Anda di halaman 1dari 37

TUGAS GERIATRI

SINDROMA GERIATRI

Disusun Oleh :

Aldila Yulis Permatasari P27228015 064


Fatihatul Khamilah P27228015 081
Kika Rochidaningtia P27228015 092
Melia Resti Utami P27228015 095
Musa Sadewa P27228015 097

Diajukan Guna Melengkapi


Tugas Okupasi Terapi Pada Geriatri Semester VI

PRODI DIPLOMA IV OKUPASI TERAPI


JURUSAN OKUPASI TERAPI
POLTEKKES KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2018
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ........................................................................................................

DEFINISI GERIATRIC SYNDROME & EPIDEMIOLOGI..................................

KLASIFIKASI GERIATRIC SYNDROME.........................................................

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO...................................................................

MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.........................................................................

Penatalaksanaan............................................................................................

Imobilisasi.....................................................................................................

Komplikasi....................................................................................................
SINDROMA GERIATRI

PENDAHULUAN

Pada Bab ini menyajikan pembahasan tentang Sindroma Geriatri.

Bab ini terdiri atas 2 (dua) sub bab :

1. Definisi dan Epidemiologi Sindroma Geriatri


2. Klasifikasi Sindroma Geriatri
3. Etiologi dan Faktor Resiko
4. Manifestasi Klinis
5. Pemeriksaan Diagnostik

Setelah mempelajari bab ini diharapkan anda dapat :

1. Menjelaskan tentang definisi, epidemiologi, dan klasifikasi sindroma


geriatric
2. Menjelaskan etiologic, faktor resiko, dan manifestasi klinis pada orang
lanjut usia.
3. Menjelaskan pemeriksaan-pemeriksaan diagnostic geriatric

Agar anda dapat mencapai hasil belajar yang optimum, ikutilah semua petunju
dalam bab ini dengan cermat. Baca semua uraian materi ini secara berulang,
aplikasikan contoh yang ada ke dalam situasi lain, erjakan latihan dengan sungguh-
sungguh, dan baca rangkuman sebelum mengerjakan tes formatif!

Jika anda melakukan disiplin yang tinggi dalam belajar, anda pasti berhasil
dan secara berangsur-angsur akan menjadi mahasiswa yang mampu mandiri dalam
belajar.
Kegiatan Belajar 1

Definisi Geriatric Syndrome & Epidemiologi

Istilah geriatric yaitu dari (geros:geriatri, iatreia:merawat/merumat).


Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom geriatri ini memiliki beberapa
karakteristik, yaitu: usia >60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas,
polifarmasi, fungsi organ menurun, gangguan status fungsional, dan gangguan
nutrisi.Sindrom ini juga dapat menyebabkan angka morbiditas yang signifikan
dan keadaan yang buruk pada usia tua yang lemah serta dapat melibatkan
beberapa sistem organ.
Pasien geriatri sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah
yang muncul sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita
sehingga tampilan gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang
banyak dijumpai pada pasien geriatri adalah hipertensi, diabetes melitus,
dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit kardiovaskular.
Prevalensi usia lanjut lebih dari 60 tahun meningkat lebih cepat
dibandingkan populasi kelompok umur lainnya karena peningkatan angka
harapan hidup dan penurunan angka kelahiran. Data demografi dunia
menunjukkan peningkatan populasi usia lanjut 60 tahun atau lebih meningkat
tiga kali lipat dalam waktu 50 tahun; dari 600 juta pada tahun 2000 menjadi
lebih dari 2 miliar pada tahun 2050 (Setiati, Siti 2013). Jumlah penduduk usia
lanjut di Indonesia mencapai peringkat lima besar terbanyak di dunia, yakni
18,1 juta pada tahun 2010 dan akan meningkat dua kali lipat menjadi 36 juta
pada tahun 2025. Angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 67,8
tahun pada tahun 2000-2005 dan menjadi 73,6 tahun pada tahun 2020-
2025.Proporsi usia lanjut meningkat 6% pada tahun 1950-1990 dan menjadi
8% saat ini. Proporsi tersebut diperkirakan naik menjadi 13% pada tahun 2025
dan menjadi 25% pada tahun 2050. Pada tahun 2050 seperempat penduduk
Indonesia merupakan penduduk usia lanjut, dibandingkan seperduabelas
penduduk Indonesia saat ini (Abikusno N. 2007 dalam Setiati, Siti 2013).

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai teori sindrom geriatri,


kerjakanlah latihan berikut ini!

1. Lakukanlah pengamatan pada seorang lansia yang tinggal di dekat tempat


tinggal Anda. Anda dapat melakukan wawancara kepada lansia maupun
keluarganya terait informasi yang Anda butuhkan. Temukan minimal 2
lansia yang memiliki salah satu penyakit sindrom geriatri. Dari wawancara
dan pengamatan yang Anda lakukan, tuliskan data identitas lansia tersebut
pada kolom dibawah ini. Data identitas lansia meliputi:
1) Nama
2) Tempat, tanggal lahir
3) Jenis kelamin
4) Agama
5) Pekerjaan
6) Pendidikan
7) Gangguan area okupasi (produktivitas, self-care, leisure)
8) Hobbi
9) Partisipasi sosial (keterlibatan lansia dalam masyarakat. Misalnya
sebagai ketua RT, aktif dalam kegiatan PKK, aktif dalam posyandu
dan lain sebagainya)

Anda da[at melakuan wawancara dan pengamatan untuk latihan ini secara
berkelompok maksimal 2 orang. Hasil pengamatan dan wawancara dituliskan secara
individu dan dituliskan pada lembar berikut.
RANGKUMAN

Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua


yang dapat mempengaruhi ualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan
kecacatan. Sindrom geriatri ini memiliki beberapa karakteristik, yaitu: usia
>60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas, polifarmasi, fungsi organ
menurun, gangguan status fungsional, dan gangguan nutrisi.

Dengan prevalensi umur lebih dari 60 tahun akan meningkat cepat


dibandingkan populasi kelompok umur lainnya karena peningkatan angka
harapan hidup dan penurunan angka kelahiran.

TES FORMATIF 1
Kegiatan Belajar 2

Klasifikasi Geriatric Syndrome

Terdapat beberapa masalah kesehatan yang sering dijumpai baik


secara fisik atau mental pasien lanjut usia. Menurut Solomon dkk: The “13 i”
yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan jatuh),
Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan
delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi),
Impotence (impotensi), Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection
(infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan
tidur), Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing,
vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati
dkk., 2006).

a. Immobility ( Imobilisasi )
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama
3 hari atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang
akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis,
dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa
informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang
menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan
mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi masalah
iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi (Kane et al., 2008).

b. Instability ( Instabilitas dan Jatuh)


Gangguan keseimbangan (instabilitas) menyebabkan pasien
geriatri mudah terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat
banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh
pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor
risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar
tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan
jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara
berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai,
serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang
cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al., 2008; Cigolle et
al., 2007).

c. Incontinence ( Inkontinensia Urin dan Alvi )


WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya
kesadaran pembuangan feses cair atau padat yang menyebabkan
masalah sosial dan higienis. Definisi lain menyatakan inkontinensia
alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk
mengendalikan pembuangan feses melalui anus. Kejadian
inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia urin
(Kane et al., 2008).
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang
tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa
memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan
masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak
dilaporkan oleh pasien atau keluarganya karena malu atau tabu untuk
diceritakan, ketidaktahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang
wajar pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Prevalensi
inkontinensia urin di Indonesia pada pasien geriatri yang dirawat
mencapai 28,3%. Biaya yang dikeluarkan terkait masalah
inkontinensia urin di poli rawat jalan Rp 2.850.000,- per tahun per
pasien.
Klasifikasi inkontinensia:
a) Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Merupakan setiap kondisi yang menghambat mobilisasi
pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional
atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang
pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena
obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan
inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra
(vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia
urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu
terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria.
Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema
dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat
mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium
Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic,
psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah
mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat
dilihat akronim di bawah ini :
D --> Delirium
R --> Restriksi mobilitas, retensi urin
I --> Infeksi, inflamasi, Impaksi
P --> Poliuria, pharmasi

b) Inkontinensia Urin Persisten


Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam
berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk
kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat
karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.
Kategori klinis meliputi :
1) Inkontinensia Urin Stress (Stress Inkontinence)
Tidak terkendalinya aliran urin akibat
meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat
batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan
oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan
penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di
bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi
mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada
sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan
radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat
tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar
dapat sedikit atau banyak.

