Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan penduduk Lanjut Usia (lansia) di Indonesia menarik
diamati, dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor
Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan jika
tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 522 tahun dan jumlah lansia 7.998.543
orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan
UHH juga meningkat (66,2 tahun). Perkiraan pada tahun 2020 penduduk
lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1
tahun
Dengan bertambahnya usia seseorang ada kecenderung mengalami
atau berpotensi mengalami masalah kesehatan. Pada usia lanjut maka daya
kemampuan seksual baik pada wanita maupun pada pria mengalami
kemunduran, namun tidaklah berarti bahwa kenikmatan seks hilang sama
sekali, hanya membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai orgasme,
sedangkan orgasmenya sendiri berlangsung lebih pendek (Papalia, 2008).
Perubahan fungsi tubuh yang berhubungan dengan fungsi seksualitas
pada lanjut usia melibatkan hasrat seksual, rangsangan seksual, lubrikasi
vagina, orgasme, kepuasan, dan nyeri/ ketidaknyamanan.
Pada wanita pengaruh utama seksualitas dihubungkan dengan
perubahan yang terjadi pada saat menopause, terjadi perubahan stimulasi
sensori dan aliran darah akibat penurunan hormon estrogen, vagina menjadi
kurang fleksibel dan mungkin membutuhkan pelumas buatan (Papalia, 2008).
Seksualitas sering dijelaskan dari persepektif holistik sebagai integrasi
somatik, emosional, intelektual, dan aspek sosial dari makhluk seksual yang
secara positif memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi dan
cinta. Studi Johnson (2009) tentang seksualitas dan penuaan mendukung
pandangan biopsikososial tentang penuaan dan seksualitas. Kehidupan akhir
dapat mempengaruhi aktivitas seksual dan kesehatan seksual.
Kehilangan aktivitas seksual bukan merupakan aspek penuaan yang
tidak dapat dihindari dan sebagian besar orang yang sehat tetap aktif secara
seksual secara teratur sampai usia lanjut. Namun, proses penuaan memang
membawa perubahan tertentu dalam respon seksual fisiologis pria dan
wanita, dan disertai sejumlah masalah medis yang menjadi lebih prevalen
pada usia lanjut yang berperan penting terhadap terjadinya gangguan seksual
patogen terhadap lansia.
Pada usia lanjut terdapat dua faktor yang mempengaruhi aktivitas
seksual, yang dapat dibagi menjadi faktor internal yaitu faktor fisik ,penyakit
dan psikologis (kesepian/dukacita, depresi) serta faktor eksternal yang datang
nyadari kebudayaan dan obat-obatan (Darmojo& Martono,2006).
Dampak tidak terpenuhinya kebutuhan seksualitas pada lanjut usia
dapat menyebabkan penyimpangan seksualitas. Penyimpangan seksualitas
yang terjadi pada lanjut usia disebabkan karena lanjut usia mengalami
perubahan fungsi tubuh, sementara lanjut usia tetap mempunyai keinginan
dalam memenuhi kebutuhan seksualitasnya. Masters dan Johnson (2009)
mengutarakan bahwa tidak ada batas usia dalam beraktivitas seksual.
Seksualitas merupakan bagian dari kehidupan manusia dimana
seksualitas berperan dalam menentukan kualitas hidup sehingga
mempertahankan seksualitas pada lansia penting untuk mewujudkan
kebahagiaan keluarga, meskipun dalam kapasitas seksualitas telah
mengalami penurunan.

B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN LANSIA
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisis, kejiwaan dan sosial (UU No23 Tahun
1992 tentang kesehata).Pengertian dan pengelolaan lansia menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia
sebagai berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
keatas
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

B. BATASAN LANSIA
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi: usia
pertengahan yakni kelompok usia 46-59 tahun, usia lanjut (Elderly) yakni
antara usia 60-74 tahun, Tua (Old) yaitu antara 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (Very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Setiabudhi, 1999), dan
menurut DepKes RI tahun 1999, umur dibagi 3 lansia yaitu:
a. Usia pra senelis atau Virilitas adalah seseorang yang berusia 45-49
tahun
b. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun
atau lebih atau dengan masalah kesehatan.

