Anda di halaman 1dari 34

SKRIPSI

PENGARUH FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING TERHADAP

KECEPATAN BERJALAN LANJUT USIA DI PANTI WERDHA

JENINHA ILANDIA REIS HENRIQUES

1502305020

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI SARJANA FISIOTERAPI DAN PROFESI FISIOTERAPI

2019

 
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Lanjut usia adalah orang yang sistem-sistem biologis mengalami

perubahan-perubahan struktur dan fungsi dikarenakan usia yang sudah lanjut.

Perubahan ini dapat berlangsung mulus sehingga tidak menimbulkan ketidak

mampuan atau dapat terjadi sangat nyata dan berakibat ketidakmampuan total.

Menurut ​World Health Organization (WHO) lanjut usia berusia sekitar antara 60

tahun sampai 74 tahun, begitu pula menurut Undang-Undang Republik Indonesia

nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, definisi lanjut usia adalah

penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Beberapa ahli

membedakannya menurut 2 macam umur, yaitu umur kronologis dan umur

biologis, umur kronologis adalah umur yang dicapai seseorang dalam

kehidupannya dihitung dengan kalender, sedangkan umur biologis adalah usia

yang sebenarnya. Indeks umur biologis biasanya diketahui dari pematangan

jaringan. Hal inilah yang mendasari bahwa orang-orang dengan umur kronologis

yang sama belum tentu memiliki penampilan fisik dan mental yang sama (Avelar,

2010).

World Health Organization (WHO) memperkirakan akan terjadi

peningkatan proporsi lansia di dunia dari 7% pada tahun 2020 sampai 23% pada

tahun 2025. Di Indonesia akan terjadi peningkatan jumlah lanjut usia terbesar di

dunia dari 9,77% pada tahun 2010 menjadi 11,34% atau tercatat 28,8 juta jiwa

 
pada tahun 2020 (Sukowati, 2011). Semakin tingginya usia harapan hidup

semakin tinggi pula masalah kesehatan yang dihadapi. Masalah umum pada lansia

adalah rentannya kesehatan karena adanya perubahan kondisi fisik dan

berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar serta

menurunnya homeostatis sehingga mudah terserang penyakit, dengan begitu

manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan

menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai

penyakit degeneratif yang akan menyebabkan para lansia menghadapi akhir hidup

dengan episode terminal yang dramatik. Lansia bukan suatu penyakit, namun

merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan

penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Pada

umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan

menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun (Budi Utomo, 2003).

Penelitian di Inggris terhadap 10.255 lansia diatas usia 75 tahun

menunjukkan bahwa pada lansia terdapat gangguan-gangguan fisik yaitu

menunjukkan gangguan sendi (55%), keseimbangan (50%), fungsi kognitif pada

susunan saraf pusat (45%), penglihatan (35%), pendengaran (35%), kelainan

jantung (20%), sesak napas (20%), serta gangguan miksi atau mengompol (10%),

dari sekian banyak gangguan yang mungkin terjadi pada lansia dapat

mengakibatkan menurunnya kualitas hidup serta usia harapan hidup (Sulianti,

2009). Secara umum permasalahan yang terjadi pada lansia adalah perubahan

fungsional otot yaitu terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot, elastisitas dan

 
fleksibilitas otot, penurunan fungsi proprioseptif serta kecepatan, gangguan sistem

vestibular, visual dan waktu reaksi (Nitz, 2004).

Biasanya bila suatu negara semakin maju, akan terjadi pergeseran struktur

penduduk. Proporsi orang berusia lanjut semakin meningkat, sedangkan proporsi

golongan orang berusia muda semakin turun. Hal ini terjadi diperkirakan karena

adanya tingkat kemakmuran, dan angka harapan hidup semakin tinggi, sedangkan

angka kematian bayi dan anak rendah serta angka kelahiran pun turun (Kutner,

M.H, 2004).

Fleksibilitas yaitu kemampuan sistem neuromuskular dalam mengikuti

suatu gerakan yang tepat dari sendi secara keseluruhan tanpa terjadi pengurangan

serta lingkup gerak sendi yang bebas nyeri. Menurut (Pudjiastuti, 2003) pada usia

60 tahun keatas, lanjut usia mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal

yang menyebabkan penurunan fleksibilitas otot, sendi, fungsi kartilago,

berkurangnya kepadatan tulang serta penurunan kekuatan otot terutama pada

kekuatan otot bagian ekstremitas bawah dengan bertambahnya umur.

