Anda di halaman 1dari 15

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN RISIKO


JATUH PADA NY. G DI WISMA WUKIRATAWU BADAN PELAYANAN SOSIAL
TRESNA WERDHA ABIYOSO YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
TIAS HERI SUSANTI
223203033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIX


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN


RISIKO JATUH PADA NY. G DI WISMA WUKIRATAWU BADAN PELAYANAN
SOSIAL TRESNA WERDHA ABIYOSO YOGYAKARTA
Telah disetujui pada
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Pembimbing Klinik Mahasiswa


Akademik

(Dr. Sujono Riyadi) (Muh Fathoni Rohman, S.KM, S.Kep., Ners) (Tias Heri Susaanti, S.Kep)
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar
a. Definisi Lansia
Lanjut usia (Lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang,
manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi,
anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menurut UU no 4 tahun 1945
lansia adalah seseorang yang mencapai berusia 55 tahun yang merupakan
kelompok orang lansia yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara
bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut
Kemkes RI (2010) lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih. Pada usia ini adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
di mulai dengan adanya perubahan dalam hidup. Sebagaimana di ketahui,
ketika manusia mencapai usia dewasa, maka seseorang mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan selanjutnya memasuki
usia lanjut, kemudian meninggal dunia. Bagi manusia yang normal, siapa
orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya
dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo,
2004). Perubahan ini adalah hal yang normal dalam satu siklus kehidupan
manusia, dengan perubahan fisik, psikososial dan tingkah laku yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai tahapan usia lanjut dimasa ini
seseorang senantiasa mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap (Azizah, 2018).
b. Karakteristik Lansia
Ada beberapa karakteristik lansia yang perlu diidentifikasi
berdasarkan data demografi untuk mengetahui keberadaan masalah-masalah
kesehatan lansia yaitu: jenis kelamin diamana jumlah lansia lebih didominasi
oleh kaum perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah
kesehatan yang dihadapi antara lansia laki- laki dan perempuan. misalnya,
lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat, sementara lansia
perempuan menderita osteoporosis. Status Perkawinan, yang masih
berpasangan atau sudah hidup sendiri (duda/janda) mempengaruhi kondisi
kesehatan fisik maupun kondisi kesehatan secara psikososial pada lansia
umumnya. Anak atau keluarga lainnya, tempat tinggal, rumah sendiri,
suasana tinggal bersama dengan anak atau keluarga besar, atau tinggal sendiri.
Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian dari keluarganya,
baik lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anak- anaknya.
Walaupun ada kecenderungan bahwa lansia akan ditempatkan oleh anaknya
atau keluarganya dalam rumah yang berbeda. Kondisi kesehatan lansia
dan kondisi kemampuan umum dalam beraktivitas sehari-hari dapat
dioptimalkan sehingga tidak tergantung kepada orang lain, seperti;
makan/minum, berpindah, kebersihan diri mandi, mengganti pakaian sendiri,
buang air kecil dan buang air besar. Frekuensi sakit yang tinggi
menyebabkan lansia menjadi tidak produktif lagi dan mengalami tergantung
kepada orang lain. Hal ini harus diupayakan untuk meminimalkan resiko
penyakit yang timbul dengan melakukan kontrol secara rutin ke pelayanan
kesehatan.
c. Proses Menua
Menua adalah suatu proses alami dalam kehidupan yang tidak
dapat dihindari oleh manusia, proses ini merupakan tahap akhir dari
siklus hidup manusia yang akan dialami oleh setiap individu secara terus-
menerus dan berkesinambungan (Surilena & Agus, 2019). Pertambahan usia
akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fungsi fisiologis
dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia
sehingga menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau
perubahan pada fisik, psikologis, dan sosial (Mubarak dkk, 2017; Putri dkk,
2008).
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan
akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap. Berdasarkan perbandingan yang
diamati antar kelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ mengalami
kehilangan fungsi sekitar 1% per tahun, dimulai usia sekitar 40 tahun. Namun
demikian, perubahan pada seorang lanjut usia akan mengalami perlambatan
mulai pada usia 70 tahun (Setiadi, 2016). Menurut Arisman (2017) kekuatan,
ketahanan dan kelenturan otot rangka berkurang. Sehingga kepala dan leher
terfleksi ke depan, sementara ruas tulang belakang mengalami pembengkakan
(kifosis), panggul dan lutut juga terfleksi sedikit. Keadaan tersebut
menyebabkan postur tubuh terganggu sehingga menimbulkan beberapa
masalah kemunduran dan kelemahan pada lansia, seperti pergerakan,
kestabilan terganggu dan terjadinya resiko jatuh: Intelektual terganggu
(demensia), Depresi, Inkontinensia dan impotensia, Defisiensi imunologis,
Infeksi, konstipasi dan malnutris, insomnia, kemunduran penglihatan,
pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi dan integrasi kulit,
kemunduran proses penyembuhan penyakit yang diderita. Perubahan fisik
pada lansia diantaranya : sistem penglihatan pada lansia sangat erat kaitannya
dengan prebiopi, dimana lensa kehilangan elastis dan kaku, otot penyangga
lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh dan
dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan perlu
diperhatikan. Sistem Pendengaran pada lansia merupakan kemampuan daya
pendengaran pada telinga dalam, terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit dimengerti kata-kata terjadi pada lansia
diatas 60 tahun.Sistem Integumen kulit pada lansia sudah mulai kendur, tidak
elastis, mengerut dan kulit akan kekurangan cairan sehingga akan menjadi
tipis dan berbecak. Kulit timbul pigmen berwarna coklat, perubahan kulit
dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain angin, sinar ultra violet.
Sistem muskuloskeletal mengalami perubahan sistem muskuloskeletalpada
lansia seperti kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat. Perubahan
pada kolagen merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga
menimbulkan nyeri, penurunan kekuatan otot, sulit bergerak dari duduk ke
berdiri dan jongkok hambatan dalam melakukanaktivitas sehari-hari
d. Definisi Resiko Jatuh
Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi mata
yang melibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /tempat
yang lebih rendah atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben). Jatuh
dapat menimbulkan terjadinya Cidera pada lansia.
Kejadian jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut . Banyak
faktor berperan di dalamnya ,kelemahan otot ekstremitas bawah kekakuan
sendi ,sinkope dan dizzines, serta faktor ekstrinsik sertai lantai yang licin
dan tidak rata tersandung benda-benda, pengelihatan kurang terang dan
sebagainya. Tidak mengejutkan bahwa jatuh merupakan kejadian yang
mempercepat patah tulang pada orang dengan kepadatan mineral tulang Bone
Mineral Density (BMD) rendah. Jatuh dapat dicegah sehingga akan
mengurangi risiko patah tulang. Jatuh adalah penyebab terbesar untuk patah
tulang pinggul dan berkaitan dengan meningkatnya risiko yang berarti
terhadap berbagai patah tulang meliputi punggung, pergelangan tangan,
pinggul, lengan bagian atas.Jatuh dapat disebabkan oleh banyak faktor,
sehingga strategi pencegahan harus meliputi berbagai komponen agar sukses.
Aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan
atau kelas aerobik dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih
padat dan dapat menurunkan risiko jatuh. Mengurangi Risiko JatuhBanyak hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh dan meminimalisir
dampak dari jatuh yang terjadi. Pedoman yang dikeluarkan oleh American
Geriatrics Society, British Geriatrics Society, dan American Academy of
Orthopedi Surgeons pada pencegahan jatuh meliputi beberapa rekomendasi
untuk orang tua (AGS et al.2016).
Jatuh merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak sengaja
tergeletak di lantai, tanah atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak
termasuk orang yang sengaja berpindah posisi ketika tidur (WHO, 2017).
e. Faktor penyebab Cidera akibat Jatuh
Faktor penyebab jatuh pada lansia dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1) Faktor Intrinsik
Faktor instrinsik dapat disebabkan oleh proses penuaan dan berbagai
penyakit seperti Stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh
sesisi. Parkinson yang mengakibatkan kekakuan alat gerak, maupun Depresi
yang menyebabkan lansia tidak terlalu perhatian saat berjalan . Gangguan
penglihatan pun seperti misalnya katarak meningkatkan risiko jatuh pada
lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope,
syncope lah yang sering menyebabkan jatuh padalansia.Jatuh dapat juga
disebabkan oleh dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam,
asupan cairan yang kurang atau penggunaan diuretik yang berlebihan.
2) Faktor Ekstrinsik
Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau
tergeletak di bawah,tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang
rendah dan tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah
dipegang, lantai tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem
dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas
lantai yang licin atau mudah tergeser,lantai licin atau basah, penerangan
yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak
tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.
f. Pencegahan
Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat
menyebabkan jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit
yang sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan
keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor
lingkungan.dibawah ini akan di uraikan beberapa metode pencegahan jatuh
pada orang tua :
1) Latihan fisik
Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan
meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan,
koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan
fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik
yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan
semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.
2) Manajemen obat-obatan
3) Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik diantaranya:
1. Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat
2. Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan
3. Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama
sedatif dan tranquilisers
4. Hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas
indikasi klinis kuat
Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan
4) Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk menghindari
pusing akibat suhu di antaranya:
1) Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan benda dalam
jangkauan tanpa harus berjalan dulu.
2) Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3) Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4) Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
5) Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan
untuk daerah tangga.
6) Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan
yang biasa untuk melintas.
7) Gunakan lantai yang tidak licin.
8) Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari
tersandung.
9) Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya
di kamar mandi.
5) Memperbaiki kebiasaan pasien lansia, misalnya :
1. Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
2. Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4. Hindari olahraga berlebihan.
5. Alas kaki. Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki :
- Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
- Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk pakai sepatu
yang antislip
6) Alat bantu jalan
Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor
yang mendasarinya. Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu
meningkatkan keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah
yang terputus dan kecenderungan tubuh
untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan
roda., karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan
secara individual. Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya
tidak dapat ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh
karena itu, penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti cane
(tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas
yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan cane type apa
yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat
badan. Jika ke- 2 ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling
cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka
pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang
berat badan.
7) Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran

8) Hip protektor : terbukti mengurangi risiko fraktur pelvis

9) Memelihara kekuatan tulang :


1) Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti
meningkatkan densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat
terjatuh pada orang tua
2) Berhenti merokok
3) Hindari konsumsi alkohol
4) Latihan fisik
5) Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
6) Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


a. Pengkajian
1. Identitas pasien
Mengkaji identitas klien nama, umur dan lain-lain
2. Riwayat keluarga
Mengkaji apakah keluarga klien ada yang mengalami penyakit
kelainan yang sama dengan klien
3. Riwayat pekerjaan
Sebelum masuk ke panti apa jenis pekerjaan klien, apakah pekerjaannya menjadi
factor penyebab fraktur atau cacat yang dimiliki dan menjadi pencetus resiko jatuh
4. Riwayat lingkungan hidup
Bagaimana dengan lingkungan klien saat masih dengan keluarga dan jauh sebelum
dating kepanti untuk tinggal dan menetap
5. Riwayat rekreasi
Apakah selama di panti klien pernah mengikuti rekreasi dan apa efek yang timbul
dsri rekreasi yang diikutinya
6. System pendukung yang digunakan
Kaji hal-hal yang dapat mendukung aktifitas , rasa nyaman, dan keselamatan pada
lansia
7. Deskripsi kekhususan atau kebiasaan ritual
Kaji kemampuan spiritual klien
8. Status Kesehatan saat ini
Kaji keluhan utama lansia saat ini dan adakah factor yang memperberat
9. Status Kesehatan masa lalu
Kaji apakah klien memiliki Kesehatan di masa lalu
10. ADL (activity daily living)
Kaji kemampuan klien dalam mandi, berpakaian dan makan serta minum dan
aktivitas sehari hari.
Pengkajian klien dengan resiko cidera meliputi: pengkajian resiko
(Risk assessment tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards
appraisal).
1) Jatuh
- Usia klien lebih dari 65 tahun
- Riwayat jatuh di rumah atau RS
- Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran
- Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas
- Menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)
- Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)
- Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics,
diuretics, or laxatives)
2) Riwayat Kecelakaan
Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami kecelakaan
berulang, oleh karena itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk
memprediksi kemungkinan kecelakaan itu terulang kembali.
2) Keracunan
Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap
keracunan. Pengkajian meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang
resiko bahaya keracunan dan upaya pencegahannya.

