Anda di halaman 1dari 8

BAB VI

PEMBAHASAN

1. ANALISA UNIVARIAT
a. Aktivitas fisik
Berdasarkan table 5.7 menunjukkan bahwa responden di panti
sosial harapan kita Palembang yang memiliki aktivitas fisik
ketergantungan sebanyak 24 responden (43.6%), dan responden yang
memiliki aktivitas fisik secara mandiri sebanyak 31 responden (56.4%).
Parameter yang diukur untuk menilai aktivitas fisik pada responden
adalah mandi, makan, berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan kontinen.
ADL (Activity daily living) adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin
sehari-hari dan merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri. ADL
merupakan salah satu alat ukur untuk menilai kapasitas fungsional
seseorang dengan menanyakan aktivitas kehidupan sehari-hari, untuk
mengetahui lansia yang membutuhkan pertolongan orang lain dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau dapat melakukan secara
mandiri (Gallo dkk,1998). Sedangkan menurut Brunner & Suddarth
(2022) ADL adalah aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan
setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.
Hasil penelitian menunjukkan lansia di panti sosial harapan kita
sebagian besar kurang melakukan aktivitas fisik. menurut peneliti,
berdasarkan kuesioner yang di isi oleh responden hamper seluruh
responden melakukan aktivitas fisik yang kurang, misalnya jalan pagi,
Karena degan melakukan aktivitas fisik yang rutin dapat mempertahankan
aliran darah yang optimal dan mengantar nutrisi ke otak.
Menurut Jones dan Rose (2015) dengan melakukan program
aktivitas fisik jangka pendek seperti latihan fisik dapat membawa
perbaikan yang berarti dalam kinerja fungsi kognitif lansia. Selain itu,
dengan melakukan aktivitas fisik secara rutin dan berkala termasuk
berjalan kaki akan membuat fungsi kognitif menjadi lebih baik. Hal ini
karena aktivitas fisik dapat mempertahankan aliran darah yang optimal

55
56

dan mengantarkan nutrisi ke otak. Apabila lansia tidak melakukan


aktivitas fisik secara rutin maka aliran darah ke otak menurun, dan akan
menyebabkan otak kekurangan oksigen. (Marhamah, 2012). Aktivitas
fisik juga diduga menstimulasi pertumbuhan saraf yang kemungkinan
dapat menghambat penurunan fungsi kognitif pada lansia (Muzamil,
Afriwardi, & Martini, 2014). Menurut Kirk-Sanchez dan McGough
(2013) saat melakukan aktivitas fisik, otak akan distimulasi sehingga
dapat meningkatkan protein di otak yang disebut Brain Derived
Neutrophic Factor (BDNF). Protein BDNF ini berperan penting menjaga
sel saraf tetap bugar dan sehat. Namun, apabila kadar BDNF rendah maka
akan menyebabkan penyakit kepikunan (Antunes, 2016). Menurut
National Institute on Aging (2009), aktivitas fisik bisa dengan melakukan
kegiatan memindahkan / menggerakkan badan seperti berkebun, berjalan,
dan menaiki tangga.
sebagian besar lansia malah mengurangi aktivitas fisiknya karena
mereka merasa aktivitas fisik seperti olahraga tidak cocok dengan gaya
hidup mereka, meskipun ada diantara mereka sadar akan manfaatnya
(Lee, Arthur, & Avis, 2008). Selain itu, lansia mengatakan bahwa dirinya
sudah mengalami penurunan kesehatan, sehingga sudah tidak bisa
melakukan aktivitas fisik lagi (Baert, Gorus, Mets, Geerts, & Bautmans,
2011). Berdasarkan laporan dari Physical Activity Council Report (2014)
menyatakan bahwa penurunan terbesar aktivitas fisik datang dari dewasa
tua berusia 55 tahun sampai seterusnya.

b. Tekanan Darah
Berdasarkan tabel 5.8 diatas didapatkan bahwa lansia di Panti
sosial harapan kita yang memiliki tekanan darah tidak normal sebanyak
28 responden (50.9%). Dan responden yang memiliki tekanan dara
normal sebanyak 27 responden (49.1%).
Adanya kejadian hipertensi pada lansia karena penyebab dari
faktor hipertensi seperti faktor yang tidak dapat dikontrol salah satunya
usia. Bertambahnya usia pada lansia cenderung tekanan darah sistoliknya
57

bertambah tinggi hal ini disebabkan karena adanya penebalan dinding


pembuluh darah yang juga menjadi menyempit dan kaku. Insidensi
hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Lansia yang
berumur di atas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi
yang terjadi pada orang yang bertambah usianya (Nuraini, 2015).
Terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita, laki-laki
beresiko lebih tinggi terkena hipertensi pada masa muda tetapi wanita
akan lebih tinggi terkena hipertensi saat usia lebih dari 55 tahun karena
akan mengalami menopause dibandingkan yang belum menopause.
Wanita akan terlindungi dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
karena dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan untuk
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol
HDL yang tinggi juga merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis (Yuliana, 2020).

