PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian
1
2
melakukan aktivitas hidup sehari-hari yang dasar (basic activity of daily living)
berupa ketidakmampuan untuk berpakaian, menyisir, mandi, toileting, makan, dan
aktivitas hidup sehari-hari yang dasar (basic ADL)(Hartati & Widayanti, 2010).
6
1
7
ankle dan kaki. Dalam ankle strategy exercise tubuh bagian atas dan bawah
memiliki arah atau gerakan yang sama pada satu fase karena jumlah tenaga yang
dihasilkan oleh otot - otot sendi pergelangan kaki relatif kecil. Ankle strategy
exercise umumnya digunakan untuk mengontrol kaki ketika berdiri tegak atau
bergerak melalui pergerakan rentang kaki yang sangat kecil. Untuk pelaksanaan
ankle strategy exercise dapat meningkatkan kekuatan otot pada daerah ankle, yang
dimana ankle merupakan salah satu bagian anggota tubuh yang bertugas sebagai
tumpuan (Jowir, 2012).
Gerakan balance exercise dan ankle strategy exercise mudah dilakukan
oleh lansia. Nantinya alat yang digunakan untuk mengukur yaitu Berg Balance
Scale (BBS). Berg Balance Scale (BBS) merupakan skala untuk mengukur
keseimbangan statik dan dinamik secara obyektif yang terdiri dari 14 item tugas
keseimbangan (balance task) yang umum dalam kehidupan sehari-hari, sudah
diuji validitas dan reliabilitasnya baik, cukup aman digunakan pada lansia karena
tidak memerlukan alat yang canggih. BBS hanya memerlukan 10-15 menit,
dengan kriteria penilaian yang sangat sederhana, sehingga tidak memerlukan
pelatihan khusus bagi pemeriksa (Langley & Mackintosh, 2007). Mengingat
pentingnya Balance Exercise dan Ankle Strategy Exercise terhadap keseimbangan
dan postural tubuh lansia untuk mencegah kejadian jatuh maka penulis mengambil
judul “Pengaruh Balance Exercise terhadap kejadian jatuh pada lansia di wilayah
Ngesong Dukuh Kupang”
8
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis pengaruh balance exercise terhadap kejadian jatuh pada lansia
di Wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi balance exercise (kelompok intervensi dan kelompok
kontrol) pada lansia di Wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
2. Mengidentifikasi kejadian jatuh pada kelompok intervensi sebelum
dilakukan balance exercise di Wilayah Ngesong Dukuh Kupang
3. Mengidentifikasi kejadian jatuh pada kelompok kontrol sebelum dilakukan
balance exercise di Wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
4. Mengidentifikasi kejadian jatuh pada kelompok intervensi setelah dilakukan
balance exercise di Wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
5. Mengidentifikasi kejadian jatuh pada kelompok kontrol setelah dilakukan
balance exercise di Wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
6. Menganalisis perbedaan kejadian jatuh pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebelum dan setelah dilakukan balance exercise di
Wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
1.4 Manfaat
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang konsep lansia, konsep jatuh, konsep latihan
keseimbangan balance exercise dan ankle strategy exercise, kerangka konsep,
penjelasan kerangka konsep serta hipotesis.
tahapan usia lanjut dimasa ini seseorang senantiasa mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).
1. Penglihatan
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses
penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi,
konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lansa mata,
yaitu katarak. Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar
kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris
dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses
menua:
1) Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi.
Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan
kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan
elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan penglihatan jarak dekat.
Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan dalam membaca huruf-huruf yang
kecil dan kesukaran dalam melihat dengan jarak pandang dekat.
2) Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil
mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang
pandang dan mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.
3) Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah
penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam
membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas
terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada malam hari, gangguan
dalam persepsi kedalaman atau stereopsis (masalah dalam penilaian
ketinggian), perubahan dalam persepsi warna.
4) Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata
berpotensi terjadi sindrom mata kering.
2. Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis dapat
mempengaruhi kualitas hidup.Kehilangan pendengaran pada lansia disebut
presbikusis. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan
akibat proses menua:
9
hidung, dan faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas
terhadap bau.
2. Perubahan pada Sistem Integumen
Pada lasia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-
tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan
kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi
abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada
area tubuh yangterpajan sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan
dan lengan bawah.
Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan
jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih
kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar
eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung,
disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa
lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan penambahan massa lemak
2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade.
3. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan
metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan
pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon
esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang
trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan seiring patah
baik akibat benturan ringan maupun spontan.
1. Sistem Skeletal
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami
penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem skeletal
akibat proses menua:
1) Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus
intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal
ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan
barrel-chest.
2) Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi
sebagai perlindungan terhadap beban geralkan rotasi dan lengkungan.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur.
11
2. Sistem Muskular
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat
proses menua:
1) Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari
hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang
aktif.
2) Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan
sendi, penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan
degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
fleksi.
3. Sendi
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses
menua:
1) Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini
adalah nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi di deformitas.
2) Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
risiko cedera.
4. Estrogen
Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua, yaitu
penurunan hormon esterogen. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan unsur-unsur
tulang yang berdampak pada pengeroposan tulang.
4. Perubahan pada Sistem Neurologis
Berat otak menurun 10 – 20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran,
kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai
menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat
maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90
tahun.Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang
berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat. Pada penuaan otak
kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel
lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrit
di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara
progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit
12
Tujuan dari aspek ini adalah untuk menerapkan materi yang telah dipelajari
dengan menggunakan aturan serta prinsip dari materi tersebut dalam
kondisi yang baru atau dalam kondisi nyata. Juga kemampuan menerapkan
konsep abstrak dan ide atau teori tertentu. Penerapan merupakan tingkat
yang tinggi dari kedua aspek sebelumnya yaitu pengetahuan dan
pemahaman.
4. Analisa (Analysis)
Menganalisa melibatkan pengujian dan pemecahan informasi ke dalam
beberapa bagian, menentukan bagaimana satu bagian berhubungan dengan
bagian berhubungan dengan bagian lainnya, mengidentifikasi motif atau
penyebab dan membuat kesimpulan serta materi pendukung kesimpulan
tersebut. Tiga karakteristik yang ada dalam aspek analisa yaitu analisa
elemen, analisa hubungan, dan analisa organisasi.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis termasuk menjelaskan struktur atau pola yang tidak terlihat
sebelumnya, dan juga mampu menjelaskan mengenai data atau informasi
yang didapat. Dengan kata lain, aspek sintesis meliputi kemampuan
menyatukan konsep atau kompenen sehingga dapat membentuk suatu
struktur yang memiliki pola baru. Pada aspek ini deperlukan sisi kreatif dari
seseorang atau anak didik.
6. Evaluasi (Evaluaton)
Adalah kemampuan untuk berpikir dan memberikan penilaian serta
pertimbangan dari nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Atau dengan kata
lain, kemampuan menilai sesuatu untuk tujuan tertentu. Evaluasi ini
dilakukan berdasarkan kriteria internal dan eksternal. (Retno, 2017)
7. Faktor Interinsik
Faktor-faktor intrinsik hal yang berasal dari dalam tubuh lansia sendiri, antara
lain yaitu gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak
seperti kelemahan otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi, gangguan sistem
susunan saraf seperti neuropati perifer, gangguan pendengaran, gangguan
penglihatan, gangguan psikologis, infeksi telinga, gangguan adaptasi gelap,
pengaruh obat-obatan yang dipakai (diazepam, antidepresi, dan anti hipertensi),
vertigo, atritis lutut, sinkop dan pusing, penyakit-penyakit sistemik.
15
Gangguan jantung memiliki tanda gejala nyeri pada daerah prekordial dan
sesak napas seringkali dirasakan pada penderita penyakit jantung di usia lanjut,
rasa cepat lelah yang berlebihan seringkali ditemukan sebagai dampak dari sesak
napas yang biasanya terjadi ditengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan,
muntah-muntah dan nyeri pada perut karna pengaruh bendungan hepar atau
keluhan insomnia. Bising sinsolik banyak dijumpai pada penderita lanjut usia,
sekitar 60% dari jumlah penderita, dalam penemuan lain juga dilaporkan bahwa
bising sistolik tanpa keluhan ditemukan pada 26% penderita yang berusia 65
tahun keatas. Gangguan jantung dapat dijumpai kekakuan pada arteria koroner,
cincin katup miral, katup aorta, miokardium, dan pericardium, kelainan-kelainan
tersebut selalu merupakan keadaan yang abnormal (Darmojo R. M., 2004).
Pengobatan pada pasien geriatrik penting untuk diperhatikan apakah gangguan
tersebut berasal karena proses penuaan atau sungguh merupakan gangguan gerak
disebabkan karena kelainan pada ganglia basal, dibagi menjadi 2 yaitu hipokinetik
dan hiperkinetik.