C. PROSES MENUA
Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah
dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan
status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan
dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang lain
di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan dirinya
menghadapi ketidamampuan dan bahkan kematian (Cox, 1984 dalam
Miller,1995).
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan
terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi,
aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita
menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti
strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (
Darmojo, 2004 ).

D. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


Suatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara
terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis dan dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan
akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan (Depkes RI, 1998). Menurut Setiabudhi (1999) .Perubahan
yang terjadi pada lansia yaitu:
1. Perubahan dari aspek biologis
Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu
adanya perubahan genetika yang mengakibatkan terganggunya
metabolisme protein, gangguan metabolisme Nucleic acid dan
deoxyribonucleic (DNA), terjadi ikatan DNA dengan protein stabil yang
mengakibatkan gangguan genetika, gangguan kegiatan enzim dan
system pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein diotak, otot,
ginjal darah dan hati, terjadinya pengurangan parenkim serta adanya
penambahan lipofisin.
a) Perubahan yang terjadi di sel otak dan saraf berupa jumlah
sel menurun dan fungsi digantikan sel yang tersisa,
terganggunya mekanisme perbaikan sel, kontrol inti sel
terhadap sitopalsma menurun, terjadinya perubahan jumlah
dan stuktur mitokondria, degenerasi lisosom yang
mengakibatkan hoidrolisa sel, berkurangnya butir Nissil,
penggumpalan kromatin, dan penambahan lipofisin, terjadi
vakuolisasi protoplasma.
b) Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah terjadi trofi
yang berkurang 5 sampai 10% yang ukurannya kecil
terutama dibagian prasagital, frontal, parietal, jumlah neuron
berkurang dan tidak dapat diganti dengan yang baru, terjadi
pengurangan neurotransmitter, terbentuknya struktur
abnormal diotak dan akumulasi pigmen organik mineral(
lipofuscin, amyloid, plaque, neurofibrillary tangle), adanya
perubahan biologis lainnya yang mempengaruhi otak seperti
gangguan indra telinga, mata, gangguan kardiovaskuler,
gangguan kelenjar tiroid, dan kortikosteroid.
c) Perubahan jaringan yaitu terjadinya penurunan sitoplasma
protein, peningkatan metaplastik protein seperti kolagen dan
elastin.
2. Perubahan Fisiologis.
Pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas
seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan
menunjukkan status dasar dari aspek vaskuler, hormonal dan
neurologiknya(Alexander & Allison, 1989 dalam Darmojo, 2004). Untuk
suatu pasangan suami-istri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan
aktivitas seksual mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan
mereka akan mendapatkan masalah dalam hubungan seksualnya.
Kaplan dalam Darmojo (2004) membagi siklus seksual dalam
beberapa tahap, yaitu fase desire (hasrat) dimana organ targetnya
adalah otak. Fase ke-2 adalah fase arousal (pembangkitan/
penggairahan)dengan organ targetnya adalah sistem vaskuler dan
fase ke-3 atau fase orgasmic dengan organ target medulla spinalis dan
otot dasar perineum yang berkontraksi selama orgasme. Fase
berikutnya yaitu fase orgasmik merupakan fase relaksasi dari semua
organ target tersebut.
3. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan
secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap
lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang
berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya
satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi
yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir
menurun(Santrock, 2002).
4. Perubahan sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial
mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang
lanjut usia yang memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan
mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan disaggrement
theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi
baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia (Santrock, 2002).
5. Perubahan kehidupan keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang
memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya
antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua,
jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak
akan merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki
hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai
55 tahun (Darmojo, 2004)..
Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik
pada dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang
tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan
lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak
memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau
tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada
kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan
berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga
secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.

E. PERMASALAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


a. Permasalahan dari aspke fisiologi
Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi
oleh factor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medik. Perubahan tersebut
akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi
kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun
sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa
menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena
proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang
keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah,
elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan
fungsi organ didalam perut, dinding pembuluh darah menebaldan
menjadi tekanan darah tinggi otot jantung bekerja tidak efisien, adanya
penurunan organ reproduksi, terutama pada wanita, otak menyusutdan
reaksi menjadi lambatterutama pada pria, serta seksualitastidak terlalu
menurun (Martono, 1997 dalam Darmojo,
2004).
b. Permasalahan dari aspek psikologis
Menurut Martono, 1997 dalam Darmojo (2004), beberapa
masalah psikologis lansia antara lain:
1) Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lansia pada saat
meninggalnya pasangan hidup, terutama bila dirinya saat itu
mengalami penurunan status kesehatan seperti menderita
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik
terutama gangguan pendengaran harus dibedakan antara
kesepian dengan hidup sendiri. Banyak lansia hidup sendiri
tidak mengalami kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi,
lansia yang hidup dilingkungan yang beraggota keluarga yang
cukup banyak tetapi mengalami kesepian.
2) Duka cita (bereavement),dimana pada periode duka cita ini
merupakan periode yang sangat rawan bagi lansia.
meninggalnya pasangan hidup, temen dekat, atau bahkan
hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan kejiwaan yang
sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya memicu
terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Adanya perasaan
kosong kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian
suatu periode depresi. Depresi akibat duka cita biasanya
bersifat self limiting.
3) Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan
depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun.
4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia,
gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stress
setelah trauma dan gangguan obstetif-kompulsif. Pada lansia
gangguan cemas merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan
biasanya berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak
suatu obat.
5) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bisa
terjadi pada lansia, baik sebagai kelanjutan keadaan dari
dewasa muda atau yang timbul pada lansia.
6) Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut yang
sering terdapat pada lansia yang ditandai dengan waham
(curiga) yang sering lansia merasa tetangganya mencuri
barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya.
Parfrenia biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau
diisolasi atau menarik diri dari kegiatan social.
7) Sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana lansia
menunjukkan penampilan perilaku yang sangat mengganggu.
Rumah atau kamar yang kotor serta berbau karena lansia ini
sering bermain-smain dengan urin dan fesesnya. Lansia sering
menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur (jawa:
Nyusuh). Kondisi ini walaupun kamar sudah dibersihkan dan
lansia dimandikan bersih namun dapat berulang kembali.
F. PENGERTIAN SEKSUAL PADA LANSIA
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa
seksualitas berarti ciri, sifat, atau peranan seks. Dari artinya saja jelas
bahwa seksualitas menunjuk pada sesuatu yang kompleks yang ada
dalam diri manusia. Kekomplekan inilah yang jarang dilihat oleh manusia.
Orang sering memandang seksualitas dalam arti yang sempit yakni
terbatas pada alat genetikal belaka. Dengan kata lain, seksualitas
dipersempit menjadi seks yaitu apa yang kita alami dan kita lakukan
dengan alat kelamin kita. Padahal seksualitas mempunyai arti yang sangat
luas dan mendalam dalam prilaku seksual ( Kris, 2004).
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-
bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik
hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama maupun
berimajinasi. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun
lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku
ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan
dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi
sebagian perilaku seksual justru dapat memiliki dampak dengan
kesehatan seksual itu sendiri (Potter & Perry, 2005). Kesehatan seksual
merupakan suatu hal yang sukar untuk diartikan Karena kebanyakan
masyarakat menganggap kesehatan seksual adalah suatu peristiwa yang
sulit untuk dijelaskan sehingga menimbulkan suatu anggapan yang salah.
World Health Organization,1975 mendefinisikan kesehatan seksual
sebagai pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dan aspek
sosial dari kehidupan seksual dengan cara yang positif untuk memperkaya
pengrtahuan seksualnya dalam bentuk kepribadian, dan perasaan cinta
(Kozier,2004).
Arti lain dari seksualitas menurut Kozier (2004), adalah suatu
tindakan alamiah, spontan yang meningkatkan kepuasan dari kedua
pasangan. Setelah aktivitas seksual, harus ada periode persaan senang
dimana kedua pasangan mengalami kehangatan, sejahtera dan
kedekatan. Dalam kenyataan, hal ini sering menjadi pengecualian
ketimbang peraturan, seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah buku
peningkatan seksual swabantu yang tersedia ditoko. Perawat dapat saja
menghadapi klien yang mempunyai masalah satu tahap perilaku seksual
atau lebih, termasuk perasaan ingin melakukan hubungan seks.
Perlu diketahui bahwa seksualitas manusia berarti kita terarah
kepada yang lain. Artinya seksualitas yang kita miliki memampukan kita
untuk dapat berelasi secara akrab dengan sesama kita dan Tuhan secara
intim (Kozier,2004). Seksualitas adalah energi yang berdasarkan pada
relasi-relasi kita. Energi ini sangat tampak dalam orientasi hidup manusia
yang merupakan kualitas hidupnya seperti kerinduan untuk akrab dengan
orang lain, untuk bersahabat dan untuk bersatu. Perlu disadari juga bahwa
seksualitas berkaitan erat dengan compassion, healing, daN
pengampunan. Sedangkan ciri dari seksualitas adalah passion,
kehangatan, afeksi, dan perasaan, rasa tertarik, vitalitas. Selain itu,
seksualitas mengenal juga derita, kesakitan, frustasi, dan kekacauan( Kris,
2004).
Seksualitas dalam usia lanjut makin diakui sebagai hal yang penting
dalam perawatan lansia. Semua lansia, baik sehat maupun lemah, perlu
mengekspresikan perasaan seksualnya. Seksualitas meliputi cinta,
kehangatan , saling membagi dan sentuhan, bukan hanya melakukan
hubungan seksual. Seksualitas berkaitan dengan identitas dan validasi
keyakinan bahwa orang dapat memberi pada orang lain dan mendapatkan
penghargaan ( Perry & Potter, 2005).
Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan pada prokreasi
menjadi penekanan pada pertemanan, kedekatan fisik, komunikasi intim,
dan hubungan fisik mencari kesenangan (Hebersol &Hess, 1994). Tidak
ada alasan bagi individu tidak dapat tetap aktif secara seksual sepanjang
mereka memilihnya. Hal ini dapat secara efektif dipenuhi dengan
mempertahankan aktifitas seksual secara teratur sepanjang hidup.
Terutama sekali bagi wanita, hubungan senggama teratur membantu
mempertahankan elastisitas vagina, mencegah atrofi, dan
mempertahankan kemampuan untuk lubrikasi. Namun demikian, proses
penuaan mempengaruhi proses seksual. Perubahan fisik yang terjadi
bersama proses penuaan harus dijelaskan kepada klien lansia. Lansia
mungkin juga menghadapi kekuatiran kesehatan yang membuat sulit bagi
mereka untuk melanjutrkan aktivitas seksual. Dewasa yang menua
mungkin harus menyesuaikan tindakan seksual dan respon terhadap
penyakit kronis, medikasi, sakit dan nyeri, atau masalah kesehatan
lainnya( Perry & Potter, 2005).
Kiranya menjadi jelas bahwa pemahaman akan seksualitas secara
benar dapat meminimalisir pikiran-pikiran sempit yang mau menonjolkan
bahwa kegiatan seks itu adalah hal yang terpenting. padahal seksualitas
itu dapat diungkapkan (diekspresikan) dalam ribuan bentuk. Salah satu
diantaranya yakni ekspresi atau ungkapan genital ( Kris, 2004).

G. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI SEKSUAL


DALAM KEBUTUHAN SEKSUALITAS
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas menurut
Perry & Potter, (2005) adalah:
a) Faktor fisik. Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual
karena alasan fisik. Aktivitas seksualdapat menyebabkan nyeri dan
ketidak nyamanan. Bahkan hanya membayangkan bahwa seks
dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit
minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak
merasakan seksual. Medikasi dapat mempengaruhi keinginan
seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama ketika diperburuk oleh
perasaan penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk
tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya secara
seksual.
b) Faktor hubungan. Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan
perhatian seseorang dari keinginan seks. Setelah kemesraan
hubungan telah memudar, pasangan mungkin mendapati bahwa
mereka dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai
atau gaya hidup mereka. Tingkat seberapa jauh mereka mssih
merasa dekat satu sama lain dan berinteraksi pada tingkat intim
bergantung pada kemampuan mereka untuk bernegoisasi dan
berkompromi. Ketrampilan seperti ini memainkan peran yang
sangat penting ketika mengahadapi keinginan seksual dalam
berhubungan. Penurunan minat dalam aktifitas seksual dapat
mengakibatkan ansietas hanya karena harus mengatakan kepada
pasangan perilaku seksual apa yang diterima dan menyenangkan.
c) Faktor gaya hidup. Faktor gaya hidup seperti, penggunaan atau
penyalahgunaan alkohol atau tidak punya waktu untuk
mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat mempengaruhi
keinginan secara seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikiatkan
dengan, terutama dalam periklanan, alkohol dapat menyebabkan
rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks. Namun
demikian, banyak bukti sekarang ini menunjukkan bahwa efek
negatif alkohol terhadap seksualitas jauh melebihi euforia yang
mungkin dihasilkan pada awalnya.
d) Faktor harga diri. Tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan
konflik yang melibatkan seksualitas. Jika harga diri seksual tidak
pernah dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang kuat
tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual,
seksualitas mungkin menyebabkan perasaan negatif atau
menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan
perasaan seksual. Harga diri seksual dapat menurun dalam banyak
cara. Perkosaan , inses, dan penganiayaan fisik atau emosi
meninggalkan luka yang dalam. Rendahnya harga diri seksual
dapat juga diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan seks,
model peran yang negatif, dan upaya untuk hidup dalam
pengharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik.

H. MASALAH SEKSUAL LANSIA


Pada usia lanjut, tedapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas
seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan/masalah eksternal yang
datang dari lingkungan dan hambatan internal, yang terutama berasal dari
subyek lansianya sendiri ( Darmojo, 2004 ).
Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang
menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan oleh para
lansia. Masyarakat biasanya masih bisa menerima seorang duda lansia
kaya yang menikah lagi dengan wanita yang lebih muda atau mempunyai
anak setelah usianya agak lanjut, tetapi hal sebaliknya seorang janda
kaya yang menikah dengan pria yang lebih muda sering kali mendapat
cibiran masyarakat. Hambatan eksternal bilamana seseorang janda atau
duda akan menikah lagi seringkali juga berupa sikap menentang dari
anak-anak, dengan berbagai alasan. Kenangan pada ayah/ibu yang telah
meninggal atau ketakutan akan berkurangnya warisan merupakan latar
belakang penolakan. Di negara Barat hal ini masih terjadi, akan tetapi
pengaruhnya di negara Timur akan lebih terasa mengingat kedekatan
hubungan orang tua dengan anak-anak ( Darmojo, 2004 ).
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas
dengan hambatan ekternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak
bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa menarik lawan jenisnya.
Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas di usia lanjut(baik
pada mereka yang masih mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada
mereka yang sudah menjanda/menduda) menyebabkan keinginan dalam
diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada
ketidakmampuan fisik, yang dikenal sebagai impotensia ( Darmojo, 2004 ).
Hampir setiap orang yang mengalami usia lanjut akan mengalami
masalah/Hambatan seksual. Sebagian besar menghadapinya sebagai hal
yang sangat memalukan untuk dibicarakan, sebagian lagi
menganggapnya sebagai bagian proses penuaan yang alamiah dan tidak
bisa diperbaiki. Sikap optimis inilah yang perlu dibina sehingga mampu
memperbaiki kehidupan seks dan menghadapinya sebagai suatu penyakit
biasa yang dapat diobati (Suparto, 1998).

I. KEBUTUHAN SEKSUAL LANSIA


Keinginan seksual beragam diantara individu: sebagian orang
menginginkan dan menikmati seks setiap hari, sementara yang lainnya
menginginkan seks hanya sekali dalam sebulan, dan yang lainnya lagi
tidak memiliki keinginan sama sekali dan cukup merasa nyaman dengan
fakta tersebut. Keinginan seksual menjadi masalah jika klien semata-mata
menginginkan untuk merasakan keinginan hubungan seks lebih sering,
jika keyakinan klien adalah pentinguntuk melakukannya pada beberapa
norma kultur, atau jika perbedaan dalam keinginan seksual dari pasangan
menyebabkan konflik (Kozier, 2004).
Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik,
tetapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak mengalami
penurunan yang sama. Dari pada penurunan fungsi seksual diasumsikan
dengan sakit, lebih baik perhatian difokuskan pada sesuatu yang masih
mungkin dilakukan. Pengaruh psikososial dari ketidakmampuan pada
umumnya mempunyai pengaruh yang lebih negatif pada fungsi seksual
dari pada gangguan fisik akibat ketidakmampuan itu sendiri.
Mengembangkan kepercayaan diri dan membentuk ekspresai seksual
yang baru dapat banyak membantu pada lansia yang mengalami
ketidakmampuan seksual ( Pudjiastuti, 2003 ).
Lanjut usia masih mempunyai harapan untuk menikah dan masih
memiliki minat terhadap lawan jenis. Hal tersebut di tunjukkan dengan
usaha berkunjung ke lawan jenis yang sudah tidak memiliki pasangan.
Adanya fenomena keinginan menikah, pengacuhan kebutuhan seksual
lanjut usia yang berdampak pada kebahagiaan dan gangguan
homeostasis , teori-teori yang menunjukkan perlu adanya kebutuhan
seksual dipenuhi, dan masih adanya anggapan yang keliru mengenai
pemenuhan kebutuhan seksual pada lanjut usia ( Mayasari, 2009 ).
Namun, kondisi hubungan seksual dan nonseksual dengan
pasangan hidup memberi pengaruh besar. Makin baik hubungan, makin
memuaskan kehidupan seksualnya. Maka, seks akan bertambah lama
sampai tidak ada batasnya. Akhirnya salah satu penentu lain adalah tidak
adanya pasangan. Wanita usia lanjut yang tidak mempunyai pasangan
lagi umumnya akan menekan ddorongan seksnya sampai habis.
Sebaliknya, pria yang sudah kehilangan pasangan, sebagian akan
menikah lagi (Suparto,1998).