c. Fungsi Kognitif
Berdasarkan hasil table 5.9 menunjukkan bahwa responden di panti
sosial harapan kita Palembang yang mengalami gangguan fungsi kognitif
sebanyak 30 responden (54.5%), dan responden yang tidak mengalami
gangguan fungsi kognitif sebanyak 25 responden (45.5%). Parameter
yang peneliti gunakan untuk mengukur fungsi kognitif pada responden
adalah menggunakan kuesioner MMSE. Kuesioner ini untuk menilai
memori, bahasa, kemampuan konstruksi visuospasial, praksis, atensi
kalkulasi, reasoning, dan abstaksi. Dari data yang sudah diisi responden
yang mengalami gangguan fungsi kognitif yaitu responden banyak
mengalami gangguan memori dan bahasa. Pada responden yang memiliki
fungsi kognitif normal tidak jarang yang mengalami gangguan pada
memori dan bahasa.
Penyakit degenerative pada lansia salah satunya adalah penurunan
fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan proses mental dalam
memperoleh pengetahuan atau kemampuan serta kecerdasan, yang
58

meliputi cara berpikir, daya ingat, pengertian, perencanaan, dan


pelaksanaan (Santoso & ismail, 2009). Fungsi kognitif merupakan
dimensi penting dari kualitas hidup untuk lansia di semua negara, hal ini
erat kaitannya dengan kemampuan untuk memproses informasi dalam
kehidupan sehari-hari (Hu Y et al, 2011). Kemunduran fungsi kognitif
dapat berupa mudah lupa (forgetfulness), gangguan kognitif ringan (Mild
Cognitive Impairment / MCI), hingga ke dimensia sebagai bentuk klinis
yang sangat berat (Wreksoatmodjo, 2012).
Dari hasil tabulasi menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak
mengalami perununan fungsi kognitif, karena perempuan mempunyai
harapan hidup yang tinggi. Maka dari itu fungsi kognitif yang terjadi
cenderung kepada perempuan, dikarenakan perempuan lebih banyak tidak
melakukan aktivitas fisik apapun, hal ini menyebabkan fungsi kognitif
pada perempuan tidak bagus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia di panti sosial harapan
kita Palembang mengalami penurunan fungsi kognitif . berdasarkan hasil
nilai kuesioner yang diisi oleh para responden menurut peneliti,
responden yang memiliki parameter tertinggi adalah orientasi, kemudia
bahasa, atensi dan kalkulasi, registrasi, dan yang paling rendah adalah
mengingat kembali.

2. ANALISA BIVARIAT
a. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Gangguan Fungsi Kognitif Pada
Lansia Di Panti Sosial Harapan Kita Palembang
Berdasarkan table 5.10 dapat diketahui bahwa dari 55 responden,
memiliki aktivitas fisik yang mandiri juga mengalami gangguan fungsi
kognitif sebanyak 11 responden (35.5%), responden yang memiliki
aktivitas fisik mandiri yang tidak mengalami gangguan fungsi kognitif
sebanyak 20 responden (65.5%). Sedangkan responden yang memiliki
aktivitas fisik ketergantungan yang mengalami gangguan fungsi kognitif
sebanyak 19 responden (79.2%), responden yang memiliki aktivitas fisik
59

ketergantungan yang tidak mengalami gangguan fungsi kognitif sebanyak


5 responden (20.8%)
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh
derajat signifikan sebesar ρ value = 0.001 (ρ value < 0.05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan aktivitas fisik dengan gangguan fungsi
kognitif pada lansia di panti sosial harapan kita palembang.
Hasil penelitian ini ada hubungan aktifitas fisik dengan fungsi
kognitif pada lansia, maka dari itu untuk menjaga fungsi kognitif pada
lansia agar fungsi kognitif tetap baik maka diperlukan aktifitas fisik
secara rutin, Menurut peneliti dengan melakukan program aktivitas fisik
jangka pendek seperti latihan fisik dapat memperbaikan kinerja fungsi
kognitif lansia. Selain itu, dengan melakukan aktivitas fisik secara rutin
dan berkala termasuk berjalan kaki akan membuat fungsi kognitif menjadi
lebih baik. Hal ini karena aktivitas fisik dapat mempertahankan aliran
darah yang optimal dan mengantarkan nutrisi ke otak. Apabila lansia
tidak melakukan aktivitas fisik secara rutin maka aliran darah ke otak
menurun, dan akan menyebabkan otak kekurangan oksigen. Aktivitas
fisik mempunyai pengaruh yang bermanfaat pada fungsi kognitif lansia
dan juga merupakan salah satu dari upaya pencegahan terhadap gangguan
fungsi kognitif dan demensia, melaksanakan aktifitas fisik dan
menghindari penurunan yang buruk pada fungsi kognitif
Menurut Muzamil, Afriwandi, dan Martini (2014), tingkat aktivitas
fisik yang tinggi dan rutin memuliki hubungan dengan tingginya skor
fungsi kognitif. Tetapi lansia yang memiliki tingkat aktivitas rendah atau
sedang berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, khususnya
memori dan fungsi bahasa (Makizako,2014). Studi yang dilakukan oleh
Busse, et al (2009) menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat
meningkatkan fungsi eksekutif, perhatian, kecepatan berpikir, kerja
memori serta memori jangka panjang/pendek.
Berdasarkan hasil penelitian Izzah (2014) dengan judul “Hubungan
aktivitas fisik dengan fungsi kognitif lansia pada lansia usia 60-69 tahun
di Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang”, Jenis
60

penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional.


Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling. Besar sampel
adalah 95 orang. Dilakukan uji Chi-Square untuk menentukan hubungan
antar variabel. Hasil Penelitian dan Diskusi: Didapatkan skor fungsi
kognitif pada lansia dengan skor 0-23 gangguan kognitif), sebanyak
71,4% memiliki aktivitas fisik rendah dan sebanyak 28,6% memiliki
aktivitas fisik sedang. Sedangkan yang memiliki skor 24-30 (tidak
gangguan kognitif), sebanyak 84,1% memiliki aktivitas fisik sedang,
11,4% memiliki aktivitas fisik berat, dan 4,5% memiliki aktivitas fisik
rendah. Hasil analisis dengan uji Chi-Square didapatkan nilai signifikansi
0.000 (lebih kecil dari α = 0,05). Hubungan antara aktivitas fisik dengan
fungsi kognitif adalah hubungan yang positif. Kesimpulan: Terdapat
hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif lansia. Semakin
tinggi aktivitas fisik, maka akan semakin tinggi pula skor fungsi
kognitifnya.

b. Hubungan Tekanan Darah Dengan Gangguan Fungsi Kognitif Pada


Lansia Di Panti Sosial Harapan Kita Palembang.
Berdasarkan tabel 5.11 menunjukan bahwa dari 55 responden.
memiliki tekanan darah tidak normal juga mengalami gangguan fungsi
kognitif sebanyak 20 responden (71.4%), responden yang memiliki
tekanan darah tidak normal yang tidak mengalami gangguan fungsi
kognitif sebanyak 8 responden (26.6%). Sedangkan responden yang
memiliki tekanan darah normal yang mengalami gangguan fungsi kognitif
sebanyak 10 responden (37%), responden yang memiliki tekanan darah
normal yang tidak mengalami gangguan fungsi kognitif sebanyak 17
responden (63%).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh
derajat signifikan sebesar ρ value = 0.01 (ρ value < 0.05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan tekanan darah dengan gangguan fungsi
kognitif pada lansia di panti sosial harapan kita Palembang. Kejadian
hipertensi berhubungan dengan fungsi kognitif lansia disebabkan pada
61

lansia telah mengalami proses penuaan akan mengakibatkan perubahan


fungsi pada lansia, salah satunya adalah penurunan fungsi kognitif.
Semakin bertambahnya usia, maka kecepatan proses di pusat saraf
akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan perubahan
penurunan fungsi kognitif seperti kecepatan dan ketepatan cara
berfikirnya, minat atau perhatiannya, serta memorik maupun visual yang
semakin menurun.
Adapun faktor yang berhubungan dengan fungsi kognitifm pada
lansia selain usia meliputi stress depresi dan ansietas, genetik, intoksikasi
obat, lingkungan, dan penyakit sistemik. Salah satu penyakit sistemik
adalah hipertensi. Menurut (Taraghi et al., 2016) Hipertensi menjadi
faktor resiko terhadap fungsi kognitif pada lansia, karena merupakan
penyakit kardiovaskular yang banyak dialami oleh lansia. Hipertensi juga
memilik dampak yang signifikan pada fungsi kardiovaskular, integritas
struktural otak dan kemundurana fungsi kognitif terutama pada individu
yang tidak mengkonsumsi obat antihipertensi.
Suhardjono (dalam Wulandari, Fazriana, and Apriani, 2019)
mengatakan bahwa keadaan penurunan kognitif pada lanjut usia lebih
sering didapatkan pada hipertensi kronik. Hal ini terjadi akibat
penyempitan dan sclerosis arteri kecil di daerah subkortikal yang
mengakibatkan hipoperfusi, kehilangan autoregulasi, penurunan sawar
otak, dan pada akhirnya akan terjadi proses demyelinisasi white matter
subcortical, mikroinfark, dan penurunan kognitif.
Hal serupa penelitian oleh (Rosalina, 2018) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dan fungsi
kognitif pada lansia (p-value < 0,05) dengan menggunakan uji chi-square.
Penelitian lain oleh (Wahyuniarti, Bahrudin, and Safithri, 2017)
yang meneliti keterikatan pada hipertensi dan adanya penurunan fungsi
kognitif pada lansia ddapatkan dari 63 subjek yang diteliti, 22% laki-laki
mengalami penurunan fungsi kognitif dan 54% perempuan mengalami
menurunnya fungsi kognitif. Didapatkan mengalami penurunan fungsi
kognitif pada umur 60- 69 tahun 42% dan umur 70-74 tahun 38%,
62

penderita yang mengalami hipertensi terbanyak pada hipertensi stage II


sebanyak 38% pada uji chi-square didapatkan 2x2 = 0,015 dan p-value <
0,05.

Anda mungkin juga menyukai