Anda di halaman 1dari 11

LO 1 MM GERIATRI

Definisi
Geriatri adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan
dan kedokteran pada warga Lanjut Usia termasuk pelayanan kesehatan kepada Lanjut Usia
dengan mengkaji semua aspek kesehatan berupa promosi, pencegahan, diagnosis,
pengobatan, dan rehabilitasi.
Pasien Geriatri adalah pasien Lanjut Usia dengan multi penyakit dan/atau gangguan
akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang
membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan Multidisiplin yang
bekerja secara Interdisiplin.
Sindroma geriatri adalah kumpulan gejala mengenai kesehatan yang sangat sering
dikeluhkan oleh para lanjut usia dan/atau keluarganya. Sindroma itu bukanlah suatu penyakit,
sehingga diperlukan upaya penanganan lebih lanjut untuk mencari penyakit yang mendasari
timbulnya sindroma tersebut.
Saat ini ilmu geriatri menjadi sangat penting untuk dipahami oleh tenaga kesehatan
karena jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia yang semakin meningkat (Setiati, 2013).
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014, jumlah lansia di
Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa atau 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia sehingga
termasuk negara dengan struktur penduduk menuju tua atau ageing population. Hal ini juga
mempengaruhi angka harapan hidup yang meningkat mencapai 70,7 tahun (BPS, 2015).
Diperkirakan persentase lansia di Indonesia akan mencapai 11,34% pada tahun 2020 dan
Indonesia akan menjadi negara ke-5 yang paling banyak jumlah lansianya pada tahun 2025.
Perubahan struktur demografi ini mengakibatkan perubahan juga dalam strategi pelayanan
kesehatan di Indonesia, yaitu dengan lebih memperhatikan penyakit yang terjadi pada lansia
(Darmojo, 2009).
Proses Penuaan
Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2004) menua atau menjadi tua dapat
diartikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses
menua merupakan suatu proses fisiologik yang berlangsung perlahan-lahan dan efeknya
berlainan pada tiap individu. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh
(Nugroho, 2004).
Proses menua pada seseorang sebenarnya sudah mulai terjadi sejak pembuahan atau
konsepsi dan berlangsung sampai saat kematian. Proses menua (aging) adalah proses alami
yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah secara
umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada usia lanjut(Kuntjoro, 2004).
Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Usia Lanjut
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya yaitu:
1. Perubahan dari aspek biologis
Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu adanya
perubahan genetika yang mengakibatkan terganggunya metabolisme protein,
gangguan metabolisme DeoxyribonucleicNucleic Acid(DNA), terjadi ikatan DNA
dengan protein stabil yang mengakibatkan gangguan genetika, gangguan kegiatan
enzim dan sistem pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein diotak,otot, ginjal
darah dan hati, terjadinya pengurangan parenchim sertaadanya penambahan
lipofuscin.
2. Perubahan Psikologis
Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap
kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang berarti adanya penarikan diri dari
masyarakat dan dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban
dengan daya reaksi yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir
menurun. Penyesuaian diri lansia juga sulit karena ketidakinginan lansia untuk
berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat beinteraksi.
3. Perubahan seksual
Pada dasarnyaperubahan fisiologis yang terjadi padaaktivitas seksual pada usia
lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek
vaskuler,hormonal dan neurologiknya (Darmojo danMartono, 2004). Untuk suatu
pasangan suami istri,bila semasa usia dewasa dan pertengahan aktivitas seksual
mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka akan mendapatkan masalah
dalam hubungan seksualnya.
4. Perubahan sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun
pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan
hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi
merupakan disaggrementtheory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga
mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia (Santrock, 2004).
LO 2 MM ANATOMI FISIOLOGI PERNAFASAN pada LANSIA
Penurunan Sistem Pernapasan Pada Lansia
Perubahan paru baik secara anatomi dan fisiologi akan menurun akibat penambahan
usia secara perlahan dan bertahap pada individu sehat setelah usia 25 tahun. Perubahan ini
akan berakibat dalam perubahan struktur pernafasan termasuk paru-paru, dinding dada, otot
pernafasan, serta pada pusat pernafasan sehingga akan terjadi perlambatan secara signifikan
pada proses pertukaran gas pada lansia. Paru-paru yang normal memiliki kapasitas cadangan
yang besar yang dapat memenuhi kebutuhan ventilasi bahkan selama latihan maksimal.
Kapasitas cadangan ini mulai berkurang setelah usia 30 dan kemudian semakin cepat setelah
usia 60 tahun (Brooks et al, 2000).
Penuaan menyebabkan mekanisme intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi
sistem pernapasan. Mekanisme ekstrinsik berhubungan dengan dinding dada dan ventilasi
mekanik sedangkan mekanisme intrinsik meliputi jaringan paru-paru dan sirkulasi paru.
Perubahan dinding dada akibat penuaan seperti kalsifikasi pada bronchial dan cartilage costa,
kekakuaan costovertebra, rigiditas dari dinding dada menyebabkan kemampuan dada untuk
meningkatkan volume, memungkinkan pengembangan tekanan negatif intratoraks selama
inspirasi menjadi berkurang (Webster & Kadah 1991).
Kekuatan otot dan sendi sangat menentukan ukuran gerakan dalam pernafasan. Pada
orang tua, otot-otot menjadi kurang efisien karena perubahan morfologi dan sendi menjadi
kaku, sehingga otot pernafasan pada orang tua akan lebih rentan mengalami kelelahan
daripada orang dewasa saat terjadi peningkatan kerja pernafasan meningkat misalnya saat
melakukan latihan fisik. Atropi pada beberapa otot pernafasan terutama pada otot tipe I
(slow-twitch fibers) seperti otot bahu yang menjadi otot bantu dalam pernafasan. Kyphosis
sering meningkat karena aktivitas otot postural semakin menurun fungsinya atau patah tulang
pada vertebral akibat osteoporosis sehingga potensi untuk pengembangan dada untuk
meningkatkan volume dada bersama dengan elevasi rusuk berkurang. Meningkat kyphosis
dan hilangnya lordosis lumbal yang terjadi pada orang tua menyebabkan penekanan pada
diafragma. Hal ini menghambat pergerakan diafragma yang selanjutnya mengurangi efisiensi
mekanik pernapasan (Dyer & Stockley 1999).
Perubahan paru akibat penuaan juga dikontribusi oleh inhalasi polusi lingkungan yang
memberikan efek pada paru membuatnya sulit untuk mengidentifikasi efek sebenarnya dari
usia. Penuaan paru-paru harus dilihat dalam hubungannya dengan pekerjaan seseorang, diet
dan di mana mereka tinggal selama periode kehidupan mereka. Patologi paru juga akan
mengganggu ventilasi di setiap kelompok umur tetapi dengan penuaan kemungkinan
beberapa perubahan paru secara patologis akan lebih meningkat. Perubahan fisiologis pada
paru-paru dari orang tua termasuk menurunnya elastisitas jaringan paru yang mengurangi
pengembangan paru saat bernafas, jadi meskipun volume paru total dianggap tidak
perubahan, tetapi volume inspirasi berkurang karena elastisitas paru-paru menurun, kekakuan
dinding dada dan kelemahan otot, dan ada peningkatan volume residu (Dyer & Stockley
1999).
Ductus alveolus dan bronkiolus respirasi akan membesar sedangkan alveolus menjadi
lebih dangkal dan lebih mendatar dengan hilangnya septal tissue(yang membentuk dinding
pemisah di antara alveolus) akan menyebabkan luas permukaan dimana pertukaran gas akan
berkurang pada alveolus dan meningkat pada ductus alveolus. Transportasi oksigen ke dalam
darah menurun karena alveolus menjadi lebih datar dan dangkal sehingga akan terjadi
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi meningkat pada lanjut usia. Dinding arteri paru akan
menebal karena fibrosis dan deposisi kolagen menyebabkan hilangnya elastisitas arteri.
Surfactan yang merupakan cairan untuk menurunkan tegangan permukaan alveolus
produksinya akan terganggu akibat penuaan, sehingga akan mempermudah alveolus menjadi
kolaps. Hal ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan ventilasi-perfusi yang menyebabkan
tekanan oksigen arteri berkurang dan saturasi akibat penuaan. Penuaan menyebabkan adanya
pengurangan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia. Perubahan lain yang terjadi
akibat penuaan pada paru-paru termasuk penurunan kemampuan pembersihan mukosiliar
yang dapat meningkatkan kerentanan orang tua terhadap infeksi (Dyer & Stockley 1999).
Perubahan pada pusat pernafasan yaitu medulla oblongata dan pons menyebabkan
perubahan intrinsik kontrol saraf seperti penurunan persepsi sensorik dari PCO2, pH, dan
tekanan parsial oksigen (PO2) sehingga menimbulkan hilangnya sinkronisasi diantara input
SSP. Perubahan faktor mekanis seperti kekakuan dinding dada mengurangi kompetensi
neuromuscular dan respon terhadap masukan saraf seperti respon terhadap hiperkapnia
(peningkatan PCO2)dan hipoksia (penurunan PO2) yang berkurang 50% pada beberapa orang
usialanjut dibandingkan dengan orang yang lebih muda (Dyer & Stockley 1999).

LO 3 MM PNEUMONIA
Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan
alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran
oksigen dan karbon dioksida di paru-paru.
Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu
a) Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
 Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri
patogen ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak
20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak
33%.
 Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang
diberikan obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi
kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju
ke paru-paru.
b) Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien
defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah
sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan
pemasangan endotracheal tube. Contoh akteri gram negatif dibawah adalah :
 Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau
yang sangat khas.
 Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak
berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit
Paru Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.
 Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu
encapsulated type B (HiB).
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah
cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik,
dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang
menyerang adalah Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.
Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) : Pneumonia yang didapat
dimasyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang
menyebabkanangka kematian tinggi di dunia. 
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia) : pneumonia diperoleh selama atau setelah rawat inap untuk penyakit lain
atau prosedur dengan onset setidaknya 72 jam setelah masuk. Penyebab,
mikrobiologi, pengobatan dan prognosis berbeda dari orang-orang dari komunitas-
pneumonia.
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised 
2. Berdasarkan bakteri penyebaba.
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. 
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderitadengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksia.
a. Pneumonia lobaris : Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder
disebabkan oleho bstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses
keganasan 
b. Bronkopneumonia : Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
Patofisiologi
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di orofaring,
kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber patogen yang mengalami
kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor risiko pada inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik,
penyakit penyerta yang berat, dan tindakan invansif pada saluran nafas. Faktor resiko kritis
adalah ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan di ICU. Faktor predisposisi lain seperti
pada pasien dengan imunodefisien menyebabkan tidak adanya pertahanan terhadap kuman
patogen akibatnya terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi.
Proses infeksi dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah
dapat melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel,cilia, dan
mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan komplemen) dan seluler (leukosit, makrofag,
limfosit dan sitokinin). Kemudian infeksi menyebabkan peradangan membran paru (bagian
dari sawar-udara alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal
ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen menurun. Pada
pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel radang dan cairan , dimana
sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya
dahak dan fungsi paru menurun akan mengakibatkan kesulitan bernafas, dapat terjadi
sianosis, asidosis respiratorik dan kematian.
Manifestasi Klinik
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Tatalaksana
1. Terapi Farmakologis
Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas
bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya pengobatan. Pada infeksi
pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara sebelum
diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman
empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika
terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum
kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada hasil terapi dengan
antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih sering terjadi dengan
antibiotika berspektrum luas.
PEMBERIAN ANTIBIOTIK SECARA EMPIRIS PADA CAP
Pasien berobat jalan
Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotika pada 3
bulan terakhir

• Macrolide [klaritromisin (500mg PO bid) atau azitromisisn (500mg


PO sekali, kemudian 250 mg od)] atau
• Doksisiklin (100mg PO bid)
Pasien dirawat, non ICU

• Fluorokuinolon respirasi [moksifloksasin (400 mg PO atau IV od),


gemifloksasin (320mg PO od), levofloksasin (750 mg PO atau IV od)
Pasien dirawat , ICU

• β – laktam (sefotaksim 1-2 g IV q8h), seftriakson (2 g IV od) plus 


Azitromisisn atau fluoroquinolon

Berdasarkan atas panduan penatalaksanaan pasien dengan CAP olehAmerican


Thoracic Society (ATS), untuk pasien yang memerlukanperawatan di rumah sakit dengan
penyakit kardiopulmoner denganatau tanpa faktor modifikasi, terapi yang dianjurkan adalah
terapi dengan golongan β-lactam (cefotaxim, ceftriaxon,ampicillin/sulbactam,dosis tinggi
ampicillin intravena) yang dikombinasi dengan makrolide atau doksisiklin oral atau
intravena, atau pemberian fluroquinolon antipneumococcal intravena saja.
Begitu juga panduan penatalaksanaan yang dikeluarkan olehInfectious Diseases
Society of America (IDSA) menganjukan pemberian cephalosporin ditambah makrolide atau
β-lactam/β-lactamase inhibitor ditambah makrolide atau fluroquinolon saja. Penatalaksanaan
yang baik terhadap bakteriemik streptococcalpneumonia akan secara signifikan menurunkan
angka kematian pasien CAP. Terdapat isu penting tentang penggunaan dual terapi
meningkatkan outcome yang lebih baik dibandingkan dengan monoterapi pada pasien CAP.
Dual terapi yang dimaksud adalah kombinasi antara regimen yang terdiri dari antibiotika β-
lactam,makrolide, atau fluroquinolon. Sedangkan monoterapi yang dimaksud adalah
penggunaan golongan β-lactam atau fluoroquinolonsebagai agen tunggal.
Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Pneumonia Tanpa Faktor
Resiko Multidrug Resistant (MDR)

Seftriakson (2g IV q24h) atau


Moksifloksasin (400mg IV q24h), ciprofloksasin (400mg IV q8h), atau
levofloksasin (750 mg IV q24h) atau
Ampisilin/sulbaktam (3 g IV q6h) atau Ertapenem (1 g IV q24h)
Pemberian antibiotik secara empiris pada pneumonia dengan faktor
resiko multidrug resistant (MDR)
1. β-laktam : seftazidim (2 g IV q8h) atau sefepim (2 g IV q8-12h) atau
Pipersilin (4,5 g IV q6h), imipenem (500 mg IV q6h)

2. Obat kedua yang aktif terhadap patogen gram negatif


Gentamisin ( 7 mg/kg IV q24h) atau amikasin (20 mg/kg IV q24h) atau
siprofloksasin (400 mg IV q8h) atau levofloksasin (750 mg IV q24h)

3. Obat aktif terhadap bakteri patogen gram positif :


Linezolid (600mg IV q12h) atau
Vankomisin (15 mg/kg, sampai 1 g IV, q12h)

2. Lama Rawat Inap


Durasi perawatan pada pasien non ICU minimal 5 hari, dan sudah melewati
kondisi afebrile (tanpa demam) selama 48 – 72 jam, disertai tekanan darah yang
stabil, asupan oral yang adekuat, saturasi oksigen >90%. Sementara pada pasien ICU
mimimal perawatan 10 – 14 hari, dengan dapat diberikan terapi tambahan apabila ada
dugaan multiinfeksi. Salah satu penelitian yang dilakukan di 10 negara Eropa
menemukan bahwa rerata lama rawat inap, kecuali yang mengalami rekuren adalah
sebesar 12,1 hari atau dengan nilai median yaitu 9 hari. Sedangkan apabila pneumonia
rekuren dilibatkan, maka rerata lama rawat inap menjadi sebesar 12,6 hari dengan
nilai median yaitu 10 hari.
Penggantian jalur memasukkan obat dari intravena ke oral setelah 3 hari
perawatan pada pasien pneumonia komunitas berat menunjukkan hasil positif dan
dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit. Mobilisasi pasien lebih awal dan
penggunaan kriteria khusus untuk menentukan kapan pasien keluar rumah sakit
merupakan tahap selanjutnya untuk dapat menurunkan lama rawat inap di rumah
sakit. Mobilisasi pasien lebih awal didefinisikan sebagai suatu pergantian posisi dari
horizontal menjadi vertikal selama kurang lebih 20 menit pada 24 jam pertama masuk
rumah sakit, disertai perkembangan pergerakan tiap harinya selama perawatan,
sedangkan kriteria khusus untuk menentukan kapan pasien keluar rumah sakit yaitu
dengan menggunakan status kondisi mental dan oksigenasi pasien pada suhu ruangan.
Pada penelitian yang menggunakan ketiga tahap ini, lama rawat inap dapat
ditekan hingga mencapai rerata 3,9 hari dibandingkan 6 hari pada pasien perlakuan
biasa.

Pencegahan
Di luar negeri di anjurkan pemberian vaksin influenza dan pneumokokus pada orang
dengan resiko tinggi. Vaksinasi sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang
efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya
usia lanjut, penyakit kronik, diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi
ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain
reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitivitas tipe 3. Di samping itu vaksin
juga perlu di berikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit
kronik, dan usia diatas 65 tahun. Selain vaksin, pola hidup sehat juga termasuk tidakmerokok
juga sangat direkomendasikan.
Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan
tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami
beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan
bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke
dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan
kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat
komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis,perikarditis, peritonitis,
dan empiema. Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau
biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif.
Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yangdisebabkan oleh P. pneumoniaedengan jumlah
cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema.
Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainagemenggunakan chest tubeatau
dengan pembedahan.
Prognosis
Kejadian PK di Amerika Serikat adalah 3,4-4 juta kasus per tahun, dan 20%
diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia oleh
pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada lanjut usia dengan kondisi
yang buruk. Pneumonia dengan influenza di Amerika Serikat merupakan penyebab kematian
terbesar ke-6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia, yaitusebesar
89%. Mortalitas pasien PK yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi
ini berkaitan dengan faktor modifikasi yang ada pada pasien.
5.MM Gagal Napas
5.1 Definisi
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi
darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997 )
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen
dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS
Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-
sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner &
Sudarth, 2001)
5.2 Etiologi
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor
pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot
pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.
Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma
dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang
mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan
oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma
bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal napa.
5.3 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang bebrbeda.
Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien
mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan
ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital
adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi
jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang
otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan
pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode
postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen
menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari
analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas
akut.
Tanda dan Gejala
TANDA
Gagal Napas Total
1. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
3. Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal napas parsial
1. Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
2. Ada retraksi dada
GEJALA
* Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
* Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

Anda mungkin juga menyukai