Anda di halaman 1dari 7

Lansia sering sekali mengantuk di pagi hari dan sulit untuk tidur di malam

hari. Pada malam har bila lansia terbangun sering kesulitan untuk tidur
kembali, sehingga kurang tidur dan membuat lansia lemas di pagi hari.
1. Jelaskan mengapa masalah tersebut dapat terjadi pada lansia!
Jawaban :
Menurut Rahmani & Rosidin (2020), rata-rata total waktu tidur pada lansia
meningkat, namun lansia membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
bisa tertidur. Diperkirakan durasi tidur lansia setiap malamnya yaitu 6 jam
dimana 20-25% adalah tidur REM. Pada tahap 3 dan 4 dari tidur NREM,
terjadi penurunan yang progresif, bahkan beberapa lansia hampir tidak
mengalami tidur dalam atau tidur tahap 4. Menurut hasil tes
polysomnographic lansia menunjukan adanya penurunan dalam slow
wave sleep dan tidur REM. Hal ini disebabkan oleh penurunan irama
sirkadian yang dipengaruhi oleh Suprachiasmatic nuclei pada lansia dapat
meningkatkan frekuensi terbangun di malam hari dan membuat lansia
mengantuk pada di siang hari. Penurunan kadar melatonin juga dapat
menyebabkan gangguan irama sirkadian sehingga lansia mengalami
peningkatan frekuensi terbangun pada saat rtidur di malam hari dan
membuat jumlah total jam tidur lansia menjadi berkurang.
Masalah tidur pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik fisik
maupun psikologis. Faktor secara fisik yang berhubungan dengan
gangguan tidur pada lansia meliputi hipertensi, diabetes, gagal ginjal,
penyakit sistem respiratori terutama asma, penyakit imun, GERD,
kecacatan secara fisik, dan nyeri. Masalah kesehatan secara mental yang
dapat mengganggu pola tidur lansia diantaranya ansietas, depresi, dan
demensia (Gulia & Kumar, 2018). Beberapa gejala dari kondisi medis
tersebut dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang disadari maupun
tidak disadari sehingga mengakibatkan lansia mengalami pola tidur yang
buruk. Selain itu, perubahan irama sirkadian pada tubuh lansia mengalami
perubahan yang menyebabkan penurunan amplitudo sirkadian dan ritme
kortisol dan melatonin terjadi leboh awal sehingga mengakibatkan lansia
ingin tidur lebih awal serta lebih mudah terbangun saat tidurnya (Praharaj
et al., 2018).
2. Apa dampak yang ditimbulkan dengan gangguan tidur pada lansia?
Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur buruk dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi dampak fisiologi meliputi
penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai, lemah, koordinasi
neuromuskular buruk, proses penyembuhan lambat, daya tahan tubuh
menurun, dan ketidakstabilan tanda vital. Sedangkan dampak psikologi
meliputi depresi, cemas, tidak konsentrasi, koping tidak efektif.
3. Bagaimana upaya Anda sebagai perawat membantu lansia dengan
gangguan tidur?
Peran perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan sangat dibutuhkan
dalam upaya untuk mencapai kesejahteraan lansia di Indonesia. Sebagai
seorang perawat tidak hanya berperan sebagai pemberi perawatan tapi juga
mencegah komplikasi yang terjadi pada lansia untuk mempertahankan
fungsi normal tubuh pada lansia. Secara fisiologis Ketika seseorang tidak
dapat tidur dengan cukup maka menyebabkan lansia mengalami demensia,
konfusi, dan disorientasi. Upaya sebagai seorang perawat dalam
pencegahan dan membantu lansia untuk memperoleh tidur yang efektif
adalah mengidentifikasi gangguan tidur yang mungkin diderita oleh lansia
sehingga pentingnya perawat untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh
lansia. Perawat juga dapat memberikan edukasi kepada lansia terkait
kebiasaan yang dapat dilakukan ataupun tidak perlu dilakukan sebelum
memulai tidur untuk membantu tidur lebih efektif (Mashudi, 2020).
- Berikan jadwal tidur pada lansia agar lansia menjadi terbiasa dan
teratur dalam tidurnya
- Anjurkan lansia untuk berolahraga sesuai dengan kemampuan
lansia tersebut
- Atur juga konsumsi makanan sehat yang dikonsumsi oleh lansia
- Kurangi konsumsi kafein
4. Pada lansia sering juga mengalami jatuh, mengapa hal tersebut dapat
terjadi pada lansia?
Pada seseorang yang sedang mengalami proses menua atau telah
memasuki usia lanjut akan mengalami berbagai permasalahan fisiologis,
salah satunya adalah risiko jatuh. Di negara berkembang termasuk
Indonesia risiko jatuh pada lansia merupakan hal yang sangat berbahaya
baik dalam kondisi sadar maupun kehilangan kesadaran. Di Indonesia
prevalensi peningkatan jatuh pada usia 65 tahun ke atas sebanyak 30%,
sedangkan risiko jatuh berulang sebanyak tiga kali lebih besar dialami
lansia berusia 85 tahun ke atas. Risiko jatuh dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, jatuh adalah suatu proses dimana tubuh seseorang tiba-
tiba terduduk atau terbaring dilantai tanpa disengaja dikarenakan tidak
mampu mempertahankan keseimbangannya. Risiko jatuh pada lansia
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Yang termasuk
faktor ekstrinsik yang mempengaruhi adalah lantai yang licin atau tidak
merata, tersandung, kursi roda yang tidak terkunci, gangguan indra
penglihatan, kurangnya pencahayaan, dan lain-lain. Faktor intrinsik berupa
gangguan dalam berjalan baik itu panjang langkah, kecepatan dalam
berjalan, gangguan keseimbangan, muskuloskeletal baik itu gangguan
pada area sendi atau kelemahan pada otot ekstremitas bawah.
Faktor resiko Intrinsik
Merupakan resiko yang diakibatkan karena perubahan fisiologis lansia
contohnya adalah resiko jatuh pada lansia yang terjadi karena masalah
pada sistem anggota gerak, sistem anggota gerak berhubungan dengan
risiko jatuh pada lansia, hal ini di karenakan bahwa lansia mengalami
penurunan fungsi sistem gerak. Penuruanan fungsi gerak pada lansia
berdampak terhadap sistem muskuloskeletal dalam melakukan pergerakan
(Jin, J., Wen, S., Li, Y., Zhou, M., Duan, Q., & Zhou, L, 2018). Jika
keseimbangan postural lansia tidak dikontrol, maka akan dapat
meningkatkan risiko jatuh pada lansia, akibatnya bahwa resiko kejadian
jatuh pada lansia sangat rentan sekali. Sistem penglihatan pada lansia
mengalami penurunan fungsi seperti jarak penglihatan, terjadinya
penurunan penglihatan dapat mengakibatkan risiko jatuh pada lansia.
Lansia juga rentan mengalami gangguan penglihatan hal ini terjadi karena
lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah,
ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh dan dekat
berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan sebaiknya
digunakan (Ramlis, 2018).
Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar atau lingkungan,
faktor ekstrinsik ini antara lain adalah cahaya ruangan yang kurang terang,
lantai yang licin, tersandung benda-benda, alas kaki kurang pas, tali
sepatu, kursi roda yang tidak terkunci, tempat tidur yang tidak aman, dan
turun tangga (Ramlis, 2018). Penyebab jatuh pada lansia diantaranya
adalah gangguan gaya berjalan, gangguan keseimbangan, obat-obatan,
penyakit tertentu seperti depresi, demensia, diabetes mellitus, hipertensi
dan lingkungan yang tidak aman (Jin, J., Wen, S., Li, Y., Zhou, M., Duan,
Q., & Zhou, L, 2018).
5. Apa dampak terjadinya jatuh pada lansia?
Insiden jatuh pada lansia dapat menyebabkan cedera jaringan lunak dan
fraktur paha, pergelangan tangan dan bahkan kematian. Selain itu, juga
dapat menyebabkan masalah lain, yaitu nyeri, keterbatasan mobilisasi,
ketidaknyamanan fisik, dan proses penyembuhan yang lambat sehingga
berdampak pada kondisi lansia, terutama mereka yang mengalami
ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari (Ramlis, 2018).
