Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih
tinggi,termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh
kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom
terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi
lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow,
2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita
demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih
daridua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan
yangterjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040
jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia
dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi,
tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,penurunan
emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola
berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan
kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang tepat.
Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam
mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan
fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia
lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari
501tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang
hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh
siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003).
Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya
hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003)

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang
hendak kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu mengenai
bagaimana gambaran klinis dari polisitemia serta bagaimana proses asuhan
keperawatan pada klien dengan demensia ?

C . TUJUAN DAN MANFAAT


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
1. Melakukan pengkajian keperawatan pasien lansia dengan demensia
2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pasien lansia dengan demensia
3. Melakukan tindakan keperawatan dalam berbagai pendekatan tindakan
keperawatan pasien lansia dengan demensia
4. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pasien lansia dengan demensia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Penuaan
1. Definisi Penuaan
Gerontologi, studi ilmiah tentang efek tentang penuaan dan penyakit
yang berhubungan dengan penuaan pada manusia, meliputi efek biologis,
fisiologis, psikososial, dan espek rohani dari penuaan (Stanley 2012). Menua
(aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Santoso 2012).
Menurut Constantindes (2012) dalam Nugroho (2010) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan
setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Menjadi tua (aging) adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-perlahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurut Darmojo (2016) tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua
tetapi tetap sehat (Healthy aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam
keadaan sehat. Takemi (1977) yang pertama kali menyatakan “Gerontology
is concerned primarily with problem of healthy aging rather than the
prevention of aging”. Healthy aging akan dipengaruhi oleh faktor:
1. Endogenoc aging, yang dimulai dengan cellular aging, lewat tissue dan
anatomical aging kearah proses menuanya organ tubuh. Proses ini seperti
jam yang terus berputar.
2. Exogenix faktor, yang dapat dibagi dalam sebab lingkungan (environment)
dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang paling tapat disebut
gaya hidup (Life style). Faktor exogenix aging tadi, sekarang lebih dikenal
denga ssebutan faktor resiko.
Wacana diatas jelas kiranya tugas dan tujuan gerontology/geriatri dalam
mengabdi ilmu kesehatan yaitu menuju healthy aging (menuju menua sehat).
Pengalaman menunjukkan bahwa rupa-rupanya yang lebih berpengaruh
adalah faktor-faktor eksogen yaitu “gaya hidup” dan lingkungan yang juga
saling mempengaruhi satu satu sama lain. Endogenic dan exogenix faktors ini
seringkali sulit untuk dipisah-pisahkan karena saling memepngaruhi dengan
erat. Bila faktor-faktor trsebut tidak dapat dicegah terjadinya maka orang
tersebut akan lebih cepat meninggal dunia (Darmojo 2010).
Menurut Mc. Kenzie (2010), banyak yang beranggapan bahwa status
kesehatan lansia telah membaik selama beberapa tahun ini karena banyak
diantara mereka yang hidup lebih lama. Lainnya memegang pandangan
berbeda, yaitu lansia merupakan orang yang rapuh dan bergantung. Kedua
pandangan tersebut tidak seluruhnya benar. Namun kita tahu bahwa faktor
resiko yang paling konsisten dari sakit dan kematian untuk seluruh penduduk
adalah usia, dan secara umum, status kesehatan lansia tidak sebaik saat
mereka muda. Ada beberapa masalah kesehtan yang berkaitan dengan
penuaan yaitu mencakup mortalitas, morbilitas, dan prilaku kesehatan, serta
pilihan hidup. Prilaku kesehatan dan faktor sosial pasti memainkan peranan
signifikan dalam membantu lansia memelihara kesehatan dalam menjalani
tahun-tahun lanjutannya. Beberapa lansia percaya bahwa mereka terlalu tua
untuk mendapatkan manfaat apapun dari perubahan prilaku kesehatan mereka.
Hal itu, tentu saja tidak benar; tidak pernah ada kata terlambat untuk
melakukan perubahan untuk kebaikan.

2. Definisi usia lanjut


Menurut pengertian gerontologi, lansia adalah suatu tahap dalam hidup
manusia mulai dari bayi, anak-anak, remaja, tua dan usia lanjut dan bukan
penyakit melainkan suatu proses alami yang tidak bisa dihindarkan. Jadi
lansia merupakan proses ilmiah terus menerus dan berkesinambungan yang
dalam keadaan lanjut menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan
biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi
keadaan, fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes. RI,
2005).
Menurut Wahyudi (2008), lansia (lanjut usia) adalah kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir fase kehidupannya.
Sedangkan Depkes RI (2003), mendefinisikan lansia adalah seseorang yang
berumur 60 tahun atau lebih.
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua
orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh
siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ
tubuh. Jadi walapun usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan dengan
memperhatikan gaya hidup, seperti pola makan, aktifitas fisik, kebiaaan
istirahat dan lain-lain (Stanley 2006). Dengan begitu manusia secara
progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk
makin banyak distorsi metabolic dan struktural yang disebut sebagai
“penyakit degeneratif” (seperti hipertensi, aterosklorosis, diabetes meletus
dan kanker) yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan
episode terminal yang dramatic seperti stroke, infark miokard, koma asidotik,
metasis kanker dan sebagainya.
3. Klasifikasi usia lanjut
Menurut Word Healty Organisation (WHO) dalam (Anggreini 2008),
usia lanjut meliputi:
A. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.
B. Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun.
C. Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
D. Lanjut usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

B. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan
mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi
pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim
informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama
kali kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi
degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada
tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau
menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati
secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan
penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah
laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami
oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun
kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia,
namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera
hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan
hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan
menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian
dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka
perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan
(terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan
belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia
lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer
stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih
serius, yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa
lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan
keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.

2. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas
60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan
angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya
harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun
menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai
lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5
–1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau
sekitar 3 – 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur
diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000
penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang
salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan
Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia
terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia
vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan
demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 –
40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.

3. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti
dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah
penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy
body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan
oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus,
polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat
secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino
dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer
adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan
dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya
produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah
penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
• Faktor genetic
• Faktor infeksi
• Faktor lingkungan
• Faktor imunologis
• Faktor trauma
• Faktor neurotransmitter

4. Klasifikasi
a. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia
tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois
Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
• Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
• Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
• Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
• Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan), 
Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti
penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post
mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya
dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal
seperti :
• Peningkatan reflek tendon dalam,
• Respontar eksensor,
• Palsi pseudobulbar,
• Kelainan gaya berjalan,
• Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering
pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan
faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia
dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
• Terdapat gejala demensia
• Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata  Onset mendadak
dengan adanya gejala neurologis fokal
 Menurut Umur:
1. Demensia senilis (>65th)
2. Demensia prasenilis (<65th)
 Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
 Menurut kerusakan struktur otak
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10. Morbus Jakob-Creutzfeldt
11. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12. Prion disease
13. Palsi Supranuklear progresif
14. Multiple sklerosis
15. Neurosifilis
16. Menurut sifat klinis:
17. Demensia proprius
18. Pseudo-demensia

5. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut
(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit
protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid
(APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri
dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan
berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam
pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan
morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan
morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang
menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi
serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein
tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton
sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau,
secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat
pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka.
Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah
yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.
Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid
(A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan
dalam sel neuronal. Abeta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)
yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan
dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal
bebas sehingga menggagu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap
stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD.
Secara neurokimia kelainan pada otak

6. Gejala Klinis
Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer
Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala
demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang
berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan
kematian sel-sel otak yang massif. Kematian selsel otak ini baru menimbulkan
gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah
lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata
yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak
mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini
disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik
seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya),
halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi,
gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
 Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori
yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia.
Gejalanya antara lain: Disorientasi, gangguan bahasa (afasia), Penderita
mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak
dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita
mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala
klinisnya antara lain: Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan
membisu, daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal
keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan
sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain, kematian terjadi akibat infeksi
atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia
dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak
memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat
nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri
sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama,
mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan
dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah
masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi
sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa
Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa
demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang
sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada
lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian
latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang
semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami
dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita
demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat
memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah,
agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C.,
Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah

7. Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
a. Pembedaan antara delirium dan demensia
b. Bagian otak yang terkena
c. Penyebab yang potensial reversibel
d. Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
e. Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
f. Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
g. Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
h. Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
i. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan
lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan
penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus
baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia
penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya.
Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini
sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan
dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian
Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan.
Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia
agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara
mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin
sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi
depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan
dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus
mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat
siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita
lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat
anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati
bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya.
Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul
akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan
waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-
teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota
keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.

8. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan
otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika
pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap,
pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang
tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien
menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi
diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien
dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik,
termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik
pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis
simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis
demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi,
latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah
visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai,
seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi
kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau
anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang
berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan
ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan
alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena
penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi
kognitif.

 Obat untuk demensia


a. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan
penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil
yang lumayan pada beberapa penderita; namun demikian secara
keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata
disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh
defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik
dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi
ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem
kardiovaskular.
b. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia
Alzheimer dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori
mendorong peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada
neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan lecithin merupakan
salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak
memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan
terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya
cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar
dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik
sampai 58 persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh
perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang
berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan
psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan
memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering
digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine
mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine
mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan
vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki
perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi.
Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati
dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type
calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic
dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf
pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi
kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer.
Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa
dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi
alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial
9. Pencegahan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia ataupun menunda terjadinya demensia diantaranya adalah
menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,
seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak
seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir
hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat
dan aktif  Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
 Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul
dengan teman yang memiliki persamaan minat atau
hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap
relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita
tetap sehat.
5. Jagalah pikiran anda agar tetap aktif. Kegiatan merangsang
mental dapat meningkatkan kemampuan anda untuk
menangani dan mengkompensasi perubahan yang
berhubungan dengan demensia. Ini mencakup teka teki dan
permainan kata,belajar bahasa,bermain alat
music,membaca,menulis,atau menggambar. Tidak hanya
kegiatan ini
yang membantu menunda terjadinya demensia,tetapi juga
membantu menurunkan efek. Semakin sering melakukan
aktivitas maka semakin menguntungkan.
6. Turunkan kadar homosistein. Penelitian awal menunjukkan
bahwa tiga dosis tinggi vitamin B-asam folat-B6 dan B12
membantu menurunkan kadar homosistein dan berguna untuk
memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer.
7. Turunkan kadar kolesterol. Endapan yang terjadi dalam otak
orang-orang dengan kolesterol tinggi merupakan salah satu
penyebab demesia vaskuler.
8. Pertahankan pola makan sehat. Diet yang sehat adalah penting
karena menurut penelitian bahwa makanan seperti buah-
buahan,sayuran dan omega 3 dan asam lemak. Biasanya
ditemukan pada ikan dan kacangkacangan tertentu dapat
memiliki efek perlindungan dan menurunkan resiko terkena
demensia.
9. Dapatkan vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk
influenza,tetanus,difteri dan polio tampaknya secara
signifikan mengurangi resiko demensia karena memiliki efek
perlindungan terhadap berkembangnya demensia.

10. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak
yang hampir menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu
mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang
berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti
suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA

1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan secara umum pada penyakit demensia
antara lain:
a. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti
acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah
dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang
dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu
untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin
menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat
membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau
berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)
perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan,
mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan. Tanda: Kehilangan
kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin
mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus
(tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain
untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan
alat makan.

g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing
atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif,
mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku
( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi
tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit
serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara
periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat
sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-
ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti;
terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan
untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik
halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar
dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

Demensia terjadi akibat kerusakan yang terjadi di dalam susunan saraf pusat
terkait dengan proses penuaan. Pada pengkajian Lansia dengan masalah
demensia bisa digolongkan dalam pengkajian sistem saraf secara umum.
Perubahan umum dari sistem saraf yang terkait dengan Proses Menua adalah
sebagai berikut:
Struktur Otak:
• Kehilangan berat otak karena penuaan menyebabkan pengurangan jumlah dari
neuron dengan kehilangan area yang besar dari cortex dan cerebellum.
• Atrofi dari tegangan dengan perluasan sulci dan gyri paling banyak di daerah
frontal.
• Dilatasi dari ventrikel karena proses menua.
• Peningkatan akumulasi intrasel dari pigmen lipofuscin menyebabkan intisel
mengasumsikan posisi yang abnormal.
• Perkembangan dari senile plaques atau lesi yang anatomik terkait dengan
penuaan.
Fungsi Metabolik dan Fisiologik
• Menurunnya konsumsi oksigen menyebabkan penurunan energi intraseluler,
penggunaan glukosa, aliran darah.
• Perubahan metabolik dari kompleks sinaptik menyebabkan efek
neurotransmiter berhubungan dengan fungsi otak dengan tidur, kontrol
temperatur, mood mengakibatkan gangguan tidur, intoleransi terhadap dingin
dan depresi.
• Penurunan kadar norepinephrine, peningkatan kadar serotonin dan monoamin
oksidase menyebabkan perubahan dalam fungsi neurotransmiter dan depresi,
penurunan kadar dopamin menyebabkan penyakit parkinson’s.
• Perubahan umum dalam sirkulasi otak menyebabkan kekacauan mental
(association retrieval, recall, memory dan kemampuan kognitif), dalam
pergerakan (kekuatan motorik, kelincahan dan ketangkasan), pada interpretasi
sensory (penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa),
kemampuan dalam koping dengan kejadian multipel (depresi, afek,
komunikasi).
• Penurunan jumlah neuron menyebabkan penurunan dalam kekuatan transmisi
dari otak ke anggota badan dan mengakibatkan perubahan ambang bekerja
dari organ dan sistem.
• Peningkatan recovery time dari susunan saraf otonom menyebabkan
pemanjangan waktu untuk kembali ke fungsi organ awal setelah stimulasi
mengakibatkan kecemasan dan ketegangan akibat stimulasi yang berlebihan.
• Penurunan dendrites pada saraf, sinap, lesi pada akson menyebabkan
penurunan pada hantaran saraf tepi dan memperlambat waktu reaksi.
• Perubahan ekstra piramidal menyebabkan perubahan affect, mengurangi
pergerakan dan berkedip.
Perubahan Electroencephalographic (EEG)
Pada pembacaan menampakkan satu siklus yang lebih rendah daripada tahap lain
yang matang.
Fungsi dan Struktur Sensori
• Penurunan ukuran pupil dan perubahan respon cahaya yang minimal
menyebabkan kesulitan melihat dalam gelap, pada malam hari atau adaptasi
yang lambat untuk melihat dalam gelap.
• Penurunan dalam sensitivitas dari cones di retina terhadap warna
menyebabkan kesulitan dalam membedakan warna (merah dan hijau menjadi
hitam).
Perubahan Pola Tidur
• Tetap pada tahap I dan II untuk jangka waktu yang lama dan mungkin
membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur.
• Tahap III tetap sama, waktu tahap IV sangat berkurang atau terlewati semua
dengan penuaan, menyebabkan frekuensi bangun saat malam hari dan
