PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih
tinggi,termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh
kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom
terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi
lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow,
2006).
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita
demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih
daridua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan
yangterjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040
jumlahpenderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia
dikawasan asia pasifik, 2006).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi,
tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan,penurunan
emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola
berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana,menggunakan
kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-katayang tepat.
Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkankesulitan dalam
mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapatmenjalankan
fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia
lanjut.Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari
501tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang
hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh
siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003).
Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya
hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang
hendak kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu mengenai
bagaimana gambaran klinis dari polisitemia serta bagaimana proses asuhan
keperawatan pada klien dengan demensia ?
B. KONSEP DEMENSIA
1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali
menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian
(behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak
menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit
biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan
mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi
pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim
informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama
kali kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi
degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada
tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau
menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati
secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan
penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah
laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami
oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun
kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia,
namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera
hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan
hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan
menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian
dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka
perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan
(terutama ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan
belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi. Lupa pada usia
lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun penyakit Alzheimer
stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan mental yang lebih
serius, yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal, seseorang bisa
lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan
keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
2. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas
60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan
angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya
harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun
menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai
lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5
–1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau
sekitar 3 – 4 juta orang.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur
diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000
penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang
salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan
Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia
terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia
vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan
demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 –
40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
3. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti
dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah
penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy
body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan
oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan
proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus,
polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat
secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino
dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer
adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan
dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya
produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah
penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran
faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
• Faktor genetic
• Faktor infeksi
• Faktor lingkungan
• Faktor imunologis
• Faktor trauma
• Faktor neurotransmitter
4. Klasifikasi
a. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia
tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois
Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
• Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
• Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
• Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
• Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti
penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post
mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya
dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal
seperti :
• Peningkatan reflek tendon dalam,
• Respontar eksensor,
• Palsi pseudobulbar,
• Kelainan gaya berjalan,
• Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering
pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan
faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia
dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
• Terdapat gejala demensia
• Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata Onset mendadak
dengan adanya gejala neurologis fokal
Menurut Umur:
1. Demensia senilis (>65th)
2. Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
Menurut kerusakan struktur otak
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10. Morbus Jakob-Creutzfeldt
11. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12. Prion disease
13. Palsi Supranuklear progresif
14. Multiple sklerosis
15. Neurosifilis
16. Menurut sifat klinis:
17. Demensia proprius
18. Pseudo-demensia
5. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut
(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit
protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid
(APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri
dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan
berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam
pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan
morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan
morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang
menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi
serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein
tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton
sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau,
secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat
pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka.
Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah
yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.
Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak
menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid
(A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan
dalam sel neuronal. Abeta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)
yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan
dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal
bebas sehingga menggagu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap
stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD.
Secara neurokimia kelainan pada otak
6. Gejala Klinis
Demensia yang paling banyak ditemukan yaitu tipe Alzheimer
Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala
demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang
berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan
kematian sel-sel otak yang massif. Kematian selsel otak ini baru menimbulkan
gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah
lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata
yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak
mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini
disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik
seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya),
halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi,
gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori
yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia.
Gejalanya antara lain: Disorientasi, gangguan bahasa (afasia), Penderita
mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak
dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi, dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita
mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala
klinisnya antara lain: Penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan
membisu, daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal
keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan
sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain, kematian terjadi akibat infeksi
atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia
dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak
memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat
nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri
sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama,
mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan
dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah
masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi
sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa
Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah
menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa
demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang
sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada
lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian
latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian
status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang
semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami
dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita
demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat
memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku
(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di
antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas,
disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah,
agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C.,
Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
“lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah
7. Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
a. Pembedaan antara delirium dan demensia
b. Bagian otak yang terkena
c. Penyebab yang potensial reversibel
d. Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
e. Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
f. Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
g. Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
h. Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
i. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan
lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan
penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus
baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia
penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya.
Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini
sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan
dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian
Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan.
Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia
agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara
mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin
sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi
depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan
dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus
mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat
siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita
lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat
anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati
bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya.
Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul
akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan
waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-
teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota
keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
8. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan
otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika
pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap,
pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang
tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien
menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi
diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien
dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik,
termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik
pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis
simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis
demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi,
latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah
visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai,
seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi
kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau
anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah
psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang
berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan
ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan
alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena
penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi
kognitif.
10. Prognosis
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak
yang hampir menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu
mengendalikan perilakunya. Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang
berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya penderita tidak mampu mengikuti
suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan berbicara.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan secara umum pada penyakit demensia
antara lain:
a. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti
acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah
dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang
dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu
untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin
menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat
membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau
berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)
perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan,
mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan. Tanda: Kehilangan
kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin
mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus
(tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang
kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan
kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain
untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan
alat makan.
g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing
atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif,
mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku
( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi
tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit
serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara
periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat
sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam
menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-
ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti;
terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan
untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik
halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar
dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
Demensia terjadi akibat kerusakan yang terjadi di dalam susunan saraf pusat
terkait dengan proses penuaan. Pada pengkajian Lansia dengan masalah
demensia bisa digolongkan dalam pengkajian sistem saraf secara umum.
Perubahan umum dari sistem saraf yang terkait dengan Proses Menua adalah
sebagai berikut:
Struktur Otak:
• Kehilangan berat otak karena penuaan menyebabkan pengurangan jumlah dari
neuron dengan kehilangan area yang besar dari cortex dan cerebellum.
• Atrofi dari tegangan dengan perluasan sulci dan gyri paling banyak di daerah
frontal.
• Dilatasi dari ventrikel karena proses menua.
• Peningkatan akumulasi intrasel dari pigmen lipofuscin menyebabkan intisel
mengasumsikan posisi yang abnormal.
• Perkembangan dari senile plaques atau lesi yang anatomik terkait dengan
penuaan.
Fungsi Metabolik dan Fisiologik
• Menurunnya konsumsi oksigen menyebabkan penurunan energi intraseluler,
penggunaan glukosa, aliran darah.
• Perubahan metabolik dari kompleks sinaptik menyebabkan efek
neurotransmiter berhubungan dengan fungsi otak dengan tidur, kontrol
temperatur, mood mengakibatkan gangguan tidur, intoleransi terhadap dingin
dan depresi.
• Penurunan kadar norepinephrine, peningkatan kadar serotonin dan monoamin
oksidase menyebabkan perubahan dalam fungsi neurotransmiter dan depresi,
penurunan kadar dopamin menyebabkan penyakit parkinson’s.
• Perubahan umum dalam sirkulasi otak menyebabkan kekacauan mental
(association retrieval, recall, memory dan kemampuan kognitif), dalam
pergerakan (kekuatan motorik, kelincahan dan ketangkasan), pada interpretasi
sensory (penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa),
kemampuan dalam koping dengan kejadian multipel (depresi, afek,
komunikasi).
• Penurunan jumlah neuron menyebabkan penurunan dalam kekuatan transmisi
dari otak ke anggota badan dan mengakibatkan perubahan ambang bekerja
dari organ dan sistem.
• Peningkatan recovery time dari susunan saraf otonom menyebabkan
pemanjangan waktu untuk kembali ke fungsi organ awal setelah stimulasi
mengakibatkan kecemasan dan ketegangan akibat stimulasi yang berlebihan.
• Penurunan dendrites pada saraf, sinap, lesi pada akson menyebabkan
penurunan pada hantaran saraf tepi dan memperlambat waktu reaksi.
• Perubahan ekstra piramidal menyebabkan perubahan affect, mengurangi
pergerakan dan berkedip.
Perubahan Electroencephalographic (EEG)
Pada pembacaan menampakkan satu siklus yang lebih rendah daripada tahap lain
yang matang.
Fungsi dan Struktur Sensori
• Penurunan ukuran pupil dan perubahan respon cahaya yang minimal
menyebabkan kesulitan melihat dalam gelap, pada malam hari atau adaptasi
yang lambat untuk melihat dalam gelap.
• Penurunan dalam sensitivitas dari cones di retina terhadap warna
menyebabkan kesulitan dalam membedakan warna (merah dan hijau menjadi
hitam).
Perubahan Pola Tidur
• Tetap pada tahap I dan II untuk jangka waktu yang lama dan mungkin
membutuhkan waktu yang lama untuk tertidur.
• Tahap III tetap sama, waktu tahap IV sangat berkurang atau terlewati semua
dengan penuaan, menyebabkan frekuensi bangun saat malam hari dan
penurunan intensitas dari tidur membuat lebih mudah untuk bangun dan tidak
mendapatkan tidur yang cukup.
• Waktu tidur REM sebanding dengan tahap lain dari masa dewasa tetapi
penuaan mengakibatkan mimpi kurang dan pengurangan pada REM
mengakibatkan mudah terangsang, letargi dan depresi.
• Pengurangan pada tahap IV menyebabkan rasa lemas, capek, cemas dan
tegang.
• Insomnia, sleep apnea dan tidur sebentar, meningkat dengan usia
menyebabkan gangguan pola tidur dan penyimpangan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori,
hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai
realitas dengan akurat.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis,
gelisah, halusinasi.
3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah,
tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan
mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi
atas kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan
melakukan perawatan diri.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah
tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi
ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
3. Intervensi
Ikut serta dalam aktifitas yang Kolaborasi : mulut terbakar atau menolak
a. Rujuk atau konsultasikan untuk makan
mempermudah koping adaptif
dengan ahli gizi Kolaborasi:
b. Pemberian suppositoria dan Bantuan diperlukan untuk
pelumas faeces / pencahar. mengembangkan
keseimbangan diet dan
menemukan
kebutuhan / makan yang
disukai
a.Pertolongan utama terhadap
fungsi bowell atau BAB
9. Risiko terhadap cedera Setelah dilakukan tindakan Mandiri Mandiri
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Risiko Kaji derajat gngguan Mengidentifikasi risiko di
kesulitan cedera tidak terjadi dengan kemampuan,tingkah laku lingkungan dan
keseimbangan, KH : impulsive dan penurunan mempertinggi
kelemahan, otot tidak - Meningkatkan tingkat persepsi visual. Bantu keluarga kesadaran perawat akan
terkoordinasi, aktivitas aktivitas mengidentifikasi risiko bahaya.
kejang. Dapat beradaptasi dengan terjadinya bahaya yang Klien dengan tingkah laku
lingkungan untuk mengurangi mungkin timbul impulsif berisiko trauma
risiko trauma/cedera Hilangkan sumber bahaya karena kurang mampu
Tidak mengalami lingkungan memgendalikan perilaku.
trauma/cedera Alihkan perhatian saat Penurunan persepsi visual
Keluarga mengenali potensial perilaku teragitasi berisiko terjatuh
di lingkungan dan Gunakan pakaian sesuai Klien dengan gangguan
mengidentifikasi tahap-tahap dengan lingkungan kognitif, gangguan persepsi
untuk memperbaikinya fisik/kebutuhan klien adalah awal terjadi trauma
Kaji efek samping obat, tanda akibat tidak bertanggung
keracunan (tanda jawab terhadap kebutuhan
ekstrapiramidal,hipot ensi keamanan dasar
ortostatik,gangguan penglihatan, Mempertahankan keamanan
gangguan gastrointestinal) dengan
Hindari penggunaan restrain menghindari konfrontasi yang
terusmenerus. Berikan meningkatkan risiko
kesempatan keluarga tinggal terjadinya trauma
bersama klien selama periode Perlambatan proses
agitasi akut metabolisme mengakibatkan
hipotermia. Hipotalamus
dipengaruhi proses penyakit
yang menyebabkan rasa
kedinginan
Klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala obat
dapat menimbulkan kadar
toksisitas pada lansia.
Ukuran dosis/penggantian obat
diperlukan untuk mengurangi
gangguan
Membahayakan klien,
meningkatkan agitasi dan
timbul risiko fraktur pada
klien lansia (berhubungan
dengan penurunan
kalsium tulang)
4. Implementasi
(implementasi sesuai dengan
intervensi)
5. Evaluasi
No.
(melamun)
Tampak atau melaporkan dapat
beristirahat yang cukup
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta