.( Sidiarto LD, 2002)

Long-Term Care merujuk pada semua rumah dan pelayanan kesehatan untuk individu dengan
penyakit chronis atau disabilitas ( Frazer DW, 2002)

.Long-Term Care options the Aging merupakan pilihan-pilihan pelayanan dan perawatan
kesehatan untuk usia lanjut. Di Indonesia kesejahteraan lanjut usia diatur dalam Undang-
Undang No 13 tahun 1998 dimana dinyatakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia
bertujuan memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian
dan kesejahteraan, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsaa, serta lebih
mendekatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa ( Badan Pusat Statistik-Jakarta 2015)

Program-Program pelayanan dan pemberdayaan Lansia di Indonesia dapat


dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) program pelayanan sosial dalam Panti, (2) Program
pemberdayaan dan Pelayanan sosial di luar Panti , (3) Kelembagaan sosial dan aksestabilitas
lansia lainnya . (Badan Pusat Statistik Jakarta 2015)

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai pusat pelayanan primer juga


memberikan pelayanan kepada pra lansia dan lansia yang meliputi aspek promotif,preventif,
11

kuratif dan rehabilitatif (Badan Pusat Statistik Jakarta 2015), beserta mekanisme perujukan
(Kemenkes RI, 2010)

Dimanapun pelayanan kesehatan lansia dilakukan, baik di rumah sendiri maupun


perawatan di institusi, hendaknya dilakukan secara holistik, memberikan stimulasi kognisi,
gaya hidup yang sehat , nutrisi dan olahraga .

Ringkasan

- Populasi lansia di Indonesia mencapai 8,03%


- Perubahan pada lansia dipengaruhi oleh faktor eksterna dan interna

- Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang menonjol pada usia lanjut

- Penatalaksanaan gangguan kognisi pada lansia meliputi terapi farmakologi dan

nonfarmakologi

- Long- Term Care Options for The aging merupakan pelayanan kesehatan lansia secara
holistik meliputi stimulasi kognisi , gaya hidup yang sehat, nutrisi dan olahraga dan
dikemas dalam usaha-usaha promotif, preventif, kuratif di semua tempat pelayanan
kesehatan lansia di Indonesia sesuai kondisi.

Reference

Badan Pusat Statistik , 2015. Statistik pada Lansia 2014 , Jakarta

Boedhi Darmojo R, 2000. Teori Proses Menua. In Buku Ajar Geriatri. FK UI, Jakarta Ed 2 :3 – 13

Boedhi Darmojo R. Beberapa masalah dan konsep strategik dalam pengembangan geriatrik, Pidato Purna
Tugas ( Pensiun) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Buletin Lansia . 2013, Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Kemenkes RI

Frazer DW, 2008. Long Term Care Options for The Aging, In Clinical Neurology of the Older adult.
LWWW. Philadelpia : 574 - 583

Hadi Martono dkk. 2009. Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta

Lumbantobing SM, 2001. Penyakit Alzheimer. In Neurogeriatri. FK UI:74 - 92

Poerwadi T, 2002. Manajemen Penderita Mild Cognitive Impairment (MCI). In Kumpulan makalah
Pertemuan Nasional Neurogeriatri pertama. Jakarta

Sidiarto LD, 2003. Memori anda setelah usia 50. FK UI


.

Anda mungkin juga menyukai