2) Inkontinensia Urin Urgensi (Urgency Inkontinence)


Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan
dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin
jenis ini umumnya terkaitkan dengan kontraksi detrusor
tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah
neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin
urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson,
demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh
tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa
inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini
merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia
di atas 75 tahun.
3) Inkontinensia Urin Luapan / Overflow ( Overflow
Incontinence )
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan
dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini
disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran
prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau
sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau
tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor
obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya
sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih
sudah penuh.

4) Inkontinensia Urin Fungsional


Inkontinensia fungsional merupakan keadaan
seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan. Inkontinensia
fungsional merupakan inkontinensia dengan fungsi
saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor
lain, seperti gangguan kognitif berat yang menyebabkan
pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi
(misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan fisik
yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin
menjangkau toilet untuk melakukan urinasi (Hidayat,
2006).
d. Intelectual Impairment ( Gangguan Intelektual )
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual
pada pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia
adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang dapat disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia
mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir,
menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan
pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas
(Geddes et al., 2005; Blazer et al., 2009).

e. Infection ( Infeksi )
Infeksi berkaitan dengan penurunan fungsi sistem imun pada
usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih,
pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena
infeksi.
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan
dan kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini
terjadi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit komorbid
kronik yang cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap
infeksi, menurunnya daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang
mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama
pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya
temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut,
30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan
suhu badan, malah suhu badan dibawah 36°C lebih sering dijumpai.
Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-
tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering
terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).

f. Impairment of hearing, vision, and smile


Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri.
Prevalensi gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari
21% pada kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia
85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk
semua umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri.
Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai
dengan terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan
gangguan pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke
telinga bagian dalam, juga dapat menimbulkan gangguan
sensorineural. Penyakit Ménière adalah penyakit telinga bagian dalam
yang menyebabkan gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan
pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang disebabkan oleh
energi akustik yang berlebihan yang menyebabkan trauma permanen
pada sel-sel rambut. Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan
pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan ditandai
gangguan pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga
ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untuk diajak
berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada
geriatri adalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau
dengan tindakan bedah berupa implantasi koklea (Salonen, 2013).
Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan
berbeda dari pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi
tubuh yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari
penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya. Masalah
polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh
berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis,
obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam
pengelolaan, gejala yang dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta
resep, dan untuk menghilangkan efek samping obat justru ditambah
obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat yang benar
pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan
lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan
menggunakan obat terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai
dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan,
beri dorongan supaya patuh berobat dan hatihati mengguakan obat
baru (Setiati dkk.,2006).

g. Isolation
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia
lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak,
bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri
dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi.
Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan
menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi.
Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang
berkepajangan. (Salenon, 2000)

h. Inanition
Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer terjadi sebab dietnya
mutlak salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersyarat. Kelemahan
nutrisi panda hendaya terjadi pada lansia karena kehilangan berat badan
fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada lanjut usia
merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Faktor
predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang,
kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot
menurun, penurunan produksi asam lambung.
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia
lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak
disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis
nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat
badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada pasien, kekurangan
nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan,
sehingga menurunkan nafsu makan pasien.

i. Impecunity
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi
kurang produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan
fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya
mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang
lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang
harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang
yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja,
membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun” . Selain masalah finansial,
pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun
berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.

j. Iartogenic
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri
yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang
ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat
tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah
sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati
sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga
terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati
juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana
sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa
metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek
toksik.

k. Insomnia ( Gangguan Tidur )


Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien
geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan
dan sulit mempetahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang lanjut usia di
komunitas mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh
tetap terjaga sepanjang malam, 19% mengeluh bangun terlalu pagi, dan
19% mengalami kesulitan untuk tertidur.

Faktor yang menyebabkan insomnia:

1) Perasaan sulit tidur, gangguan tidur primer, kesulitan


mempertahankan tidur nyenyak
2) Wajah kelihatan kusam
3) Dimensia, nyeri kronis (sesak napas pada penyakit paru
obstruktif kronis)
4) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata
5) Lemas, penyakit fisik (hipertiroid, arteritis)
6) Sulit berkonsentrasi, depresi, mudah cemas (gangguan
psikiatrik), gangguan memori dan mudah tersinggung
Selain itu beberapa juga dapat menyebabkan insomnia seperti
penyakit diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan
neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia dan jam tidur
yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.

l. Imuno-deficiency ( Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh )


Daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan fungsi
tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang. Walaupun
tidak selamanya hal ini di sebabkan oleh proses menua, tapi dapat pula
karena berbagai keadaan seperti penyakit menahun maupun penyakit akut
yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang,
demikian juga penggunaan berbagai obat, gizi yang kurang, penurunan
fungsi organ tubuh dan lain-lain.

Faktor yang menyebabkan immuno-defficiency :

1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri


2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi

m. Impotence
Ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut
disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf dan
pembuluh darah. 50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80
tahun mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-
obatan seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormon.
1) DE organik akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
(aterosklerosis atau fibrosis)
2) DE psikogenik merupakan penyebab utama pada gangguan
organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE
jenis ini yang berpotensi reversible potensial biasanya yang
disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah
perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam
hubungan seksual.

n. Irritable Bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif mudah terangsang)
sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/impaksi (sembelit).
Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan
pada otot polos usus besar, penyebab lainnya adalah gangguan syaraf
sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres,
fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda klasifikasi , kerjakanlah latihan berikut!

1) Lakukan pengamatan dan wawancara pada seorang lansia yang tinggal di


dekat tempat tinggal Saudara. Saudara dapat melakukan wawancara
kepada lansia maupun keluarganya terkait informasi yang saudara
butuhkan. Tentukan minimal 3 masalah yang dialami oleh lansia seperti
yang tertera pada teori diatas. Dari pengamatan dan wawancara yang
saudara lakukan, tuliskan data identitas lansia serta masalah yang
dialami pada kolom di bawah ini, meliputi:
1. Nama
2. Tempat, tanggal lahir
3. Jenis kelamin
4. Agama
5. Pekerjaan
6. Pendidikan
7. Gangguan area okupasi (menurut klasifikasi sindrom geriatri)

Saudara dapat melakukan pengamatan dan wawancara untuk latihan


ini secara berkelompok maksimal 2 orang. Hasil pengamatan dan wawancara
dituliskan secara individu pada lembar berikut.
RANGKUMAN
Klasifikasi Sindrom Geriatri perlu dilakukan untuk mengetahui
keadaan seseorang dengan lanjut usia. Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat
dijumpai beberapa masalah kesehatan yang sering dijumpai baik secara fisik
atau mental pasien lanjut usia yang terdiri dari Immobility (imobilisasi),
Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan
intelektual seperti demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin
dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi), Immuno-deficiency
(penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction
(konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan
iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and smell (gangguan
pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati dkk., 2006).

TES FORMATIF 2

1. Yang termasuk kedalam klasifikasi geriatric diantaranya, kecuali…..


a. Imobilisasi
b. Intellectual Impairment
c. Insomnia
d. Impotence
e. Dehidrasi

2. Kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya


inkontinensia urin fungsional disebut…..
a. Imobilisasi
b. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
c. Impotence
d. Insomnia
e. Isolation
3. Inkontinensia urin persistendiklasifikasikan menjadi 4 diantaranya, kecuali…..
a. Inkontinensia Urin Stress(Stress Inkontinence)
b. Inkontinensia Urin Urgensi (Urgency Inkontinence)
c. Inkoninensia Urin Agensi
d. Inkoninensia Urin Fungsional
e. Inkontinensia Urin Luapan/ Overflow ( Overflow Incontinence)
4. Penyebab utama depresi pada usia lanjut adalah……
a. Mendapatkan gelar di usia muda
b. Kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan
binatang peliharaan
c. Mengonsumsi obat untuk menjaga kesehatan lansia
d. Masalah financial
e. Menahan amarah dari masa lalu

5. Faktor-faktor insomnia pada pasien geriatric syndrome diantaranya, kecuali....


a. Perasaan sulit tidur
b. Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri
c. Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata
d. Sulit berkonsentrasi, depresi, mudah cemas (gangguan psikiatrik),
gangguan memori dan mudah tersinggung
e. Lemas, penyakit fisik (hipertiroid, arteritis)
Kegiatan Belajar 3