J. MANFAAT SEKSUAL PADA LANSIA


Melakukan hubungan seks di usia lanjut bisa memberikan beberapa
manfaat kesehatan, yaitu:
1. Meningkatkan aliran darah
Selama melakukan hubungan seksual dengan pasangan, setiap
organ tubuh bekerja. Hal ini akan meningkatkan sirkulasi darah di
seluruh tubuh termasuk otak dan jantung, sehingga membuat kondisi
kesehatan fisik yang lebih baik.
2. Menurunkan kolesterol
Kadar kolesterol yang tinggi tidak baik untuk kesehatan, karenanya
berhubungan seks secara teratur bisa membantu menyeimbangkan
tingkat kolesterol dan HDL.
3. Mengurangi stres dan meningkatkan waktu tidur
Orang yang sudah tua biasanya memiliki waktu tidur yang lebih
sedikit. Dengan melakukan hubungan seks akan membuat kadar stres
berkurang, lebih rileks dan membuat tidurnya lebih nyenyak dan
teratur.
4. Sebagai pereda nyeri
Seks bisa bertindak sebagai analgesik yang membantu meringankan
rasa sakit. Selama melakukan hubungan seksual, oksitosin disekresi
yang nantinya merilis endorfin, hormon-hormon ini bertindak sebagai
analgesik alami.
5. Kesehatan prostat dan kelamin
Orang yang sudah tua sering mengalami masalah pembesaran
prostat, karenanya melakukan seks secara teratur bisa meningkatkan
kesehatan alat kelamin dan menjaga kelenjar prostatnya tetap sehat.
6. Meningkatkan testosteron dan estrogen
Seiring bertambahnya usia, kadar hormon ini juga akan berkurang.
Dengan melakukan hubungan seks bisa menguatkan testosteron dan
estrogen, sehingga mempengaruhi libido serta juga kekuatan tulang
dan otot.

K. PENDIDIKAN SEKS PADA LANSIA


1. Pendidikan seksual harusnya juga diajarkan kepada para manusia
lanjut usia (manula), salah satunya olahraga yang sering dilakukan
pada lansia adalah senam lansia, dan dilakukan sesuai dengan
kemampuan lansia itu sendiri (Pudjiastuti & Utomo, 2003). Senam
lansia merupakan olahraga ringan, mudah dan aman dilakukan.
Senam lansia ini sudah memiliki standar gerakan dan diakui untuk
dilakukan pada lansia. Gerakan pada senam lansia bersifat Low
Impact, dimana gerakan biasanya untuk anggota tubuh bagian atas
karena pada lansia terjadi penurunan fungsi jantung dan paru-paru.
Tujuan diberikannya senam lansia agar lansia tetap sehat. Dalam
mencapai kesehatannya, lansia perlu motivasi instrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi instrinsik yaitu motivasi yang berfungsi tanpa
rangsangan dari luar tetapi sudah dengan sendirinya terdorong untuk
berbuat sesuatu Misalnya dari dalam dirinya lansia itu sendiri
sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi karena
adanya rangsangan dari luar seperti lingkungan, teman, keluarga dan
informasi (Purwanto, 2004). Hal yang lebih dirasakan dengan senam
lansia yang dilakukan adalah kepuasan yang dirasakan dengan suami.
Sebagian besar mereka menyatakan dengan mengikuti senam lansia
bagian intim (vagina) mereka yang sebelumnya sering kering dan sakit
dalam berhubungan seksual menjadi lebih lembab dan rasa sakit yang
mereka rasakan mulai terasa berkurang karena kelembapan pada
bagian intimnya (vagina) mulai ada semenjak melakukan senam lansia
atau aktivitas senam lansia.
2. Memberikan pengetahuan yang lebih luas tentang pengertian seks
pada lansia.
3. Memberi tahu pentingnya berkomunikasi dengan pasangan,
komunikasi merupakan saranan untuk mendekatkan diri dengan
pasangan.
4. Bimbingan psikoseksual, bimbingan dan konseling sangat dipentingkan
dalam rencana manajemen gangguan seks.

Temuan terbaru dari The New England Journal of


Medicine (NEJM) menjelaskan kalau orang-orang di usia senja nyatanya
juga masih membutuhkan seks. Tapi dengan pengalaman hidup lebih
banyak dari pada orang-orang berusia di bawahnya, seks yang dibutuhkan
para lansia ini berbeda dari pengalaman liar yang dikejar-kejar anak muda
pada umumnya. Menurut neuropsikolog Alice Radosh, para orang tua
yang ditinggal mati pasangannya, diam-diam memelihara perkabungan
seksual, terminologi yang digunakannya untuk menggambarkan perasaan
kehilangan seksual yang muncul akibat ditinggal pasangan.
Studi Radosh menunjukkan bahwa 3 dari 4 responden bilang akan
merindukan seks jika pasangannya meninggal. Hal itu diperkuat data
NEJM, yang bilang kalau stereotip tentang orang tua yang tak doyan seks
lagi adalah salah. Dari 3.005 responden dalam sebuah studi, 73 persen
responden usia 57-64 tahun, 53 persen responden dari 65-74 tahun, dan
26 persen responden berumur 75-85 tahun masih aktif berkegiatan seks
dan menikmatinya dengan pasangan.
Bahkan di Inggris dan Amerika Serikat, statistik pernikahan orang
di usia senja meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terjadi
karena kesadaran para orang tua zaman sekarang untuk tidak
menghabiskan masa tuanya dengan kesendirian yang rentan
mengundang depresi.
Seksualitas secara aplikatif berkaitan dengan tindakan riil.
Tindakan yang dimaksud bisa berupa sentuhan, ciuman, pelukan dan
hubungan intim. Perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerakan tertentu
juga dapat menjadi bagian darinya. Ada pula yang menyebutkan bahwa
kebutuhan seks bukan hanya soal hubungan di atas ranjang. Ekspresi
kepribadian, perasaan fisik dan simbolik tentang kemesraan, menghargai
dan saling memperhatikan secara timbal balik juga termasuk didalamnya
(Azizah, 2011).
Pada lansia, kebutuhan seksual bukan lagi disalurkan melalui
hubungan ranjang, pada dasarnya akan berubah kepada hubungan yang
berkaitan dengan rasa. Saling memberikan kehangatan, bercengkrama,
meluangkan waktu berdua dan hal-hal lain.

.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
Bagi lansia diharapkan lansia tetap mempertahankan aktivitas seksualnya agar
lansia dapat menjaga keharmonisan dalam rumah tangga. Lansia juga dapat menambah
wawasan seputar seksualitas pada lansia dengan menambah informasi dari petugas
kesehatan.
Bagi layanan kesehatan diharapkan layanan kesehatan mampu memberikan
informasi yang benar mengenai seksualitas pada lansia, agar lansia dapat meningkatkan
pengetahuannya seputar seksualitas.
Bagi keluarga untuk memperhatikan keadaan kesehatan lansia dan memberikan
Dukungan sehingga dapat melakukan aktivitas seksual secara normal.
DAFTAR PUSTAKA
https://health.detik.com/read/2010/11/23/134354/1500283/763/orang-lanjut-
usia-juga-butuh-pendidikan-seks

http://www.beritasatu.com/kesra/144343-singapura-anjurkan-agar-pendidikan-
seksual-juga-diajarkan-ke-manula.html?no_redirect=true

https://tirto.id/mengapa-nani-wijaya-dan-lansia-ingin-menikah-di-usia-senja-
cl8S

https://senyumperawat.com/2016/01/perubahan-kebutuhan-seksual-pada-
lansia-geriatri.html

Mardiana. (2015). Aktifitas seksual pra lansia dan lansia yang berkunjung ke
poliklinik geriatri rumah sakit pucat angkatan udara Dr.esnawan antariksa
jakarta timur tahun 2011. Skripsi

Rachmawati, L, A, dkk. (2015). Masalah seksual pada lansia wanita. Makalah

Dichandra, S. (2012). Kontribusi senam lansia pada perkembangan wanita


menopause usia 50-60 di RW.XIV kec.sawahan Kel.putat jaya surabaya.
Skripsi

Sari, R, K. (2016). Hubungan tingkat pengetahuan tentang seksualitas


dengan aktivitas seksual pada lansia di dusun panggang bumirejo lendah.
Skripsi

Anda mungkin juga menyukai