Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERUBAHAN SYSTEM NEUROMUSKULAR PADA LANSIA

Disusun Oleh:

Nazwa Noorsaluh Azzahra (2110301013)

Tengku Zalifa (2110301014)

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia ini memberikan suatu
perhatian khusus pada lansia yang mengalami suatu proses menua. Persentase lansia
di Indonesia meningkat dua kali lipat (1971-2019), yakni menjadi 9,6% (25 juta-an
jiwa) di mana lansia perempuan sekitar 1% lebih banyak dibandingkan laki-laki
(10,10% banding 9,10%) (Badan Pusat Statistik, 2019). Presentase lansia di
Jawa Tengah tahun 2019, lansia muda (60-64) jumlah lansia
sebanyak 1.628,1 juta jiwa dan lansia madya (≥65 tahun) jumlah
lansia sebanyak 3.051,1 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2019).
Memasuki fase lansia individu mengalami berbagai perubahan. Perubahan yang
dialami oleh lansia antara lain perubahan anatomi/fisiologi, berbagai penyakit atau
keadaan patologik, serta pengaruh psikososial pada fungsi organ. Proses penuaan
dapat menyebabkan banyak perubahan pada orang tua, salah satunya adalah sistem
saraf berkurang fungsi otak dan penurunan fungsi kognitif (Azizah et al., 2017: 27-
29).
Pertambahan usia erat kaitannya dengan kemunduran fungsi tubuh, baik secara
fisik (penurunan kekuatan otot, keseimbangan, kemampuan berjalan) maupun psikis
(depresi dan demensia) (Bacthiar et al., 2019: 63). Berdasarkan tinjauan firman Allah
SWT pada QS. Ar-Rum ayat 54 tentang kesehatan lansia, yang berbunyi :

‫هالاَُّل لِهذيَ خَلَُقْك مِ ْم نَ ْض عٍ فُثهمَ َجَع لِ ْم نَْبِع دَ ْض عٍ فُقهوًةُثهمَ َجَع لِ ْم ن َْبِع دُقهٍو ة‬
‫َْض عًفَاَو ْش يَبًۚة َْيخُُلَقماََيشُاَۖء وَُهوْاَلعِلُيمْالَِقدُير‬

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.“
QS. Ar-Rum (30) ; 54”

Proses penuaaan yang dialami oleh lanjut usia menyebabkan lansia mengalami
banyak perubahan dari berbagai sistem fisiologis salah satunya pada sistem saraf.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Pragholapati et al.,2019: 129- 130), faktor
penyebab depresi pada lansia yaitu faktor biologi, psikologi, stres kronis, dan
penggunaan obat. Stresor pencetus terjadinya depresi yaitu di antaranya pensiun yang
terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kemampuan atau kekuatan fisik dan
kemunduran kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan sosial, keuangan, penghasilan
dan rumah tinggal sehingga mempengaruhi rasa aman lansia dan menyebabkan
depresi. Gangguan neurologis mental yang paling umum pada kelompok lansia ini
berupa gangguan kecemasan mempengaruhi 3,8% dari populasi, demensia
mempengaruhi 5%, depresi mempengaruhi 7% dan masalah penggunaan narkoba
mempengaruhi hampir 1% dari populasi (WHO, 2017).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah
Proses Terjadinya Perubahan pada System Neuromuskular pada lansia”

3. Tujuan
Untuk Mengetahui proses terjadi nya perubahan pada system neuromuskular pada
lansia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,
sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir
dari rentan kehidupan. Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, serta perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh
karena itu kesehatan manusia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dengan tetap
dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif, sesuai
dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif (Setyo, 2019).
Menua merupakan suatu proses alamiah yang dialami semua makhluk hidup dari lahir
hingga menjadi tua (Muhith dan Siyoto, 2016).

2.1.2 Batasan-batasan Lansia


Batasan - Batasan Lansia Menurut WHO
a) Usia pertengahan (midle age) kelompok usia 45-9 tahun.
b) Usia lanjut (elderly) antara 60 - 70 tahun. Usia lanjut tua (old) antara 75 - 90 tahun.
c) Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun.
d) Usia sangat tua (zery old) di atas 90 tahun

2.2 Konsep Neuromuskular


2.2.1 Definisi Neuromuskular
Neuromuskuler adalah dua system yang tidak dapat di pisahkan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama dalam keadaan olahraga. Muskuler (perototan) dalam funsinya
adalah mengerut / memendek/ kontraksi.

