Anda di halaman 1dari 12

Keterampilan terapis (Tiwi)

Dalam sub-tema keterampilan terapis, semua partisipan mengungkapkan beberapa cara


mereka dalam mempertimbangkan Clinical Reasoning sebelum melakukan penanganan
terhadap klien yaitu dengan bertanya langsung kepada pasien, konsultasi kepada ahli yang
lain, menanyakan pertanyaan yang sesuai etika, menyesuaikan penanganan dengan kondisi
pasien, melihat pekerjaan klien sebelum sakit dan aktivitas keseharian pasien, dan
keterampilan dalam pengaplikasian beberapa kerangka acuan dalam kasus ortopedi. Salah
satu partisipan mengatakan:
“Untuk skala prioritas.. hmm. . kita tanya ke pasienya..pasienya pinginya seperti apa
yasudah misalnya tadi “ini loh mbk kalo mandi gak bisa gosok ketiak” berarti prioritas
masalahnya ke arah situ.. ehh terus “saya itu pengenya bisa nulis” jadi kita ke arah
menulis.. tapi, kita lihat dulu kelemahan gerak.. kalo.. apa namanya.. tapi bahunya
belum bisa digerakan..ya berarti kan kita melatih bahunya dulu..melatih elbownya
dulu..baru nanti tanganya. Laa..tanganya juga arahnya elevasi seperti itu ya kita juga
jelaskan...”
Untuk Clinical Reasoning yang berkaitan dengan eksekusi penanganan, semua
partisipan menggunakan kerangka acuan biomekanik sebagai acuan. Keterampilan partisipan
dalam menggunakan kerangka acuan biomekanik sangat berpengaruh dalam penanganan
terhadap pasien seperti keterampilan dalam melihat gerakan apa saja yang diperlukan,
pertimbangan akan pemberian aktifitas sebelum tulang tersambung, penyesuaian tugas,
penyesuaian media terapi, penggunaan metode seperti bilateral activity, modifikasi aktifitas,
modifikasi lingkungan, dan pemberian aktvitas yang bergradasi.
“dalam menentukan aktivitas terapeutik ..jadi gini.., setelah kita tau kondisinya ya, kita
tau kondisiya , kita tau apa namanya, ya sudah tau kerangka yang akan digunakan,
aktivitas yang akan kita gunakan ya aktivitas yang memacu untuk bisa meningkat.
Sesuai dengan kondisinya tadi. Misalkan teruhlah, kasus kasus misalkan gini, kasus
kasus plexus bracialis. Kasus plexus bracialis kita lihat dulu, selama dia tidak terjadi
subluksasi, its okay. Kita bisa pakenya bilateral activity. Jadi ya beda beda. Jadi kita
lihat. Aktivitas terapi ini kita sesuaikan dengan kondisi pasien lagi.”

Factor pengetahuan terapis (Lisa)


1. Pemilihan instrument yang tepat
“Kalau Instrument pemeriksaan yang berkaitan dengan fraktur, kaitannya dengan LGS, KO,
dan fungsinya, fungsi dari si pasien itu tadi”
“: Kalo instrumen..Kita di rumah sakit ini tidak pake instrumen pemeriksaan”
“untuk instrumen yang tepat atau tidaknya, ya.. kita observasi dulu pasiennya terus setelah
observasi kita kan menemukan masalahnya, dan kita menggunakan instrumen sesuai dengan
kondisi pasien, istrumen yang tepat ya sesuai dengan kebutuhan pasien, ya cuman di RSUD
Kudus instrumen ya tidak update lagi”
“instrument kalau saya gak harus kalau mahasiswa kan harus terstandar.”
“pemilihan instrument yang tepat. Jadi ya seorang terapis nek instrument tinggal
kondisinya. Tinggal menyesuaikan kondisi si pasien”
2. Aktivitas lebih kearah adjunctive dan enabling
“.. mau meningkatkan untuk lingkup gerak sendi dan juga kekuatan ototnya ya... kita
sesuaikan gerakkanya.. misal ya kalo di rumah sakit kayak gini kan untuk lebih ke aktifitas
langsung kan sulit.. jadi kita lebih memilih kalo gak enabling adjunct nahh paling ke arah
situ..nah”

3. Langsung ke aktivitas fungsional


“Missal pasien fraktur harus periksa lgs ko nya. Kita nggak kita langsung ke fungsional belum
bisa apa gitu sama sensorinya.”

