Anda di halaman 1dari 21

“Asuhan Keperawatan Pada

Lansia Dengan Risiko Jatuh”


Oleh: 3B
Kelompok 4:
• Annisa Fitri 183110203
• Elsa Sulistia Putri 183110211
• Lidia Warni 183110219
• Rahayu Tri Utami 183110228
• Taufal Hidayat 183110236
 

Dosen Pembimbing:
Ns. Lola Felnanda Amri, S.Kep, M.Kep
A. Konsep Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.


Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
1. perngertian berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di


dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,
tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
2. Batasan Lansia

a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah


sebagai berikut :
• Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
• Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
• Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90
tahun.

b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan


lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
• Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59
tahun,
• Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
• Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas
atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah
kesehatan.
3. Masalah yang sering
terjadi pada lansia

Stanley (2007), mengatakan bahwa beberapa masalah yang sering pada lansia
diantaranya adalah :
 1. Mudah jatuh;
Jatuh sering dialami oleh lansia dan penyebabnya adalah gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, lantai yang licin
dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda, dan penglihatan kurang karena
pencahayaan yang kurang.
2. Sesak napas saat aktivitas;
Disebabkan karena gangguan sistem saluran napas, kelemahan jantung, dan
kelebihan berat badan
3. Nyeri pinggang/punggung, nyeri sendi;
Disebabkan oleh gangguan pada sendi misalnyaradang sendi (arthritis), tulang
keropos (osteopporosis).
4. Gangguan penglihatan;
Gangguan yang disebabkan presbiopi, kelainan lensa mata, kekeruhan pada
lensa (katarak), tekanan Dalam mata yang meninggi (glaukoma).
5. Gangguan tidur.
Disebabkan oleh lingkungan yang tidak tenang, nyeri, gatal-gatal, depress
hingga kecemasan.
B. Konsep Risiko
Jatuh

1. Pengertian
Resiko Jatuh

Jatuh adalah suatu peristiwa dimana seseorang mengalami jatuh


dengan atau tanpa disaksikan orang lain, tidak
disengaja/direncanakan, dengan arah jatuh kelantai, dengan atau
tanpa mencederai dirinya (Stanley, 2007). Menurut (Stanley, 2007)
resiko jatuh adalah suatu kejadian yang dapat menyebabkan subjek
yang sadar berada dilantai tanpa disengaja.Resiko jatuh adalah
peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan
bahaya fisik (Wilkinson, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
resiko jatuh adalah kejadian yang kurang menyenangkan yang
mengakibatkan lansia mendapatkan bahaya fisik ataupun cedera dan
gangguan kesadaran.
2. Etiologi

 Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan fraktur.


 Perubahan refleks baroreseptor
 Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural, menyebabkan
pandangan berkunang-kunang, kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
 Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap dan
penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi
warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan dapat
mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
 Gaya berjalan dan keseimbanganberubah akibat penurunan fungsi sistem saraf,
otot, rangka, sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini
mengubahpusat gravitasi, mengganggu keseimbangan tubuh, yang pada akhirnya
mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan membuat lansia sangat rentan
terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin). Akhirnya, usia yang
sangat tua atau penyakit parah dapat mengganggu fungsi refleks perlindungan dan
membuat individu yang bersangkutan berisiko terhadap jatuh (Lord, 2007).
3. Faktor Risiko

a. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses
penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung,
stroke dan gangguan ortopedik serta neurologik.Faktor intrinsik dikaitkan
dengan insiden jatuh pada lansia adalah kebutuhan eliminasi individu.
Beberapa kasus jatuh terjadi saat lansia sedang menuju, menggunakan
atau kembali dari kamar mandi.

b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga mempengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya
terjadi pada minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahwa
mengenali lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberikan kepada lansia dan dapat
digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.Obat yang memengaruhi
sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko
terjadinya jatuh, biasanya akibat kemungkinan hipotensi atau karena
mengakibatkan perubahan status ,mental.
4. Patofisiologi