2.2.2 Sistem Saraf


Sistem saraf adalah system yang terdiri dari serabut saraf yang tersusun oleh sel – sel
saraf saling terhubung dengan alat sensoris dan motoric. Sel saraf (neuron) merupakan
satuan kerja autama yang berfungsi menghantarkan impuls listrik yang terbentuk
akibat adanya suatu rangsang (stimulus). Sel saraf terdiri atas badan sel dengan
serabutnya memanjang disebut akson. Bagian tengah (inti) akson disebut aksoplasma,
yang terbungkus oleh membrane yang memisahkan aksoplasma dengan cairan
interstitial dan berfungsi sama dengan membrane sel lain, selain itu juga mampu
menghantarkan impuls saraf. Sebagian serabut saraf dibungkus oleh selaput yang
disebut mielin. Tempat terputusnya mielin disebut nodus ranvier. Nodus ranvier
berfungsi mempercepat jalannya impuls saraf.

2.2.3 Bagian – Bagian Neuromuscular

1. Badan Sel
Badan sel saraf adalah bagian terbesar dari sel saraf. badan sel berfungsi untuk
menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson.
2. Dentrit
Dendrit adalah serat sel saraf pendek dan bercabang. dendrit adalah perpanjangan
dari sel tubuh. dendrit berfungsi untuk menerima dan mengirimkan rangsangan ke sel
tubuh.
3. Akson
Akson disebut neurit. neurit adalah serat sel saraf panjang yang merupakan
persimpangan sitoplasma sel tubuh dan berfungsi untuk mempercepat jalannya
stimulasi.

2.2.4 Sistem Saraf pada Lansia

Pada lansia, sistem saraf pusat telah mengalami beberapa perubahan, antara lain sebagai
berikut :

1. Otak

Pada Lansia, akibat penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun. Neuron dapat
mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi
penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara
berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul membengkaknya batang
dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua
sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma,
kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme
sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi
kurus dan degenerasi granulovakuole. Corpora amilasea terdapat dimana-mana dijaringan
otak.

Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan
menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun
menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi).
Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.

2. Sistem Saraf Otonom

Pusat pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan
sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan
asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada
ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama
oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.

Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin.


Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai
tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga
mudah terjatuh.
3. Sistem Saraf Perifer
a. Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan
penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
b. Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut
dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.
4. Medulla spinalis

Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi


pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan
sendinya secara maksimal.
BAB 3
PEMBAHASAN

Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan


neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Distribusi
neuron kolinergik, norepinefrin, dan dopamin yang tidak seimbang, dikompensasi oleh
hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan intelektual. Peningkatan serotonin dan
penurunan kadar norepinefrin dapat dihubungkan dengan depresi pada lansia. Kehilangan
jumlah dopamin mengakibatkan terjadinya kekakuan dan parkinson.

A. Manifestasi Defisit Neurologi


Manifestasi klinis yang berhubungan dengan defisit neurologis pada lansia dipandang
dari berbagai perspektif, yaitu :
1. Perubahan fisik

Dampak dari perubahan SSP sukar untuk ditentukan karena hubungan fungsi
ini berkaitan dengan sistem tubuh yang lain seperti : gangguan perfusi, terganggunya
aliran darah serebral, penurunan kecepatan konduksi saraf, reflek yang melambat,
dan perubahan pada pol tidur lansia.
2. Perubahan fungsi

Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan dengan penurunan


mobilitas pada lansia yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, rentang gerak, dan
kelenturan. Penurunan pergerakan merupakan akibat dari kifosis, pembesaran sendi,
kekejangan, dan penurunan tonus otot.
3. Perubahan kognisi-komunikasi

Perubahan kognisi dan komunikasi dan bervariasi dan berat. Memori mungkin
berubah dalam proses penuaan. Pada umumnya, memori untuk kejadian masa lalu
lebih banyak diretensi dan lebih banyak diingat daripada informasi yang masih baru.
4. Perubahan psikososial
Defisit neurologis yang menyebabkan penarikan diri, isolasi, dan rasa asing
dapat menyebabkan lansia lebih bingung dan mengalami disorientasi. Hilangnya
fungsi tubuh dan gangguan gambaran diri mungkin turut berperan terhadap hilangnya
harga diri klien. Perubahan fisik dan sosial yang terjadi bersamaan tidak dapat
dipisahkan dari perubahan psikologis selama proses penuaan.

B. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan system neurologis pada lansia


1. Stroke atau cedera cerebrovaskuler
● Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologis yang sering dijumpai dan harus segera ditangani dengan cepat dan
tepat. Stroke merupakan suatu kelainan fungsi otak yang berlangsung secara
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008b).
● Stroke atau CVA (celebro-vascular accident) merupakan gangguan saraf
permanen yang mengakibatkan terganggunya peredaran darah ke otak, yang
terjadi sekitar 24 jam atau lebih. Sindrom klinis ini terjadi secara mendadak
serta bersifat progresif sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan otak
secara akut dengan tanda klinis yang terjadi secara fokal atau global (lingga,
2013). Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2013).

2. Perubahan perfusi jaringan serebral


● Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke
jaringan pada tingkat kapiler.
3. Sakit Kepala
● Headache atau sering disebut sebagai sakit kepala merupakan gangguan
neurologis yang sering ditemukan. Sakit kepala merupakan suatu jenis nyeri
alih ke permukaan kepala yang berasal dari struktur bagian dalam. Headache
pada lansia biasanya disebabkan karena stress, gangguan pola tidur, hipertensi,
dan perubahan cuaca. Secara global, persentase nyeri kepala pada populasi
orang dewasa adalah 47%, yaitu 10% migraine, 38% tension-type headache
(TTH), 3% chronic headache (4).
4. Alzheimer atau Demensia
Penyakit Alzheimer adalah penyebab 60-70% penyakit demensia, yang
merupakan gangguan otak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan intelektual dan
sosial seseorang. Penyakit ini menyebabkan sebagian zat kimia dan struktur otak
berubah sehingga menyebabkan kematian pada sel otak seiring waktu. Penyakit
Alzheimer bersifat progresif, gejalanya berkembang perlahan dan akan memburuk
dari waktu ke waktu hingga menjadi cukup parah untuk mengganggu aktivitas sehari-
hari seperti penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan
kognitif lainnya.
C. Masalah-masalah Akibat Perubahan Sistem Persarafan Pada Lansia
1. Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur atau perbandiangan bangun
dan pengaturan suhu pada lansia. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih
banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur.
Gangguan pola tidur dan pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada
hypothalamus pada lansia.
2. Gangguan gerak langkah (GAIT)
Pada usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan gerak langkah menjadi
lebih pendek dengan jarak kedua kaki lebih lebar, rotasi pinggul menurun dan gerak
lebih lambat.
Keadaan ini sering diperberat oleh gangguan mekanik akibat penyakit yang
menyertai, antara lain adanya arthritis, deformasi sendi, kelemahan fokal atau
menyeluruh, neuropati, gangguan visual atau vestibuler atau gangguan integrasi di
SSP.
3. Gangguan persepsi sensori
Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori dimulai dari reseptor
hingga ke korteks sensori, merubah transmisi atau informasi sensori. Pada korteks
lobus parietal sangat penting dalam interpretasi sensori dengan pengendaian
penglihatan, pendengaran, rasa dan regulasi suhu. Hilang atau menurunnya sensori
rasa nyeri, temperature dan rabaan dapat menimbulkan masalah pada lansia.
4. Gangguan eliminasi BAB dan BAK
Perubahan sistem saraf pada lansia juga sering terjadi pada sistem pencernaan
maupun pada sistem urinari. Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan
sistem saraf perifer, dimana lansia menjadi tidak mampu untuk mengontrol
pengeluaran BAB maupun BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah,
seperti konstipasi, obstipasi, inkontinensia urin, dll.
5. Kerusakan komunikasi verbal
Pada lansia sering terjadi kerusakan komunikasi verbal, hal ini disebabkan
karena terjadi penurunan atau ketidakmampuan untuk menerima, memproses,
mentransmisikan dan menggunakan sistem simbol. Adapun yang menjadi penyebab
lain masalah tersebut dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di sekitar
wajah.

D. Intervensi Fisioterapi
1. Latihan Kognitif (Brain gym)
Latihan dual task, pasien diinstruksikan untuk mengangkat tangan dan kaki secara
berlawanan. Menggerakkan kedua tangan keatas sambil menyuruh pasien untuk
berhitung.
2. Fasilitasi Gerak
Jenis Latihan yang gerakan nya mendapatkan kekuatan dari luar/Terapis. Memberikan
Mobilisasi pada extremitas yang sama pada saat extremitas itu bergerak secara aktif
Gerak aktif dan pasif hanya dibedakan oleh sumber penggeraknya, namun pada sendi
gerakannya sama. Mobilisasi dapat memberikan kelenturan pada komponen sendi
seperti ligament sendi, kapsul sendi, otot maupun tendon otot. Kisner menyatakan
terapi latihan ini bertujuan untuk memelihara lingkup gerak sendi, mencega terjadinya
kontraktur, memperlancar sirkulasi darah serta memelihara elastisitas otot (Kisner,
2007).
3. Latihan Keseimbangan
Macam dari latihan keseimbangan salah satunya yaitu latihan dengan berdiri 1 kaki
Tahap posisi ini dengan mata terbuka dan kemudian menutup secara perlahan.
Dilakukan secara bergantian dengan kaki yang satunya. Dilakukan sebanyak 4 kali.

BAB 4
KESIMPULAN

Gangguan fungsi kognitif berhubungan dengan fungsi otak, karena kemampuan lansia untuk
berpikir akan dipengaruhi dengan keadaan sel-sel otak yang mengalami penuaan dengan
bertambahnya usia. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
meningkatkan fungsi kognitif lansia adalah dengan latihan brain gym. Penting sekali bagi
lansia untuk mengetahui tentang gangguan kogitif dan latihan brain gym sehingga dapat
meningkatkan fungsi kognitif lansia dan mencegah terjadinya gangguan kognitif pada lansia

Anda mungkin juga menyukai