Fleksibilitas adalah kemampuan otot untuk mengukur atau memanjang

semaksimal mungkin sehingga tubuh dapat bergerak dengan ROM yang maksimal

dan disertai rasa nyaman. Fleksibilitas merupakan faktor penentu untuk

memperoleh gerakan pada manusia. Salah satu otot yang memegang peranan

penting dalam aktivitas adalah otot hamstring. Fungsi otot hamstring sebagai

efektor masuk ke dalam fase terminal swing pada otot-otot sebelah anterior ankle

 
tetap aktif untuk mempertahankan ankle dalam posisi netral selama subphase

terminal swing. Tugas utama dari sistem efektor sendiri adalah mempertahankan

pusat gravitasi tubuh/​Center Of Gravitation (COG). Dimana tugasnya berjalan.

Dalam posisi berdiri respon motor efektor mempertahankan sikap dan

keseimbangan gerakan yang dilakukan oleh suatu kelompok sendi dan otot dari

kedua sisi tubuh. Penurunan fleksibilitas dapat mengakibatkan penurunan

keseimbangan. Jika keseimbangan lanjut usia tidak terkontrol akan meningkatkan

risiko jatuh (Stanley dan Patricia, 2007).

Sesuai dengan Kepmenkes 1363 tahun 2008 Bab I, pasal 1 ayat 2

dicantumkan bahwa: “Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang

ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,

memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang

kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,

peralatan (fisik, elektroterapeutik, dan mekanik), pelatihan fungsi dan

komunikasi”. Mengingat penting pengaruh fleksibilitas otot hamstring dan

punggung bawah terhadap kecepatan berjalan pada lanjut usia.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik pengaruh fleksibilitas otot hamstring terhadap

kecepatan berjalan lanjut usia ?

 
2. Apakah terdapat pengaruh fleksibilitas otot hamstring terhadap kecepatan

berjalan lanjut usia ?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan untuk mengetahui gambaran secara umum pengaruh

fleksibilitas otot hamstring terhadap kecepatan berjalan lanjut usia di

Denpasar.

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui pengaruh fleksibilitas otot

hamstring terhadap kecepatan berjalan lanjut usia.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk dapat mengetahui karakteristik pengaruh fleksibilitas otot hamstring

dan kecepatan berjalan lanjut usia.

2. Untuk dapat mengetahui pengaruh fleksibilitas otot hamstring dan

kecepatan berjalan lanjut usia.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Menambah Ilmu pengetahuan bagi para pembaca maupun masyarakat

umum mengenai pengaruh fleksibilitas otot hamstring terhadap kecepatan

berjalan lanjut usia

2. Agar dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian

selanjutnya.

 
1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa dalam meningkatkan

pengetahuan terkait dengan pengaruh fleksibilitas otot hamstring terhadap

kecepatan berjalan lanjut usia.

 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebugaran Jasmani

2.1.1. Definisi

Lansia Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang

telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia

yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses

penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan

menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh

terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada

sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain

sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan

dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada

umumnya pengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh

pada activity of daily living (Fatimah, et al. 2015).

Batasan-batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.

Menurut World Health Organization (WHO) lansia meliputi: Usia pertengahan

(​middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun. Lanjut usia (​elderly) antara usia 60

 
sampai 74 tahun. Lanjut usia tua (​old)​ antara usia 75 sampai 90 tahun. Usia sangat

tua (very old) diatas usia 90 tahun.

2.2 Penurunan Fleksibilitas pada lansia

Penuaan adalah proses alamiah yang akan dialami oleh semua manusia

yang ditandai dengan penurunan kapasitas dan fungsi jaringan tubuh. Penurunan

ini terjadi karena proses degenerasi yang terjadi lebih besar dari pada proses

regenerasi. Dampak yang dihasilkan oleh proses ini akan mengenai seluruh

jaringan tubuh sehingga lansia sangat rentan menderita suatu penyakit. Proses

lanjut usia secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ tubuh,

kemunduran yang kerap kali dihadapi oleh usia lanjut lebih dikenal dengan

Geriatric Giant yang meliputi Immobility, instability, intellectual impairment,

isolation, inconentia, impotence, immunodeficiency, infection, inanition,

impaction, iatrogenic, insomnia, dan impairment artinya pada lanjut usia akan

dijumpai gangguan mobilitas, stabilitas, penurunan intelektual, cenderung

menyendiri, gangguan kencing, penurunan daya tahan, infeksi, susah tidur, dan

permasalahan yang lain. Selain hal tersebut lansia juga mengalami penurunan

fleksibilitas, keseimbangan dan ketahanan kardiorespirasi (Suhartono, 2005).

