Anda di halaman 1dari 18

MASALAH SEKSUAL PADA LANSIA

OLEH

KELOMPOK I:

TRIVONIA JENITA

VENANSIUS JANUR

ALPIUS H. NGGENGGOK

ROBERTUS WANGGUR

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2019/2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas
kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah
hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri
dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini
pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah
periode dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah
seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah,
termasuk didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah
masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada wanita lansia lebih didominasi oleh
perasaan usia tua atau merasa tua.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian
Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan
48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama
mengambil sampel mereka yang berusia antara 50-70 tahun, sedang penelitian Hite
dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia di atas 70 tahun
(Alexander and Allison,1995).
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
1. Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan
pasangan.
2. Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan
dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
3. Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria,
seorang wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan
pasangan hidup

2
Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup (UHH) diatas
45 tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih berharap dapat
melakukan hubungan seksual secara normal. Karena faktor usia, hubungan seksual
pada lansia umumnya memiliki frekwensi yang relatif rendah, sehingga diperlukan
suatu penelaahan tentang masalah seksual pada lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang
harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama,
komunikasi seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak
benar.
Ketiga karena gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak bias
karena perubahan fisiologis maupun patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka
setiap disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang
perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus
menentukan jenis disfungsi seksual dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan
pengobatan sesuai penyebab dan untuk memperbaiki fungsi seksual seperti
dijelaskan dalam makalah ini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Masa Lanjut Usia


Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang,
yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.Lanjut usia
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan
penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga
aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial
(BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan
masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di
negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini
dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap
pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun.

B. Perubahan-perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada masa lanjut usia

Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah ditandai
dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun wanita, pada usia
lanjut mereka akan melakukan penyesuaian diri agar mereka tampak siap dan sesuai

4
dengan masa usia lanjut tersebut secara baik ataupun tidak baik. Akan tetapi hasil yang
diperoleh dari penyesuaian tersebut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri
yang tidak baik daripada yang baik, terutama adalah terjadinya kemunduran fisik dan
mental yang berlangsung secara perlahan dan bertahap:
1. Perubahan Fisik Pada Masa Usia Lanjut
Dengan bertambahnya usia, secara umum kekuatan dan kualitas fisik juga fungsinya
mulai terjadi penurunan. Penurunan ini bisa berlangsung secara perlahan bahkan bisa
terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada masa usia muda.
Beberapa perubahan gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut:
a. Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih
kering dan keriput, kulit di bagian bawah mata membentuk seperti kantung dan
lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas, warna merah
kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
b. Perubahan otot : pada umumnya otot orang berusia madya menjadi lembek dan
mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas, dan perut
c. Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada bagian
tungkai dan lengan yang membuat mereka menjadi agak sulit berjalan
d. Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga kadang-
kadang memakai gigi palsu
e. Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung
mengeluarkan kotoran yang menumpuk di susdut mata, kebanyakan menderita
presbiop atau kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya akomodasi karena
menurunnya elastisitas mata
f. Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun, sehingga
tidak sedikit yang mempergunakan alat bantu pendengaran.
g. Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan sering
tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya penurunan kapasitas total paru-paru,
residu volume paru dan konsumsi oksigen basal, ini akan menurunkan
fleksibilitas dan elastisitas dari paru

5
Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan bertambahnya usia
sering pula disertai dengan perubahan-perubahan akibat penyakit kronis, obat-obat
yang diminum akibat operasi yang menyiksa kesusahan secara fisik dan psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :
a. Perubahan pada sistem syaraf otak : umumnya mengalami penurunan ukuran,
berat, dan fungsi contohnya kortek serebri mangalami atropi.
b. Perubahan pada sistem cardiovascular : terjadi penurunan elastisitas dari
pembuluh darah jantung dan menurunnya kardiak out put
c. Penyakit kronis misal diabetes melistus (DM), penyakit cardiovaskuler,
hipertensi, gagal ginjal, kanker, dan masalah yang berhubungan dengan
persendian dan syaraf
d. Beberapa operasi seperti prostatectomy, histrectomy, dan mastectomy.
Hasil penelitian menunjukkan timbulnya masalah prostatectomy meliputi gagal
ereksi mencapai 12% sampai timbulnya masalah tidak tercapainya ejakulasi
sebesar 24%, kanker prostate dan operasi prostad (hilangnya libido, gagal ereksi,
volume ejakulasi)
e. Perubahan pada sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter mengalami
penurunan efisiensi, jumlah sel dalam ginjal mengalami penurunan menyebabkan
gangguan pengeluaran toksin dan air dari tubuh.
2. Perubahan Psikis Pada Masa Usia Lanjut
Gangguan psikologis paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah
timbulnya depresi, dimensia, dan mengigau.Hal ini lebih sering diakibatkan oleh
perasaan sudah tua, sudah pikun, dan secara fisik sudah tidak menarik bagi pasangan.
Perubahan akibat depresi dan dimensia bahkan sering mengganggu prilaku seksual
termasuk gangguan khayal yang dikaitkan dengan kecemburuan phatologis.
Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul, yaitu :
a. Kecemasan (angietas)
b. Depresi
c. Rasa bersalah (guilty feeling)
d. Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam
berhubungan seksual

6
Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar
terhadap sisi kewanitaannya seperti :
a. Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
b. Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
c. Cerviks yang menyusut ukurannya
d. Dinding vagina atropi ukurannya memendek
e. Berkurangnya pelumas vagina
f. Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
g. Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan
penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal
Ada prinsip perkembangan yang dinamakan Multidirectional, dimana beberapa
komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya malah menurun, lansia
akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang membutuhkan kecepatan
memproses informasi, misalnya lansia baru mempelajari komputer. Disamping itu
ada beberapa gangguan mental yang paling umum yang berpengaruh pada orang tua
adalah depresi, dimensia dan menggigau prilaku seksual mungkin berubah secara
signifikan pada depresi dan dimensia .
C. Masalah Seksual Pada Masa Lanjut Usia
Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang
tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan
berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan
akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex. Disfungsi seksual dapat
diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi berkurangnya respon erotis
terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik yang
terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan
menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan neurologiknya.

7
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian
tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1. Fase Desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural,
kecemasan akan kemampuan seks. Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun
seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk meningkatkan
hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap
sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.
2. Fase arousal
a. Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing,
elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra
dan kandung kemih.
b. Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat;
penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron;
elevasi testis ke perineum lebih lambat.
3. Fase orgasmic
a. Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil
kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
b. Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah
konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
4. Fase pasca orgasmic
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya
fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.
No Fase tanggapan seksual Pada wanita lansia Pada pria lansia
1 Fase desire Terutama dipengaruhi oleh Interval untuk
penyakit baik dirinya sendiri meningkaatkan hasrat
atau pasangan, masalah melakukan kontak
hubungan antar keduanya, seksual
harapan kultural dan hal-hal meningkat;hasrat
tentang harga diri. Desire sangat dipengaruhi
pada lansia wanita mungkin oleh penyakit;

8
menurun dengan makin kecemasan akan
lanjutny usia, tetapi hal ini kemampuan seks dan
bisa bervariasi. masalah hubungan
antara pasangan.
Mulai usia 55 th
testosteron menurun
bertahap yang akan
mempengaruhi libido.
2 Fase arousal Pembesaran payudara Membutuhkan waktu
berkurang, semburat panas lebih lama untuk
dikulit menurun; elastisitas ereksi; ereksi kurang
dinding vagina menurun; begitu kuat;
iritasi uretra dan kandung testosteron menurun;
kemih meningkat;otot-otot produksi sperma
yang menegang pada fase menurun bertahap
ini menurun mulai usia 40 th;
elevasi testis ke
perinium lebih lambat
dan sedikit;
penguasaan atas
ejakulasi biasany
membaik.
3 Fase orgasmic (fase muskular) Tanggapan orgasmik Kemampuan
mungkin kurang intens mengontrol ejakulasi
disertai sedikit kontraksi; membaik; kekuatan
kemampuan untuk kontraksi otot
mendapatkan orgasme dirasakan berkurang;
multipel berkurang dengan jumlah kontraksi
makin lanjutnya usia. menurun; volume
ejakulat menurun

9
4 Fase pasca orgasmik Mungkin terdapat periode Periode refrakter
refrakter, dimana memanjang secara
pembangkitan gairah secara fisiologis, dimana
segera lebih sukar. ereksi dan orgasme
berikutnya lebih
sukar terjadi.

Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat
banyak penyebab lainnya seperti:
1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin
membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak
dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan hasrat
b. Tahap pemanasan
c. Orgasme
d. Rasa nyeri
e. Sakit fisik
f. Obat dan alkohol
g. Gangguan yang tidak khusus

10
Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain:
a. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien
segan untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan
infark.
b. Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena
pasien mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya
kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan
atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan
kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui
sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan.Karena sistem
saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka respon
seksual mungkin tidak terpengaruh.Libido biasanya tidak terpengaruh secara
langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka diperlukan penyesuaian
pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi
pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan
pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak
mengalami kerusakan.Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan
mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta”
alternatif.Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem
non-verbal untuk berkomunikasi.
c. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ
seksual.Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat
menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu
saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
d. Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan
neuropati autonomik.Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan

11
disfungsi vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya
disfungsi seksual.
e. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau
kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara
memadai.Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan,
analgetik sebelum aktivitas seksual.
f. Rokok dan alcohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual,
khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi
metabolisme testoteron. Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti
respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami
kenikmatan.
g. Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena
adanya kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual
mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan
jiwa.
h. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual,
antara lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan
lain-lain.
D. Perubahan Seksualitas Pada Pria
Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami penurunan.
Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung hanya
pada beberapa faktor yaitu kesehatan fisik dan mental, dan eksistensi yang aktif serta
pasangan yang menarik. Perubahan perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua
meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada
alat kelamin sewaktu masturbasi.

12
Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
a. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan
menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang
produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan
menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi
tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum
b. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada
50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi
prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam
pembahasan sistem traktus urinarius.
c. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang
sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung
skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan
tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut
dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat
kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase
penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum mencapai
osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
d. Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas
sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan
sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi
yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau
prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan
dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia
pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
e. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang
tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
f. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya
12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya
membutuhkan beberapa menit saja.

13
g. Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini
tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh
karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang
dapat dipercaya tentang potensi seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk
menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-
35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu. Meski
demikian, berdasarkan penelitian, banyak golongan lansia tetap menjalankan
aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya
dibatasi oleh status kesehatan.
E. Impotensi Atau Disfungsi Ereksi Pada Pria Lansia
a. Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Impotensi atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara
konsisten untuk mencapai dan/ atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa
sehingga mencapai aktivitas seksual yang memuaskan.(Vinik, 1998).Secara
umum impotensia dibedakan menjadi impotensia coendi (ketidakmampuan untuk
melakukan hubungan seksual), impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan
impotensia generandi (tidak mampu menghasilkan keturunan). Prevalensi DE
sekitar 52% pada pria di antara 40-70 tahun dan bahkan lebih besar pada pria
yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari
rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan
rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-
talamikus, limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan
diteruskan ke susunan saraf ototnom (parasimpatis) akan menyebabkan
vasodilatasi korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf
simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf,
vascular, hormonal, psikologik dan kimiawi
b. Etiologi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia.
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:

14
1) DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin,
neurogenik, vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
a) DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen
Deficiency in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme
pada lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testikular baik
primer maupun sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia, hipertiroid,
hipotiroid dan Cushing’s disease.
b) DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls
terjadinya ereksi. Lesi dilobus temporalis sebagai akibat trauma
atau multiple scelrosis stroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan
sensorik misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau
penyakit ganglia radiks dorsalis medula spinalis, juga pada
gangguan nervus erigentes akibat pasca prostatektomi total atau
operasi rektosigmoid.
c) DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang
mungkin berhubungan erat dengan prevalensi penyakit
aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran darah arteri
ke korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis, atau
hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat menyebabkan
DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche, yaitu
obstruksi di pangkal bifurkasio a. iliaka di daerah a.abdominalis.
Serta penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak
sempurna yang akan menyebabkan DE
2 ). DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE,
namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE pada
lansia gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang
peranan. DE jenis ini yang berpotensi reversibel potensial biasanya yang
disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau
juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual.

15
F. Upaya Mengatasi Permasalahan Seksual Pada Lansia
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah seksual
diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan
waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan
konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang
penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa
masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual
adalah masalah yang tabu.
Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan seksual pada
lansia adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa Riwayat Seks
a. Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
b. Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
c. Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya
salah
d. Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
e. Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang
obat-obatan yang dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese
harus rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang
dirasakan. Juga anamnese tentang gangguan sistemik maupun organik
yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan psikologik, kognitif
harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan
fisik meliputi head to toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung,
haati, ginjal dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi
keadaan gula darah, status gizi dan status hormonal tertentu. Apabila
keluhan mengenai disfungsi ereksi pada pria, pemeriksaan khas juga
meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile
tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)

16
2. Pengobatan yang diberikan mencakup ;
a. Konseling Psikoseksual
b. Therapi Hormon
c. Penyembuhan dengan obat-obatan
d. Peralatan Mekanis
e. Bedah Pembuluh
3. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen
gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi

17
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta :
FKUI
Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.
Fitramaya
Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI

18

Anda mungkin juga menyukai