Anda di halaman 1dari 5

Latar belakang

Gedung Chuo Sangi In di Jakarta yang digunakan sebagai gedung Volksraad pada
tahun 1925.

Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara


pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia
dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPK, yang kemudian menjadi BPUPKI,
dengan tambahan "Indonesia").

Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya
selesai tanggal 1 Juni 1945).Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan
pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara.
Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta
yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung
tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: "Perwakilan Rakyat").

Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung
Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara
Indonesia merdeka, yang dinamakannya "Pancasila". Pidato yang tidak dipersiapkan
secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota
Dokuritsu Junbi Cosakai.

Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan


dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno
tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta,
Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim,
Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk
merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang
diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut
sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Seltelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil
penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam
Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah
sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh
BPUPKI. [1]

Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali
terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat
menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi Lahirnya Pancasila.

Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh Lahirnya Pancasila ini, akan
ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang
menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu
Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang
telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan
yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat
merdeka, tak mungkin dikekang-kekang! Selama Fascisme Jepang berkuasa dinegeri
kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu
dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya.
Mudah-mudahan Lahirnya Pancasila ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan
bangsa kita seluruhnya dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan
Kemerdekaan Negara.
Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei 1 Juni
1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai
bahan-bahan konstitusi dan rancangan blue print Negara Republik Indonesia yang
akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan
usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun
secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan Pidato

Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu[1]:

Peri Kebangsaan
Peri Kemanusiaan
Peri ke-Tuhanan
Peri Kerakyatan
Kesejahteraan Rakyat

Rumusan Tertulis

Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai
rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh
Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang
dipresentasikan secara lisan, yaitu[2]:

Ketuhanan Yang Maha Esa


Kebangsaan Persatuan Indonesia
Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan II: Soekarno, Ir.

Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar
negara, di antaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945
yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa
indonesia ada yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya
menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu
melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan
satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
Pancasila (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran
seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh
karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila[4].
Rumusan Pancasila [5]

Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
Mufakat,-atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
Ketuhanan

Rumusan Trisila [6]

Sosio-nasionalisme
Sosio-demokratis
ke-Tuhanan

Rumusan Ekasila [7]

Gotong-Royong

Rumusan III: Piagam Jakarta

Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota


BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2
Juni 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang
bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang
telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan
dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan
membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia
Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan
Agama.

Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan
Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler di mana negara sama sekali
tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan
yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen
Rancangan Pembukaan Hukum Dasar. Dokumen ini pula yang disebut Piagam
Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar
negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan
kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan
rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".
Rumusan kalimat [8]

dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at


Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mr Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam pidatonya


menyampaikan usulan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut :
1. Paham Negara Kesatuan

2. Perhubungan Negara dengan Agama

3. Sistem Badan Permusyawaratan

4. Sosialisasi Negara

5. Hubungan antar Bangsa

Anda mungkin juga menyukai