Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PSIKOLOGI ABNORMAL

PENUAAN (LANJUT USIA)

Disusun oleh :
Andre Wahyu Febianto 1511417069
Ardian Ali Pratama 1511417128

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2018
Konsep Lanjut Usia (penuaan)

a. Definisi

Menurut Hidayat, usia lanjut adalah hal yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan
yang berakhir dengan kematian (Supraba, 2015). Menurut Hawari (2006) Usia lanjut
merupakan seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik
secara fisik masih berkemampuan (potensial) ataupun karena sesuatu hal tidak mampu
lagi berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial). Di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat usia lanjut sering didefinisikan mereka yang telah
menjalani siklus kehidupan diatas usia 60 tahun (dalam Juwita, 2013).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem
fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian
(Setiati, Harimurti, & R, 2009).

b. Teori Mengenai Proses Penuaan

Berbagai penelitian eksperimental dibidang gerontologi dasar selama 20 tahun


terakhir ini berhasil memunculkan teori baru mengenai proses menua. Beberapa teori
tentang penuaan yang dapat diterima saat ini, antara lain :

1. Teori biologis proses penuaan

- Teori radikal bebas

Teori radikal bebas pertama kali diperkenalkan oleh Denham Harman pada
tahun 1956, yang menyatakan bahwa proses menua adalah proses yang normal,
merupakan akibat kerusakan jaringan oleh radikal bebas (Setiati et al., 2009).

Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi elektron tidak berpasangan.
Karena elektronnya tidak berpasangan, secara kimiawi radikal bebas akan mencari
pasangan elektron lain dengan bereaksi.
- Teori imunologis

Menurut Potter dan Perry (2006) dalam (Marta, 2012) penurunan atau
perubahan dalam keefektifan sistem imun berperan dalam penuaan. Tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing
sehingga sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri pada
kecepatan yang meningkat secara bertahap. Disfungsi sistem imun ini menjadi faktor
dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit
kardiovaskular, serta infeksi.

- Teori genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama di pengaruhi oleh


pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut
teori genetika adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan
dari waktu ke waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain,
perubahan rentang hidup dan panjang usia ditentukan sebelumnya (Stanley & Beare,
2006 dalam Putri, 2013).

- Teori wear-and-tear

Teori wear-and- tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi


sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintensis DNA, sehingga
mendorong malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan
mengalami kerusakan.

2. Teori psikososial proses penuaan

- Teori disengagement

Teori disengagment (teori pemutusan hubungan), menggambarkan proses


penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Proses
penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting
untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan
bahagia apabila kontak sosial berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh
generasi lebih muda (Stanley & Beare, 2006 dalam Putri, 2013).
- Teori aktivitas

Teori ini menegaskan bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk
keberhasilan penuaan. Menurut Lemon et al (1972) dalam (Marta, 2012) orang tua
yang aktif secara sosial lebih cendrung menyesuaikan diri terhadap penuaan dengan
baik.

c. Perubahan Pada Lanjut Usia

- Perubahan pada Sistem Sensoris

Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat


keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang
dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori
(Maramis, 2009).

- Perubahan pada Sistem Integumen

Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-
tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki.
Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal
pada sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan
sinar matahari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah.

d. Permasalahan Pada Lanjut Usia

1) Penurunan fungsi
- Kehilangan dalam bidang sosial ekonomi

Kehilangan keluarga atau teman karib, kedudukan sosial, uang, pekerjaan


(pensiun), atau mungkin rumah tinggal, semua ini dapat menimbulkan reaksi yang
merugikan. Perasaan aman dalam hal sosial dan ekonomi serta pengaruhnya terhadap
semangat hidup, rupanya lebih kuat dari pada keadaan badani dalam melawan
depresi (Maramis, 2009).
- Seks pada usia lanjut

Orang usia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan seks yang aktif sampai
umur 80-an. Libido dan nafsu seksual penting juga pada usia lanjut, tetapi sering hal
ini mengakibatkan rasa malu dan bingung pada mereka sendiri dan anak-anak
mereka yang menganggap seks pada usia lanjut sebagai tabu atau tidak wajar. Orang
yang pada masa muda mempunyai kehidupan seksual yang sehat dan aktif, pada usia
lanjut masih juga demikian, biarpun sudah berkurang, jika saat muda sudah lemah,
pada usia lanjut akan habis sama sekali (Maramis, 2009).

Memang terdapat beberapa perubahan khusus mengenai seks. Pada wanita


karena proses penuaan, maka pola vasokongesti pada buah dada, klitoris dan vagina
lebih terbatas. Aktivitas sekretoris dan elastisitas vagina juga berkurang. Pada pria
untuk mencapai ereksi diperlukan waktu lebih lama. Ereksi mungkin tidak akan
dicapai penuh, tetapi cukup untuk melakukan koitus. Kekuatan saat ejakulasi juga
berkurang. Pada kedua seks, semua fase eksitasi menjadi lebih panjang, akan tetapi
meskipun demikian, pengalaman subjektif mengenai orgasme dan kenikmatan tetap
ada dan dapat membantu relasi dengan pasangan (Maramis, 2009).

a. Penurunan fungsi kognitif

Setiati, Harimurti & Roosheroe (2009) menyebutkan adanya perubahan


kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan meningkatkan
fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi tranmisi saraf di otak menyebabkan proses
informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori,
serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan
mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem
saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan
kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi.

b. Kejadian Jatuh

Pada usia lanjut, kejadian jatuh merupakan permasalahan yang sering dihadapi,
dikarenakan lansia mengalami penurunan fungsi tubuh yang meningkatkan kejadian
jatuh. Kejadian jatuh pada lansia dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera,
kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian
jatuh adalah patah tulang panggul. Dampak psikologs adalah walaupu cedera fisik
tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jauh lagi dapat memiliki banyak
konsekuen termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam
aktivitas sehari-hari dan fobia jatuh (Stanley, 2006).

Pandangan Psikologi

Pandangan yang dilakukan terkait permasalahn psikologi adalah penilaian


terhadap gangguan fungsi kognitif dan penilaian terkait depresi pada lansia.
Instrumen yang digunakan dalam menilai kemampuan fungsi kognitif lansia bisa
menggunakan MMSE (Mini Mental Score Examination) atau dengan menggunakan
instrumen MoCA (Montreal Cognitive Assesment). Untuk mendeteksi adanya
gangguan depresi pada lansia, instrumen yang biasanya digunakan adalah Geriatric
Depression Scale-15 (GDS-15) (Rakel et al, 2011)

Konsep Depresi Pada Lansia

Depresi merupakan masalah psikologi yang paling banyak ditemukan pada


lansia. Pandangan tentang depresi secara umum dapat dipahami melalui pengenalan
terhadap pengertian, teori, gejala, penyebab, penilaian dan faktor yang
mempengaruhi.

Pengertian

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan


dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
putus asa dan tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri (Kaplan HI, Sadock BJ,
2010). Menurut Hawari (2006) dalam (Juwita, 2013) depresi adalah gangguan alam
perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam
dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan
dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh
atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), perilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal.
Depresi diartikan sebagai gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan tertekan, menderita, berkabung, mudah marah dan kecemasan (WHO,
2001). Menurut Isaacs (2001) dalam (Prasetya, 2010) depresi juga dapat diartikan
sebagai keadaan emosional yang diartikan dengan kesedihan, berkecil hati, perasaan
bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa depresi pada lanjut
usia adalah suatu bentuk gangguan alam perasaan yang bersifat patologis yang
ditandai dengan perasaan sedih, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan
kosong, perasaan tertekan, menderita, mudah marah, gangguan makan, sulit tidur dan
kecemasan.

Teori-teori yang berhubungan dengan depresi pada lansia

Freud dan Karl Abraham berpendapat bahwa pada proses berkabung akibat
hilangnya obyek cinta seperti orang maupun obyek abstrak dapat terintrojeksikan
kedalam individu sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu. Obyek
cinta yang hilang bisa berupa kebugaran yang tidak muda lagi, kemunduran kondisi
fisik akibat berbagai kondisi multipatoogi, kehilangan fungsi seksual, dan lain-lain.
Seligman berpendapat bahwa terdapat hubungan anatara kehilangan yang tidak
terhindarkan akibat proses menua dan kondisi multipatologi tadi dengan sensasi
passive helpesness yang sering terjadi pada usia lanjut (Setiati et al., 2009).

Dalam teori Erik Erikson, kepribadian berkembang dan terus tumbuh dengan
perjalanan kehidupan. Perkembangan ini melalui beberapa tahap psikososial seperti
melalui konflik-konflik yang terselesaikan oleh individu tersebut yang dipengaruhi
oleh maturitas kepribadian pada fase perkembangan sebelumnya, dukungan
lingkungan terdekatnya dan tekanan hidup yang dihadapinya. Erikson menyebutkan
adanya krisis integrity versus despair yaitu individu yang sukses melampaui tahapan
tadi akan dapat beradaptasi dengan baik, menerima segala perubahan yang terjadi
dengan tulus dan memandang kehidupan dengan rasa damai dan bijaksana. Penelitian
akhir-akhir ini juga mengatakan bahwa konflik integrity versus despair berhasil baik
pada usia lanjut yang lebih muda dibanding usia lanjut yang tua (Setiati et al., 2009).