Ada dua pandangan tentang definisi lansia yaitu menurut pandangan orang

barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut

usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini

akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan

 
pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun

karena pada umumnya di Indonesia digunakan sebagai usia maksimal kerja dan

mulai tampaknya ciri-ciri penuaan (Santrock, et al. 2011).

Fleksibilitas yang menurun terkadang menyebabkan lansia mengalami

kekakuan dan nyeri ketika melakukan suatu kegiatan dan aktivitas keseharian. Hal

ini akan berdampak buruk jika tidak segera mendapatkan penanganan atau latihan

fisik yang dapat menjaga fleksibilitas pada lansia. Latihan yang diberikan juga

harus memperhatikan aspek kesehatan dan kemampuan lansia secara individual.

Penurunan lainnya yang dialami lansia adalah ketahanan kardiorespirasi yang

diakibatkan karena penurunan fungsi sendi torak yang mengakibatkan gerakan

pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang. Apabila

terjadi perubahan fungsi otot diafragma, otot toraks menjadi tidak seimbang dan

menyebabkan terjadinya distorsi dinding toraks selama respirasi berlangsung.

Kalsifikasi kartilago kosta mengakibatkan penurunan mobilitas tulang rusuk

sehingga ekspansi rongga dada dan kapasitas ventilasi menurun sehingga terjadi

penurunan endurance kardiorespirasi (Pujiastuti, 2003).

2.3 Penurunan kecepatan berjalan pada lansia

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan

tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan

semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh

 
darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut

disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur

dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya

pengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan

berpengaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2015).

Perubahan-perubahan fisik pada lansia banyak perubahan-perubahan yang

terjadi pada Lansia, diantaranya perubahan komposisi tubuh, otot, tulang dan

sendi, sistem kardiovaskuler, respirasi, dan kognisi. Distribusi lemak berubah

dengan bertambahnya usia. Laki-laki dengan bertambahnya usia akan

mengakumulasi lemak terutama di sekitar batang tubuh (truncus) dan disekitar

organ-organ dalam, sedangkan wanita terutama di sekitar organ-organ dalam.

Penurunan fungsi tubuh pada lansia akan mengakibatkan permasalahan

gangguan gerak dan fungsi lansia. Lansia mengalami penurunan fungsi jalan,

penurunan fungsi keseimbangan, penurunan kemampuan fungsional, penurunan

kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Brach dan Van Swearingen,

2002).

Penurunan fungsi yang nyata pada lansia adalah penurunan massa otot

atau atrofi. Penurunan massa otot ini merupakan faktor penting yang

mengakibatkan penurunan kekuatan otot, daya tahan otot. Sembilan puluh koma

sembilan persen lansia yang tinggal di panti atau rumah perawatan mengalami

penurunan kekuatan otot (Ibrahim, R.C. et al, 2015).

 
Penurunan kekuatan otot anggota gerak bawah berhubungan dengan

kemampuan fungsional khususnya kemampuan mobilitas seperti penurunan

kecepatan jalan, penurunan keseimbangan dan peningkatan resiko jatuh. Pada

prinsipnya mencegah terjadinya jatuh pada lansia sangat penting dan lebih utama

daripada mengobati akibatnya. Untuk mencegah jatuh dibutuhkan suatu latihan

fisik yang dapat meningkatkan keseimbangan dan kecepatan jalan.

2.4. Faktor-Faktor Fleksibilitas otot hamstring

Tiap individu memiliki fleksibilitas yang berbeda-beda. Perbedaan

kemampuan fleksibilitas tubuh dipengaruhi beberapa faktor internal dan eksternal.

Fleksibilitas tergantung pada struktur sendi, otot yang melewati sendi, usia, jenis

kelamin, suhu tubuh, tonus otot, kekuatan otot, kelelahan otot, kelelahan dan

emosi.

Menurut Fox (1993) (dalam Airlambang, 2001) menjelaskan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas tersebut adalah:

a. Struktur sendi dan jaringan tubuh

Struktur sendi dan jaringan tubuh yang dimaksud dalam hal ini adalah

tulang, otot yang melewati sendi, ligamen, kapsul sendi, dan diskus. Struktur

tulang yang sehat akan mempermudah pergerakan sendi untuk mencapai lingkup

 
gerak sendi yang maksimal. Massa otot yang terlalu besar juga dapat menghambat

pergerakan sendi.

b. Keadaan psikis

Seseorang yang tidak termotivasi ataupun yang mengalami kelainan

mental, sulit untuk mendapatkan fleksibilitas yang sebenarnya ia miliki.

c. Usia

Seiring dengan bertambahnya usia, fleksibilitas akan mengalami

penurunan. Kondisi struktur tulang dan persendian pada usia lanjut akan berubah

dan tidak sebaik pada usia muda. Perubahan-perubahan pada sistem

muskuloskeletal akibat proses penuaan fisiologis seperti perubahan kolagen,

degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago serta kapsula sendi, dan penurunan

kekuatan fungsional otot menyebabkan sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga

luas gerak sendi pun berkurang.

d. Jenis kelamin

Pada normalnya, wanita cenderung lebih fleksibel dibandingkan dengan

pria. Meski demikian, wanita juga cenderung lebih banyak mengalami masalah

dengan fleksibilitasnya. Ini diakibatkan oleh gaya hidup, daur hidup sebagai

seorang wanita, maupun akibat dari bertambahnya usia.

e. Aktivitas olahraga

 
Aktivitas olahraga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi

fleksibilitas tubuh. Individu yang rutin berolahraga akan memiliki fleksibilitas

yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak pernah melakukan

olahraga. Kurangnya olahraga dapat menyebabkan fleksibilitas jaringan ikat

menjadi kurang baik sehingga otot-otot maupun ligament mudah sekali menjadi

sprain.

Selain yang telah dijelaskan diatas, terdapat faktor yang juga

mempengaruhi hasil ukur fleksibilitas, yaitu (IMT) ​Index Massa Tubuh.​ Index

massa tubuh memiliki korelasi yang kuat dengan lemak dalam tubuh (body

fatness). Penumpukan lemak di bagian tubuh tertentu seperti di daerah perut dan

pinggang akan menjadi penghambat terjadinya gerakan fleksi lumbal. Disamping

itu secara biomekanik, berat badan akan mempengaruhi tekanan atau kompresi

pada tulang belakang daerah lumbal ketika melakukan gerakan fleksi ke depan,

sehingga akan mempengaruhi hasil ukur fleksibilitas yang cenderung menurun

(Purnama, 2007).

2.4.1 Pengukuran Fleksibilitas hamstring

2.4.1.1 C​hair sit and reach test

Chair sit and reach test dapat dilakukan dengan melakukan melemaskan

otot punggung, Selanjutnya duduk dikursi yang telah disediakan.kemudian posisi

kedua lutut dan kedua tangan dengan jari tangan lurus ke depan kedua tangan

 
dijulurkan ke depan secara perlahan-lahan sejauh mungkin sampai menyentuh

ujung kaki. Tes ini dilakukan dua kali secara berturut-turut. Penilaian. Skor

terbaik dari dua kali percobaan dicatat sebagai skor dalam satuan cm.

Berikut ini gambar ​Chair sit and Reach tes​t menurut Jackson & Langford ,

1989 ; Shaulis , Golding,& Tandy , 1994 ) ialah :  

Tujuan dari ​Chair sit and reach test adalah untuk mengukur ​lower body

flexibility atau fleksibilitas tubuh bagian bawah atau batang tubuh dan sendi

panggul. Permukaan yang digunakan ialah rata dan alat yang digunakan dalam tes

ini adalah kursi dan penggaris berskala cm.

Hasil yang diperoleh dikonversikan pada tabel 1 untuk pria dan tabel 2 untuk

wanita sebagai berikut:

Jenis Tes 60-64 65-69 70-74 75-79 Kategori


Tahun tahun tahun tahun

 
Chair sit Kurang dari Kurang dari Kurang dari Kurang dari Kurang
and reach -2.5 cm -3.0 cm -3.5 cm -4.0 cm
test

Chair sit -2.5 cm - -4.0 cm - Baik atau


-3.0 cm - -3.5 cm -
and reach +4.0 cm +2.0 cm Normal
+3.0 cm +2.5 cm
test

Norma Skor Mentah laki-laki Tes Chair Sit And Reach Test Fleksibilitas Tubuh

Bagian Bawah Lansia (Sumber : Jones CJ, Rikli R, 2002).

Jenis Tes 60-64 65-69 70-74 75-79 Kategori


Tahun tahun tahun tahun

Chair sit Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang


and reach dari -0.5 dari -0.5 dari -1.5 dari -1.5
test cm cm cm cm

Chair sit -0.5 cm - -0.5cm - -1.0 cm -1.5 cm - Baik atau


and reach +5.0 cm +4.5 cm +4.0 cm +3.5 cm Normal
test
Norma Skor Mentah Wanita Chair Sit And Reach Test Fleksibilitas Tubuh Bagian

Bawah Lansia 
 (Sumber : Jones CJ, Rikli R, 2002).

2.5 Patofisiologi penurunan kecepatan berjalan Lansia

Berjalan merupakan bagian yang esensial dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap individu mempunyai cara berjalan yang unik yang kadang kala merupakan

ciri khas dari individu yang bersangkutan. Namun meski demikian semua pola

jalan mempunyai kesamaan dasar yang bersifat umum. Pola jalan atau ​gait cara

seseorang berjalan yang dikarakterisasikan oleh ritme, irama, langkah,jarak

langkah, dan kecepatan. Kecepatan berjalan pada lansia berbeda dengan usia

 
lainnya. Pada lansia terjadi penurunan kecepatan berjalan yang diakibatkan oleh

proses fisiologis dimana terjadi penurunan kualitas muskuloskeletal. Akibatnya

keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas untuk mempertahankan postur menurun.

Hal inilah yang mengakibatkan lansia sering terjatuh pada saat berjalan

(Pudjiastuti dan Utomo, 2003).

Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi

pada bidang vertikal dan seluruh usaha untuk mempertahankannya (Umphred et

al, 2013). Keseimbangan sangat berpengaruh pada aktivitas fungsional sehari-hari

dari posisi duduk, berdiri, berjalan dan berlari. Pada posisi berjalan keseimbangan

akan mempertahankan postur agar tetap seimbang sehingga berjalan menjadi lebih

stabil. Semakin stabil postur saat berjalan mengakibatkan kecepatannya juga

semakin meningkat. Berjalan adalah gerakan dinamis yang dipengaruhi oleh

keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan pada lansia dipengaruhi oleh

ukuran panjang tungkai yang memiliki peran penting pada saat lansia berjalan.

Ukuran panjang tungkai mempengaruhi jarak langkah dan keseimbangan saat

berjalan. Sebagai anggota gerak bawah, panjang tungkai berfungsi sebagai

penopang gerak anggota tubuh bagian atas serta penentu gerakan baik dalam

berjalan (Heyward dan Gibson, 2014).

Hubungan antara panjang tungkai dan keseimbangan statis terhadap

kecepatan jalan inilah yang ingin diteliti penulis terutama pada lansia, karena

lansia memiliki resiko jatuh yang tinggi saat berjalan. Hal ini penting bagi

 
praktisi, karena bisa mendeteksi kemungkinan resiko jatuh pada saat berjalan. Ini

juga bisa dipakai acuan untuk merancang lingkungan aktivitas fungsional lansia

sehari-hari sehingga resiko negatif dikurangi dan kemampuan fungsional lansia

menjadi meningkat. Selain itu dengan diketahuinya arti penting keseimbangan

saat berjalan pada lansia tindakan preventif bisa dilaksanakan untuk mengurangi

risiko jatuh.

2.5.1 Pengukuran kecepatan berjalan

Pengukuran kecepatan berjalan Untuk mengukur kecepatan berjalan dapat

dilakukan ​4 Meters Gait Speed Test. 4​ MGS merupakan salah satu tes yang

direkomendasikan untuk mengetahui tanda kesejahteran dari lansia. Apabila

kecepatan berjalan lansia kurang maka akan meningkatkan faktor risiko seperti

kecacatan, gangguan kognitif, resiko jatuh, gangguan kardiovaskular dan sequa

penyebab kematian pada orang dewasa yang dianggap tidak memiliki gangguan

fungsional (Perera et al, 2011).

a. Alat yang dibutuhkan : tape measure, stopwatch dan tali sebagai tanda

lintasan .

b. Prosedure

1. Peneliti menyiapkan lintasan sepanjang 6 meter. Lalu lintasan dibagi

menjadi tiga bagian menjadi ​acceleration zone (1 meter), ​testing zone (4 meter)

dan ​deceleration zone​ (1 meter ).

 
2. Selanjutnya instruksikan subyek untuk berjalan secepat mungkin namun tetap

seaman mungkin.

