PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas
kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah
hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan tidak
menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode
dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun Pada periode ini masalah seksual masih
mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk didalamnya aspek
sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan jasmani.
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey
yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang
berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka
yang berusia antara 50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan
6 orang wanita berusia di atas 70 tahun (Alexander and Allison,1995).
Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup
lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan
pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang
wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.
Karena faktor usia, hubungan seksual pada lansia umumnya memiliki frekwensi yang relatif
rendah, sehingga diperlukan suatu penelaahan tentang masalah seksual pada lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang
harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi
seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena
gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis
maupun patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap
disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan
dalam penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus menentukan jenis disfungsi seksual
dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk
memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam makalah ini.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui masalah-masalah seksual yang terjadi pada lansia pria.
C. MANFAAT
1. Bagi mahasiswaMerupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang
permasalahan seksual pada masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan pelayanan
kebidanan pada saat praktik lapangan.
2. Bagi institusi dan civitas akademikaMengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa
dalam menyusun suatu makalah dengan mengambil dari berbagai sumber literature serta
dijadikan sebagai sumber bacaan tambahan di perpustakaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,
gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50
%, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya
kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya
+ 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2)Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai
200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan
pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk
melakukan dan menikmati berjalan terus.
d.Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah
umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera
pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis,
asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun,
waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran
darah.
f.Sistem muskuloskeletal.
Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari pertolongan
pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan dokter adalah memberikan perasaan nyaman
pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi ereksi merupakan hal biasa yang dialami
oleh para lansia pria dan berusaha mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan
menenangkan diri pasien. Setiap pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan
apakah pasien ingin mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya, namun cara yang
terbaik adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual
mereka sangat berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk kembali
memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu mengatasi
masalah disfungsi ereksi.
Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang terjadi murni
disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau kelainan lain yang menyebabkan
terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan yang mendasari terjadinya
disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan kelainan yang mendasarinya. Peninjauan
terhadap obat-obatan yang selama ini dikonsumsi oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk mengetahui ada
tidaknya disfungsi ereksi:
1) Apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan perifer berkurang
atau terdengar bruit.
2) Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi kurang elsatis.
3) Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti adanya reflek
bulbo kavernosus dan kremaster.
4) Adakah gejala hipotensi ortostatik.
5) Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan vitamin B1, dan
lain-lain.
6) Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie’s disease.
Peyronie’s disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan anatomis penis, berupa
tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak biasa pada jaringan penis sehingga aliran
darah dalam badan kavernosa penis terganggu untuk mencapai ereksi.
7) Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
8) Pemeriksaan laboratorium umum diperlukan untuk menentukan adanya kondisi medis
penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang abnormal.
9) Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.
BAB III
FAKTOR RESIKO
Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak kalah
pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan berkurangnya atau
bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan akan kemampuan
secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi berkurangnya
respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu
masturbasi.
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi
pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan
menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan neurologiknya.
Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian
tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
Tabel perubahan fisiologi dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh proses menua
menurut Kaplan
Fase tanggapan
Pada pria lansia
seksual
Fase desire Interval untuk
meningkaatkan hasrat
melakukan kontak
seksual
meningkat;hasrat
sangat dipengaruhi
oleh penyakit;
kecemasan akan
kemampuan seks dan
masalah hubungan
antara pasangan. Mulai
usia 55 th testosteron
menurun bertahap yang
akan mempengaruhi
libido.
Fase arousal M embutuhkan waktu
lebih lama untuk
ereksi; ereksi kurang
begitu kuat; testosteron
menurun; produksi
sperma menurun
bertahap mulai usia 40
th; elevasi testis ke
perinium lebih lambat
dan sedikit;
penguasaan atas
ejakulasi biasany
membaik.
Fase orgasmic (fase Kemampuan
muskular) mengontrol ejakulasi
membaik; kekuatan
kontraksi otot
dirasakan berkurang;
jumlah kontraksi
menurun; volume
ejakulat menurun.
Fase pasca orgasmic Periode refrakter
memanjang secara
fisiologis, dimana
ereksi dan orgasme
berikutnya lebih sukar
terjadi.
Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat
banyak penyebab lainnya seperti:
1. Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat
inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2. Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan
seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik
Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia adalah
sebagai berikut :
1. Gangguan hasrat
2. Tahap pemanasan
3. Orgasme
4. Rasa nyeri
5. Sakit fisik
6. Obat dan alkohol
Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain:
1. Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk
terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.
3. Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi
maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan
dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.
5. Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi
mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin
berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.
8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa
obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.
Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
1. Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan
menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang
produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan
menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak
mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum
2. Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada
50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi
prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam
pembahasan sistem traktus urinarius.
3. Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang
sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum
berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar
serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut dibandingkan pada usia
yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk
untuk menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk
periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-
ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
4. Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi
orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma
berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-
kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan
merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia
dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik
frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
5. Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak
biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
6. Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12
sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya
membutuhkan beberapa menit saja.
7. Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya
berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang
atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya
tentang potensi seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan
bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal
ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian,
berdasarkan penelitian, banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual
sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status
kesehatan.
Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika
sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut.
Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan dan Pengaruhnya Pada Fungsi Seksual Lansia.
Golongan Contoh Pengaruh Pada Anjuran Obat
obat Fase Pengganti
Anti Gol. Tiasid Fase Pertimbangkan
hipertensi:di pembangkitan penghambat
uretika kanal Ca
Anti Klonidin, Fase Pertimbangkan
hipertensi: metil-dopa pembangkitan penghambat
obat berdaya kanal Ca
sentral
Anti Propanolol Fase hasrat dan Pertimbangkan
hipertensi: penggairahan penghambat
penyakit kanal Ca
beta
Anti- Captopril Fase Pertimbangkan
hipertensi penggairahan penghambat
penghambat kanal Ca
ACE
Obat anti – Torasin, Fase desire, fase Pertimbangkan
psikotik tiotksen, pembangkitan, Buspiron,
haloperidol priapismus, turunkan dosis
ejakulasi bertahap
retrogad
Obat anti- Diazepam Fase desire, orgasme Lebih ditekankan
ansietas pada pemuaskan
Antikolinergik Atropin, Fase pembangkitan, Estrogen oral
hidroksisin fase desire merupakan pilihan
pada yang takbisa per
oral
Estrogen Premarin Fase Bila ada efek
pembangkitan(perbai samping berikan
kan lubrikasi, secara siklik
turunkan rasa nyeri)
Progestin Provera Fase desire(dapat Pertimbangkan
diturunkan libido) alternatifdari Blocker
H-2
Antagonis Simetidin Fase desire, Waktu pemberian
reseptor H-2 pembangkitan sangat penting
orgasme (berhubungan dengan
waktu aktivitas
seksual)
Narkotik Kodein, Fase desire, Kenali dan
Demerol pembangkitan obatitd.adiksi
orgasme
Sedatif Alkohol, Fase desire, Obati gejala
lain-lain barbiturat pembangkitan kecemasan; yakinkan
digitalis ketakutan akan
serangan jantung
waktu akt. seksual
Antidepresan Imipramin, Fase desire, Pertimbangkan:
trisiklik amitriptilin pembangkitan Prozac, zoloft
fase muskular
terlambat
Antidepresan Trasodon, Priapisme, fase Pertmb. Prozac,
lain inhibitor MAO pembangkitan, Zoloft
orgasme
BAB IV
PENGOBATAN
A. TERAPI IMPOTENSI ATAU DISFUNGSI EREKSI PADA PRIA LANSIA
Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama untuk disfungsi
ereksi. PDE5 berada di jaringan kavernosa penis dan akan mendegradasi cyclic 3' 5'
guanosine monophosphate (cGMP) yang bila bekerja bersama nitrat oksida akan
menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan menghambat PDE5, obat ini berpotensi
untuk mendorong terjadinya ereksi. Namun obat ini menjadi kontra indikasi pada pasien
yang mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan nitrat lainnya, karena efeknya dapat
menyebabkan tekanan darah turun drastis dan penurunan perfusi arteri koroner dan dapat
menyebabkan miokard infark. Pemakaian obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah sildenafil sitrat
(Viagra ). Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok pemecahan GMP siklik yang
mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya bisa diberikan bila
keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5 obat ini juga menjadi kontraindikasi pada
pemakaian obat-obatan golongan nitrat karena dapat menyebabkan hipotensi bahkan syok
(Vinik, 1998).
Karena tidak menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya memperkuat/
memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum/ tidak terdapat stimulasi
atau eksitasi seksual. Efek samping Sildenafil umumnya bersifat singkat dan tidak begitu
serius, yang tersering berupa sakit kepala, muka merah, gangguan penglihatan (buram
sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan), dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan
blokade PDE5 inhibitor yang terdapat di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara
lain Alprostadil (Caverject, Muse ), Vardenafil (Levitra ), dan Tadalafil (Cialis ).
Apomorfin (Uprima ) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-D1 dan -D2 di
hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi ereksi. Daya erektogennya berdasarkan
efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida, kemudian konversi guanyltriphosphate
menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum,
yang dapat terisi darah dan terjadilah ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam
darah memuncak dalam 40-60 menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20 menit. Efek samping
yang tersering berupa nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing.
HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan hipogonadal.
Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra muscular jangka panjang, maupun
transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari karena kemungkinan toksik
hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian testoterone-containing gel sebaiknya
menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel tersebut diabsorbsi dan kering sebelum
melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang menggunakan terapi testoterone replacement
perlu mendapatkan pemeriksaan rektal digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.
Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum maupun
protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan membuat keadaan vakum yang
menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah gelang karet atau cincin konstriksi
pasang pada pangkal penis dan alat vakum tersebut dilepas. Gelang tersebut dapat
memperlambat aliran balik vena dan membantu mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit.
Alat vakum ini dapat mengakibatkan petekhie dan membuat ujung penis lebih dingin dari
biasanya. Protesa pada penis mungkin membantu ketika cara lain tidak berhasil.
Pembedahan revaskularisasi penis relatif bersifat eksperimental dan belum ada kesuksesan
yang tinggi.
1. Konseling Psikoseksual
2. Therapi Hormon
3. Penyembuhan dengan obat-obatan
4. Peralatan Mekanis
5. Bedah Pembuluh
BAB V
PENCEGAHAN
A. Pencegahan Dan Penanganan Masalah Seksual Pria
Ada beberapa macam pencegahan bagi masalah seksual pria lansia adalah:
2. Pemeriksaan
Andropause sering kurang terdiaknosis karena gejala-gejalanya tidak jelas dan
beragam antara satu pria dengan pria lain. Bahkan, beberapa pria sulit untuk mengakui
bahwa mereka mengalami masalah. Sering para dokter tidak menduga kadar
testosterone yang rendah sebagai penyebab masalah,sehingga faktor-faktor ini sering
mengarahkan dokter untuk mengambil kesimpulan bahwa gejala-gejala itu
berhubungan dengan keadaan penyakit lain (misalnya depresi) atau hanya berhungan
dengan penuaan.
BAB VI
ASPEK KESMAS
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan
seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual
yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat
buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis. Ada
tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara
pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi
seksual pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap disfungsi
seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam
penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus menentukan jenis disfungsi seksual dengan
tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk memperbaiki
fungsi seksual agar kesehatan di masa tua dapat di tangani dngan baik.
Masalah masalah yang sering terjadi pada masyarakat pada pria usia lanjut adalah :
2. DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE, namun
menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE pada lansia
gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini
yang berpotensi reversibel potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan,
depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal
dalam hubungan seksual.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat masturbasi
yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau sebailiknya karena terlalu lama
menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian membuktikan
bahwa ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung
mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan ejakulasi
tidak dapat dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang telah disebutkan di atas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obat-obatan
terutama obat antihipertensi ( Reserpin, ß blocker, guanethidin dan metildopa),
alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik sedatif, dan hormon-
hormon seperti estrogen dan progesteron.
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek tertentu,
demikian juga andropause dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan:
1) Osteoporosis
2) Obesitas
3) Kehilangan masa otot
4) Resiko menderita arteriosklerosis
5) Resiko menderita kanker payudara
6) Resiko menderita kanker prostat
d. Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause yaitu dengan testoterone replacement
therapy baik secara injeksi maupun oral.
Liputan6.com, Jakarta : pria akan mengalami penurunan dalam kehidupan seksualnya saat
memasuki usia tua.hal itu wajar mengingat kondisi fisik yang semakin lemah dan minimnya
tingkat testoran.
1. Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ).Jakarta :
FKUI
2. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.
Fitramaya
3.Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
4. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/17/masalah-seksual-lansia/
5. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia
6. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/468-penurunan-seksualitas-pada-lanjut-usia
7. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/493-andropause-waktunya-si-jantan-istirahat
8. http://www.smallcrab.com/lanjut-usia/469-mengenal-impotensi-atau-disfungsi-ereksi
9. http://sehatnews.com/wlovesex/up-date/3999.html
10. http://lead.sabda.org/bab_1_masa_lanjut_usia
11. http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunairbab2.pdf
12. http://www.docstoc.com/docs/6600963/Masalah-Usia-LAnjut
13. http://www.klipingku.com/result-page/masalah%20seks%20pada%20lansia