Pengambilan Keputusan Terapis (Asri)


AXIAL CODING TRANSKRIP
 kalo untuk pasien ortopedi
alhamdulillah selama ini gak ada
kesulitan. Selama kita tau kondisinya
ya..misalnya pasien sudah berapa
minggu post oprasi
 kan sudah melewati assessment, jadi
skala prioritasnya ya udah sesuai
dengan kondisi pasien, skala
prioritasnya berbeda tergantung
1. Menyesuaikan kondisi pasien dengan kondisinya
 aku nek pakai keranga acuan banyak
lho mbak, ga bisa nek pakai satu tok
(ketawa), jadi Kerangka acuan yaa
tergantung kondisi pasien
 kita observasi dulu pasiennya terus
setelah observasi kita kan
menemukan masalahnya, dan kita
menggunakan instrumen sesuai
dengan kondisi pasien,
 Ee kita lihat kemampuan si pasien
dulu sebatas apa pasien itu
2. To the point dalam membuat skala mampunya jadi, jadi maksudnya
prioritas gini, kita tidak muluk muluk ya,
tidak muluk muluk. Kita lihat
kondisi si pasien terus kemudian
berapa lama dia sudah sakitnya
 Kalo untuk pemilihan aktifitas..
3. Melihat tujuan alhamdulillah gaada sih..ee..
apanamanya.. kita sesuaikan dengan
modalitas yang kita punya.. jadi
media media yang kita punya.. juga
tujuanya nanti apa
 Frame of reference pada fraktur atau
yang kaitannya dengan ortopedi
4. Lebih ke peningkatan gerakan lebih memakai biomekanik karena
berkaitan dengan LGS, peningkatan
KO, daya tahan, dengan peningkatan
beban
 ... kita sesuaikan gerakkanya.. misal ya
kalo di rumah sakit kayak gini kan untuk
lebih ke aktifitas langsung kan sulit..
 Kita nggak kita langsung ke
5. Tidak ke aktifitas langsung fungsional
 untuk meningkatkan kan lgs ko
endurance tapi kan pelaksanaannya
gak langsung ke aktiitasnya yang
sama-sama prinsipnya untuk itu

 Kalo instrumen..Kita di rumah sakit


ini tidak pake instrumen
pemeriksaan.. jadi kita cuman ini dek
.. apa namanya.. soalnya untuk
pengajuan instrumen juga..kita di
6. Tidak menggunakan instrumen
pemeriksaan Indonesia kan belum ter-standar to
pemeriksaanya..
 instrument kalau saya gak harus
kalau mahasiswa kan harus
terstandar. Missal pasien fraktur
harus periksa lgs ko nya
 .. soalnya kalo OT kan kita juga gak perlu
toh kekuatan otot sampe lima..itukan
7. TIdak perlu sampai kekuatan otot 5 gak perlu.. jadi yoo.. secukupnya..
dengan otot 4 dia udah mampu

 Jadi gak harus.. yang penting di bisa itu
aja. Jadi ototnya gak perlu ditingkatkan
8. Kekuatan otot tidak perlu sampai full full atau mungkin untuk gerak
dan gerak sendi tidak harus full ROM
sendinya..harus full ROM gitu gak
harus..

 Sekarang malah sudah bisa gini” jadi
9. Evaluasi tidak harus menggunakan form tujuan yang akan kita capai berarti
pemeriksaan
tercapai..seperti itu. Gak harus pake
form pemeriksaan..gitu gak ada..(59)
10. Lebih kearah adjunct dan enabling  jadi kita lebih memilih kalo gak enabling
adjunct nahh paling ke arah situ
 purposefull itu juga masih tidak begitu
kelihatan juga..yaa jadi..apa
namanya..paling paling kalo dia yang
11. Purposeful tidak begitu keliatan
biasa misalnya kalo pasien... perempuan
misalnya “bu coba jilbabnya bisa dilepas
terus dipasang lagi” misalnya sebatas itu
aja
12. Melihat produktifitas

 Daripada hanya mengikuti mengikuti
trend nya saja misalnya,
ooo..sekarangng pakai nya aquatic
13. Menggunakan kerangka acuan yang dan sebagainya tapi tidak tepat
sudah lama dan tepat sasaran alangkah baiknya
menggunakan kerangka acauan yang
sudah termakan usia atau sudah lama
tapi tepat dan tidak mementikan
frame of reference yang sedang trend
 kerangka acauannya apa nanti kita
kasih aktivitas yang seperti
14. Pemberian aktivitas harus singkron bagaimana(tidak dijelaskan), harus
dengan kerangka acuan sinkron apabila tidak sinkron
akhirnya kerangka acuan ya percuma
kalau aktivitasnya tidak seseai
dengan kerangka acuannya
15. Melihat kembali hasil assesment

Pemahaman akan proses Okupasi Terapi (Niken)


1. terapis kesulitan mementukan kerangka acuan
“kesulitannya apa ya? Heheheh. Jadi terkadang gini, kesulitan kita ini, seorang
terapis juga mengalami kesulitan dalam menetukan kerangka acuan. Misalkan gini,
kita mau menggunakan teori pnf. Katakanlah seperti itu. Terkdang, kita itu belum
paham bener akan teoripnf. Kalo bobath, biomekanik, mungkin gak begitu. Tapi
kalo pnf sendiri, sejauh mana kita jugak susah......
2. personal sense terapis

3. menentukan evaluasi kemajuan


a. “Evaluasi otomatis adalah ukuran untuk kemajuan pasien. Yang pertama
dari LGS menggunakan goniometer berapa derajat setelah dilatih, evaluasi
berubah menjadi berapa derajat. Biasanya lebih Dari dua minggu baru diukur
lagi aktivitas tersebut. Bisa juga dengan cara fungsi, jadi evaluasi dari fungsi.
Yang sebelumnya belum bisa membuka menutup pintu sekarang jadi sudah
bisa.”
b. :”Evaluasi kemauan klien ya kita liat ya kita observasi dari gerakan nya juga kita
interiew misalnya pasien pengen makan kalau suda kira-kira 6 kali kita liat
bagaimana gerakannya berantakan atau tidak makannnya

4. Penjelasan kepada pasien tentang kemajuan pasien


a. ...”untuk di unit OT seringkali melihat perkembangan dari rekam medis pasien
miliki kemudian menjelaskan pada klien apa saja keemajuan dan perkembangan
dari awal sampai beberapa kali melakukan terapi
5. Terapis memilih instrumen untuk lgs, ko, fungsional
a. ”Pemilihan instrument… Kalau Instrument pemeriksaan yang berkaitan
dengan fraktur, kaitannya dengan LGS, KO, dan fungsinya, fungsi dari si
pasien itu tadi. LGS, KO, dan fungsional
6. Menentukan prioritas masalah yang tepat untuk klien
a. “untuk menetukan prioritas masalah...ya balik lagi tujuan dari orang tua
seperti apa, permasalahannya bagaimana kita mengedepankan tujuan
orang tua terlebih dahulu dengan cara interview dengan keluarga pasien
kemudian kita sama-sama menentukan prioritas masalah yang tepat untuk
klien. Clien-centered tapi kita tetap harus punya pedoman untuk menetukan
prioritas masalah dengan cara melihatasetdan limitasi pasien tidak hanya
muluk-muluk ke klien centered nya saja tapi juga memikirkan, setidaknya
apakah berhasil dan tidaknya prioritas masalah yang kita ambil itu, apakah
penting untuk pasien untuk kemajuan pasien atau malah akhirnya hanya
sekedar muluk-muluk saja prioritas masalah itu.”
b. “Melihat dari hasil observasi , interview, pemeriksaan KO & LGS, pemeriksaan –
pemeriksaan yang telah dilakukan , kemudian terapis melihat apa saja kekuranga
pada kegiatan ADL klien, melihat asset & limitasi klien untuk meningkatkan
limitasi klien dengan menggunakan asset yang dimiliki klien. Jika pasien
mengarapkan tujuan yang tidak sesuai dengan asset yang dimiliki pasien maka
terapis akan menjelaskan tahapan yang sesuai untuk klien.”

7. Energi conservation

8. Homeprogram
a. ....” Kita tdak full dengan si pasien. paling kita home program.entah itu
dijalankan atau tidak itu ya terserah. Sing penting kita kasih tau.”
b. ...”Terapis memberikan home program yang sama dengan apa yang dilakukan di
saat proses terapi agar mendapatkan tujuan yang ingin dicapai.”
9. Trunk Control
a. ...”Kita kuatkan dulu trunk kontrolnya, kita kuatkan dulu abdomennya,
baru dia bisa duduk. Kan tidak semata gak bisa duduk kita latih duduk kan
enggak, ya sama dengan kayak kasus paresis tadi.
10. Meningkatkan KO, lgs
a. “Frame of reference pada fraktur atau yang kaitannya dengan ortopedi lebih
memakai biomekanik karena berkaitan dengan LGS, peningkatan KO, daya
tahan, dengan peningkatan beban, dan pemberian aktivitas terseleksi.”

11. Menggunakan Alat Bantu


a. ...”Jadi kita banyak pasen yang misalke udah mentok kayak (diplobia) nah
di plobianya ini karna apa dulu. Kalo bisa dipakein dikasih dikasih
kacamata bisa membantu ya sudah ngapain diterapi. Ya kan ada alat bantu
khusus. Ya masa mau dipaksakan untuk terapi kan gak mungkin ya harus
pake kacamata. Ya kita konsultasi sama dokter biasanya”....

12. Evaluasi berkala setelah beberapa kali intervensi


a. “jadi gini , kalo disini, kalo dirumah sakit ini, evaluasinya setiap 4 kali
terapi dia dating ke dokter. Jadi mau dia dating mau enggak evaluasinya
disitu. Jadi setiap 4 kali terapi, pasien ini di evaluasi ulang dokter. Kita
jugak ada apa, ee oret oretannya gitu lah ada planningnya disitu, kalo
belum ya esti dilanjutkan. Jadi evaluasinya setiap 6 kali apa gak 4 Kli
terapi. Jadi gini dok, ini setelah 4 kali terapi dia ada kemajuan, katakanlah
assessment ulang. Apakah perlu pengecualian atau tidak....

13. Melakukan assesment ulang


a. ...”Jadi gini dok, ini setelah 4 kali terapi dia ada kemajuan, katakanlah
assessment ulang. Apakah perlu pengecualian atau tidak. Misalkan untuk
kasus kasus hiperaktif sudah 6 kali terapi tidak ada kemajuan sama sekali
tidak ada penurunan, dai mungkin kita konsul kedokter dia tidak ada
kemajuan, kita bisa lari ke dokter rujuk anak, dikasihlah dia penanganan
hiperaktif atau tidak.
14. Edukasi dengan pasien dan keluarga
a. ” Memberikan edukasi kepada keluarga untuk kasus pediatri (cp) adalah simulasi
untuk aktivitas sehari-hari secara mandiri. kalau untuk kondisi yang lain seperti
paraplegi atau tetra, brachialis plexus injury kemungkinan bisa untuk analisa
persiapan kerja jadi pengalihan. kalau misalnya dia kerjanya banyak
mobilitasnya seperti bermotor, jalan sehingga kalau dia menggunakan kursi roda
tidak bisa jadi harus di desain sesuai dengan kondisinya dia. contoh : kalau
mobilitas nya sering bermotor di desain menjadi roda 3 karena lebih aman tidak
menggunakan peralihan perpindahan gigi, jadi semuanya yang mengoperasikan
motornya ada di tangan (motor matic). kalau misalnya dahulu bekerjanya di
lapangan seperti mekanik kita alihkan untuk di administrasi.

15. Pengambilan data harus sesuasi rekamedis


a. ...untuk pengambilan data ya melalui rekam medis, dokter rehab.
b. kalau pasien baru ya kita lihat dulu rekam medisnya supaya kita tau diagnosis
medis nya apa,
c. “Pengambilan data di rekam medik, harus ada program dari dokter,
seumpama ada perubahan kondisi misal peningkatan atau penurunan
kemampuan terapis berkonsultasi kepada dokter.
16. Simulasi ADL pasien
a. ” Memberikan edukasi kepada keluarga untuk kasus pediatri (cp) adalah simulasi
untuk aktivitas sehari-hari secara mandiri. kalau untuk kondisi yang lain seperti
paraplegi atau tetra, brachialis plexus injury kemungkinan bisa untuk analisa
persiapan kerja jadi pengalihan.

17. Perbaikan sensori


a. ...”kalau untuk kasus bpi beda lagi kalau tangannya lesi berarti sensoriknya
belum bagus jadi kita harus perbaiki sensoriknya “...