3) Kebakaran
Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang
sejauh mana klien mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk
pengetahuan klien dan keluarga tentang upaya proteksi dari bahaya
kecelakaan akibat api.
4) Pengkajian Bahaya
Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga, kamar
mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik,
dll apakah dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan.
5) Keamanan (spesifik pada lansia di rumah)
Gangguan keamanan berupa jatuh di rumah pada lansia memiliki
insidensi yang cukup tinggi, banyak diantara lansia tersebut yang akhirnya
cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang menyebabkan jatuh
cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh karena itu
diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang terstuktur.
Contoh pengkajian checklist pencegahan jatuh pada lansia yang dikeluarkan
oleh Departemen kesehatan dan pelayanan masyarakat Amerika.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko jatuh
2. Nyeri akut
3. Risiko cedera
4. Nyeri kronis
5. Gangguan mobilitas fisik
1) Resiko tinggi terjadinya cedera (High risk for injury).
2) Seorang klien dikatakan mengalami masalah keperawatan resiko tinggi
terjadinya cidera bila kondisi lingkungan dan adaptasi atau pertahanan
seseorang beresiko menimbulkan cedera.
3) Resiko terjadinya keracunan:
4) Adanya resiko terjadinya kecelakaan akivat terpapar, atau tertelannya
obat atau zat berbahaya dalam dosis yang dapat menyebabkan keracunan.
5) Resiko terjadinya sufokasi
6) Adanya resiko kecelakaan yang menyebabkan tidak adekuatnya udara
untuk proses bernafas.
7) Resiko terjadinya trauma:
8) Adanya resiko yang menyebabkan cedera pada jaringan (ms. Luka, luka
bakar, atau fraktur).
9) Respon alergi lateks: respon alergi terhadap produk yang terbuat dari
lateks
10) Resiko respon alergi lateks: kondisi beresiko terhadap respon alergi
terhadap produk yang terbuat dari lateks.
11) Resiko terjadinya aspirasi: klien beresiko akan masuknya sekresi
gastrointestinal, sekresi orofaringeal, benda padat atau cairan kedalam
saluran pernafasan.
12) Resiko terjadinya sindrom disuse (gejala yang tidak diinginkan): klien
beresiko terhadap kerusakan sistem tubuh akibat inaktifitas sistem
muskuloskeletal yang direncanakan atau tidak dapat dihindari.
c. Perencanaan
1) Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
2) Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
3) Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran
tempat tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1
4) Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
5) Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan
pencahayaanyang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan
benda berbahayaditempat yang aman)
6) Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala
Diagnose SLKI SIKI
Resiko jatuh Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan jatuh
keperawatan selama 1x24 jam (1.14540)
diharapkan tingkat jatuh (L.14138) Observasi
menurun  Identifikasi faktor
o Jauh saat berdiri menurun (5) resiko jatuh (mis.
o Jatuh saat duduk menurun (5) Usia >65 tahun)
o Jatuh saat berjalan menurun (5)  Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan resiko
jatuh (mis. Lantai
licin, penerangan
kurang)
 Hitung resiko jatuh
menggunakan skala
(mis. Fall Morse
Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika
perlu
Terapeutik
 Gunakan alat bantu
berjalan (mis. Kursi
roda, walker)
Edukasi
 Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak licin
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
selama 3x24 jam maka tingkat nyeri I.08238
menurun dengan kriteria hasil sebagai Observasi :
berikut : a. Identifikasi lokasi,
Tingkat nyeri L. 08066 karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri cukup menurun 4 frekuensi, kualitas,
2. Meringis cukup menurun 4 intensitas nyeri
3. Gelisah cukup menurun 4 b. Identifikasi respon
4. Kesulitan tidur menurun 5 nyeri non verbal
5. Pola tidur membaik 5 c. Identifikasi faktor
yang memperberat
nyeri
Terapeutik :
a. Berikan teknik
nonfarmakologi
b. untuk mengurangi
rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi :
a. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
b. Ajarkan teknik
nonfamakologi
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Dukungan mobilisasi
mobilitas keperawatan selama 3x24 jam di I.05173
fisik harapkan mobilisasi fisik meningkat Observasi
dengan kriteria hasil : a. Identifikasi adanya
Mobilisasi fisik L.05042 nyeri atau keluhan
a. Pergerakan ekstremitas cukup fisik lain
meningkat 4 b. Identifikasi
b. Kekuatan otot cukup meningkat 4 kemampuan klien
c. Rentang gerak (ROM) meningkat 5 dalam mobilisasi
d. Kecemasan cukup menurun 4 c. Monitor ttv
e. Gerak terbatas cukup menurun 4 Terapeutik
a. Libatkan keluarga
untuk membantu
klien dalam
meningkatan
pergerakan
Edukasi
a. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
b. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus
dilakukan(mis.duduk
tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,


Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
Setiahardja, Andi. Sugiarto. (2018). Penilaian Keseimbangan dengan Aktivitas
Kehidupan Sehari-hari di Panti Werdha Pelkris Elim Semarang. Fakultas
Kedokteran Universitas Dipenogoro. Semarang
Sudoyo, A .W, Setiyohadi. B, Alwi. I, Simadibrata. K, Setiati. S. (2019).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing.
Suhartini, R. (2018) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Orang
Lanjut Usia (studi Kasus di Kelurahan Jambangan).
Tamber – Noorkasiani .(2019). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
The Internasional Association for the Study of Pain (2017). International
Association for the Study of Pain 2010 Annual Report.

Anda mungkin juga menyukai