Etiologi dan Faktor Resiko


Kegiatan Belajar 4

Manifestasi Klinis

1. Imobilisasi
a) Kerusakan imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Keterbatasan menggerakkan sendi
3) Adanya kerusakan aktivitas
4) Penurunan ADL dibantu orang lain
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b) Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik
2) Kerusakan koordinasi
3) Keterbatasan rentang gerak
4) Penurunan kekuatan atau kontrol otot

2. Inkontinensia
1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan, dan
sebagainya.
2) Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari.

3. Demensia
1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
3) Gangguan kpribadian dan perilaku (mood swings)
4) Defisit neurologi dan fokal
5) Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi, dan kejang
6) Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waha, dan paranoid
7) Keterbatasan dalam ADL
8) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
9) Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
10) Lupa meletakkan barang penting
11) Sulit mandi, makan, berpakaian, dan toileting
12) Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk
13) Tidak dapat makan dan menelan
14) Inkontinensia urin
15) Menurunnya daya ingat yang terus terjadi
16) Gangguan orientasi waktu dan tempat
17) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar
18) Ekspresi yang berlebihan
19) Adanya perubahan perilaku, seperti acuh, menarik diri, dan gelisah

4. Konstipasi
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2) Mengejan keras saat BAB
3) Massa feses yang keras dan sulit keluar
4) Perasaan tidak tuntas saat BAB
5) Sakit pada daerah rectum saat BAB
6) Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
7) Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
8) Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

5. Depresi
1) Gangguan tidur
2) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri,
pandangan kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan
(meningkat atau menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun
atau bertambah).
3) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau
hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun,
tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah
(mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan gejala
biasanya lebih buruk di pagi hari.
4) Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia,
letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah,
frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan
sosial, kehilangan kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa
dilakukan, banyak memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif
terhadap diri sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.
6. Malnutrisi
1) Kelelahan dan kekurangan energi
2) Pusing
3) Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh
kesulitan untuk melawan infeksi)
4) Kulit yang kering dan bersisik
5) Gusi bengkak dan berdarah
6) Gigi yang membusuk
7) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8) Berat badan kurang
9) Pertumbuhan yang lambat
10) Kelemahan pada otot
11) Perut kembung
12) Tulang yang mudah patah
13) Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

7. Insomnia
1) Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
2) Wajah kelihatan kusam
3) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap di bawah mata
4) Lemas, mudah mengantuk
5) Resah dan mudah cemas
6) Sulit berkonsentrasi, depresi, ganggua memori, dan mudah tersinggung

8. Immune Deficeincy
1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandingkan bakteri
2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi

9. Impoten
1) Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan).
2) Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3) Ereksi hanya sesaat dalam referensi tidak disebutkan lamanya)
LATIHAN
RANGKUMAN
TES FORMATIF 4
Kegiatan Belajar 5

Pemeriksaan Diagnostik

Assessmen Geriatri komprehensif mencakup: kesehatan fisik, mental, status


fungsional, kegiatan sosial, dan lingkungan. Tujuan asesmen ialah mengetahui
kesehatan penderita secara holistic supaya dapat memberdayakan kemandirian
penderita selama mungkin dan mencegah disabilitas-handicap diwaktu mendatang.
Asesmen ini bersifat tidak sekedar multi-disiplin tetapi interdisiplin dengan
koordinasi serasi antar disiplin dan lintas pelayanan kesehatan (Forciea MA. 2004,
Darmojo BR, 2010).

A. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital.
- Pemeriksaan fisik tekanan darah, dilaksanakan dalam keadaan tidur,
duduk dan berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk
melihat kemungkinan terdapatnya hipotensi ortostatik
- Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem
ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa.Yang penting
adalah pemeriksaan secara sistem ini menghasilkan dapatan ada atau
tidaknya gangguan organ atau sistem.
- Pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis penilaian
sistem, yaitu :
1. Pemeriksaan susunan saraf pusat (Central Nervous System).
2. Pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut.
3. Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis.
4. Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan abdomen perlu
dilakukan dengan cermat.
5. Pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, gerakan dan kelainan
sendisendi perlu diperiksa :sendi panggul, lutut dan kolumna
vertebralis.
6. Pemeriksaan kulit-integumen, juga perlu dilakukan.

Pemeriksaan fisik perlu dilengkapi dengan beberapa uji fisik


seperti “get up and go” (jarak 3 meter dalam waktu kira-kira 20 detik),
mengambil benda di lantai, beberapa tes keseimbangan, kekuatan,
ketahanan, kelenturan, koordinasi gerakan. Bila dapat mengamati cara
berjalan (gait), adakah sikap atau gerakan terpaksa. Pemeriksaan organ-
sistem adalah melakukan pemeriksaan mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki secara sistematis (Kuswardhani, RAT. 2011).

2. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan keperluan penegakan
kepastian diagnosis, tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin.
a) X-foto thorax, EKG
b) Laboratorium :- DL,UL, FL
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau
diperlukan tindakan diagnostik atau terapi, dapat dilakukan konsultasi
(rujukan) kepada subbagian atau disiplin lain, atau pemeriksaan dengan
alat yang lebih spesifik : FNB, EKG, CT-Scan.
3. Pengkajian Imobilisasi
Dalam mengkaji imobilisasi, perlu dilakukan anamnesis menenai
riwayat penyakit sekarang, lamanya mengalami disabilitas, penyakit yang
dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi dan obat‐obatan yang dapat
menyebabkan imobilisasi. Keluhan nyeri, skrining depresi dan rasa takut
jatuh serta pengkajian lingkungan, termasuk kunjungan rumah bila perlu,
penting dilakukan. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa status
kardiopulmonal, pemeriksaan muskuloskeletal yang mendetil misalnya
kekuatan otot dan gerak sendi, pemeriksaan status neurologis dan juga
pemeriksaan kulit untuk identifikasi ulkus dekubitus. Status imobilisasi
pasien harus selalu dikaji secara terus‐menerus (Rizka, 2015).

B. Penatalaksanaan
1. Pengelolaan Inkontinensia Urin
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara
garis besar dapat dikerjakan sebagai berikut (Simposium “Geriatric
Syndromes: Revisited” 2011):
a) Program rehabilitasi, antara lain:
- Melatih perilaku berkemih.
- Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal).
- Melatih respons kandung kemih.
- Latihan otot-otot dasar panggul.
b) Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap
(indweling).
c) Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
d) Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan
atau keadaan patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-
lain.
e) Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung
untuk kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan
bahan-bahan penyerap khusus untuk mengurangi dampak
inkontinensia.
2. Jatuh
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau
mengeliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani
komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja
tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi,
rehabilitasi medik, psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang
terkait serta keluarga penderita.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap
kasus karena perbedaan faktor-faktor yang mengakibatkan jatuh. Lebih
banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktoralsehingga
diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi dan perbaikan
lingkungan. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah
terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian, penggunaan alat
bantu gerak dan sebagainya

3. Sleep Disturbance
Pengobatan
a) Perawatan Non-farmakologis
- Hilangkan faktor yang dicurigai: mengobati penyakit yang mendasari,
menghentikan atau mengubah obat, menghentikan alkohol, kafein atau
penggunaan nikotin.
- Perubahan Kebiasaan: mengembangkan rutinitas persiapan tidur,
gunakan kamar tidur untuk tidur saja, mengembangkan cerita tidur
untuk mempromosikan keadaan pikiran, mengurangi tidur siang hari,
dan mengembangkan latihan rutin sehari-hari.
b) Pengobatan farmakologis
- Hanya direkomendasikan untuk penggunaan jangka pendek pada
pasien yang lebih tua.
- Benzodiazepin dengan aksi pendek atau menengah seperti
Temazepam(7,5-15 mg), dengan jangka waktu maksimum dua mingg
uuntuk menghindari ketergantungan.
- Antihistamin dapat diterima untuk digunakan sesekali, namun cepat
kehilangan khasiat.
- anti-depresan, misalnya, Trazadone, adalah pilihan yang baik untuk
insomnia kronis

4. Delirium
Penggunaan benzodiazepin seharusnya dihindari, kecuali bila
sumber deliriumnya adalah reaksi putus zat alkohol atau sedatif atau
ketika agitasi yang berat tidak dapat dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal
ini disebabkan karena benzodiazepin dapat menyebabkan reaksi
berkebalikan yang memperburuk delirium. Reaksi berkebalikan yang
diakibatkan oleh benzodiazepin adalah sedasi yang berlebihan yang dapat
menyulitkan penilaian status kesadaran pasien itu sendiri (Andri, Charles
E. Damping, 2007).
Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang
sering dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol
digunakan karena profil efek sampingnya yang lebih disukai dan dapat
diberikan secara aman melalu jalur oral maupun parenteral. Dosis yang
biasa diberikan adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO) atau intra muscular
maupun intra vena (IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg tiap
satu jam sampai total kebutuhan sehari sebesar 10 mg terpenuhi. Setelah
pasien lebih baik kesadarannya atau sudah mampu menelan obat oral
maka haloperidol dapat diberikan per oral dengan dosis terbagi 2-3 kali
perhari sampai kondisi deliriumnya teratasi. Haloperidol intravena lebih
sedikit menyebabkan gejala ekstrapiramidal daripada penggunaan oral
(Andri, Charles E. Damping, 2007).

5. Infeksi
a) Gangguan Pendengaran
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi
pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing
aid). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan
bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading),
dan latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut
dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).
Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki
efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu
program rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada
penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara
individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan.
Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena
komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih,
maka keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian
tertentu dari terapi terbukti bermanfaat.
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan
komponen tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus
dibantu untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual
sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir.
Selama latihan pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara
dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan
yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada
lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio
sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
b) Depresi
Tata laksana depresi pada lansia dipengaruhi tingkat keparahan
dan kepribadian masing masing. Pada depresi ringan dan sedang,
psikoterapi merupakan tata laksana yang sering dilakukan dan
berhasil. Akan tetapi, pada kasus tertentu atau pada depresi berat,
psikoterapi saja tidak cukup, diperlukan farmakoterapi. Banyak orang
membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat terutama keluarga
dan teman, keikutsertaan dalam kegiatan kelompok, atau berkonsultasi
dengan tenaga profesional untuk mengatasi depresi. Selain itu,
mengatasi masalah terisolasi ketika memasuki usia lanjut merupakan
salah satu bagian penting dalam penyembuhan dan dapat mencegah
episode kekambuhan penyakit. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
aktif dalam kegiatan kelompok di lingkungan merupakan bagian
penting dalam kesehatan dan dapat meningkatkan kualitas hidup.
Selain farmakoterapi dengan obat antidepresan, psikoterapi
(talk therapy) memiliki peranan penting dalam mengobati berbagai
jenis depresi. Psikoterapi dilakukan oleh psikiater, psikolog terlatih,
pekerja sosial, atau konselor. Pendekatan psikoterapi dibagi dua, yaitu
cognitive-behavioral therapy (CBT) dan interpersonal therapy. CBT
terfokus pada cara baru berpikir untuk mengubah perilaku, terapis
membantu penderita mengubah pola negatif atau pola tidak produktif
yang mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal
therapy membantu penderita mengerti dan dapat menghadapi keadaan
dan hubungan sulit yang mungkin berperan menyebabkan depresi.

C. Imobilisasi
1. Non Farmakologis
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa terapi fisik
dan latihan jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah
baring total, perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat tidur
Selain itu, mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, berpindah dari
tempat tidur ke kursi dan latihan fungsional dapat dilakukan secara
bertahap.
2. Farmakologis
Tata laksana farmakologis yang dapat diberikan terutama
pencegahanterhadap terjadinya trombosis. Pemberian antikoagulan yaitu
Low dose heparin (LDH) dan low molecular weight heparin (LMWH)
merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri dengan
imobilisasi namun harus mempertimbangkan fungsi hati, ginjal dan
interaksi dengan obat lain.

D. Komplikasi
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem pernafasan
misalnya penurunan ventilasi, atelektasis dan pneumonia. komplikasi
endokrin dan ginjal, peningkatan diuresis, natriuresis dan pergeseran cairan
ekstraseluler, intoleransi glukosa, hiperkalsemia dan kehilangan kalsium, batu
ginjal serta keseimbangan nitrogen negatif . Komplikasi gastrointestinal yang
dapat timbul adalah anoreksia, konstipasi dan luka tekan (ulkus dekubitus).
Pada sistem saraf pusat, dapat terjadi deprivasi sensorik, gangguan
keseimbangan dan koordinasi (Rizka, 2015).
LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai pemeriksaan diagnostic,


kerjakanlah latihan berikut!

1) Seorang laki-laki inisial AM berusia 80 tahun tinggal sendiri di rumahnya di


Colomadu Karanganyar. Beliau mengahabiskan masa tua hanya seorang diri
di rumah. Pak AM memiliki 2 orang anak yang sudah berumah tangga dan
sesekali mengunjungi beliau 2 kali se-bulan. Pak AM cenderung menarik diri
dari lingkungan sosial karena malas. Belum lagi lingkungan sekitar rumah
beliau sangat ramai karena dekat dengan jalan raya. Beliau hanya
menghabiskan hari-hari dengan menonton televise. Beliau sangat senang saat
cucu dan anaknya datang mengunjunginya. Kondisi pak AM makin terpuruk
saat istrinya meninggal, namun untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dilayani oleh pembantu rumah tangga.
Berdasarkan ilustrasi diatas, tentukan sumber-sumber pemicu depresi pada
pak AM, berikan intervensi dengan pendekatan CBT untuk kasus diatas.
RANGKUMAN
Assessment geriatri perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan
seseorang dengan lanjut usia, berbagai pemeriksaan diagnostic bisa dilakukan
seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan, dan pengkajian imobilisasi.

Penatalaksanaan untuk inkontinensia urin bisa melalui program


rehabilitasi, katerisasi, obat-obatan, dan lain-lain. Untuk penderita jatuh, dapat
berupa eliminasi faktor resiko. Penatalaksanaan sleep disturbance dapat
berupa pengobatan farmakologi dan non farmakologi. Untuk delirium, bisa
menggunakan obat Haloperidol. Infeksi pada gangguan pendengaran dapat
dengan pemasangan alat bantu pendengaran dan depresi dapat menggunakan
pendekatan CBT.

TES FORMATIF 5
1. Yang termasuk pemeriksaan fisik dalam pemeriksaan diagnostik geriatric
yaitu, kecuali
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Pemeriksaan X-Foto Thorax
c. Pemeriksaan Kulit
d. Pemeriksaan panca indera
e. Pemeriksaan reflek
2. Pembuatan Sfingter artefsiil merupakan salah satu penatalaksanaan
a. Jatuh
b. Depresi
c. Gangguan menelan
d. Gangguan buang air kecil
e. Gangguan buang air besar
3. Pendekatan yang tepat di gunakan untuk penatalaksanaan depresi pada lansia,
yaitu :
a. NDT
b. CBT
c. SI
d. Rehabilitasi
e. PNF
4. Obat yang sering dipakai pada kasus delirium adalah
a. Trazadone
b. Haloperidol
c. Temazepam
d. Ibuprofen
e. Paracetamol
5. Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada system gastrointestinal,
kecuali
a. Anoreksia
b. Konstipasi
c. Hiperkalsemia
d. Luka tekan
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

Tes Formatif 1

Tes Formattif 2

1) E

2) B

3) C

4) B

5) B

Tes Formatif 3

Tes Formatif 4

Tes Formatif 5

1) B

2) D

3) B

4) B

5) C

DAFTAR PUSTAKA
AA, D. (2013). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sindrom Geriatri ( Imobilitas,
Instabilitas, Gangguan Intelektual, Inkontinensia, Infeksi, Malnutrisi, Gangguan
Pendengaran ) , 1-8. diakses pada tanggal 23 februari 2018

Legowo, G. (2016). Makalah Sindroma Geriatri. Sindroma Geriatri . diakses pada tanggal
23 februari 2018

Suryanto. 2008. Konsep Lansia. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/4/jtptunimus

gdl-s1-2008-suyantog2a-184-3-bab2.pdf diakses pada tanggal 23 februari


2018

Vina. 2015. LP Geriatric Syndrome. http://docslide.us/document/lp-geriatric


syndrome-vina.html diakses pada tanggal 23 februari 2018

Yulianti. (2015). GERONTOLOGY. GERIATRIC SYNDROME, 1.


http://docshare03.docshare.tips/files/26793/267934371.pdf. diakses pada
tanggal 23 februari 2018

Anda mungkin juga menyukai