18. Mengfungsionalkan pasien kembali

19. Manajemen nyeri pada pasien


a. ...”dan untuk pasien fraktur humeri biasanya memakai kerangka acuan
bimoekanik dan manajemen nyeri atau udem.

20. Skala prioritas bertanya kepada pasien


a. ” misalnya kita tanya pasien nya bisa apa kan banyak misalnya belum bisa makan
belum bisa minu. Na pasiennya pengen bisa apa itu yang kita latih
21. Memberi informasi kepada pasien diawal intevensi

22. Memberi semangat dan motivasi kepada pasien


a. ...“Di awal kita informasikan dulu.. agar pasien lebih semangat biar tetep mau
latihan..soalnya patokanya juga kan mungkin akan monoton.. gitu loh dek.
Cuman kan kalo perbedaanya kalo sudah lebih meningkat mungkin gerakanya
seperti itu.. ya kita harus pinter-pinter ngasih motivasi pasien”...

23. Melakukan interview


a. ...” Pasien baru dilakukakn interview tapi kalau pasien lama langsung, kalau
setiap pasien datang diinteriew terus pasien akan bosan.
b. ...”ya yang jelas kita menanyakan kondisi ke orangtuanya. Jadi, dia sudah
mendapatkan pegobatan apa, misalke dia sudah dapat obat apa, kemudian
data eee apa ya, penanganan apa seperti itu. Jadi itu yang menjadikan dasar
kita untuk sebuah terapi”....

24. Melakukan assesment


a. ... “seperti biasanya dek kita lihat pasien terlebih dahulu saat masuk ke unit OT ,
melakukan observasi , interview dan selanjutnya melakukan assessment”...
b. ...” Cara pengambilan data secara langsung dari pasien maupun dari Rekam
Medis Rumah sakit, melihat rontgen dan hasil pembacaan radiologi dari
dokter spesialis sehingga tahu topis dari fraktur berada di mana.”

25. Observasi pasien


a. .. “kita observasi dulu pasiennya terus setelah observasi kita kan
menemukan masalahnya, dan kita menggunakan instrumen sesuai dengan
kondisi pasien,
b. ...” setelah itu periksa dulu sampai mana kemampuannya”...
26. Menanyakan keluhan
a. ...” setelah melakukan assessment terapis mulai mewawancarai klien mengenai
apa saja keluhan,
b. ...”misalnya pasien ditanya keluhanya apa untuk aktivitas sehari-harinya...

27. Menanyakan aset dan limitasi


a. ...”kemudian terapis melihat apa saja kekuranga pada kegiatan ADL klien,
melihat asset & limitasi klien untuk meningkatkan limitasi klien dengan
menggunakan asset yang dimiliki klien”...
b. ...”Clien-centered tapi kita tetap harus punya pedoman untuk menetukan
prioritas masalah dengan cara melihatasetdan limitasi pasien tidak hanya
muluk-muluk ke klien centered nya saja tapi juga memikirkan
c. ...” Jika pasien mengarapkan tujuan yang tidak sesuai dengan asset yang dimiliki
pasien maka terapis akan menjelaskan tahapan yang sesuai untuk klien .

28. Memberikan pertanyaan apa harapan klien

29. Membuat tujuan terapi


a. ...”Kalo untuk pemilihan aktifitas.. alhamdulillah gaada sih..ee.. apanamanya..
kita sesuaikan dengan modalitas yang kita punya.. jadi media media yang kita
punya.. juga tujuanya nanti apa ..

30. Melakukan evaluasi


a. ...“Evaluasi otomatis adalah ukuran untuk kemajuan pasien. Yang pertama
dari LGS menggunakan goniometer berapa derajat setelah dilatih, evaluasi
berubah menjadi berapa derajat. Biasanya lebih Dari dua minggu baru
diukur lagi aktivitas tersebut. Bisa juga dengan cara fungsi, jadi evaluasi
dari fungsi. Yang sebelumnya belum bisa membuka menutup pintu
sekarang jadi sudah bisa.”
b. ...”Kalo evaluasi.. ya kita periksa lagi..kesulitanya apa? Misalnya kemarin pengen
bisa gosok belakang.. sekarang gimana..udah bisa atau belum..yaa “oh sudah
bisa mbak. Sekarang malah sudah bisa gini” Menjelaskan tahapan yang sesuasi
untuk klien

31. Pengambilan data melalui dokter rehab


a. ...”untuk pengambilan data ya melalui rekam medis, dokter rehab.