Gangguan hipokinetik diartikan adanya hipokinesia (berkurangnya amplitude
gerakkan), bradikinesia (melambatnya gerakkan), akinesia (hilangnya gerakkan),
seperti pada penyakit Parkinson. Gangguan hiperkinetik terjadi gerakkan berlebih,
abnormal, dan involunter, seperti pada tremor, athetosis, dystonia, hemibalismus,
chorea, myoclonus, dan tic.
Gangguan sistem saraf pusat sering dialami para lansia dengan potensial resiko
10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Perubahan sistem sensorik
terdiri dari sentuhan, pembauan, perasa, penglihatan, dan pendengaran. Perubahan
pada indra pembauan dan pengecapan dapat mempengaruhi lansia dalam
mempertahankan nutrisi yang adekuat, penurunan sensivitas sentuhan terjadi pada
lansia seperti berkurangnya neuron sensori yang secara efisien memberikan sinyal
deteksi, lokasi, dan identifikasi sentuhan atau tekanan yang dialami pada area
kulit. Lansia juga sering mengalami kehilangan sensasi dan persepsi informasi
yang mengatur pergerakan tubuh dan posisi serta hilangnya fiber sensori, reseptor
vibrasi dan sentuhan dari ekstremitas bawah yang menyebabkan berkurangnya
kemampuan untuk memperbaiki pergerakkan sendi pada lansia yang pada
16
disebabkan oleh presbiop kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang),
kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan dalam mata yang meninggi (glaucoma),
radang saraf mata (Cieayundacitra, 2010).
Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai lanjutnya
usia dengan penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga
sehingga dapat mengakibatkan resiko jatuh pada lansia. Proses penuaan
seringkaliditandai dengan menurunnya fungsi berbagi organ tubuh, salah satunya
adalah fungsi pendengaran. Sekitar 30-35% orang berusia antara 65-75 tahun akan
mengalami gangguan pendengaran secara perlahan-lahan akibat proses penuaan
yang dikenal dengan istilah presbicusis, akibat adanya gangguan pendengaran ini,
seringkali orang-orang disekitarnya akan berbicara dengan suara yang lebih
lantang dan keras dengan para lansia, namun dengan demikian bukan berarti
semakin keras suara yang diucapkan akan terdengar lebih baik bagi mereka karena
ternyata suara yang terlalu keraspun akan terdengar menyakitkan ditelinga
mereka. Lanjut usia dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi
tubuh pun makin menurun, tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak
keluhan yang dilontarkan karena tubuh tidak lagi mampu melakukan pekerjaan
tertentu sehingga kesepakatan kerja sama dengan pihak pihak terkait
(Cieayundacitra, 2010).
8. Faktor Exterinsik
Faktor lingkungan memiliki resiko terhadap jatuh sebesar 31% (Maryam R. S.,
2013). Lingkungan rumah termasuk situasi yang berpotensi terhadap resiko
terjatuh pada lansia, diantaranya karpet yang tidak rata, pencahayaan ruangan
tidak memadai, tangga tanpa pagar, kondisi tempat tidur, kursi cukup tinggi, dan
alat bantu jalan yang tidak tepat. Selain itu kondisi toilet yang terlalu rendah dan
permukaan kamar mandi menurun, licin dan tidak adanya anti-selip pada lantai,
serta dinding kamar mandi tidak memiliki pedoman dinilaisebagai resiko
penyebab jatuh di rumah.
Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya resiko jatuh pada lansia adalah
faktor gizi yang mengakibatkan penurunan fungsi keseimbangan atau kelemahan
fisik. Lansia dengan asupan makanan yang rendah kalsium dan vitamin D, fosfor,
protein dan besi beresiko untuk jatuh. Asupan makanan yang tidak memadai
berupa protein, air dan tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup untuk
18
dari kondisi lantai, pencahayaan, peganggan, lis tangga, dan lebar tangga (Mauk,
2010).
9. Faktor Situasional
Jatuh sebagian besar terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas sehari-hari
seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Jatuh terjadi pada saat
lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat.
Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga,
mungkin disebabkan kelelahan atau terpaparnya bahaya yang lebih banyak. Jatuh
juga sering terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika tiba-tiba dia
ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
Jatuh pada lansia sering terjadi dirumah, dengan kejadian jatuh saat turun
tangga lebih banyak dibandingkan saat naik, yang lainnya terjadi karena
tersandung atau menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai licin dan
tidak rata, penerangan/ pencahayaan yang kurang atau gelap. Riwayat penyakit
kronis yang diderita lansia selama bertahun-tahun biasanya menjadikan lansia
lebih mudah jatuh seperti stroke, hipertensi, hilangnya fungsi penglihatan,
dizziness dan sinkope, sering menyebabkan jatuh. Penyakit kronik yang diderita
lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penyakit
paru obstruktif menahun, nyeri dada pada penderita penyakit jantung iskemik, dan
lain-lain.
2.3.2 Tujuan
Balance exercise bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan statis,
dinamis, dan aktivitas keseimbangan fungsional melalui peregangan dan
kekuatan. Selain itu, balance exercise juga menimbulkan kontraksi otot pada
lansia yang dapat mengakibatkan peningkatan serat otot sehingga komponen
system metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan fosfokreatin yang dapat
meningkatkan kekuatan otot pada lansia sehingga terjadi peningkatan
keseimbangan (Meylisa, 2012).
Ankle strategy exercise bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan para
lansia setelah mengalami gangguan keseimbangan. Penggunaan Ankle strategy
exercise, tubuh bagian atas dan bawah bergerak dalam arah dan fase yang sama.
Itu karena jumlah tenaga yang dapat dihasilkan oleh otot-otot sekitar sendi
pergelangan kaki relatif kecil. Ankle strategy exercise umumnya digunakan untuk
mengontrol gerakan bergoyang ketika berdiri tegak atau bergoyang melalui
22
rentang gerakan yang sangat kecil. Ankle strategy exercise digunakan pada tingkat
bawah sadar untuk mengembalikan keseimbangan setelah cidera kecil atau
dorongan. Faktor-faktor yang membatasi kemampuan untuk menggunakan
gerakan ankle strategy exercise yang efektif memerlukan jangkauan gerak yang
memadai dan kekuatan sendi pergelangan kaki, alas atau permukaan alas yang
luas, tingkat sensasi yang baik pada kaki dan pergelangan kaki (Subarjrah, 2012).
Gambar 2.4 Latihan gerakan mengangkat kaki kebelakang pada balance exercise.
Sumber: (Ottawa, 2017)
Latihan 5
Lakukan gerkanan mengangkat kaki ke samping, sebanyak 8-15 kali lalu
istirahatkan sebentar.
Latihan 6
Lakukan gerakan jinjit dengan tangan berpegangan pada kursi, lakukan sebanyak
8-15 kali lalu istirahat sebentar.
25
Gambar 2.7 Latihan gerkanan mengangkat lutut kanan pada balance exercise.
Sumber: (Ottawa, 2017)
Latihan 8
Lakukan gerakan berjalan satu garis, tempatkan satu kaki tepat didepan kaki yang
lain hingga membentuk garis lurus, lalu berjalan dalam garis lurus tersebut.
26
Gambar 2.8 Latihan gerakan berjalan satu garis pada balance exercise.
Sumber: (Ottawa, 2017)
Latihan 9
Lakukan gerakan duduk lalu berdiri dengan berpegangan tangan, lakukan hingga
5 kali lalu istirahat sebentar.
Gambar 2.9 Latihan gerakan duduk lalu berdiri pada balance exercise.
Sumber: (Ottawa, 2017)
27
2. Berikut ini beberapa gerakan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Ankle
Strategy Exercise:
Latihan 3
Ankle strategy gerakan kepala kesamping kanan dan tubuh menyertai
-pergeseran kesamping ditengah-tengah massa tubuh. Pada posisi ankle strategy
mengaktivasi otot vastus medialis tungkai atas kanan, rombodeus lateral sinistra,
sternocleidomastoideus sinistra.
1) Intensitas : berat badan
2) Repitisi/set : 10 RM/3set
3) Time : 3 menit
4) Rest : 1 menit/set
5) Frekuensi : 3 x seminggu
Latihan 4
Ankle strategy gerakan kepala kesamping kiri dan tubuh menyertai
-pergeseran kesamping ditengah-tengah massa tubuh. Pada posisi ankle strategy
mengaktivasi otot vastus medialis tungkai atas kiri, rombodeus lateral dekstra,
strenocleidomastoideus dekstra.