Teori Heinz Kohut menekankan pada aspek hilangnya rasa kecintaan pada diri
sendiri akibat proses penuaan ditambah dengan rasa harga diri dan kepuasan diri
yang kurang dukungan sosial yang tidak terpenuhi akan menyebabkan usia lanjut
tidak mampu memelihara dan mempertahankan rasa harga diri mereka sering merasa
tegang dan takut, cemas, murung, kecewa dan tidak merasa sejahtera diusia senja
(Setiati et al., 2009).
Penatalaksanaa

Penatalaksanaa depresi pada lansia meliputi beberapa aspek, antara lain:

Terapi Fisik

Terapi fisik untuk lansia yang mengalami depresi salah satunya adalah
elektrokonvulsif (ECT) untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum,
berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang
efektif aman. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kali).
Dilanjutkan dengan antidepresi untuk mencegah kekambuhan (Soejono et al., 2009).
Menurut (Maramis & Maramis, 2009), terapi psikologik terdiri dari:

Psikoterapi suportif
Berikan kehangatan, empati pengertian dan optimistik. Bantu pasien
mengidentifikasi dan mengekspresikan hal-hal yang membuatnya prihatin dan
melontarkannya. Bantulah memecahkan problem eksternal seperti pekerjaan,
menyewa rumah dan hal lainnya.

Terapi kognitif

Bertujuan untuk mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (tentang masa
depan, merasa tidak berguna, tidak mampu dan lain-lain) ke arah pola pikir yang
netral atau positif dengan latihan-latihan, tugas dan aktivitas-aktivitas tertentu.

Relaksasi

Teknik yang umum digunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur atau melalui alat perekam. Teknik ini dapat dilakukan
dalam praktek umum sehari-hari namun diperlukan kursus singkat teknik relaksasi
terlebih dahulu.

Terapi Keluarga

Masalah keluarga dapat berperan dalam perkembangan depresi, sehingga


dukungan terhadap pasien sangat penting. Proses dinamika keluarga, ada perubahan
posisi dari dominan menjadi dependen. Tujuan terapi keluarga adalah untuk
meredakan perasaan frustasi dan putus asa serta memperbaiki sikap atau struktur
dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
Farmakoterapi

Respon terhadap obat pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain farmakokinetik dan farmakodinamik. Faktor-faktor farmakokinetik antara
lain: absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat akan mempengaruhi
jumlah obat yang dapat mencapai jaringan tempat kerja obat untuk bereaksi dengan
reseptornya. Faktor- faktor farmakodinamik antara lain: sensitivitas reseptor,
mekanisme homeostatik akan mempengaruhi antisitas efek farmakologik dari obat
tersebut.

Obat-obat yang digunakan pada penyembuhan depresi usia lanjut antara lain:

1) Anti Depresan Trisiklik

2) Irreversible Monoamin Oxsidase A-B Inhibitor (MAOIs)

3) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs)

4) Penstabil Mood (Mood Stabilizer)

LANSIA (Lanjut
Usia)
Gangguan
Permasalahan pada fisik
lansia Kehilangan
dalam bidang
ekonomi dan
Seks usia
lanjut
Gangguan
psikologi

Faktor
internal : DEPRESI PADA
1. B
i LANSIA
o
l
o
g
i
s
 U
s
3. Psikologis
Kepribadian
Faktor-
lansia
faktor
yang
mempenga
ruhi Faktor eksternal:
Sosial
Status
 perkawinan
 Pekerjaan
 Tingkat
 Pendidikan
 Pendapatan
Dukungan
sosial
jaringan sosial
10

DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

Hawari, D. 2007. Sejahtera di Usia Senja. Jakarta : FKUI.

Stanley, M dan Beare, P.G. 2006. Buku Saku Keperawatan Gerontik, Edisi 2 (N. Juniarti dan S.
Kuraningsih, Penerjemah). Jakarta : EGC.

Santrock, John W. 2002. Life-span Development : Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5 jilid 2,
Jakarta : Erlangga

Juwita R. 2013. Hubungan Keluarga dengan Depresi Pada Lansia di UPTD Rumoh Sejahtera
Geunaseh Sayang Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2013. Penelitian. STIKES U’Budiyah Banda
Aceh. Banda Aceh.

Soejono, C. H., Probosuseno, & Sari, N. K. (2009). Depresi Pada Pasien Usia Lanjut. Dalam:
Dalam edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga.

Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 5., Jakarta: Interna., 2009:1035-37.

Marta, O. F. (2012). Determinan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 4 Jakarta Selatan. Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai