Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN ASAM URAT


(GOUT)

OLEH :
NI LUH PUTU NOVIYANTI
2114901102

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2021


LAPORAN PENDAHULUAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN ASAM URAT
(GOUT)

I. Konsep Lansia
A. Definisi Lansia
Menjadi tua (menua) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school,
school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara
biologis maupun psikologis (Padila, 2013).
Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur
60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian (Padila, 2013).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap
ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin buruk, gerakan semakin
lambat, dan figure tubuh yang tidak proposional (Nugroho, W. 2012).

B. Klasifikasi Lanjut Usia


Klasifikasi lanjut Usia ( Nugroho, W. 2012)
1. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang dikatakan lanjut usia
tersebut dibagi kedalam tiga katagori yaitu :
a. Usia lanjut ( elderly) : 60 – 74 tahun
b. Usia tua (old ) : 75 – 89 tahun
c. Uisa sangat lanjut ( very old ) : > 90 tahun
2. Menurut Dep. Kes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia membagi lanjut usia menjadi
sebagai berikut :
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun), keadaan ini dikatakan
sebagai masa virilitas
b. Kelompok usia lanjut ( 55 – 64 tahun) sebagai masa prensenium
c. Kelompok-kelompok usia lanjut (> 65 tahun) yang dikatakan sebagai
masa senium.
C. Ciri – Ciri Lansia
Ciri – ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran
kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas
kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial
di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah.

D. Perubahan – perubahan pada lanjut usia


Menurut buku ajar asuhan keperawatan gerontik, aplikasi NANDA, NIC, dan
NOC ( Aspiani, 2014), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi :
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang
memproduksi hormone. Hormone pertumbuhan berperan sangat
penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan
metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormone kelamin adalah :
1) Menurunnya sekresi hormone kelamin seperti progesterone,
estrogen, dan testoteron
2) Menurunnya produksi aldosterone
3) Produksi hampir dari semua hormone menurun
4) Fungsi parathyroid dan sekresinya tidak berubah
5) Pituitary : pertumbuhan hormone ada tetapi lebih rendah dan
hanya didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari
ACTH (Adrenocortikotropic Hormone), TSH (Thyroid
Stimulating Hormone), FSH (Folikel Stimulating Hormone), dan
LH (Leutinezing Hormone).
b. Sel
1) Lebih sedikit jumlahnya
2) Lebih besar ukurannya
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler
4) Terganggunnya mekanismes perbaikan sel
5) Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5 – 20%
c. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler antara lain :
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya aktivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,perubahan posisi dan
tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan
darah menurun yaitu menjadi 65 mmHg yang dapat
mengakibatkan pusing mendadak
4) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer : sistolis normal ±170 mmHg,
diastolis normal ±90 mmHg
d. Sistem Pernafasan
Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan antara lain :
1) Paru-paru kehilangan elastisitas : kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman bernafas menurun
2) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan
akan. menurun seiring dengan pertambahan usia.
e. Sistem persyarafan
Perubahan yang terjadi pada sistem persyarafan antara lain :
1) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stress
2) Mengecilnya saraf panca indra : berkuranganya penglihatan,
hilangnya pendengaran, mengecilnya sarafpenciuman dan perasa,
lebih sensitive terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan tehadap dingin.
3) Kurang sensitive terhadap sentuhan
f. Sistem Gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal antara lain :
1) Kehilangan gigi : penyebab utama adanya Periodontal Disease
yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk
2) Indra pengecap menurun : adanya iritasi yang kronis dan selaput
lender, atropi indra pengecap (± 80 %), hilangnya senstivitas dari
indra pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya
sensitivitas dari saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit
3) Esophagus melebar
4) Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi
g. Sistem Genitourinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria antara lain :
1) Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin, darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan
(unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di
glomerulus ). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi,
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 % , fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi
urin, berat jenis urin menurun proteinuria (bisanya ±1) BUN
( Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Kandung Kemih
Otot-otot menjadi lemah, kapastiasnya menurun sampai 200 ml
atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga
mengakibatkan meningkatnya retensi urin dan pembesaran prostat
± 75% dialami oleh pria diatas 65 tahun
h. Sistem Indera : Pendengaran, Penglihatan, Perabaan
Organ sesnsori pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba
dan penghirup memungkinkan kita berkomunikasi dengan lingkungan.
Pesan yang diterima dari sekitar kita membuat tetap mempunyai
orientasi, ketertarikan dan pertentangan. Kehilangan sensorik akibat
penuaan merupakan saat dimana lansia menjadi kurang kinerja
fisiknya dan lebih banyak duduk :
1) Sistem pendengaran
Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress, Presbiakuisis (gangguan
pendengaran). Hilangnya kemampuan/ daya pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50 %
terjadi pada usiadiatas umur 65 tahun
2) Sistem Penglihatan
Hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang,berkurangnya luas pandang dan lensa lebih keruh
3) Rabaan
Indera peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang
paling mudah untuk menterjemahkan. Bila indra lain hilang,
rabaan dapat mengurangi perasaan sejahtera. Meskipun resptor
lain akan menumpul dengan bertambahnya usia, namun tidak
pernah hilang
4) Pengecap dan Penghidu
Empat rasa dasar yaitu manis, asam, asin, dan pahit. Diantara
semuanya, rasa manis yang paling tumpul pada lansia. Maka jelas
bagi kita mengapa mereka membubuhkan gula secara berlebihan,.
Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap makanan yang
asin dan banyak berbumbu. Harus dianjurkan pengunaan rempah,
bawang, bawang puti, dan lemon untuk mengurangi garam dalam
menyedapkan masakan
i. Sistem Integumen
Fungsi kulit meliputi proteksi, perubahan suhu, sensasi, dan ekskresi.
Dengan bertambahnya usia,terjadilah perubahan intrinsic dan
ekstrinsik yang mempengaruhi penampilan kulit :
1) Kulit mengkerut atau keriput akibat hilangnya jaringan lema
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena hilangnya proses
kreatinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel
epidermis
3) Berkurangnya elastisitas akibat dan menurunnya cairan dan
vaskularisasi
4) Pertumbuhan kuku jadi lambat
j. Sistem Muskuloskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum
usia 40 tahun :
1) Tulang kehilangan denstisy (cairan) dan makin rapuh dan
osteoporosis
2) Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbata
3) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) : serabut-serabut
otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-
otot kram dan menjadi tremor
k. Sistem Reproduksi dan Seksualitas
1) Orang-orang yang makin menua seksua; intercourse masih juga
membutuhkannya, tidak ada batasan umur tertentu. Fungsi seksual
seseorang berhenti, frekuensi seksual intercourse cenderung
menurun dan secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk
melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua. Selaput
lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi
berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkalidan terjadi perubahan
warna
2) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur
3) Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (asal
kondisi kesehatan baik
2. Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif pada lansia dapat berubah sikap yang semakin
egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki
sesuatu. Bahkan, lansia cenderung ingin mempertahankan hak dan
hartanya, serta ingin tetap berwibawa,. Mereka mengharapkan tetap
memiliki peranan dalam keluarga ataupun masyarakat. Pada lansia,
seringkali memori jangka pendek, pikiran, kemampuan berbicara, dan
kemampuan motorik terpengaruh. Lansia akan kehilangan kemampuan dan
pengetahuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Lansia cenderung
mengalami demensia. Demensia biasanya terjadi pada usia lanjut dan
Alzheimer merupakan bentuk demensia yang umum terjadi, yakni
mencapai 50 hingga 60 % dari semua kasus demensia. Sedangkan, bentuk
lainnya misalnya karena faktor pembuluh darah. Demensia terbagi menjadi
dua, yakni demensia yang dapat disembuhkan dan demensia yang sulit
disembuhkan. Adapun penyebab demensia yang dapat disembuhkan antara
lain.
3. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialami lansia erat kaitannya dengan
keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, seorang lansia yang
memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan
sebagai berikut :
a) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)
b) Kehilangan status atau jabatan pada posisi tertentu ketika masih
bekerja dulu
c) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial
d) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri).
II. Tinjauan Kasus
A. Pengertian
Gout adalah penyakit yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme
purin yang ditandai dengan hiperurikemi dan serangan sinovitis akut berulang-
ulang (Chairuddin, 2013). Penyakit ini paling sering menyerang pria usia
pertengahan sampai usia lanjut dan wanita pasca menopause.
Asam urat merupakan kelainan metabolik yang disebabkan karena
penumpukan purin atau eksresi asam urat yang kurang dari ginjal. Asam urat
merupakan penyakit heterogen meliputi hiperurikemia, serangan artritis akut
yang biasanya mono-artikuler. Terjadi deposisi kristal urat di dalam dan sekitar
sendi, parenkim ginjal dan dapat menimbulkan batu saluran kemih (Edu S.
Tehupeiory, 2015).

B. Etiologi
Gangguan metabolik dengan meningkatkan konsentrasi asam urat ini
ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat (MSU,
gout) dan kalsium pirofosfat dihidrat, dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi
degenerasi tulang rawan sendi. Klasifikasi gout dibagi menjadi 2 yaitu :
(Chairuddin, 2003).
1. Gout Primer
Dipengaruhi oleh faktor genetik. Terdapat produksi atau sekresi asam urat
yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.
2. Gout Sekunder
a. Pembentukan asam urat yang berlebihan :
1) Kelainan meiloproliferatif (polisitemia, leukemia, mieloma
retikularis).
2) Gangguan penyimpanan glikogen.
3) Pada pengobatan anemia pernisiosa oleh karena maturasi sel
megaloblastik menstimulasi pengeluaran asam urat.
b. Sekresi asam urat yang berkurang misalnya pada :
1) Kegagalan ginjal kronik
2) Pemakaian obat beberapa macam diuretic dan sulfonamide
3) Keadaan-keadaan alkoholik, asidosis laktit, hiperparatiroidisme,
dan pada miksedema.
Faktor predisposisi terjadinya penyakit gout yaitu, umur, jenis kelamin
lebih sering terjadi pada pria, iklim, herediter dan keadaan-keadaan yang
menyebabkan timbulnya hiperurikemia.
Sedangkan menurut sustrani (2005), faktor yang berpengaruh sebagai
penyebab asam urat adalah
1) Faktor keturunan.
2) Diet tinggi protein dan makanan kaya senyawa purin lainnya seperti
daging, makanan laut, kacang-kacangan, bayam, jamur dan
kembang kol.
3) Akibat konsumsi alkohol berlebihan.
4) Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu,
terutama gangguan ginjal
5) Penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat,
terutama diuretika ( furosemida dan hidroklorotiazida )
6) Penggunaan antibiotika berlebihan.
7) Penyakit tertentu pada darah seperti leukimia dan polisitomia.
8) Faktor lain seperti stres, diet ketat, cidera sendi, darah tinggi dan
olah raga berlebihan.

C. Patofisilogi
Perjalanan penyakit gout sangat khas dan mempunyai 3 tahapan.
Tahap pertama disebut tahap artritis gout akut. Pada tahap ini penderita akan
mengalami serangan artritis yang khas dan serangan tersebut akan menghilang
tanpa pengobatan dalam waktu 5 – 7 hari. Karena cepat menghilang, maka
sering penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi sehingga tidak
menduga terkena penyakit gout dan tidak melakukan pemeriksaan lanjutan.
Setelah serangan pertama, penderita akan masuk pada gout interkritikal. Pada
keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka waktu tertentu.
Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda. Ada yang hanya satu
tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata berkisar 1 – 2 tahun.
Panjangnya jangka waktu tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa ia
pernah menderita serangan artritis gout atau menyangka serangan pertama kali
dahulu tak ada hubungannya dengan penyakit gout.
Tahap kedua disebut sebagai tahap artritis gout akut intermiten.
Setelah melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala,
penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan artritis yang khas.
Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan (kambuh) yang jarak
antara serangan yang satu dan serangan berikutnya makin lama makin rapat dan
lama, serangan makin lama makin panjang, serta jumlah sendi yang terserang
makin banyak.
Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik berfokus.
Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih.
Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering
meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang
berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal monosodium
urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di
sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya besar dan banyak akan
mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu lagi.
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan
1. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam
plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium,
jaringan para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat
yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macamprotein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon
terhadap pembentukan kristal.
2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan
respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh
leukosit.
3. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik
lisosom.
4. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini
menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase
radikal kedalam sitoplasma.
5. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam
cairan sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan.
D. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati : (Silvia A. Price) :
1. Stadium pertama
Hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam urat serum laki-laki
meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam urat serum.
2. Stadium kedua
Arthritis gout akut terjadi pembengkakan dan nyeri yang luas biasa, biasanya
pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsophalangeal.
3. Stadium ketiga
Setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-
gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu
kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
4. Stadium keempat
Tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang terus meluas selama
beberapa tahun jika pengobatan tidak dimula. Peradangan kronik akibat
Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga
pembesaran dan penonjolan sendi bengkak.

E. Pemeriksaan penunjang atau Diagnostik


1. Kadar asam urat serum meningkat.
2. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
3. Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat.
4. Analisis cairan synovial dari sendi terinflamasi atau tofi menunjukkan
Kristal urat monosodium yang membuat diagnosis.
5. Sinar X sendi menunjukkan massa tofaseus dan destruksi tulang dan
perubahan sendi
F. Penatalaksanaan Medis
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut
dan penanganan hiperurisemia pada pasien arthritis kronik. Ada 3 tahap dalam
terapi penyakit ini :
1. Mengatasi serangan akut.
2. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan Kristal urat pada
jaringan, terutama persendian.
3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik.
a. Non farmakologi
1) Pembatasan makanan tinggi purin (± 100-150 mg purin/hari.
2) Cukup kalori sesuai kebutuhan yang didasarkan pada TB n BB.
3) Tinggi karbohidrat kompleks (nasi, roti, singkong, ubi) disarankan
tidak kurang dari 100 g/hari.
4) Rendah protein yang bersumber hewani.
5) Rendah lemak, baik dari nabati atau hewani.
6) Tinggi cairan. Usahakan dapat menghabiskan minuman sebanyak
2,5 ltr atau sekitar 10 gelas sehari dapat berupa air putih masak, teh,
sirop atau kopi.
7) Tanpa alkohol, termasuk tape dan brem perlu dihindari juga.
Alkohol dapat meningkatkan asam laktat plasma yang akan
menghambat pengeluaran asam urat
b. Farmakologi
1) Pengobatan fase akut, obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri
dan inflamasi (colchicine, indometasin, fenilbutazon,
kortikostropin).
2) Pengobatan hiperurisemia, terbagi dua golongan, yaitu :
Golongan urikosurik (probenesid, sulfinpirazon, azapropazon,
benzbromaron) dan Inhibitor xantin (alopurinol ).
III. Tinjauan Askep
Didalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi atau perencanaan, implementasi atau
pelaaksanaan, evaluasi.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, no. Register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam,
menggigil dan merasa lelah.
3. Pemeriksaan fisik
a. Identifikasi tanda dan gejala yang ada peda riwayat keperawatan
b. Nyeri tekan pada sendi yang terkena
c. Nyeri pada saat digerakkan
d. Area sendi bengkak (kulit hangat, tegang, warna keunguan)
e. Denyut jantung berdebar
4. Riwayat psikososial
a. Cemas dan takut untuk melakukan aktivitas
b. Tidak berdaya gangguan aktivitas di tempat kerja
5. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudia dikelompokkan dan dianalisa
untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya
dibagi menjadi dua data yaitu, data subjektif dan data objektif dan kemudian
ditentukkan masalah keperawatan yang timbul.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita asam
urat (gout) adalah
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis, pembengkakan sendi, melaporkan
nyeri secara verbal pada area sendi.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual aau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Batasan Karakteristik:
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh Nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
(waspada, menghindari
nyeri)
3. Gelisah
4. Sulit tidur
5. Frekuensi nadi meningkat

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses makan berubah
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

2. Gangguan pola tidur b.d nyeri pada pembengkakan.


Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu
tidur akibat faktor eksternal.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit tidur ( tidak tersedia)
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur
4. Mengeluh pola tidur
berubah
5. Mengeluh istirahat tidak
cukup

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Mengeluh kemampuan (tidak tersedia)
beraktivitas menurun

3. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya mengenal masalah diet


makanan dan penggunaan obat.
Defisiensi pengetahuan adalah ketiadaan atau kurangnya informasi
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif
1. Menanyakan masalah 1. Menunjukkan prilaku
yang dihadapi tidak sesuai anjuran
2. Menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap
masalah.

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat
2. Menunjukkan perilaku
berlebihan (misalkan apatis,
bermusuhan, agitasi,
histeria)

4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d perubahan kadar


elektrolit ginjal.
Resiko ketidakseimbangan volume cairan adalah berisiko mengalami
penurunan, peningkatan, atau percepatan perpindahan cairan dari
intraseluler, interstisial atau intraseluler.
Faktor resiko
a. Prosedur pembedahan mayor
b. Trauma/ perdarahan
c. Luka bakar
d. Aferesis
e. Asites
f. Obstruktif intestinal
g. Peradangan pankreaas
h. Penyakit ginjal dan kelenjar
i. Disfungsi intestinal
5. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit (nyeri pada sendi).
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospritual, lingkungan dan sosial.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh tidak nyaman 1. Gelisah

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit tidur 1. Menunjukan gejala distres
2. Tidak mampu rileks 2. Tampak merintih/
3. Mengeluh menanggis
kedinginan/kepanasan 3. Pola eliminasi berubah
4. Merasa gatal 4. Postur tubuh berubah
5. Mengeluh mual 5. Iritabilitas
6. Mengeluh lelah

6. Kerusakan integritas jaringan b.d kelebihan cairan (peradangan kronik


akibat adanya kristal urat).
Kerusakan integritas jaringan adalah kerusakan kulit (dermis dan atau
epidermis) atau jaringan (membra mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligamen).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Kerusakan jaringan dan atau
lapisan kulit

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
(tidaqk tersedia) 1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut b.d agen Noc : 1. Observasi reaksi 1. Untuk mengetahui
cedera biologis, 1. Pain Level ketidaknyamanan ketidaknyamanan yang
pembengkakan 2. Pain Control secara nonverbal. dirasakan oleh pasien.
sendi, melaporkan 3. Comfort level 2. Kaji secara 2. Untuk mengetahui tingkat
nyeri secara verbal Kriteria Hasil : komprehensif nyeri pasien.
pada area sendi. 1. Mampu terhadap nyeri 3. Untuk mengalihkan perhatian
mengontrol termasuk lokasi, pasien dari rasa nyeri.
nyeri (tahu karakteristik, durasi, 4. Untuk mengetahui apakah
penyebab frekuensi, nyeri yang dirasakan klien
nyeri, mampu kualita,intensitas berpengaruh terhadap yang
menggunakan nyeri dan faktor lainnya.
tehnik presipitasi. 5. Pemberian ”health
nonfarmakolog 3. Gunakan strategi education” dapat mengurangi
i untuk komunikasi terapeutik tingkat kecemasan dan
mengurangi untuk membantu klien dalam
nyeri, mencari mengungkapkan bentuk mekanisme koping
bantuan). pengalaman nyeri dan terhadap nyeri.
2. Melaporkan penerimaan klien 6. Untuk mengurangi tingkat
bahwa nyeri terhadap respon nyeri. ketidaknyamanan yang
berkurang 4. Tentukan pengaruh dirasakan klien.
dengan pengalaman nyeri 7. Agar klien mampu
menggunakan terhadap kualitas menggunakan teknik non
manajemen hidup (nafsu makan, farmakologi dalam
nyeri. tidur, akitvitas, mood, memanagement nyeri yang
3. Mampu hubungan sosial). dirasakan.
mengenali 5. Berikan informasi 8. Pemberian analgetik dapat
nyeri (skala tentang nyeri mengurangi rasa nyeri
intensitas, termasuk penyebab pasien.
frekuensi dan nyeri, berapa lama
tanda nyeri). nyeri akan hilang,
4. Menyatakan antisipasi terhadap
rasa nyaman ketidaknyamanan dari
setelah nyeri prosedur.
berkurang. 6. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi respon
ketidaknyamanan
klien (suhu ruangan,
cahaya, dan suara).
7. Ajarkan cara
penggunaan terapi
non farmakologi
(distraksi, relaksasi).
8. Kolaborasi pemberian
analgesik.
2. Gangguan pola tidur Noc : 1. Observasi pola tidur 1. Untuk mengetahui
b.d nyeri pada 1. Anxiety dan aktivitas klien. kebiasaan tidur klien.
pembengkakan. reduction 2. Monitor dan catat 2. Untuk mengetahui apakah
2. Comfort level waktu dan pola tidur klien mengalami
3. Pain Level klien. gangguan tidur atau tidak.
4. Rest : Extent 3. Jelaskan pentingnya 3. Untuk memotivasiklien
and pattern tidur yang cukup agar berusaha memperbaiki
5. Sleep : Extent untuk kesehatan klien. kualitas tidurnya.
and pattern 4. Atur lingkungan 4. Lingkungan yang nyaman
Kriteria Hasil : (misalnya membantu tubuh menjadi
1. Jumlah jam pencahayaan, suara lebih relaks sehingga dapat
tidur dalam berisik, suhu, dan mempermudah tidur.
batas normal tempat tidur) untuk 5. Beberapa jenis makanan
6-8 jam/hari. mempermudah klien dan minuman bisa membuat
2. Pola tidur, tidur. klien sulit tidur sehingga
kualitas dalam 5. Minta klien untuk harus dihindari dikonsumsi
batas normal. menghindari makanan sebelum tidur.
3. Perasaan segar atau minuman yang 6. Obat merupakan salah satu
sesudah tidur dapat mempengaruhi alat bantu yang efektif
atau istirahat. tidur. untuk membantu
4. Mampu 6. Berikan obat yang mempermudah tidur.
mengidentifika dapat membantu klien
si hal-hal yang tidur
meningkatkan
tidur.

.
3. Defisiensi Noc : 1. Berikan penilaian 1. Untuk mempermudah
pengetahuan b.d 1. Knowledge : tentang tingkat dalam memberikan
kurangnya disease pengetahuan pasien penjelasan pada klien.
pemahaman pasien process tentang proses 2. Meningkatkan pengetahuan
tentang pola/diet 2. Knowlegde: penyakit yang dan mengurangi cemas.
makanan yang health spesifik. 3. Untuk mencegah keparahan
dikonsumsi. behavior 2. Jelaskan tentang penyakit pasien.
Kriteria Hasil : proses penyakit (tanda 4. Untuk mengontrol
1. Pasein dan dan gejala), dan diet kesehatan dan obat yang
keluarga makanan yang harus dikonsumsi pasien.
menyatakan dipatuhi. 5. Untuk mereview
pemahaman 3. Diskusikan perubahan pengetahuan yang sudah
tentang gaya hidup yang diresapi oleh pasien.
penyakit, mungkin digunakan
kondisi, untuk mencegah
prognosis dan komplikasi.
program 4. Intruksikan kapan
pengobatan harus ke pelayanan.
2. Pasien dan 5. Tanyakan kembali
keluarga pengetahuan klien
mampu tentang penyakit,
melaksanakan prosedur perawatan
prosedur yang dan pengobatan.
dijelaskan
secara benar.
3. Pasien dan
keluarga
mampu
menjelaskan
kembali apa
yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan
lainnya.
4. Resiko Noc : 1. Observasi 1. Mengetahui penyebab untuk
ketidakseimbangan 1. Fluid balace kemungkinan menentukan intervensi
volume cairan b.d 2. Hydration penyebab penyelesaian.
perubahan kadar 3. Nutritional ketidakseimbangan 2. Mengetahui keadaan umum
elektrolit ginjal. Status: Food elektrolit. pasien
and Fluid 2. Monitor vital signs 3. Mengetahui keadaan umum
4. Intake 3. Monitor adanya pasien.
Kriteria Hasil : kehilangan cairan dan 4. Mengurangi risiko
1. Mempertaha elektrolit. kekurangan voume cairan
nkan urine 4. Monitor adanya semakin bertambah.
output sesuai mual,muntah dan 5. Evaluasi intervensi
dengan usia diare.
dan BB, BJ 5. Monitor keakuratan
urine norma, intake dan output
HT normal. cairan.
2. Tekanan
darah, nadi,
suhu tubuh
dalam batas
normal.
3. Tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi.
4. Elastisitas
turgor kulit
baik,
membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang
berlebihan.
5. Gangguan rasa Noc : 1. Gunakan pendekatan 1. Untuk mengurangi
nyaman b.d gejala 1. Ansiety yang menenangkan. kecemasan klien dan
terkait penyakit 2. Fear level 2. Pahami perspektif meningkatkan kenyaman
(nyeri pada sendi). 3. Sleep pasien terhadap klien.
Deprivation situasi stress. 2. Untuk membantu klien dalam
4. Comfort, 3. Temani pasien untuk menghadapistress yang
Readines for memberikan dialami.
enchanced keamanan dan 3. Untuk mengurangi
Kriteria Hasil : mengurangi takut. kecemasan yang dirasakan
1. Mampu 4. Dorong keluarga klien.
mengontrol untuk menemani 4. Agar pasien tidak merasa
kecemasan. pasien. kesepian dan memiliki teman
2. Status 5. Dengarkan pasein dalam menghadapi
lingkungan dengan penuh masalahnya.
yang nyaman. perhatian. 5. Untuk meningkatkan
3. Mengontrol 6. Identifikasi tingkat kenyamanan pasien dalam
nyeri. kecemasan. melewati penyakitnya.
4. Kualitas tidur 7. Intruksikan pasin 6. Untuk mengetahui tingkat
da nistirahat untuk menggunakan kecemasan yang dirasakan
yang adekuat. teknik relaksasi. klien.
5. Agresi 7. Agar pasien lebih nyaman
pengendalian dan rileks.
diri.
6. Respon
terhadap
pengobatan.
7. Control gejala.
8. Status
kenyamanan
meningkat.
9. Dapat
mengontrol
ketakutan.
10. Support social.
6. Kerusakan integritas Nic : 1. Pantau perkembangan 1. Mengevaluasi status
jaringan b.d 1. Tissue kerusakan kulit klien kerusakan kulit sehingga
kelebihan cairan integrity : skin setiap hari. dapat memberikan intervensi
(peradangan kronik and mucou 2. Cegah penggunaan yang tepat.
akibat adanya kristal 2. Wound healing linen bertekstur kasar 2. Keadaan yang lembab dapat
urat). : primary and dan jaga agar linen meningkatkan
secondary tetap bersih, tidak perkembangbiakan
intention lembab, dan tidak mikroorganisme dan untuk
Kriteria Hasil : kusut. mencegah terjadinya lesi
1. Perfusi 3. Monitor karakteristik kulit akibat gesekan dengan
jaringan luka, meliputi warna, linen.
normal. ukuran, bau dan 3. Memonitor karakteristik luka
2. Tidak ada pengeluaran pada dapat membantu perawat
tanda-tanda luka. dalam menentukan perawatan
infeksi. 4. Bersihkan luka dengan luka dan penangan yang
3. Ketebalan dan normal salin. sesuai untuk pasien
tekstur 5. Lakukan pembalutan 4. Normal salin adalah cairan
jaringan pada luka sesuai fisologis yang mirip dengan
normal. dengan kondisi luka. cairan tubuh sehingga aman
4. Menunjukkan 6. Pertahankan teknik digunakan untuk
pemahaman steril dalam membersihkan dan merawat
dalam proses perawatan luka luka.
perbaikan kulit pasien. 5. permbalutan luka dilakukan
dan mencegah untuk mempercepat proses
terjadinya penutupan luka. Pemilihan
cedera bahan dan cara balutan
berulang. disesuaikan dengan jenis luka
5. Menunjukkan pasien.
proses 6. Perawatan luka dengan tetap
terjadinya menjaga kesterilan dapat
penyembuhan menghindarkan pasien dari
luka. infeksi.
D. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan menfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2004).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan keperawatan tahap akhir dari proses
keperawatan, meskipun evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang
telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah prilaku yang di observasi
telah sesuai.
WOC
GOUT (ASAM URAT)

Faktor Genetik Sekresi asam urat berlebihan

Gangguan metabilisme purin

Hiperuremia

Hiperaturasi – asam urat

Penimbunan kristal monoatrium di


sendi

asam urat bersifat mengaktifkan sistem komplemen Gout ( Asam Urat) Di Ginjal
Kurangnya paparan informasi Penumpukkan da n
antibodi Defisiensi Pengetahuan
pengendapan MSU
Pembentukkan batu ginjal dan asam urat
Reaksi antigen dan

Gangguan rasa nyaman Proteinuria , hipertensi


ringan, urin asam & pekat
Pelepasan mediator
inflamasi

Resiko ketidakseimbangan volume cairan


Prostaglandin
Kesemutan
Peningkatan permeabilitas
kapiler
Perpindahan cairan dan
elektrolit Gangguan potensial aksi

Perpindahan cairan dari Gangguan transportasi Di jaringan lunak dan persendian


ekstravaskuler dan intramaskuler elektrolit

Edema Penumpukan dan


pengendapan MSU

Pembentukan tophus

Respon inflamasi
meningkat
Merusak serabut saraf Penekanan pada
pereifer saraf Pembesaran dan
penonjolan sendi

Nyeri Akut Deformitas sendi

Kontraktur sendi

Fibrosis dan / atau


ankilosis tulang

Nyeri pada malam


Kerusakan
hari
Integritas
Jaringan
Gangguan Pola
Tidur
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8 volume 2. Jakarta : EGC.
Lukman, dkk. (2009) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Mansjoer , Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3. Jakarta : Media
Aeusculapius.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2015-2016. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkaan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc.
Jogjakarta: Mediaction.
Suratun, 2008. Klien Gangguan sistem Muuskuloskeletal. Seri Asuhan
Keperawatan ; Editor Monika Ester, Jakarta: EGC
Wijaya, Beta. Laporan pendahuluan penyakit asam urat.
https://www.academia.edu/18899435/LAPORAN_PENDAHULUAN_
PENYAKIT_ASAM_URAT.Diakses pada tangga 02 November 2020

Anda mungkin juga menyukai