Dalam jurnal pengabdian masyarakat, juga disebutkan bahwa jatuh dapat
mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa memar dan
keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian. Selain itu,
Dampak dari kejadian jatuh pada lansia dapat mengakibatkan berbagai
jenis cedera, kerusakan fisik, psikolog dan ekonomi. Kerusakan fisik yang
terjadi akibat kejadian jatuh yaitu patah tulang panggul, faktur tulang
pelvis, patah lengan atas, dan pergelangan tangan. Sedangkan dampak
pada psikologisnya yaitu akibat dari kejadian jatuh membuat lansia merasa
takut akan jatuh lagi, hilangnya percaya diri, dan membatasi dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (Ariyanti, Marbun & Dea, 2022).
- Cedera (injury) menyebabkan kerusakan fisik dan
psikologisKerusakan fisik misalnya patah tulang panggul,
pergelangan tangan, lengan atas dan pelvisPsikologis misalnya
syok setelah jatuh, rasa takut seperti cemas, hilang percaya diri,
pembatasan aktivitas sehari hari.
- Disabilitas.
- Kematian
6. Bagaimana upaya lansia dan keluarga untuk mencegah terjadinya jatuh?
Kenapa jatuh bisa terjadi?
Jatuh merupakan hasil campuran interaktif dan kompleks, baik dari faktor
biologis, perilaku, dan lingkungan yang dapat dicegah. Jatuh pada lansia
dibagi menjadi 2, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik meliputi gender, kelemahan otot, defisit sensorik, penyakit kronis,
gangguan kognitif, dan usia. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
narkoba, lingkungan sekitar, konsumsi alcohol, ketidak tahuan prinsip
keselamatan, penggunaan sepatu yang tidak tepat, dan desain rumah.
Lansia yang memiliki derajat kecacatan tinggi terkait jatuh akan
mengalami kehilangan kebebasan akan ADL, penurunan kualitas hidup,
dan kematian (Nurhasanah & Nurdahlia, 2020).
Pencegahan risiko jatuh Lansia dan Keluarga
Kondisi fisik yang tidak baik berpengaruh pada kehidupan sehari-hari
contohnya seperti jauh yang bisa menyebabkan kematia dan cidera pada
populasi lanjut usia. Maka dari itu, penting bagi keluarga dan lasia untuk
lebih perduli dan memperhatikan dengan seksama lebih dalam lagi,
pencegahan jatuh bisa dilakukan dengan mengidetifikasi factor resiko,
penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, melakukan latihan fleksibilitas
gerakan, latihan keseimbanganm fisik dan koordinasi keseimbangan dan
memperbaiki kondisi lingkungan yang di anggap tidak aman. (Haq &
Mourisa, 2021)
Pencegahan merupakan langkah awal yang diberikan melalui edukasi pada
keluarga ataupun orang terdekatnya melalui suatu kegiatan pemberian
penyuluhan kesehatan dengan harapan dapat mengidentifikasi faktor
risiko, penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, latihan fleksibilitas
gerakan, latihan keseimbangan fisik dan koordinasi keseimbangan, dan
memperbaiki lingkungan yang dianggap tidak aman. Untuk mencegah
terjadinya jatuh pada lansia, diperlukan pengetahuan dan keterampilan
yang perlu dilakukan oleh orang terdekatnya seperti keluarga, anak, cucu,
dan anggota keluarga lainnya. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya jatuh yaitu dengan modifikasi lingkungan rumah seperti :
 Membuat lantai tidak licin
 Lantai yang rata
 Menjauhkan perabotan berbahaya
 Memasang pegangan tangan ditangga
 Tidak ada barang yang berserakan dilantai
 Cencahayaan yang cukup
 Mengurangi tangga yang ada dijalur lansia berjalan (Nurhasanah &
Nurdahlia, 2020)
Selain itu, pencegahan terjadinya jatuh yang dapat diberikan pada lansia
yaitu dengan :
 Menempatkan peralatan yang mudah dijangkau, seperti pakaian,
tongkat, dan makanan
 Menggunakan alat bantu jalan agar tetap stabil
 Menggunakan WC duduk (Cifu, Lew, & Oh-Park, 2018)
 Menggunakan alas kaki yang nyaman, seperti sandal atau sepatu
yang beralaskan kerpet
 Mengkonsumsi vitamin D dan sumplemen kalsium sesuai
kebutuhan
 Melakukan aktifitas fisik seperti senam aerobik yang dapat
meningkatkan massa tulang sehingga dapat menurunkan risiko
jatuh
 Mencegah menginjak karpet yang terlipat (Amalia & Mahdalena,
2019)

REFERENSI :
Gulia, K. K., & Kumar, V. M. (2018). Sleep disorders in the elderly: a growing
challenge. Psychogeriatrics, 18(3), 155–165.
https://doi.org/10.1111/psyg.12319
Praharaj, S. K., Gupta, R., & Gaur, N. (2018). Clinical Practice Guideline on
Management of Sleep Disorders in the Elderly. Indian Journal of Psychiatry,
60(Suppl 3), S383–S396. https://doi.org/10.4103/0019-5545.224477
Rahmani, J., & Rosidin, U. (2020). Gambaran Kualitas Tidur Lansia Disatuan
Pelayanan Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Kabupaten Garut. Jurnal
Keperawatan BSI, 8(1), 143-153.
Ernawati, E. (2022). Gambaran Kualitas Tidur Dan Gangguan Tidur Pada Lansia
Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Kota Jambi. JURNAL
KEPERAWATAN UNIVERSITAS JAMBI, 5(1).
Mashudi, M. (2020). Hubungan Kualitas Tidur dan Tingkat Kemandirian Activity
of Daily Living dengan Risiko Jatuh Pada Lanjut Usia di Puskesmas
Simpang IV Sipin Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
20(1), 237. https://doi.org/10.33087/jiubj.v20i1.879
Jin, J., Wen, S., Li, Y., Zhou, M., Duan, Q., & Zhou, L. (2022). Factors
Associated With Higher Falling Risk In Elderly Diabetic Patients With
Lacunar Stroke. BMC Endocrine Disorders, 22(1), 1-8.
Ramlis, R. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan resiko Jatuh pada
lansia di BPPLU Kota Bengkulu Tahun 2017. Journal of Nursing and Public
Health, 6(1).
Ariyanti, R., Marbun, R., & Dea, V. (2022). PELATIHAN KADER
KESEHATAN TERKAIT PENGGUNAAAN FORMULIR PENILAIAN
RISIKO JATUH PADA LANSIA. SELAPARANG Jurnal Pengabdian
Masyarakat Berkemajuan, 6(3), 1138-1140.
Ramlis, R. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan resiko Jatuh pada
lansia di BPPLU Kota Bengkulu Tahun 2017. Journal of Nursing and Public
Health, 6(1).
Amalia, D., & Mahdalena. (2019, Juni). Upaya Keluarga Tentang Pencegahan
Risiko Cedera Pada Lansia . Jurnal Citra Keperawatan, 7(1), 33-39.
Retrieved from http://ejurnal-citrakeperawatan.com
Cifu, D., Lew, H., & Oh-Park, M. (2018). Rehabilitasi Geriatri. Retrieved
Oktober 06, 2022
Noorratri, E. D., Leni, A. S., & Kardi, I. S. (2020, November). Deteksi Dini
Risiko Jatuh Pada Lansia Di Posyandu Lansia Kentingan, Kecamatan
Jember, Surakarta. GEMASSIKA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat,
4(2), 128-136.
Nurhasanah, A., & Nurdahlia. (2020, Mei). Edukasi Kesehatan Meningkatkan
Pengetahuan dan Keterampilan Keluarga Dalam Pencegahan Jatuh Pada
Lansia. JKEP, 5(1), 84-100.
Haq, A., & Mourisa, C. (2021). JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 5 No. 3 Juli
2021. Jurnal Ilmiah Kohesi, 5(3), 19–23.

Anda mungkin juga menyukai