penurunan intensitas dari tidur membuat lebih mudah untuk bangun dan tidak
mendapatkan tidur yang cukup.
• Waktu tidur REM sebanding dengan tahap lain dari masa dewasa tetapi
penuaan mengakibatkan mimpi kurang dan pengurangan pada REM
mengakibatkan mudah terangsang, letargi dan depresi.
• Pengurangan pada tahap IV menyebabkan rasa lemas, capek, cemas dan
tegang.
• Insomnia, sleep apnea dan tidur sebentar, meningkat dengan usia
menyebabkan gangguan pola tidur dan penyimpangan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori,
hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai
realitas dengan akurat.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis,
gelisah, halusinasi.
3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah,
tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan
mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi
atas kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan
melakukan perawatan diri.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah
tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi
ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil
1 Perubahan proses pikir Setelah diberikan tindakan Mandiri Mandiri
berhubungan dengan keperawatan diharapkan klien Kembangkan lingkungan Mengurangi
perubahan mampu mengenali perubahan yang mendukung dan kecemasan dan emosional,
fisiologis dalam berpikir dengan KH: hubungan klien perawat seperti kemarahan,
(degenerasi neuron Mampu yang meningkatkan pengembangan
ireversibel) ditandai memperlihatkan kemampuan terapeutik evaluasi diri yang positif
dengan hilang ingatan kognitifuntuk menjalani Kaji derajat gangguan kognitif, dan mengurangi
atau memori, hilang konsekuensi seperti perubahan orientasi, konflik psikologis
konsentrsi, tidak kejadian yang menegangkan rentang perhatian, Memberikan dasar
mampu terhadap emosi dan pikiran kemampuan berpikir. Bicarakan perbandingan yang akan
menginterpretasikan tentang diri dengan keluarga mengenai datang dan memengaruhi
stimulasi dan menilai Mampu mengembangkan perubahan perilaku rencan intervensi. Catatan:
realitas dengan akurat. strategi untuk mengatasi Pertahankan lingkungan yang evaluasi orientasi secara
anggapan diri yang negative menyenangkan dan tenang berulang dapat meningkatkan
Mampu mengenali perubahan d. Lakukan pendekatan respon yang negative/tingkat
dalam berpikir atau tingkah
laku dan factor penyebab dengan cara perlahan dan tenang frustasi
e. Tatap wajah ketika Kebisingan merupakan
Mampu memperlihatkan berbicara dengan klien sensori berlebihan yang
penurunan tingkah laku yang f. Panggil klien Meningkatkan gangguan
tidak diinginkan, ancaman, dengan namanya neuron
dan kebingungan Gunakan suara yang agak Pendekatan terburuburu
rendah dan berbicara dengan menyebabkan klien bingung,
perlahan pada klien kesalahan persepsi/perasaan,
h. Gunakan kata-kata terancam
pendek, kalimat dan Ulangi Menimbulkan perhatian,
instruksi tersebut sesuai terutama pada klien dengan
kebutuhan gangguan perceptual
Berhenti sejenak di antara Nama adalah bentuk identitas
kalimat/pertanyaan. diri dan menimbulkan
j. Beri isyarat tertentu, pengenalan terhadap
gunakan kalimat terbuka realita dan klien
Dengarkan dengan penuh Meningkatkan pemahaman.
perhatian pembicaraan klien. Ucapan tinggi dank eras
Interpretasikan pertanyaan, arti, menimbulkan stress/marah
dan kata.
Beri kata yang benar yang mencetuskan
Hindari kritikan, argumentasi, konfrontasi dan
dan respons marah
konfrontasi negative Seiring perkembangan
Gunakan distraksi. penyakit, pusat komunikasi
Bicarakan tentang kejadian yang dalam otak terganggu
sebenarnya saat klien sehingga menghilangkan
mengungkapkan ide yang salah, kemampuan klien dalam
jika tidak meningkatkan respons penerimaan pesan dan
kecemasan percakapan secara
keseluruhan
Kolaborasi Menimbulkan respons verbal,
a. Antisiklotik, seperti meningkatkan pemahaman.
haloperidol (haldol); tioridazin Isyarat menstimulasi
(Mallril) Vasodilator, seperti komunikasi, memberi
siklandelat pengalaman positif
( Cyclospasmol Titamin ) Mengarahkan
perhatian dan
penghargaan.
Membantu klien dengan
alat bantu proses
kata dalam
menurunkan frustasi
Provokasi menurunkan harga
diri dan merupakan ancaman
yang mencetuskan agitasi
yang tidak sesuai
Lamunan membantu dalam
meningkatkan disorientasi.
Orientasi pada realita
meningkatkan perasaan realita
klien, penghargaan diri dan
kemuliaan (kebahagiaan)
personal
m. Keterpaksaan menurunkan
keikutsertaan dan
meningkatkan kecurigaan,
delusi
Tertawa membantu dalam
komunikasi dan meningkatkan
kestabilan emosi
Kolaborasi
a. Dapat digunakan untuk
mengontrol agitasi, halusinasi.
Mallril jarang digunakan
karena adanya beberapa efek
samping yang bersifat
ekstrapiramidal,
meningkatkan kekacauan
mental; masalah penglihatan
dan terutama gangguan berdiri
dan berjalan.
Dapat meningkatkan
kesadaran mental tetapi
memerlukan penelitian
lebih lanjut.
Dalam penelitian merupakan
cara yang dilakukan terus
menerus untuk menyelidiki
kemanfaatan dari tiamin dosis
tinggi selama fase awal
penyakit untuk memperlambat
berkembangnya
gangguan/meningk
atan keadaan kognisi secara
sederhana

2 Perubahan persepsi Setelah diberikan tindakan Mandiri Mandiri


sensori berhubungan keperawatan diharapkan kembangkan lingkungan yang a. Meningkatkan
dengan perubahan perubahan persepsi sensori suportif dan hubungan perawat – kenyamanan dan
persepsi, transmisi klien dapat berkurang atau klien terapeutik menurunkan kecemasan pada
atau integrasi sensori terkontrol dengan KH: Bantu klien untuk memahami klien
(penyakit neurologis, Mengalami penurunan halusinasi Meningkatkan koping dan
tidak mampu halusinasi beri informasi tentang menurunkan
berkomunikasi, - Mengembangkan sifat halusinasi untuk membantu
gangguan tidur, nyeri) strategi psikososial untuk halusinasi, hubungannya dengan klien dalam memahami
ditandai dengan mengurangi stress atau stresor/pengalaman emosional halusinasi
cemas, apatis, mengatur prilaku. yang traumatic,pengobatan dan d. Keterlibatan otak
gelisah, halusinasi. Mendemonstrasikan respon cara mengatasi memperlihatkan masalah yang
yang sesuai stimulasi kaji derajat sensori atau bersifat asimetris
Perawat mampu gangguan persepsi dan menyebabkan klien
mengidentifikasi factor bagaimana hal tersebut kehilangan kemampuan pada
eksternal yang berperan mempengaruhi klien termasuk salah satu sisi tubuh
terhadap perubahan penurunan penglihatan atau (gangguan unilateral). Klien
kemampuan persepsi sensori pendengaran tidak dapat mengenali rasa
ajarkan strategi untuk lapar.
mengurangi Untuk menurunkan
stress kebutuahan akan
anjurkan untuk menggunakan halusinasi
kaca mata atau alat bantu Meningkatkan masukan
pendengaran sesuai keperluan sensori,membatasi
/menurunkan kesalahan
interpretasi stimulasi
3 Sindrom stress Setelah diberikan Mandiri Mandiri
relokasi berhubungan tindakan keperawatan Jalin hubungan saling Untuk membangun
dengan perubahan diharapkan klien dapat mendukung dengan klien kepercayaan dan rasa aman
dalam aktivitas beradaptasi dengan Orientasikan pada lingkungan b. Menurunkan
kehidupan seharihari perubahan aktivitas hari - hari dan kecemasan dan
ditandai dengan dan lingkungan dengan KH : rutinitas baru perasaan terganggu
kebingungan, Kaji tingkat stressor (seperti c. Untuk menentukan
keprihatinan, Mengidentifikasi perubahan penyesuaian diri, krisis persepsi klien tentang
gelisah, tampak cemas, Mampu beradaptasi pada perkembangan, peran keluarga, kejadian dan tingkat serangan.
mudah tersinggung, perubahan lingkungan akibat perubahan status Perawatan di rumah sakit
tingkah laku defensive, dan aktivitas kehidupan sehari- kesehatan) mengubah aktivitas klien dan
kekacauan mental, hari Tempatkan pada ruangan pribadi meningkatkan masalah
tingkah laku curiga, Mempertahankan rasa berharga jika mungkin dan bergabung tingkah laku.
dan tingkah laku pada diri dan identitas pribadi dengan orang terdekat dalam Memberi kesempatan
agresif. yang positif aktivitas perawatan, waktu mengontrol
Membuat pernyataan positif makan, dan sebaginya lingkungan dan melindungi
tentang lingkungan yang baru Tentukan jadwal aktivitas yang dari
Memperlihatkan penerimaan wajar dan masukkan dalam kelainan tingkah laku
terhadap perubahan lingkungan kegiatan rutin Identifikasi Konsistensi mengurangi
dan penyesuaian kehidupan kekuatan klien yang dimiliki kebingungan dan
Mampu menunjukan tentang sebelumnya meningkatkan rasa
perasaan yang sesuai/tidak Berikan penjelasan dan kebersamaan
cemas dan rasa takut informasi yang menyenangkan f. Memfasilitasi bantuan
berkurang mengenai kegiatan/peristiwa dengan komunikasi dan
Tidak menyimpan pengalaman Catat tingkah laku, munculnya manajemen dari kekurangan
menyakitkan perasaan curiga/paranoid, mudah sekarang serta selanjutnya
- Menggunakan bantuan Menurunkan ketegangan,
dari sumber yang tepat selama tersinggung, defensive mempertahankan rasa saling
waktu pengaturan pada Pertahankan keadaan tenang. percaya dan orientasi. Saat
lingkungan Tempatkan dalam lingkungan klien mengetahui secara
Baru tenang yang memberikan perlahan tentang apa yang
kesempatan untuk terjadi, koping klien akan
“beristirahat” meningkat
Atasi tingkah laku agresif Stress meningkat, rasa tidak
dengan pendekatan yang nyaman/nyeri fisik dan
tenang kelelahan
Gunakan sentuhan jika mencetuskan penurunan
tidak tingkah laku dan gangguan
mengalami paranoid/sedang komunikasi. Perilaku
mengalami agitasi sesaat katastropik ini menimbulkan
panik dan rasa bermusuhan
i. Menenangkan situasi
dan member klien waktu
untuk memperoleh kendali
terhadap perilaku dan
emosinya
Rasa diterima menurunkan
rasa takut, dan respons
agresif
Memberikan keyakinan,
menuunkan stress, dan
meningkatkan
kualitas hidup
4 Perubahan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Mandiri Mandiri
berhubungan dengan keperawatan diharapkan tidak a. Jangan menganjurkan klien Irama sirkadian (siklus tidur-
perubahan lingkungan terjadi gangguan pola tidur tidur siang apabila berakibat bangun)yang tersinkronisasi
ditandai dengan pada klien dengan KH : efek negative terhadap tidur disebabkan oleh tidur siang
keluhan verbal tentang Memahami factor penyebab pada malam hari yang singkat
kesulitan tidur, terus- gangguan pola tidur Evaluasi efek obat klien Derangement psikis terjadi
menerus Mampu menentukan penyebab (steroid,diuretik) yang bila terdapat penggunaan
terjaga, tidak tidur mengganggu tidur menggunakan kortikosteroid,
mampu menentukan Inadekuat kebiasaan dan rutinitas waktu termasuk perubahan mood,
kebutuhan/waktu tidur Mampu memahami rencana tidur malam dengan kebiasaan insomnia
khusus untuk klien (memberi susu Mengubah pola yang sudah
menangani/mengore ksi hangat) terbiasa dari asupan makan
penyebab tidur tidak adekuat Memberika lingkungan yang klien pada malam hari terbukti
Mampu menciptakan pola tidur nyaman untuk meningkatkan
yang adekuat dengan penurunan tidur (mematikan lampu, mengganggu
terhadap pikiran yang ventilasi ruang adekuat, suhu tidur
melayang- yang sesuai, menghindari d. Hambatan kortikal
layang (melamun) kebisingan) pada formasi reticular akan
Tampak atau melaporkan dapat Buat jadwal intervensi untuk berkurang selama tidur,
beristirahat yang cukup memungkinkan waktu tidur meningkatkan respons
lebih lama(memeriksa tanda otomatik, karenanya respons
vital, mengubah posisi) kardiovaskular terhadap
Berikan kesempatan untuk tidur suara
sejenak, anjurkan latihan saat meningkat selama tidur
siang hari, turunkan aktivitas Gangguan tidur terjadi dengan
mental/fisik pada sore hari seringnya tidur dan
Hindari penggunaan mengganggu pemulihan
“pengikatan” secara terus sehubungan dengan gangguan
menerus psikologis dan fisiologis,
Evaluasi tingkat stress/orientasi sehingga irama sirkadian
sesuai perkembangan hari demi terganggu
hari Aktivitas fisik dan mental
Buat jadwal tidur secara teratur. yang lama
Katakan pada klien bahwa saat mengakibatkan kelelahan
ini adalah waktu untuk tidur yang dapat meningkatkan
Berikan makanan kecil sore hari, kebingungan, aktivitas yang
susu hangat, mandi, dan masase terprogram tanpa stimulasi
punggung berlebihan meningkatkan
Turunkan jumlah minuman sore. waktu tidur
Lakukan berkemih sebelum tidur Risiko gangguan sensori,
Putarkan musik yang lembut meningkatkan agitasi dan
atau “suara yang jernih” menghambat waktu istirahat
Peningkatan kebingungan,
disorientasi, tingkah laku
tidak kooperatif (sindrom
sundower)
dapat mengurangi tidur
Penguatan bahwa saatnya
tidur dan mempertahankan
kestabilan lingkungan.
Catatan : penundaan waktu
tidur diindikasikan
agar klien membuang
kelebihan energy dan
memfasilitasi tidur
Meningkatkan relaksasi
dengan
perasaan mengantuk
Menurunkan
kebutuhan akan bangun untuk
berkemih selama
malam hari
Menurunkan stimulasi sensori
dengan menghambat suara
lain dari lingkungan sekitar
yang akan
menghambat tidur

5 Kurang perawatan diri Setelah diberikan tindakan Mandiri Mandiri


berhubungan dengan keperawatan diharapkan klien Identifikasi kesulitan dalam
a.Memahami penyebab yang
intoleransi aktivitas, dapat merawat dirinya sesuai berpakaian/ perawatan diri, mempengaruhi intervensi.
menurunnya daya dengan kemampuannya dengan seperti: keterbatasan gerak fisik, Masalah dapat diminimalkan
tahan dan kekuatan KH : apatis/ depresi, penurunan dengan menyesuaikan atau
ditandai dengan Mampu melakukan memerlukan konsultasi dari
penurunan aktivitas perawatan diri kognitif seperti apraksia. ahli lain.
kemampuan sesuai dengan tingkat Identifikasi kebutuhan
Seiring perkembangan penyakit,
melakukan aktivitas kemampuan. kebersihan diri dan berikan kebutuhan kebersihan dasar
sehari-hari. Mampu mengidentifikasi dan bantuan sesuai kebutuhan mungkin dilupakan.
menggunakan sumber pribadi/ dengan perawatan rambut/kuku/ Kehilangan sensori dan
komunitas yang dapat kulit, bersihkan kaca mata, dan penurunan fungsi bahasa
memberikan bantuan. gosok gigi. menyebabkan klien
Perhatikan adanya tanda- mengungkapkan kebutuhan
tanda perawatan diri dengan cara
b. nonverbal yang fisiologis nonverbal, seperti terengah-
c. Beri banyak waktu untuk engah, ingin berkemih dengan
melakukan tugas. memegang dirinya.
d. Bantu mengenakan pakaian yang Pekerjaan yang tadinya
rapi dan indah. mudah sekarang menjadi
terhambat karena penurunan
motorik dan perubahan
kognitif.
Meningkatkan kepercayaan
untuk hidup.
6. Koping individu tidak Setelah diberikan asuhan Mandiri Mandiri
efektif keperawatan diharapkan koping
a. Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan
berhubungan dengan individu menjadi efektif dengan persepsi dan hubungan dengan individual dalam menyusun
pemecahan masalah kriteria hasil : derajat rencana perawatan atau
tidak adekuat ditandai Mampu menyatakan atau ketidakmampuan pemilihan intervensi.
dengan cepat marah, Mengkomunikasikan dengan Dukung kemampuan koping
a. Kepatuhan terhadap program
curiga, mudah orang terdekat tentang situasi Pernyataan pengakuan terhadap latihan dan berjalan
tersinggung. dan perubahan yang sedang penolakan tubuh, mengingatkan membantu memperlambat
terjadi kembali fakta kejadian tentang kemajuan penyakit. Dukungan
Mampu menyatakan realitas bahwa masih dapat dan sumber bantuan dapat
penerimaan diri menggunakan sisi yang sakit dan diberikan melalui ketekunan
terhadap situasi belajar mengontrol berdoa dan penekanan keluar
- Mengakui d. sisi yang sehat
dan terhadap aktivitas dengan
menggabungkan perubahan e. ke Beri dukungan psikologis secara mepertahankan
dalam konsep diri dengan cara menyeluruh patisipasi aktif
yang akurat tanpa haraga diri Bentuk program aktivitas padad.Membantu klien untuk
yang negatif keseluruhan hari Anjurkan orang melihat bahwa perawat
yang terdekat untuk menerima kedua bagian
mengizinkan klien melakukan sebagai bagian dari seluruh
hal-hal untuk dirinya tubuh.
semaksimal mungkin e. Mengizinkan klien untuk
f. Dukung perilaku atau usaha merasakan adanya harapan
seperti peningkatan minat atau dan mulai menerima situasi
partisipasi dalam aktivitas baru. Klien Demensia sering
rehabilitasi merasa malu, apatis, tidak
Monitor gangguan tidur adekuat, bosan dan merasa
peningkatan konsentrasi, letargi, sendiri.
dan withdrawal f. Perasaan ini dapat disebabkan
Kolaborasi akibat keadaan fisik yang
Rujuk pada ahli neuropsikologi lambat dan upaya yang besar
dan konseling bila ada indikasi dibutuhkan terhadap tugas-
f. tugas kecil. Klien dibantu dan
didukung untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan
(seperti meningkatnya
mobilitas)
Bentuk program aktivitas
pada keseluruhan hari untuk
mencegha waktu tidur yang
terlalu banyak yang dapat
mengarah padda tidak adanya
keinginan dari apatis. Setiap
upaya dibuat untuk
mendukung klien keluar darii
tugas-tugas yang termasuk
koping dengan kebutuhan
mereka setiap hari dan untuk
membentuk klien mandiri.
Apapun yang dilakukan hanya
untuk keamanan sewaktu
mencapai tujuan dengan
meningkatnya kemampuan
koping.
f. Menghidupkan kembali
perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan
harga diri serta mempengaruhi
proses rehabilitasi.
Klien dapat beradaptasi
terhadap perubahan dan
pengertian tentang peran
individu masa mendatang.
Dapat mengindikasikan
terjadinya depresi dimana
memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut
Kolaborasi
Dapat memfasilitasi
perubahan peran yang penting
untuk perkembangan
perasaan.
Kerjasama fisioterapi,
psikoterapi, terapi obat-
obatan, dan dukungan
partisipasi kelompok dapat
menolong mengurangi depresi
yang juga sering muncul pada
kejadian ini.
7. Hambatan komunikasiSetelah diberikan asuhanMandiri Mandiri
verbal berhubungan keperawatan, diharapkan klien Kaji kemampuan klien untuk Untuk menentukan tingkat
dengan perubahan tidak mengalami hambatan berkomunikasi. kemampuan klien dalam
persepsi ditandai komunikasi verbal dengan Menentukan caracara berkomunikasi.
dengan disorientasi kriteria hasil : berkomunikasi Untuk membantu proses
tempat, orang dan Membuat seperti mempertahankan berkomunikasi dengan klien,
waktu. teknik/metode komunikasi yang
kontak mata, pertanyaan dengan dan agar tidak terjadi
dapat dimengerti sesuai jawaban ya atau tidak, miskomunikasi.
kebutuhan dan meningkatkan menggunakan kertas dan Untuk memudahkan klien
kemampuan berkomunikasi pensil/bolpoint, gambar, atau dalam memanggil perawat
papan tulis; bahasa isyarat, saat membutuhkan bantuan.
penjelas arti dari komunikasi Kolaborasi
yang disampaikan. Letakkan c. Memberikan terapi
bel/lampu panggilan di tempat bicara pada klien
mudah dijangkau dan berikan
penjelasan cara
menggunakannya.
Jawab panggilan tersebut dengan
segera.
Penuhi kebutuhan klien.
Katakan kepada klien bahwa
perawat siap membantu jika
dibutuhkan.
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli wicara
bahasa.
8. Risiko terhadap Setelah dilakukan tindakan Mandiri Mandiri
perubahan nutrisi keperawatan diharapkan klien a. Kaji pengetahuan a. Identifikasi kebutuhan
kurang dari kebutuhan mendapat nutrisi yang klien/keluarga mengenai untuk membantu perencanaan
tubuh berhubungan seimbang dengan KH: kebutuhan makan pendidikan
dengan mudah lupa, Mengubah pola asupan yang b. Usahakan/ berikan bantuan
c. Klien tidak mampu
kemunduran hobi, benar. dalam menentukan pilihan
perubahn sensori. Mendapat diet nutrisi yang c. memilih menu kebutuhan nutrisi
seimbang. d. Berikan makanan kecil d. Makan makanan kecil

Mempertahankan/ mendapat setiap jam sesuai kebutuhan meningkatkan masukan yang

kembali berat badan yang e. Hindari makanan yang sesuai

sesuai. terlalu panas e. Makan panas mengakibatkan

Ikut serta dalam aktifitas yang Kolaborasi : mulut terbakar atau menolak
a. Rujuk atau konsultasikan untuk makan
mempermudah koping adaptif
dengan ahli gizi Kolaborasi:
b. Pemberian suppositoria dan Bantuan diperlukan untuk
pelumas faeces / pencahar. mengembangkan
keseimbangan diet dan
menemukan
kebutuhan / makan yang
disukai
a.Pertolongan utama terhadap
fungsi bowell atau BAB
9. Risiko terhadap cedera Setelah dilakukan tindakan Mandiri Mandiri
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Risiko Kaji derajat gngguan Mengidentifikasi risiko di
kesulitan cedera tidak terjadi dengan kemampuan,tingkah laku lingkungan dan
keseimbangan, KH : impulsive dan penurunan mempertinggi
kelemahan, otot tidak - Meningkatkan tingkat persepsi visual. Bantu keluarga kesadaran perawat akan
terkoordinasi, aktivitas aktivitas mengidentifikasi risiko bahaya.
kejang. Dapat beradaptasi dengan terjadinya bahaya yang Klien dengan tingkah laku
lingkungan untuk mengurangi mungkin timbul impulsif berisiko trauma
risiko trauma/cedera Hilangkan sumber bahaya karena kurang mampu
Tidak mengalami lingkungan memgendalikan perilaku.
trauma/cedera Alihkan perhatian saat Penurunan persepsi visual
Keluarga mengenali potensial perilaku teragitasi berisiko terjatuh
di lingkungan dan Gunakan pakaian sesuai Klien dengan gangguan
mengidentifikasi tahap-tahap dengan lingkungan kognitif, gangguan persepsi
untuk memperbaikinya fisik/kebutuhan klien adalah awal terjadi trauma
Kaji efek samping obat, tanda akibat tidak bertanggung
keracunan (tanda jawab terhadap kebutuhan
ekstrapiramidal,hipot ensi keamanan dasar
ortostatik,gangguan penglihatan, Mempertahankan keamanan
gangguan gastrointestinal) dengan
Hindari penggunaan restrain menghindari konfrontasi yang
terusmenerus. Berikan meningkatkan risiko
kesempatan keluarga tinggal terjadinya trauma
bersama klien selama periode Perlambatan proses
agitasi akut metabolisme mengakibatkan
hipotermia. Hipotalamus
dipengaruhi proses penyakit
yang menyebabkan rasa
kedinginan
Klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala obat
dapat menimbulkan kadar
toksisitas pada lansia.
Ukuran dosis/penggantian obat
diperlukan untuk mengurangi
gangguan
Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan
dengan penurunan
kalsium tulang)
4. Implementasi
(implementasi sesuai dengan
intervensi)
5. Evaluasi
No.

Dx Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1. Perubahan proses pikir berhubungan • Mampu memperlihatkan kemampuan


dengan perubahan fisiologis kognitifuntuk menjalani konsekuensi
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai kejadian yang menegangkan terhadap
dengan hilang ingatan atau memori, emosi dan pikiran tentang diri
hilang konsentrsi, tidak mampu • Mampu mengembangkan strategi untuk
menginterpretasikan stimulasi dan mengatasi anggapan diri yang negative
menilai realitas dengan akurat. • Mampu mengenali perubahan dalam
berpikir atau tingkah laku dan factor
penyebab
• Mampu memperlihatkan penurunan
tingkah laku yang tidak diinginkan,
ancaman, dan kebingungan
2. Perubahan persepsi sensori • Mengalami penurunan halusinasi
berhubungan dengan perubahan • Mengembangkan strategi psikososial
persepsi, transmisi atau integrasi untuk mengurangi stress atau mengatur
sensori (penyakit neurologis, tidak prilaku.
mampu berkomunikasi, gangguan tidur, • Mendemonstrasikan respon yang sesuai
nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, stimulasi
gelisah, halusinasi. • Perawat mampu mengidentifikasi factor
eksternal yang berperan terhadap
perubahan
• kemampuan persepsi sensori

3. Sindrom stress relokasi berhubungan • Mengidentifikasi perubahan


dengan perubahan dalam aktivitas Mampu beradaptasi pada perubahan
kehidupan sehari-hari ditandai dengan • lingkungan dan aktivitas kehidupan
kebingungan, keprihatinan, gelisah, sehari- hari
tampak cemas, mudah tersinggung, • Mempertahankan rasa berharga pada
tingkah laku defensive, kekacauan diri dan identitas pribadi yang positif
mental, tingkah laku curiga, dan • Membuat pernyataan positif tentang
tingkah laku agresif. lingkungan yang baru
 Memperlihatkan penerimaan terhadap
perubahan lingkungan dan penyesuaian
kehidupan
 Mampu menunjukan tentang perasaan
yang sesuai/tidak cemas dan rasa takut
berkurang
 Tidak menyimpan pengalaman
menyakitkan
Menggunakan bantuan dari sumber
yang tepat selama waktu pengaturan

pada lingkungan baru

4. Perubahan pola tidur berhubungan • Memahami factor penyebab gangguan


dengan perubahan lingkungan ditandai pola tidur
dengan keluhan verbal tentang • Mampu menentukan penyebab tidur
kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, inadekuat
tidak mampu menentukan kebutuhan/ • Mampu memahami rencana khusus
waktu tidur. untuk menangani/mengoreksi penyebab
tidur tidak adekuat
 Mampu menciptakan pola tidur yang
adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang

(melamun)
 Tampak atau melaporkan dapat
beristirahat yang cukup

5. Kurang perawatan diri berhubungan • Mampu melakukan aktivitas perawatan


dengan intoleransi aktivitas, diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
menurunnya daya tahan dan kekuatan • Mampu mengidentifikasi dan
ditandai dengan penurunan kemampuan menggunakan sumber pribadi/ komunitas
melakukan aktivitas sehari-hari. yang dapat memberikan bantuan.
6. Koping individu tidak efektif • Mampu menyatakan atau
berhubungan dengan pemecahan mengkomunikasikan dengan orang
masalah tidak adekuat ditandai dengan terdekat tentang situasi dan perubahan
cepat marah, curiga, mudah yang sedang terjadi
tersinggung. • Mampu menyatakan penerimaan diri
terhadap situasi
• Mengakui dan menggabungkan
perubahan ke dalam konsep diri dengan
cara yang akurat tanpa haraga diri yang
negative

7. Hambatan komunikasi verbal  Membuat teknik/metode komunikasi yang


berhubungan dengan perubahan dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan
persepsi ditandai dengan disorientasi meningkatkan kemampuan
tempat, orang dan waktu. berkomunikasi

8. Risiko terhadap perubahan nutrisi • Mengubah pola asupan yang benar.


kurang dari kebutuhan tubuh • Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
berhubungan dengan mudah lupa, • Mempertahankan/ mendapat kembali
kemunduran hobi, perubahn sensori. berat badan yang sesuai.
• Ikut serta dalam aktifitas yang

mempermudah koping adaptif.

9. Risiko terhadap cedera berhubungan • Meningkatkan tingkat aktivitas


dengan kesulitan keseimbangan, Dapat beradaptasi dengan lingkungan
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, • untuk mengurangi risiko trauma/cedera
aktivitas kejang. Tidak mengalami trauma/cedera

 Keluarga mengenali potensial di
lingkungan dan mengidentifikasi
tahaptahap untuk memperbaikinya
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika


Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta:
FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta

Nugroho,Wahjudi. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran


EGC.Jakarta;1999

Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002

Anda mungkin juga menyukai