Faktor Pasien
Dalam tema ini terdapat 4 sub-tema yaitu: Kondisi kesehatan, kemampuan Pasien,
dan faktor lainya.

Kondisi Kesehatan (Agung & Dyah)


Pengertian kesehatan menurut Larry Green dan para koleganya yang menulis
bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang
untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi
kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak
secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan
pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang
lain.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 1, responden 1 pengambilan
data yaitu
“Cara pengambilan data secara langsung dari pasien maupun dari Rekam
Medis Rumah sakit, melihat rontgen dan hasil pembacaan radiologi dari dokter
spesialis sehingga tahu topis dari fraktur berada di mana.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 5, responden 5 pengambilan
data yaitu
“kalau pasien baru ya kita lihat dulu rekam medisnya supaya kita tau
diagnosis medis nya apa, lalu lihat kemampuan fungsional dan baru melakukan
intervensi.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan responde,responden mengintruksikan
bergerak dengan cara aktif dan passif
“jadi setiap saat pasien aktiv bergerak maka akan menjadi lebih baik, bukan
hanya passive movement oleh terapis. Pasien aktiv dengan aktivitas terseleksi yang
terapeutik. Tetap juga dengan aktivitas passive karena sering kali fraktur disertai
dengan pemasangan pen, wayer yang akhirnya menghambat LGS dari dalam.
Berdasarkan hasil evaluasi kemajuan pasien yang sebelumnya tidak bisa
membuka /menutup botol sekarang sudah bisa
“evaluasi berubah menjadi berapa derajat. Biasanya lebih Dari dua minggu
baru diukur lagi aktivitas tersebut. Bisa juga dengan cara fungsi, jadi evaluasi dari
fungsi. Yang sebelumnya belum bisa membuka menutup pintu sekarang jadi sudah
bisa.”
Berdasarkan wawancara dengan responden tingkat pendidikan mempengaruhi
pada sesi terapi
“Kitandak kesulitan, ya kalau ee pengambilan data di pasien ya ndak masalah
itu, jadi ya cuman kendala ne, gini, ada kendalanya memang.Terutama pada tingkat
pendidikan yang rendah. Ya terkadang kita dalam memberikan, misalkan kita mau
Tanya sesuatu yang gak gak faham faham seperti itu.Jadi emang eee dengan tingkat
pendidikan yang rendah ya terkadang si terapis kesulitan dalam mau mengambil data
itu.

Kemampuan Pasien (Ilham)


Kemampuan pasien untuk bergerak dan berjalan pada post operasi akan
menentukan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memberi kesempatan pada
pergerakan yang maksimal. Bergerak dan beraktivitas daiatas tempat tidur membantu
mencaegah komplikasi pada sistem pernafasan, kardiovaskuler, mencegah decubitus,
merangsang peristaltik usus dan mengurangi nyeri.
Kesulitan ADL
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 1, responden lebih mengutamakan
kesehariannya (ADL)
“umumnya lebih utama keseharian (adl). Bisa mandiri keseharian dulu baru ke
pekerjaannyajuga diprioritaskan pada permasalahannya tadi, letak fraktur ada
dimana sehingga dapat menentukan mana yang harus didahulukan antara adl atau
produktivitas yang dipilih untuk pemberian latihannya.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 6, responden menentukan tujuan
berdasarkan koridor okupasi terapi yaitu ADL, Produktifity.
“Jadi ya gitu tidak lepas dari koridor okupasi ya, ADL, Produktifity, ya kalo
leisure kan gak begitu. Yg jelas 2 aktivitas ini yang kita jadikan skala prioritas.. kalo
dia seorang, mungkin dia ibu rumah tangga, ya, mungkin, ADLnya.”
Kesulitan Produktivitas
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden , responden menkonsulkan
dengan dokter apabila ada kesulitan.
“kesulitannya, hmm oke jadi gini, yang saya sebutkan tadi, sperti saya,
misalkan disini kerja, misalkan sudah mentok kasus pasien dengan pasien brakialis.
Dia sudah turun nih, kalo kita apakan yaudah kita konsul ke dokter. Nek kita terapi yo
semu. Gak mungkin meningkat. Karena sudah mulai subluksasi. Kan dia harus di
reposisi. Jadi gitu.”
Responden 6 tidak begitu memperhatikan aktivitas leisure, lebih
memperhatikan ADL dan produktivity
“Jadi ya gitu tidak lepas dari koridor okupasi ya, ADL, Produktifity, ya kalo
leisure kan gak begitu. Yg jelas 2 aktivitas ini yang kita jadikan skala prioritas.”
Responden 2 memberikan penanganan harus mengetahui kondisi pasien
terlebih dahulu.
“Selama kita tau kondisinya ya..misalnya pasien sudah berapa minggu post
oprasi apa mungkin masih di gips ya sudah berapa lama...kita lihat tulangnya udah
nyambung atau belum gitu.. kalo emang belum nyambung ya...apanamanya.. harus
hati-hati.. jangan terlalu aktif aktif banget jadi kita yang lebih banyak aktifnya.”
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden 2 jumlah pasien di rumah
sakit mencapai 30 sampai 35 sehingga durasi terapi hanya sekitar 15 menit.
“Terus juga..apanamanya... apalagi disini kan sekali pasien dateng itu
waktunya palingkan cuman 15 menit.. setelah itu langsung ke bangsal lain. Soalnya
pasienya kan banyak sekali dan kita kan gak bisa nolak pasien..kalo misalnya kan
mau di jadwalpun pasti juga akan ada kesulitan..gitu...soalnya otomatis akan
menolak pasien yang lain misalnya pasien pasien baru.. walaupun dijadwalkan.. tidak
mencukupi.. 30 atau 35 itukan sulit akan dijadwal.”

Faktor Lainya
Faktor eksternal
Dalam tema ini terdapat dua sub-tema yaitu: Faktor rumah sakit dan faktor keluarga

Faktor Rumah Sakit (Nadhila)


EKTERNAL FACTORS ( HOSPITAL )

1. Sistem online
(“hmm jadi gini yang dirumah sakit moewardi ee memang apa, ee untuk data pasien
sudah sistemnya online”)
2. Komputerisasi
(“Sudah di computer. Semua data sudah bisa diakses di computer.”)
3. Akses online
(jadi nanti dari apa, dari riwayat pasien, dia masuk, kemudian mendapatkan terapi
obat apa,itu sudah ada di computer”)
4. Tidak menulis di computer
( “Cuman terkadang kendalane ada tipe dokter yang tidak nulis di computer, ee nah
kita yang kesulitan, kesulitan dalam , sebenere si pasien ini sudah mendapatkan terapi
apa saja, terapi medis misalnya, obat apa gitu kita kesulitan”)
5. Akses computer
(“Misalkan semua diakses computer kan, bisa kita ee klik gitu aja, oo kondisi si A
misalkan fraktur humeri ya”)
6. Instrument standar internasional
(“Ya kendalanya gini ee karna kita dirumah sakit kan standarnya sudah
internasional”)
(“Semua harus standar internasional.”)
7. Kelengkapan instrument
(“
8. Pengajuan instrument
(“Jadi itu ya, kalok kita butuh, kita ajukan ini kita punya instrument standar
internasional)
9. Instrument tidak lengkap
(
10. Koridoe okupasi adl
(“jadi gini, kalau skala prioritas, kita kembali lagi ke assessment. Tanya bapak
kesulitannya apa, di aktivitas kesehariannya. Kerjaannya apa. Jadi ya gitu tidak lepas
dari koridor okupasi ya, ADL)
11. Aturan instansi
(Sebener e kita bisa mendesain, akan tetapi, tidak bisa, karna kita terkait instansi)

Faktor Keluarga (Retno)


Dukungan keluarga terhadap aktivitas yang diperlukan

Factor keluarga (family perspective)“Biasanya kalau keluarga pasien mendukung aktivitas


yang diberikan ada manfaatnya, tapi ya kalau keluarganya gak dukung aktivitasnya yang tak
kasih ya sia – sia”

Melihat perkembangan pasien saat di rumah


Factor keluarga (family perspective)“untuk menentukan terapis berhasil atau tidak itu tidak
hanya karena terapisnya tapi bagaimana partisipasi keluarga apalagi dengan orang terdekat
misalnya istri, suami, anak, orang tua. sehebat apapun terapis tapi kalau orang terdekatnya
tidak welcome tetap tidak akan ada kemajuannya dan program yang diberikan di rumah
dikerjakan atau tidak”

Anda mungkin juga menyukai