1) Intensitas : berat badan
2) Repitisi/set : 10 RM/3set
3) Time : 3 set
4) Rest : 1 menit/set
5) Frekuensi : 3 x seminggu
29
2.4.2 Tujuan
1) Mengukur keseimbangan pada lansia dengan gangguan fungsi
keseimbangan
2) Menilai kemampuan pasien dalam mempertahankan posisi
3) Menentukan kejadian jatuh pada lansia
2.4.3 Indikasi
Indikasi tes keseimbangan ini untuk lansia dengan gangguan fungsi
keseimbangan.
Kejadian Jatuh
Balance Exercise
Dengan 13 Latihan Gerakan
Keterangan:
Diteliti :
Tidak diteliti :
2.7 Hipotesis
Hipotesa adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau
lebih variabel dan diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian
(Nursalam, 2008).
Pada penelitian ini hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak ada pengaruh balance exercise terhadap kejadian jatuh pada lansia di
wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
H1 : Ada pengaruh balance exercise terhadap kejadian jatuh pada lansia di
wilayah Ngesong Dukuh Kupang.
32
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan tentang desain penelitian waktu dan tempat
penelitian kerangka penelitian, populasi, sampel, sampling, identifikasi variabel,
definisi operasional, pengumpulan data, serta etika penelitian.
Populasi
N: 60
Sampel:
n : 52
Uji Statistik
Mc Nemar dan Chi Square
Simpulan
Eksklusi:
Keterngan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat populasi
Menghitung Sampel :
34
3.4.3 Sampling
Sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada. Sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada. Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara
populasi sesuai yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah penelitian) sehingga
sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2016). Dalam
penelitian ini sampel yang mewakili seluruh populasi dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Rumus : P
Keterangan :
P : presentase
N : jumlah seluruh nilai
n : nilai yang di peroleh
38
5. Uji Statistic
Uji statistic dalam penelitian ini menggunakan uji McNemar dan Chi
Square.
1. Uji statistik Mc Nemar adalah salah satu uji statistik non parametris
yang digunakan untuk menguji perbedaan 2 sampel berpasangan,
bentuk skala data yang digunakan yaitu skala nominal. Pada umumnya
uji McNemar digunakan untuk mengukur sebelum dan setelah
diberikan suatu perlakuan pada sampel tersebut, bentuk isian data
hanya ada dua pilihan misalnya “Ya” atau “Tidak” (Hidayat, 2007).
2. Uji statistik Chi Square adalah salah satu jenis uji komparatif non
parametris yang dilakukan pada dua variable dengan skala data
nominal. Uji statistik Chi Square dapat digunakan untuk mengestimasi
atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau menganalisis hasil
observasi untuk mengetahui apakah terdapat hubungan atau perbedaan
yang signifikan pada penelitian (Hidayat, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
42
Kepada
Yth. Bapak/Ibu Calon Responden
Di Wilayah Ngesong Dukuh Kupang
Dengan Hormat,
Sebagai persyaratan kelulusan program D-III Akademi Keperawatan Adi
Husada Surabaya, saya akan melakukan penelitian tentang “PENGARUH
BALANCE EXERCISE TERHADAP KEJADIAN JATUH PADA LANSIA”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh balance exercise
terhadap kejadian jatuh pada lansia. Untuk keperluan tersebut saya mohon
kesedian bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Demikian permohonan ini saya buat, atas kerjasama dan partisipasinya
kami ucapkan terima kasih.
Peneliti
Lampiran 2
JATUH PADA LANSIA”. Maka dengan ini kami menyatakan bersedia menjadi
responden untuk membantu dan berperan serta dalam kelancaran penelitian
tersebut.
(………………..)
Lampiran 3
*) Petunjuk Pengisian:
A. DATA DEMOGRAFI
Nomer Urut :
Pendidikan : TS SD SMP
SMA/SMK PT
DATA KHUSUS
KUESIONER KEJADIAN JATUH
*) Petunjuk Pengisian:
Posisi terlentang
Posisi tengkurap
Posisi miring
Posisi terduduk
Posisi berdiri
Setelah jatuh apakah ada komplikasi yang anda rasakan?
