OLEH :
NI LUH PUTU NOVIYANTI
2114901102
PROGRAM STUDI
I. Konsep Lansia
A. Definisi Lansia
Menjadi tua (menua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school,
school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara
biologis maupun psikologis (Padila, 2013).
Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur
60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian (Padila, 2013).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap
ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin buruk, gerakan semakin
lambat, dan figure tubuh yang tidak proposional (Nugroho, W. 2012).
B. Etiologi
Gangguan metabolik dengan meningkatkan konsentrasi asam urat ini
ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat (MSU,
gout) dan kalsium pirofosfat dihidrat, dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi
degenerasi tulang rawan sendi. Klasifikasi gout dibagi menjadi 2 yaitu :
(Chairuddin, 2003).
1. Gout Primer
Dipengaruhi oleh faktor genetik. Terdapat produksi atau sekresi asam urat
yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.
2. Gout Sekunder
a. Pembentukan asam urat yang berlebihan :
1) Kelainan meiloproliferatif (polisitemia, leukemia, mieloma
retikularis).
2) Gangguan penyimpanan glikogen.
3) Pada pengobatan anemia pernisiosa oleh karena maturasi sel
megaloblastik menstimulasi pengeluaran asam urat.
b. Sekresi asam urat yang berkurang misalnya pada :
1) Kegagalan ginjal kronik
2) Pemakaian obat beberapa macam diuretic dan sulfonamide
3) Keadaan-keadaan alkoholik, asidosis laktit, hiperparatiroidisme,
dan pada miksedema.
Faktor predisposisi terjadinya penyakit gout yaitu, umur, jenis kelamin
lebih sering terjadi pada pria, iklim, herediter dan keadaan-keadaan yang
menyebabkan timbulnya hiperurikemia.
Sedangkan menurut sustrani (2005), faktor yang berpengaruh sebagai
penyebab asam urat adalah
1) Faktor keturunan.
2) Diet tinggi protein dan makanan kaya senyawa purin lainnya seperti
daging, makanan laut, kacang-kacangan, bayam, jamur dan
kembang kol.
3) Akibat konsumsi alkohol berlebihan.
4) Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu,
terutama gangguan ginjal
5) Penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat,
terutama diuretika ( furosemida dan hidroklorotiazida )
6) Penggunaan antibiotika berlebihan.
7) Penyakit tertentu pada darah seperti leukimia dan polisitomia.
8) Faktor lain seperti stres, diet ketat, cidera sendi, darah tinggi dan
olah raga berlebihan.
C. Patofisilogi
Perjalanan penyakit gout sangat khas dan mempunyai 3 tahapan.
Tahap pertama disebut tahap artritis gout akut. Pada tahap ini penderita akan
mengalami serangan artritis yang khas dan serangan tersebut akan menghilang
tanpa pengobatan dalam waktu 5 – 7 hari. Karena cepat menghilang, maka
sering penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi sehingga tidak
menduga terkena penyakit gout dan tidak melakukan pemeriksaan lanjutan.
Setelah serangan pertama, penderita akan masuk pada gout interkritikal. Pada
keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka waktu tertentu.
Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda. Ada yang hanya satu
tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata berkisar 1 – 2 tahun.
Panjangnya jangka waktu tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa ia
pernah menderita serangan artritis gout atau menyangka serangan pertama kali
dahulu tak ada hubungannya dengan penyakit gout.
Tahap kedua disebut sebagai tahap artritis gout akut intermiten.
Setelah melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala,
penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan artritis yang khas.
Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang jarak
antara serangan yang satu dan serangan berikutnya makin lama makin rapat dan
lama, serangan makin lama makin panjang, serta jumlah sendi yang terserang
makin banyak.
Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik berfokus.
Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih.
Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering
meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang
berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium
urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di
sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya besar dan banyak akan
mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi.
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan
1. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam
plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium,
jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat
yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macamprotein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon
terhadap pembentukan kristal.
2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan
respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh
leukosit.
3. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik
lisosom.
4. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini
menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase
radikal kedalam sitoplasma.
5. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam
cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan.
D. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati : (Silvia A. Price) :
1. Stadium pertama
Hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam urat serum laki-laki
meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam urat serum.
2. Stadium kedua
Arthritis gout akut terjadi pembengkakan dan nyeri yang luas biasa, biasanya
pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsophalangeal.
3. Stadium ketiga
Setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-
gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu
kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
4. Stadium keempat
Tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang terus meluas selama
beberapa tahun jika pengobatan tidak dimula. Peradangan kronik akibat
Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga
pembesaran dan penonjolan sendi bengkak.
Subjektif Objektif
1. Menanyakan masalah 1. Menunjukkan prilaku
yang dihadapi tidak sesuai anjuran
2. Menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap
masalah.
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat
2. Menunjukkan perilaku
berlebihan (misalkan apatis,
bermusuhan, agitasi,
histeria)
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit tidur 1. Menunjukan gejala distres
2. Tidak mampu rileks 2. Tampak merintih/
3. Mengeluh menanggis
kedinginan/kepanasan 3. Pola eliminasi berubah
4. Merasa gatal 4. Postur tubuh berubah
5. Mengeluh mual 5. Iritabilitas
6. Mengeluh lelah
.
3. Defisiensi Noc : 1. Berikan penilaian 1. Untuk mempermudah
pengetahuan b.d 1. Knowledge : tentang tingkat dalam memberikan
kurangnya disease pengetahuan pasien penjelasan pada klien.
pemahaman pasien process tentang proses 2. Meningkatkan pengetahuan
tentang pola/diet 2. Knowlegde: penyakit yang dan mengurangi cemas.
makanan yang health spesifik. 3. Untuk mencegah keparahan
dikonsumsi. behavior 2. Jelaskan tentang penyakit pasien.
Kriteria Hasil : proses penyakit (tanda 4. Untuk mengontrol
1. Pasein dan dan gejala), dan diet kesehatan dan obat yang
keluarga makanan yang harus dikonsumsi pasien.
menyatakan dipatuhi. 5. Untuk mereview
pemahaman 3. Diskusikan perubahan pengetahuan yang sudah
tentang gaya hidup yang diresapi oleh pasien.
penyakit, mungkin digunakan
kondisi, untuk mencegah
prognosis dan komplikasi.
program 4. Intruksikan kapan
pengobatan harus ke pelayanan.
2. Pasien dan 5. Tanyakan kembali
keluarga pengetahuan klien
mampu tentang penyakit,
melaksanakan prosedur perawatan
prosedur yang dan pengobatan.
dijelaskan
secara benar.
3. Pasien dan
keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa
yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan
lainnya.
4. Resiko Noc : 1. Observasi 1. Mengetahui penyebab untuk
ketidakseimbangan 1. Fluid balace kemungkinan menentukan intervensi
volume cairan b.d 2. Hydration penyebab penyelesaian.
perubahan kadar 3. Nutritional ketidakseimbangan 2. Mengetahui keadaan umum
elektrolit ginjal. Status: Food elektrolit. pasien
and Fluid 2. Monitor vital signs 3. Mengetahui keadaan umum
4. Intake 3. Monitor adanya pasien.
Kriteria Hasil : kehilangan cairan dan 4. Mengurangi risiko
1. Mempertaha elektrolit. kekurangan voume cairan
nkan urine 4. Monitor adanya semakin bertambah.
output sesuai mual,muntah dan 5. Evaluasi intervensi
dengan usia diare.
dan BB, BJ 5. Monitor keakuratan
urine norma, intake dan output
HT normal. cairan.
2. Tekanan
darah, nadi,
suhu tubuh
dalam batas
normal.
3. Tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi.
4. Elastisitas
turgor kulit
baik,
membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang
berlebihan.
5. Gangguan rasa Noc : 1. Gunakan pendekatan 1. Untuk mengurangi
nyaman b.d gejala 1. Ansiety yang menenangkan. kecemasan klien dan
terkait penyakit 2. Fear level 2. Pahami perspektif meningkatkan kenyaman
(nyeri pada sendi). 3. Sleep pasien terhadap klien.
Deprivation situasi stress. 2. Untuk membantu klien dalam
4. Comfort, 3. Temani pasien untuk menghadapistress yang
Readines for memberikan dialami.
enchanced keamanan dan 3. Untuk mengurangi
Kriteria Hasil : mengurangi takut. kecemasan yang dirasakan
1. Mampu 4. Dorong keluarga klien.
mengontrol untuk menemani 4. Agar pasien tidak merasa
kecemasan. pasien. kesepian dan memiliki teman
2. Status 5. Dengarkan pasein dalam menghadapi
lingkungan dengan penuh masalahnya.
yang nyaman. perhatian. 5. Untuk meningkatkan
3. Mengontrol 6. Identifikasi tingkat kenyamanan pasien dalam
nyeri. kecemasan. melewati penyakitnya.
4. Kualitas tidur 7. Intruksikan pasin 6. Untuk mengetahui tingkat
da nistirahat untuk menggunakan kecemasan yang dirasakan
yang adekuat. teknik relaksasi. klien.
5. Agresi 7. Agar pasien lebih nyaman
pengendalian dan rileks.
diri.
6. Respon
terhadap
pengobatan.
7. Control gejala.
8. Status
kenyamanan
meningkat.
9. Dapat
mengontrol
ketakutan.
10. Support social.
6. Kerusakan integritas Nic : 1. Pantau perkembangan 1. Mengevaluasi status
jaringan b.d 1. Tissue kerusakan kulit klien kerusakan kulit sehingga
kelebihan cairan integrity : skin setiap hari. dapat memberikan intervensi
(peradangan kronik and mucou 2. Cegah penggunaan yang tepat.
akibat adanya kristal 2. Wound healing linen bertekstur kasar 2. Keadaan yang lembab dapat
urat). : primary and dan jaga agar linen meningkatkan
secondary tetap bersih, tidak perkembangbiakan
intention lembab, dan tidak mikroorganisme dan untuk
Kriteria Hasil : kusut. mencegah terjadinya lesi
1. Perfusi 3. Monitor karakteristik kulit akibat gesekan dengan
jaringan luka, meliputi warna, linen.
normal. ukuran, bau dan 3. Memonitor karakteristik luka
2. Tidak ada pengeluaran pada dapat membantu perawat
tanda-tanda luka. dalam menentukan perawatan
infeksi. 4. Bersihkan luka dengan luka dan penangan yang
3. Ketebalan dan normal salin. sesuai untuk pasien
tekstur 5. Lakukan pembalutan 4. Normal salin adalah cairan
jaringan pada luka sesuai fisologis yang mirip dengan
normal. dengan kondisi luka. cairan tubuh sehingga aman
4. Menunjukkan 6. Pertahankan teknik digunakan untuk
pemahaman steril dalam membersihkan dan merawat
dalam proses perawatan luka luka.
perbaikan kulit pasien. 5. permbalutan luka dilakukan
dan mencegah untuk mempercepat proses
terjadinya penutupan luka. Pemilihan
cedera bahan dan cara balutan
berulang. disesuaikan dengan jenis luka
5. Menunjukkan pasien.
proses 6. Perawatan luka dengan tetap
terjadinya menjaga kesterilan dapat
penyembuhan menghindarkan pasien dari
luka. infeksi.
D. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan menfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2004).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan keperawatan tahap akhir dari proses
keperawatan, meskipun evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang
telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah prilaku yang di observasi
telah sesuai.
WOC
GOUT (ASAM URAT)
Hiperuremia
asam urat bersifat mengaktifkan sistem komplemen Gout ( Asam Urat) Di Ginjal
Kurangnya paparan informasi Penumpukkan da n
antibodi Defisiensi Pengetahuan
pengendapan MSU
Pembentukkan batu ginjal dan asam urat
Reaksi antigen dan
Pembentukan tophus
Respon inflamasi
meningkat
Merusak serabut saraf Penekanan pada
pereifer saraf Pembesaran dan
penonjolan sendi
Kontraktur sendi
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8 volume 2. Jakarta : EGC.
Lukman, dkk. (2009) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Mansjoer , Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3. Jakarta : Media
Aeusculapius.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2015-2016. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkaan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc.
Jogjakarta: Mediaction.
Suratun, 2008. Klien Gangguan sistem Muuskuloskeletal. Seri Asuhan
Keperawatan ; Editor Monika Ester, Jakarta: EGC
Wijaya, Beta. Laporan pendahuluan penyakit asam urat.
https://www.academia.edu/18899435/LAPORAN_PENDAHULUAN_
PENYAKIT_ASAM_URAT.Diakses pada tangga 02 November 2020