3. Peneliti menghitung waktu menggunakan ​stopwatch ​ketika subyek akan

memasuki ​testing zone Dan ​stopwatch di stop ketika subyek akan memasuki

deceleration zone

Gambar Diagram 4 Meter Gait speed Test

(Sumber: BC Guidelines 2017 )

Penilaian : Peneliti mencatat beberapa waktu yang ditempuh subyek saat berjalan

di lintasan 4 meter. Lalu jarak dibagi dengan hasil waktu ​(m/s)

 
BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Fleksibilitas berkaitan dengan fungsi tubuh secara keseluruhan, penurunan

aktivitas fisik juga menurunkan fleksibilitas. Semakin bertambahnya usia dan

penurunan aktivitas fisik, bisa menyebabkan penurunan fleksibilitas otot sehingga

perlu dilakukan peregangan pada otot. Fleksibilitas hamstring diperlukan karena

otot-otot ini berkontribusi besar dalam mobilitas kehidupan sehari hari.

Otot hamstring berfungsi pada gerakan fleksi lutut, extensi hip, external

dan internal rotasi hip. Hamstring merupakan jenis otot tipe I atau tonik, terjadi

suatu patologi yang mengalami peregangan dan pemendekan atau ​tightnes.

Panjang otot hamstring berkaitan dengan fleksibilitas otot, dimana bila otot

mengalami pemendekan maka fleksibilitas otot juga akan menurunkan dan timbul

nyeri ada faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas meliputi Struktur sendi

dan jaringan tubuh, Keadaan psikis, usia, jenis kelamin, Aktivitas olahraga,

terdapat faktor yang juga mempengaruhi hasil ukur fleksibilitas, yaitu Index

Massa Tubuh (IMT).

 
3.2 Kerangka Konsep

Faktor Internal Faktor Eksternal

​z

Gambar 3.1 Kerangka konsep

Keterangan

: Variabel yang diukur


: Variabel yang tidak diukur
: Variable yang dikontrol

 
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik dengan

rancangan ​cross sectional.​ Rancangan penelitian cross sectional merupakan

penelitian dengan melakukan pengukuran atau observasi hanya satu kali pada satu

titik waktu. Penelitian cross sectional analitik studi yang mempelajari hubungan

antara variabel dengan variabel terikat dengan cara mengamati faktor resiko serta

efek yang terjadi secara bersamaan pada sistem dari suatu populasi dalam suatu

waktu. (Sugiono, 2010).

4.2​ ​Tempat dan waktu penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian panti Werdha Gatot Subroto dan dilakukan

pada bulan April 2019.

4.3​ ​Populasi dan sampel penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan suatu variabel menyangkut masalah yang

diteliti. Variabel tersebut biasa berupa orang, kejadian, perilaku atau sesuatu yang

akan dilakukan penelitian (Notoatmodjo S, 2005). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh lansia berumur 60 sampai 64 tahun.

a. Populasi target pada penelitian ini Lansia wanita dan berumur 60 sampai 64

tahun di panti Werdha Gatot Subroto

 
b. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh lansia wanita dan

berumur usia 60 sampai 64 tahun di Panti Werdha Gatot Subroto Bali.

4.3.2 Sample

Sampel dalam penelitian ini adalah lansia wanita dan berumur 60 sampai

64 tahun di Panti Werdha Gatot Subroto di Denpasar dan memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

Kriteria Inklusi adalah kriteria subjek penelitian yang dapat mewakili

sampel penelitian dan memenuhi start menjadi sampel kriteria inklusi pada

penelitian ini:

1. Sukarela bersedia untuk menjadi subjek dalam penelitian dari awal sampai

akhir penelitian tersebut

2. Lansia berjenis kelamin wanita dan berumur 60 sampai 64 tahun

3. Dapat mengikuti instruksi.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi kriteria yang tidak mewakili sampel penelitian karena

tidak dapat memenuhi syarat jadi sampel penelitian, sebagai berikut:

1. Menderita sakit berat yang membutuhkan perawatan intensif di Rumah sakit

4.3.3 Besar Sample

Dalam penelitian ini rumus besar yang digunakan adalah rumus menurut

(Sastroasmoro 2012), sesuai dengan rumus besar sampel studi analitik untuk uji

hipotesis.

 
2
2(Z a +Z β ) s2
Rumus: n= (x1− x2 )2

Keterangan:

n = besar sampel

Z a = nilai Z untuk α tertentu (ditetapkan oleh peneliti)

Zβ =
​ Nilai Z untuk power (ditetapkan oleh peneliti)

s = simpang baku kedua kelompok sebesar 0,6

x1− x2 = perbedaan klinis pada dua kelompok sebesar 0,8

2
2(1,96+2,33) 6,9952
n= 2
(77,23−71,20)

2(18,4041).48,930025
n= 2
(6,03)

1801,02615
n = 36,3609

n = 49,531945 dibulatkan menjadi 50

 
n = 50 ditambah 20 % menjadi 60

Jadi, besar sampel minimal yang harus diambil adalah sebanyak 60 lansia di Panti

Werdha Gatot Subroto Bali.

Jadi besar sampel minimal yang harus diambil adalah 60 lansia di panti Werdha

Gatot Subroto Bali.

4.3.4. ​Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan

teknik ​simple random sampling yakni dengan pelaksanaan penelitian

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam populasi terjangkau

kemudian berdasarkan data tersebut akan dipilih sampel yang disesuaikan

dengan jumlah hasil perhitungan besar sampel yakni dengan teknik ​simple

random sampling ​yang dipilih melalui undian dengan sistem komputer.

4.4. Variabel Penelitian

a. Variable independent (variable bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah fleksibilitas otot

hamstring

a. Variabel dependent (variable terikat)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecepatan berjalan

 
a. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah usia

4.5​ ​Definisi Operasional

Untuk mencegah tidak terjadi salah pengertian tentang istilah yang

ada pada tiap-tiap variabel penelitian maka dalam penelitian ini perlu ada

definisi operasional. Adapun istilah yang dimaksud yaitu:

a. Fleksibilitas otot ​hamstring

Fleksibilitas adalah suatu kemampuan otot untuk memanjang atau

elastisitas dengan ruang lingkup sendi yang semaksimal mungkin tanpa

adanya rasa sakit atau nyeri. Pengukuran fleksibilitas otot ​hamstring

menggunakan tes​ chair sit and reach test.

b. Kecepatan berjalan

Kecepatan berjalan merupakan ​bagian yang esensial dalam kehidupan

sehari-hari. Setiap individu mempunyai cara berjalan yang unik yang

kadang kala merupakan ciri khas dari individu yang bersangkutan.

c. Usia

Usia merupakan jumlah tahun yang dihitung dari waktu kelahiran

hingga ulang tahun terakhir. Usia yang digunakan pada penelitian ini

adalah 60-64 tahun yang diketahui dari hasil data yang didapatkan atau

kartu tanda penduduk.

 
4.6 Instrumen Penelitian

Adapun instrumen/alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Penggaris

2. Kursi

3. Alat tulis

4. Kamera

5. Stopwatch

6. Meteran

7. Prosedur Penelitian

4.7.1 Persiapan Penelitian

a. Memohon surat izin di Fakultas Kedokteran untuk melakukan

penelitian.

b. Perizinan ​ethical clearance di komisi etik Fakultas Kedokteran atau

RSUP Sanglah.

c. Peneliti membuat surat persetujuan yang harus ditandatangani subjek,

yang isinya bahwa subjek bersedia menjadi sampel penelitian ini.

d. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian.

 
4.7.2 Pelaksanaan Penelitian

a. Peneliti melakukan pemeriksaan awal variabel dan kriteria inklusi.

a. Peneliti melakukan ​assessment f​ isioterapi untuk mengetahui

kondisi umum pada subjek, dimana dilakukan pengumpulan data

yang diuraikan pada tabel asuhan fisioterapi

b. Peneliti mengukur fleksibilitas otot ​hamstring menggunakan ​chair

sit and reach test

c. Pengukuran kecepatan berjalan menggunakan 4 Meters Gait Speed

Test

d. Dokumentasi penelitian

 
8. Alur Penelitian

​Gambar 4.2 Alur Penelitian

 
4.9 Teknik analysis data

Analisis data dilakukan menggunakan komputer. Dalam menganalisis data

yang diperoleh, peneliti menggunakan beberapa uji statistik. Kemudian data yang

didapatkan di analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat atau deskriptif merupakan analisis yang

dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini digunakan

untuk mendeskripsikan tiap variabel yang diukur dalam penelitian yang

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis univariat

dilakukan masing-masing variabel yang diteliti dan untuk mengetahui data

deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu usia, jenis kelamin,

fleksibilitas, dan kecepatan berjalan pada subjek penelitian.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan uji hipotesis yang digunakan untuk

mengetahui pengaruh fleksibilitas otot ​hamstring t​ erhadap kecepatan

berjalan pada lanjut usia di Denpasar yaitu dengan menggunakan uji

​ ntuk mengetahui seberapa besar ​kekuatan hubungan


statistik ​Chi Square. U

antara variabel bebas dan variabel terikat dilakukan uji ​Spearman's rho.

Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel.

Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 95% yang berarti α = 0,05.

Apabila p < α αmenunjukkan bahwa Ho ditolak berarti terdapat pengaruh

 
fleksibilitas otot ​hamstring terhadap kecepatan berjalan pada lanjut usia di

Denpasar.

10. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Bulan/2019

Keterangan April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4

1. Persiapan

a. Permohonan izin

b. Pembuatan

Informed Consent

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Menentukan
kriteria penelitian
b. Penepatan sampel

c. Pemeriksaan
fleksibilitas otot
hamstring

d. Pemeriksaan
kecepatan

3. Pembuatan Laporan

 
​DAFTAR PUSTAKA

Avelar. 2010. ​Effectiveness of Aquatic and Non-Aquatic Lower Limb Muscles

Endurance Training in The Static and Dynamic Balance of Elderly

People: Revista Brasileira de Fisioterapia, vol. 14.

Brach JS, VanSwearingen JM. 2002. ​Physical Impairment and Disability:

Relationship to Performance of Activities of Daily Living in

Community- Dwealling Older Men​. Journal of Physical Therapy,

Volume 82, Number 8.

Fatimah, Restyana Noor. 2015. ​Diabetes Melitus Tipe 2.​ J Majorityvol 4 no 5

(101-93)

Heyward & Gibson, R. S. 2014. ​Principles of Nutritional Assessment.​ New York:

Oxford University Press.

Ibrahim, R.C., Hedison, P. & Herlina, W., 2015. ​Pengaruh Latihan Peregangan

terhadap Fleksibilitas Lansia.​ JUrnal e-Biomedik (eBm), 3(1).

Javaheri,S.Isser,S.S., Rosen, L,C., Redline,S. 2012). ​Sleep Quality and Elevated

Blood Pressure In Adolescent. Diakses pada tanggal 26 Mei 2016 dari

Http://circ.ahajournals.org/content/11 8/10/1034.full

Kutner, M.H., C.J. Nachtsheim., dan J. Neter. 2004​. Applied Linear Regression

Models.​ 4th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

 
Kushariyadi, 2010. ​Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.​ Jakarta:

Salemba Medika.

Kuntono Heru, 2011. ​Nyeri Secara Umum dan Ostheo Arthritis Lutut dari Aspek

Fisioterapi;​ Perpustakaan Nasional RI, Surakarta.

Kutner, M.H., C.J. Nachtsheim dan J. Neter. 2004. ​Applied Linear Regression

Models.​ Fourth Ed. The McGraw-Hill Company, Inc. New York.

Nitz, J. C., and Choy, N. L. 2004. ​The Efficacy Of A Specific Balance-Strategy

Training Programme For Preventing Falls Among Older People: A

Pilot Randomized Controlled Trial. Journal of Age and Ageing, Vol.

21, No. 3, Hal. 33.

Pudjiastuti, S. 2003. ​Fisioterapi Pada Lansia.​ Jakarta: EGC. Hal: 8-11, 22-23,

103, 106

Sukowati, D. 2011. ​Hubungan Anemia dengan Status Kognitif pada Lanjut Usia

di Paguyuban Among Yuswa Kabupaten Sleman Yogyakarta. Tesis.

Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Stanley & Berae 2007. ​Buku Ajar Keperawatan Gerontik.​ Edisi 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran. EGCStanley, Blair & Beare,

2005.Gerontolo

Suhartono. 2005. ​Pengaruh Kelelahan Otot Anggota Gerak Bawah Terhadap

Keseimbangan Postural Pada Subjek Sakit​. Tesis. Tidak

 
dipublikasikan. Program Studi Rehabilitasi Medik Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Santrock, John W. 2011. ​Perkembangan lansia Edisi 7 Jilid 2. (Terjemahan: Sarah

Genis B) Jakarta: Erlangga.

Sugiono, Dr., Prof., 2010. ​Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D,​

Alfabeta, Bandung

Vitriana. 2002. ​Rehabilitasi Pasien Amputasi Bawah Lutut Dengan Menggunakan

Immediate PostOperative Prosthetic.​ Penelitian (Tidak Diterbitkan).

FK UNPAD dan FK UI Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi.

Widiasari Y, Nuryoto.S. 2010. ​Dinamika Psikologis Pencapaian Successful Aging

Pada Lansia Yang Mengikuti Program Yandu Lansia.​ Psycho Idea.

8(1): 38-52.

Widyaningrum, TA. 2014. ​Hubungan Asupan Natrium, Kalium, Magnesium dan

Status Gizi dengan Tekanan Darah pada Lansia di Kelurahan

Makamhaji Kartasura.​ Skripsi. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

WHO. 2014. ​Physical Status: The Use and Interpretation of Anthropometry.​

Geneva: WHO Technical Series Report.

Anda mungkin juga menyukai