Cedera kepala
Nyeri
Sendi bergeser
Lebam
Patah tulang
Perdarahan
Luka
Skore:
Ya (Jatuh) 1
Tidak (Tidak Jatuh) 0
46
Lampiran 5
SPO (STANDAR PROSEDUR OPRASIONAL)
BALANCE EXERCISE
1. Pengertian Balance exercise adalah latihan khusus untuk
membantu meningkatkan kekuatan otot pada
anggota gerak bawah dan system vestibular atau
keseimbangan tubuh (Jowir, 2012)
2. Tujuan Balance exercise bertujuan untuk meningkatkan
keseimbangan statis, dinamis, dan aktivitas
keseimbangan fungsional melalui peregangan
dan kekuatan. Selain itu,balance exercise juga
menimbulkan kontraksi otot pada lansiayang
dapat mengakibatkan peningkatan serat otot
sehingga komponen system metabolisme
fosfagen, termasuk ATP danfosfokreatin yang
dapat meningkatkan kekuatan otot padalansia
sehingga terjadi peningkatan keseimbangan
3. Indikasi Lansia berusia > 60 tahun yang mengalami
gangguan keseimbangan atau beresiko tinggi
cedera/jatuh dan telah mengalami kejadian jatuh
4. Alat dan ketentuan Kursi dengan / tanpa pegangan lengan atau
latihan tempat tidur. Latihan dilakukan setiap 2 hari
sekali. Lama latihan dilakukan selama 25 menit,
dengan pemanasan 5 menit, dan latihan 20 menit
5. Persiapan Klien Beri salam dan Perkenalkan diri
Identifikasi identitas klien
Jelaskan tujuan tindakan intervensi
Jelaskan langkah-langkah intervensi yang
akandilakukan
Jelaskan lama intervensi
Atur tempat dan kenyamanan posisi klien
6. Cara kerja Latihan Keseimbangan:
1. Lakukan pemanasan terlebih dahulu selama 5
menit dengan memutar telapak kaki
2. Lakukan gerakan fleksi tumit kaki/plantar
47
Lampiran 6
*) Petunjuk Pengisian:
Pertanyaan:
Apakah anda sudah pernah melakukan Balance Exercise sebelumnya?
No. Item Skor (0-4) Nilai
1 2 3 4
Keseimbangan
1. Duduk 4 = dapat berdiri tanpa menggunakan
keberdiri tangan dan menstabilkan independen
3 = mampu berdiri secara independen
menggunakan tangan
2 = mampu berdiri menggunakan tangan
setelat mencoba
1 = perlu asisten sedang atau maksimal
untuk berdiri
2. Berdiri tanpa 4 = dapat berdiri dengan aman selama 2
penunjang menit
3 = mampu berdiri 2 menit dengan
pengawasan
2 = dapat berdiri 30 detik yang tidak
dibantu atau ditunjang
1 = membutuhkan beberapa waktu untuk
mencoba berdiri
3. Duduk tanpa 4 = dapat duduk dengan aman selama 2
penunjang menit
3 = dapat duduk 2 menit dengan
penhawasan
2 = mampu duduk selama 30 detik
1 = dapat duduk 10 detik
4. Berdiri ke 4 = duduk dengan aman dengan
duduk menggunakan minimal tangan
3 = mengontrol posisi turun dengan
50
menggunakan tangan
2 = mengguankanpunggung kursi untuk
mengontrol turun.
1 = duduk dengan bantuan
5. Transfer 4 = dapat menftransfer aman dengan
penggunaan ringan tangan
3 = dapat mentransfer kebutuhan yang
pasti aman dari tangan
2 = dapat mentransfer dengan
pengawasan
1 = membutuhkan bantuan orang lain
6. Berdiri dengan 4 = dapat berdiri 10 detik dengan aman
mata tertutup 3 = dapat berdiri 10 detik dengan
pengawasan
2 = mampu berdiri 3 detik
1 = membutuhkan bantuan orang lain
agar tidak jatuh
7. Berdiri dengan 4 = mampu menempatkan kaki secara
kaki rapat indepanden dan aman
3 = mampu menempatkan kaki secara
independen dengan pengawasan
2 = mampu menempatkan kaki tapi tidak
tahan selama 30 detik
1 = memerlukan bantuan orang lain agar
tidak jatuh
8. Menjangkau 4 = dapat menjangkau kedepan dengan
kedepan percaya diri 25 cm
dengan tangan 3 = dapat menjangkau kedepan 12 cm
2 = dapat mencapai kedepan 5 cm
1 = dapat mencapai kedepan dengan
pengawasan dan bantuan
9. Mengambil 4 = dapat mengambil dengan aman dan
barang dari mudah
lantai 3 = dapat mengambil dengan pengawasan
2 = tidak dapat mengambil tetapi
mencapai 2-5 cm
51
Lampiran 7
Information Of Qualification
Informasi Tentang Kualifikasi