Jatuh merupakan suatu peristiwa yang dilaporkan penderita atau saksi


mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak
treating atau terduduk dilantai atau ditempat yang lebih rendah dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Ada beberapa faktor yang membuat
lansia mengalami jatuh misalnya, dari diri lansia sendiri seperti adanya
penyakit yang diderita membuat lansia lemah dan akan beresiko jatuh jika
melakukan kegiatan, selanjutnya dari faktor lingkungan seperti pandangan
mata kabur, pencahayaan yang kurang, dan lantai yang licin yang bisa
membuat lansia jatuh. Perubahan pada Sistem Saraf Pusat juga
mempengaruhi aktivitas lansia sehingga kurangnya respon motorik yang
menyebabkan gaya berjalan lansia yang tidak seimbang. Gangguan
muskuloskeletal berperan besar terjadinya jatuh pada lansia, gangguan
musculoskeletal menyebabkan perubahan pada gaya berjalan, kelambatan
bergerak, langkah yang pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat, dan
endrung gampang goyah, lambat mengantisipasi bill terjadi gangguan seperti
terpeleset, dan tersandung (Darmojo, Boedhi, 2004).
5. Komplikasi

Menurut Kane (1994), yang dikutip oleh Darmojo (2004), menyatakan


komplikasi yang terjadi pada lansia yang resiko jatuh, seperti :
a. Perlukaan (injury)
• Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
• Patah tulang (fraktur) : Pelvis, Femur (terutama kollum), humerus, lengan
bawah, tungkai bawah, kista.
• Hematom subdural

b. Perawatan rumah sakit


• Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi).
• Risiko penyakit–penyakit iatrogenik.
c. Disabilitas
• Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan
fisik.
• Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan
diri, dan pembatasan gerak.
6. Pencegahan terhadap jatuh

a. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan, diberikan


latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi keseimbangan
serta mengatasi faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana
keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah
posisi.

b. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman,


misalnya dengan memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah
dibuat yang aman (stabil, ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan
pada meja dan tangga) serta lantai yang tidak licin dan penerangan
yang cukup.

c. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Apabila
keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai kondisi
memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo,
2009).
7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi


faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang
terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi
medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.

b. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus


karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah,
sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif.
Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga
diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan
perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk
mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian / aktifitas
fisik, penggunaan alat bantu gerak.
c. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan
fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi
kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita
mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus menerus sampai terjadi
peningkatan kekuatan otot dan status fungsional.
d. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi/mengeliminasi penyebabnya/faktor yang
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan
strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya program
rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini sangatmembantu
penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.

e. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit


kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti
depresan,dll

 
f. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan
rumah/tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh
8. Pendekatan Diagnostik

a. Riwayat Penyakit (Jatuh)


Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya(Kane,2005).Anamnesis ini meliputi :
•Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang
menoleh tiba-tiba atau aktivitas lain.
•Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba,
vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas
•Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism, osteoporosis,
sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
•Review obat-obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
•Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat-tempat
kegiatan lainnya.
b. Pemeriksaan Fisik
•Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
•Kepala dan leher : penurunan virus, penurunan pendengaran,
nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
•Jantung : aritmia, kelainan katup
•Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer,
kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
•Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem
kaki ( podiatrik), deformitas.

C. Konsep Asuhan
Keperawatan Lansia 1. Pengkajian
Dengan Resiko Jatuh •Identitas Klien
•Riwayat Kesehatan Sekarang
•Riwayat Kesehatan Masa Lalu
•Riwayat Kesehatan Keluarga
•Riwayat Psikososial dan Spiritual
•Pola Kebiasaan Sehari-hari
•Pemeriksaan Fisik
•Pengkajian Status fungsional
2. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan Masalah keperawatan yang ditemukan, yaitu :


a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbataan rentang
gerak; Data yang mungkin ditemukan pada diagnosa ini :
• Klien mengalami gangguan pada sikap berjalannya
• Semua kegiatan yang dilakukan berjalan dengan lambat
• Klien kesulitan dalam membolak-balikkan posisi misalnya, ditempat
tidur, atau dikursi
• Klien terbatas dalam melakukan kegiatannya

b. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan imobilitas;


Data yang mungkin ditemukan pada diagnosa ini :
• Klien mengalami dispnea setelah beraktivitas
• Terjadinya kelelahan setelah beraktivitas
• Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
• Kemungkinan klien bisa mengalami tirah baring
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik; Data yang mungkin ditemukan
pada diagnosa ini :
• Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis, waspada)
• Terjadinya perubahan parameter fisiologis (mis, tekanan darah, frekuensi
jantung)
• Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
• Ekspresi wajah nyeri (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada focus, meringis)

d. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan kurang pengendalian


lingkungan;
Data yang mungkin ditemukan pada diagnose ini :
•Klien merasa ansietas (cemas)
•Klien juga bisa mengalami gangguan pada pola tidur
•Gelisah dan kurang puas dengan keadaan
•Merasa tidak nyaman dan tidak senang

e. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (mis, status kesehatan). Data yang
mungkin ditemukan pada diagnosa ini :
 

•gelisah, kontak mata yang buruk, penurunan produktivitas dan tampak waspada
•Pada afektifitas klien mungkin merasa ketakutan. Pada keadaan fisiologisnya terjadi
peningkatan keringat dan wajah tegang. klien mungkin cendrung menyalahkan orang lain
dan gangguan pada konsentrasi serta sering melamun
3. Intervensi
Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Hambatan mobilitas Setelah melakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
fisik berhubungan keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau
dengan keterbatasan didapatkan pasien dengan keluahan fisik lainnya
rentang gerak kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik
Mobilitas fisik melakukan pergerakan
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas tekanan darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum
meningkan sebelum mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM) 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
meningkat dengan alat bantu
4. Nyeri menurun
5. Kaku sendi menurun 6. Libatkan keluarga untuk
6. Gerakan terbatas membantu pasien
menurun 7. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Intoleransi aktivitas Setelah melakukan Manajemen energi
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan funsi
imobilitas 3x24 jam didapatkan tubuh yang mengakibatkan
pasien dengan kriteria kelelahan
hasil: 2. Monitor kelelahan fisik
Toleransi aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi 4. Sediakan lingkungan yang
meningkat nyaman dan rendah stimulus
2. Kemudahan dalam 5. Lakukan Latihan rentang
melakukan sehari hari gerak pasif dan/atau aktif
meningkat 6. Anjurkan tirah baring
3. Kekuatan tubuh 7. Anjurkan melakukan
bagian bawah dan atas aktivitas secara bertahap.
meningkat
4. Keluhan Lelah menurun
5. Dispnea saat aktivitas
menurun
Nyeri akut Setelah melakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi
agen cedera fisik didapatkan pasien dengan ,karakteristik,durasi,frekuensi
kriteria hasil: dan kualitas nyeri
Tingkat nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun Identifikasi faktor yang
2. Meringis menurun memperberat nyeri dan
3. Gelisah menurun memperingan nyeri
4. Kesulitan tidur 3. Berikan tenik nonfarmakologis
menurun seperti ajarkan Teknik nafas
5. Diaforesi menurun dalam
6. Frekuensi nadi 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
membaik 5. Anjurkan memonitor nyeri
7. Proses berpikir secara mandiri.
membaik
8. Nafsu makan
membaik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan.Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan
masih sesuai dan masih dibutuhkan oleh lansia saat ini
(Prabowo, 2014) 

5. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan adalah proses berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan kepada lansia.
Evaluasi dapat dibagi dua yaitu: evaluasi proses atau
formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan lansia dengan tujuan khusus
atau umum yang dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai