SINDROMA GERIATRI
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN ........................................................................................................
MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.........................................................................
Penatalaksanaan............................................................................................
Imobilisasi.....................................................................................................
Komplikasi....................................................................................................
SINDROMA GERIATRI
PENDAHULUAN
Agar anda dapat mencapai hasil belajar yang optimum, ikutilah semua petunju
dalam bab ini dengan cermat. Baca semua uraian materi ini secara berulang,
aplikasikan contoh yang ada ke dalam situasi lain, erjakan latihan dengan sungguh-
sungguh, dan baca rangkuman sebelum mengerjakan tes formatif!
Jika anda melakukan disiplin yang tinggi dalam belajar, anda pasti berhasil
dan secara berangsur-angsur akan menjadi mahasiswa yang mampu mandiri dalam
belajar.
Kegiatan Belajar 1
LATIHAN
Anda da[at melakuan wawancara dan pengamatan untuk latihan ini secara
berkelompok maksimal 2 orang. Hasil pengamatan dan wawancara dituliskan secara
individu dan dituliskan pada lembar berikut.
RANGKUMAN
TES FORMATIF 1
Kegiatan Belajar 2
a. Immobility ( Imobilisasi )
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama
3 hari atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang
akibat perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis,
dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa
informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang
menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi kemampuan
mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi masalah
iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi (Kane et al., 2008).
e. Infection ( Infeksi )
Infeksi berkaitan dengan penurunan fungsi sistem imun pada
usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih,
pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena
infeksi.
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan
dan kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini
terjadi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit komorbid
kronik yang cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap
infeksi, menurunnya daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang
mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama
pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya
temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut,
30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan
suhu badan, malah suhu badan dibawah 36°C lebih sering dijumpai.
Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-
tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering
terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).
g. Isolation
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia
lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak,
bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri
dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi.
Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan
menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi.
Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang
berkepajangan. (Salenon, 2000)
h. Inanition
Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer terjadi sebab dietnya
mutlak salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersyarat. Kelemahan
nutrisi panda hendaya terjadi pada lansia karena kehilangan berat badan
fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada lanjut usia
merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Faktor
predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang,
kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot
menurun, penurunan produksi asam lambung.
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia
lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak
disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis
nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat
badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada pasien, kekurangan
nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan,
sehingga menurunkan nafsu makan pasien.
i. Impecunity
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi
kurang produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan
fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya
mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang
lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang
harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang
yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja,
membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun” . Selain masalah finansial,
pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun
berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.
j. Iartogenic
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri
yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang
ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat
tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah
sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati
sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga
terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati
juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana
sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa
metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek
toksik.
m. Impotence
Ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut
disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf dan
pembuluh darah. 50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80
tahun mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-
obatan seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormon.
1) DE organik akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
(aterosklerosis atau fibrosis)
2) DE psikogenik merupakan penyebab utama pada gangguan
organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE
jenis ini yang berpotensi reversible potensial biasanya yang
disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah
perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam
hubungan seksual.
n. Irritable Bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif mudah terangsang)
sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/impaksi (sembelit).
Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan
pada otot polos usus besar, penyebab lainnya adalah gangguan syaraf
sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres,
fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf.
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda klasifikasi , kerjakanlah latihan berikut!
TES FORMATIF 2
Manifestasi Klinis
1. Imobilisasi
a) Kerusakan imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Keterbatasan menggerakkan sendi
3) Adanya kerusakan aktivitas
4) Penurunan ADL dibantu orang lain
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b) Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik
2) Kerusakan koordinasi
3) Keterbatasan rentang gerak
4) Penurunan kekuatan atau kontrol otot
2. Inkontinensia
1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan, dan
sebagainya.
2) Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari.
3. Demensia
1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
3) Gangguan kpribadian dan perilaku (mood swings)
4) Defisit neurologi dan fokal
5) Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi, dan kejang
6) Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waha, dan paranoid
7) Keterbatasan dalam ADL
8) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
9) Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
10) Lupa meletakkan barang penting
11) Sulit mandi, makan, berpakaian, dan toileting
12) Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk
13) Tidak dapat makan dan menelan
14) Inkontinensia urin
15) Menurunnya daya ingat yang terus terjadi
16) Gangguan orientasi waktu dan tempat
17) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar
18) Ekspresi yang berlebihan
19) Adanya perubahan perilaku, seperti acuh, menarik diri, dan gelisah
4. Konstipasi
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2) Mengejan keras saat BAB
3) Massa feses yang keras dan sulit keluar
4) Perasaan tidak tuntas saat BAB
5) Sakit pada daerah rectum saat BAB
6) Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
7) Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
8) Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB
5. Depresi
1) Gangguan tidur
2) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri,
pandangan kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan
(meningkat atau menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun
atau bertambah).
3) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau
hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun,
tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah
(mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan gejala
biasanya lebih buruk di pagi hari.
4) Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia,
letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah,
frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan
sosial, kehilangan kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa
dilakukan, banyak memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif
terhadap diri sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.
6. Malnutrisi
1) Kelelahan dan kekurangan energi
2) Pusing
3) Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh
kesulitan untuk melawan infeksi)
4) Kulit yang kering dan bersisik
5) Gusi bengkak dan berdarah
6) Gigi yang membusuk
7) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8) Berat badan kurang
9) Pertumbuhan yang lambat
10) Kelemahan pada otot
11) Perut kembung
12) Tulang yang mudah patah
13) Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
7. Insomnia
1) Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
2) Wajah kelihatan kusam
3) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap di bawah mata
4) Lemas, mudah mengantuk
5) Resah dan mudah cemas
6) Sulit berkonsentrasi, depresi, ganggua memori, dan mudah tersinggung
8. Immune Deficeincy
1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandingkan bakteri
2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
9. Impoten
1) Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan).
2) Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3) Ereksi hanya sesaat dalam referensi tidak disebutkan lamanya)
LATIHAN
RANGKUMAN
TES FORMATIF 4
Kegiatan Belajar 5
Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital.
- Pemeriksaan fisik tekanan darah, dilaksanakan dalam keadaan tidur,
duduk dan berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk
melihat kemungkinan terdapatnya hipotensi ortostatik
- Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem
ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa.Yang penting
adalah pemeriksaan secara sistem ini menghasilkan dapatan ada atau
tidaknya gangguan organ atau sistem.
- Pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis penilaian
sistem, yaitu :
1. Pemeriksaan susunan saraf pusat (Central Nervous System).
2. Pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut.
3. Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis.
4. Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan abdomen perlu
dilakukan dengan cermat.
5. Pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, gerakan dan kelainan
sendisendi perlu diperiksa :sendi panggul, lutut dan kolumna
vertebralis.
6. Pemeriksaan kulit-integumen, juga perlu dilakukan.
2. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan keperluan penegakan
kepastian diagnosis, tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin.
a) X-foto thorax, EKG
b) Laboratorium :- DL,UL, FL
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau
diperlukan tindakan diagnostik atau terapi, dapat dilakukan konsultasi
(rujukan) kepada subbagian atau disiplin lain, atau pemeriksaan dengan
alat yang lebih spesifik : FNB, EKG, CT-Scan.
3. Pengkajian Imobilisasi
Dalam mengkaji imobilisasi, perlu dilakukan anamnesis menenai
riwayat penyakit sekarang, lamanya mengalami disabilitas, penyakit yang
dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi dan obat‐obatan yang dapat
menyebabkan imobilisasi. Keluhan nyeri, skrining depresi dan rasa takut
jatuh serta pengkajian lingkungan, termasuk kunjungan rumah bila perlu,
penting dilakukan. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa status
kardiopulmonal, pemeriksaan muskuloskeletal yang mendetil misalnya
kekuatan otot dan gerak sendi, pemeriksaan status neurologis dan juga
pemeriksaan kulit untuk identifikasi ulkus dekubitus. Status imobilisasi
pasien harus selalu dikaji secara terus‐menerus (Rizka, 2015).
B. Penatalaksanaan
1. Pengelolaan Inkontinensia Urin
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara
garis besar dapat dikerjakan sebagai berikut (Simposium “Geriatric
Syndromes: Revisited” 2011):
a) Program rehabilitasi, antara lain:
- Melatih perilaku berkemih.
- Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal).
- Melatih respons kandung kemih.
- Latihan otot-otot dasar panggul.
b) Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap
(indweling).
c) Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
d) Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan
atau keadaan patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-
lain.
e) Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung
untuk kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan
bahan-bahan penyerap khusus untuk mengurangi dampak
inkontinensia.
2. Jatuh
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau
mengeliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani
komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja
tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi,
rehabilitasi medik, psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang
terkait serta keluarga penderita.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap
kasus karena perbedaan faktor-faktor yang mengakibatkan jatuh. Lebih
banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktoralsehingga
diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi dan perbaikan
lingkungan. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah
terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian, penggunaan alat
bantu gerak dan sebagainya
3. Sleep Disturbance
Pengobatan
a) Perawatan Non-farmakologis
- Hilangkan faktor yang dicurigai: mengobati penyakit yang mendasari,
menghentikan atau mengubah obat, menghentikan alkohol, kafein atau
penggunaan nikotin.
- Perubahan Kebiasaan: mengembangkan rutinitas persiapan tidur,
gunakan kamar tidur untuk tidur saja, mengembangkan cerita tidur
untuk mempromosikan keadaan pikiran, mengurangi tidur siang hari,
dan mengembangkan latihan rutin sehari-hari.
b) Pengobatan farmakologis
- Hanya direkomendasikan untuk penggunaan jangka pendek pada
pasien yang lebih tua.
- Benzodiazepin dengan aksi pendek atau menengah seperti
Temazepam(7,5-15 mg), dengan jangka waktu maksimum dua mingg
uuntuk menghindari ketergantungan.
- Antihistamin dapat diterima untuk digunakan sesekali, namun cepat
kehilangan khasiat.
- anti-depresan, misalnya, Trazadone, adalah pilihan yang baik untuk
insomnia kronis
4. Delirium
Penggunaan benzodiazepin seharusnya dihindari, kecuali bila
sumber deliriumnya adalah reaksi putus zat alkohol atau sedatif atau
ketika agitasi yang berat tidak dapat dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal
ini disebabkan karena benzodiazepin dapat menyebabkan reaksi
berkebalikan yang memperburuk delirium. Reaksi berkebalikan yang
diakibatkan oleh benzodiazepin adalah sedasi yang berlebihan yang dapat
menyulitkan penilaian status kesadaran pasien itu sendiri (Andri, Charles
E. Damping, 2007).
Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang
sering dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol
digunakan karena profil efek sampingnya yang lebih disukai dan dapat
diberikan secara aman melalu jalur oral maupun parenteral. Dosis yang
biasa diberikan adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO) atau intra muscular
maupun intra vena (IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg tiap
satu jam sampai total kebutuhan sehari sebesar 10 mg terpenuhi. Setelah
pasien lebih baik kesadarannya atau sudah mampu menelan obat oral
maka haloperidol dapat diberikan per oral dengan dosis terbagi 2-3 kali
perhari sampai kondisi deliriumnya teratasi. Haloperidol intravena lebih
sedikit menyebabkan gejala ekstrapiramidal daripada penggunaan oral
(Andri, Charles E. Damping, 2007).
5. Infeksi
a) Gangguan Pendengaran
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi
pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing
aid). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan
bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading),
dan latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut
dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).
Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki
efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu
program rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada
penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara
individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan.
Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena
komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih,
maka keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian
tertentu dari terapi terbukti bermanfaat.
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan
komponen tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus
dibantu untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual
sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir.
Selama latihan pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara
dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan
yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada
lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio
sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
b) Depresi
Tata laksana depresi pada lansia dipengaruhi tingkat keparahan
dan kepribadian masing masing. Pada depresi ringan dan sedang,
psikoterapi merupakan tata laksana yang sering dilakukan dan
berhasil. Akan tetapi, pada kasus tertentu atau pada depresi berat,
psikoterapi saja tidak cukup, diperlukan farmakoterapi. Banyak orang
membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat terutama keluarga
dan teman, keikutsertaan dalam kegiatan kelompok, atau berkonsultasi
dengan tenaga profesional untuk mengatasi depresi. Selain itu,
mengatasi masalah terisolasi ketika memasuki usia lanjut merupakan
salah satu bagian penting dalam penyembuhan dan dapat mencegah
episode kekambuhan penyakit. Banyak penelitian menunjukkan bahwa
aktif dalam kegiatan kelompok di lingkungan merupakan bagian
penting dalam kesehatan dan dapat meningkatkan kualitas hidup.
Selain farmakoterapi dengan obat antidepresan, psikoterapi
(talk therapy) memiliki peranan penting dalam mengobati berbagai
jenis depresi. Psikoterapi dilakukan oleh psikiater, psikolog terlatih,
pekerja sosial, atau konselor. Pendekatan psikoterapi dibagi dua, yaitu
cognitive-behavioral therapy (CBT) dan interpersonal therapy. CBT
terfokus pada cara baru berpikir untuk mengubah perilaku, terapis
membantu penderita mengubah pola negatif atau pola tidak produktif
yang mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal
therapy membantu penderita mengerti dan dapat menghadapi keadaan
dan hubungan sulit yang mungkin berperan menyebabkan depresi.
C. Imobilisasi
1. Non Farmakologis
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa terapi fisik
dan latihan jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah
baring total, perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat tidur
Selain itu, mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, berpindah dari
tempat tidur ke kursi dan latihan fungsional dapat dilakukan secara
bertahap.
2. Farmakologis
Tata laksana farmakologis yang dapat diberikan terutama
pencegahanterhadap terjadinya trombosis. Pemberian antikoagulan yaitu
Low dose heparin (LDH) dan low molecular weight heparin (LMWH)
merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri dengan
imobilisasi namun harus mempertimbangkan fungsi hati, ginjal dan
interaksi dengan obat lain.
D. Komplikasi
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem pernafasan
misalnya penurunan ventilasi, atelektasis dan pneumonia. komplikasi
endokrin dan ginjal, peningkatan diuresis, natriuresis dan pergeseran cairan
ekstraseluler, intoleransi glukosa, hiperkalsemia dan kehilangan kalsium, batu
ginjal serta keseimbangan nitrogen negatif . Komplikasi gastrointestinal yang
dapat timbul adalah anoreksia, konstipasi dan luka tekan (ulkus dekubitus).
Pada sistem saraf pusat, dapat terjadi deprivasi sensorik, gangguan
keseimbangan dan koordinasi (Rizka, 2015).
LATIHAN
TES FORMATIF 5
1. Yang termasuk pemeriksaan fisik dalam pemeriksaan diagnostik geriatric
yaitu, kecuali
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Pemeriksaan X-Foto Thorax
c. Pemeriksaan Kulit
d. Pemeriksaan panca indera
e. Pemeriksaan reflek
2. Pembuatan Sfingter artefsiil merupakan salah satu penatalaksanaan
a. Jatuh
b. Depresi
c. Gangguan menelan
d. Gangguan buang air kecil
e. Gangguan buang air besar
3. Pendekatan yang tepat di gunakan untuk penatalaksanaan depresi pada lansia,
yaitu :
a. NDT
b. CBT
c. SI
d. Rehabilitasi
e. PNF
4. Obat yang sering dipakai pada kasus delirium adalah
a. Trazadone
b. Haloperidol
c. Temazepam
d. Ibuprofen
e. Paracetamol
5. Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada system gastrointestinal,
kecuali
a. Anoreksia
b. Konstipasi
c. Hiperkalsemia
d. Luka tekan
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
Tes Formatif 1
Tes Formattif 2
1) E
2) B
3) C
4) B
5) B
Tes Formatif 3
Tes Formatif 4
Tes Formatif 5
1) B
2) D
3) B
4) B
5) C
DAFTAR PUSTAKA
AA, D. (2013). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Sindrom Geriatri ( Imobilitas,
Instabilitas, Gangguan Intelektual, Inkontinensia, Infeksi, Malnutrisi, Gangguan
Pendengaran ) , 1-8. diakses pada tanggal 23 februari 2018
Legowo, G. (2016). Makalah Sindroma Geriatri. Sindroma Geriatri . diakses pada tanggal
23 februari 2018