Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN GERONTIK

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat,
sindrom geriatri adalah kumpulan gejala atau masalah kesehatan yang sering dialami oleh
seorang pasien geriatri. Sindrom geriatri ini dikenal juga dengan istilah 14 I yaitu:
1) berkurangnya kemampuan gerak (immobilisasi);
2) jatuh dan patah tulang (instabilitas postural);
3) mengompol (inkontinensia urin);
4) infeksi (infection);
5) gangguan fungsi panca indera (impairment of senses);
6) gangguan gizi (inanition);
7) masalah akibat tindakan medis (iatrogenik);
8) gangguan tidur (insomnia);
9) gangguan fungsi kognitif (intelectual impairment);
10) isolasi/menarik diri (isolation);
11) berkurangnya kemampuan keuangan (impecunity);
12) konstipasi (impaction);
13) gangguan sistem imun (immune deficiency);
14) gangguan fungsi seksual (impotence)
Sindrom geriatri ini sangat penting untuk diketahui oleh tenaga kesehatan di
Puskesmas karena sering merupakan gejala atau tanda awal dari penyakit yang
mendasarinya. Tenaga kesehatan di Puskesmas agar dapat mengenali sindrom geriatri ini,
menelusuri penyebabnya, mencari keterkaitan antara sindrom dan penyakit yang
mendasarinya serta melakukan penatalaksanaan awal dari sindrom geriatri ini termasuk
pencegahan dari dampak atau komplikasi yang mungkin terjadi.

2. Etiologi
a. Imobilisasi
Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada pasien usia lanjut. Beberapa penyebab utama imobilisasi adalah
adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah
psikologis. Penyakit Parkinson, artritis reumatoid, gout, dan obat‐obatan antipsikotik
seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri, baik dari tulang
(osteoporosis, osteomalasia, Paget’s disease, metastase kanker tulang, trauma), sendi
(osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimalgia, pseudoclaudication) atau
masalah pada kaki dapat menyebabkan imobilisasi.
Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi
mental seperti pada depresi tentu sangat sering menyebabkan terjadinya imobilisasi.
Kekhawatiran keluarga yang berlebihan atau kemalasan petugas kesehatan dapat
pula menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun di rumah sakit. Efek samping beberapa obat misalnya obat hipnotik
dan sedatif dapat pula menyebabkan gangguan mobilisasi.
b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara
lain:
1. Kecelakaan (merupakan penyebab utama)
- Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua, misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada di
rumah tertabrak, lalu jatuh.
2. Nyeri kepala dan/atau vertigo
3. Hipotensi orthostatic:
- Hipovolemia / curah jantung rendah
- Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
- Pengaruh obat-obat hipotensi
4. Obat-obatan
- Diuretik / antihipertensi
- Antidepresan trisiklik
- Sedativa
- Antipsikotik
- Obat-obat hipoglikemik
- Alkohol
5. Proses penyakit yang spesifik, misalnya:
- Aritmia
- Stenosis
- Stroke
- Parkinson
- Spondilosis
- Serangan kejang
6. Idiopatik (tidak jelas sebabnya)
7. Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba):
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
c. Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)
Pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada lansia terjadi
proses menua yang berdampak pada perubahan hampir seluruh organ tubuh
termasuk organ berkemih yang menyebabkan lansia mengalami inkontinensia urin.
Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga
kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada
kandung kemih yang menimbulkan rangsangan berkeih sebelum waktunya dan
meninggalkan sisa. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna menyebabkan
urine di dalam kanddung kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian
sedikit saja sudah merangsang untuk berkeih. Hipertrofi prostat juga dapat
mengakibatkan banyaknya sisa air kemih di kandung keih sebagai akibat
pengosongan yang tidak sempurna (Setiati, 2000).

d. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan


penciuman)
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.
Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter,
pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek
kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Biasanya terjadi pada usia
lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan
jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan kornea,
lensa iris, aquous humormvitorous humor akan mengalami perubahan seiring
bertambahnya usia, karena bagian utama yang mengalami perubahan/penurunan
sensifitas yang menyebabkan lensa pada mata, produksi aquosus humor juga
mengalami penurunan tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan
tekanan intra okuler lensa umum.
Bertambahnya usia akan mempengarui fungsi organ pada mata seseorang
yang ber usia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil
orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran – ukuran pupil dan
kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan
untukmelihat benda – benda dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan
hasil koordinasi atas ciliary body dan otot – otot, apabila seseorang mengalami
penurunan daya akomodasimaka orang tersebut disebut presbiopi.
e. Insomnia
Kebiasaan atau pola tidur Lanjut Usia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Perubahan
pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang malam, sering terbangun pada
malam hari sehingga Lanjut Usia melakukan kegiatannya pada malam hari. Bila hal
ini terjadi, carilah penyebab dan jalan keluar sebaik-baiknya.
Penyebab dapat berupa keadaan sebagai berikut:
a) Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari, sehingga mereka masih
semangat sepanjang malam.
b) Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
c) Gangguan cemas dan depresi
d) Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman.
e) Sering kencing pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari
f) Infeksi saluran kencing

3. Manifestasi klinis
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai
sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada penurunan
berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak, aliran
darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid hipokampal, dan
terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan berubahnya
neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi juga peningkatan aktivitas
monoamin oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.
Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi
intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses
informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi; berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori.
Kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan
mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi gelap; pengeruhan pada lensa;
ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak dekat (presbiopia); berkurangnya
sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara
bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu pada usia lanjut terjadi
kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan terganggunya kemampuan membedakan
target dari noise.
Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung
(pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan relaksasi
ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-
adrenergik berkurang; menurunnya curah jantung maksimal; peningkatan atrial
natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer.
Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second
(FEVI) dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi
silia dan meningkatnya volume residual. Adanya ‘ventilation-perfusion mismatching’
yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya usia: 100 – (0,32 x umur).
Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati,
terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga membutuhkan metabolisme
fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung,
berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon
yang efektif dan absorpsi kalsium. Menurunnya bersihan kreatinin (creatinin clearance)
dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10 ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya
usia seseorang.
Penurunan massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari korteks dengan peningkatan
relatif perfusi nefron jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone (ADH)
sebagai respons terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya ketergantungan
prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi. Pada saluran kemih dan kelamin
timbul perpanjangan waktu refrakter untuk ereksi pada pria, berkurangnya intensitas
orgasme pada pria maupun wanita, berkurangnya sekresi prostat di urin dan pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna serta peningkatan volume residual urin. Toleransi
glukosa terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah postprandial
meningkat 10 mg/dl/dekade). Insulin serum meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1
berkurang.
Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3,
testosteron bebas maupun yang bioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta
peningkatan hormon paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormon
ovarium.
Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal,
berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal
(hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan
meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara
bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling kecil pada
otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi, meningkatnya jumlah
miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolic (berkurang 4%/dekade
setelah usia 50).
Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya
produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe
lambat, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam
sirkulasi.
Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi menetap
yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari, dan dapat berpikiran
atau melakukan percobaan bunuh diri. Pada lansia gejala depresi lebih banyak terjadi
pada orang dengan penyakit kronik, gangguan kognitif, dan disabilitas. Kesulitan
konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik setelah depresi teratasi.
Gangguan depresi lansia dapat menyerupai gangguan kognitif seperti demensia, sehingga
dua hal tersebut perlu dibedakan. Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri
fisik tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan pada
lansia depresi dapat dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan dalam pemikiran,
perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku.

4. Komplikasi
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem pernafasan misalnya penurunan
ventilasi, atelektasis dan pneumonia. komplikasi endokrin dan ginjal, peningkatan
diuresis, natriuresis dan pergeseran cairan ekstraseluler, intoleransi glukosa,
hiperkalsemia dan kehilangan kalsium, batu ginjal serta keseimbangan nitrogen negative.
Komplikasi gastrointestinal yang dapat timbul adalah anoreksia, konstipasi dan luka
tekan (ulkus dekubitus). Pada sistem saraf pusat, dapat terjadi deprivasi sensorik,
gangguan keseimbangan dan koordinasi (Rizka, 2015).

5. Patofisiologi dan pathway


6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)
Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan berbagai jenis
obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat menjadi pilihan untuk
mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat tetap menjadi pilihan utama
sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat
pada usia lanjut harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan
pendekatan secara holistik (Setiati, Siti 2013).
a. Pengelolaan inkontinensia urin
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara garis besar dapat
dikerjakan sebagai berikut:
a) Program rehabilitasi, antara lain:
 Melatih perilaku berkemih.
 Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal).
 Melatih respons kandung kemih.
 Latihan otot-otot dasar panggul.
b) Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap (indweling).
c) Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
d) Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan atau keadaan
patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-lain.
e) Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk kemudahan
berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan penyerap khusus untuk
mengurangi dampak inkontinensia.
b. Risiko jatuh
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeliminasi faktor risiko,
penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan
membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah
ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang
terkait serta keluarga penderita. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda
untuk setiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang mengakibatkan jatuh. Lebih
banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktoral sehingga diperlukan terapi
gabungan antara obat, rehabilitasi dan perbaikan lingkungan. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian, penggunaan alat bantu gerak dan sebagainya.

Pengobatan untuk gangguan berjalan


1. Manajemen gangguan berjalan termasuk peningkatan kemampuan fungsional dan
pengobatan penyakit tertentu, namun banyak kondisi yang menyebabkan kelainan
gaya berjalan hanya sebagian dapat diobati.
2. Peningkatan substansial terjadi dalam pengobatan gangguan sekunder untuk
vitamin B12 dan folat, penyakit tiroid, radang sendi lutut, penyakit Parkinson dan
polineuropati inflamasi.
3. Peningkatan Sedang, tetapi dengan cacat sisa, dapat terjadi setelah perawatan
bedah untuk myelopathy serviks, stenosis lumbar, dan hidrosefalus tekanan
normal.
c. Sleep Disturbance
Perawatan Non-farmakologis
a) Cari underlying disease insomnia (depresi, demensia, cemas)
b) Konseling pasien dan keluarga
c) Pertahankan kebiasaan tidur secara teratur dengan:
1) Relaksasi pada sore hari.
2) Mulai tidur dan bangun pagi pada jam yang sama setiap hari, jangan terlalu
mengubah jadual tidur pada malam minggu.
3) Bangun pada waktu yang sama di pagi hari walaupun malam harinya sulit
tidur.
4) Hindari tidur siang karena hal ini dapat mengganggu tidur malam harinya.
5) Lakukan latihan relaksasi untuk menolong pasien masuk tidur.
6) Anjurkan pada pasien untuk menghindari minum kopi dan alkohol.
d) Bila pasien tidak bisa tertidur dalam waktu 20 menit, anjurkan untuk bangun dari
tempat tidur dan mencobanya kembali setelah merasa mengantuk.
e) Olahraga pada pagi atau siang hari dapat menolong pasien tidur nyenyak.
f) Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga:
1) Problem tidur yang temporer adalah hal yang lazim pada saat stres atau
menderita penyakit fisik.
2) Jumlah tidur yang normal sangat bervariasi dan biasanya menurun sesuai
dengan meningkatnya usia.
3) Perbaikan kebiasaan tidur (tanpa obat tidur) adalah terapi yang paling baik.
4) Kekhawatiran tentang tidak bisa tidur dapat memperburuk keadaan insomnia.
5) Alkohol dapat menolong untuk memulai tidur, tapi dapat menyebabkan tidur
gelisah dan bangun terlalu pagi.
6) Stimulan (misalnya kopi dan teh) dapat menyebabkan atau memperburuk
insomnia.
g) Pertimbangkan konsultasi:
1) Jika diduga gangguan tidur lebih kompleks (misalnya narkolepsi, "sleep
apnoea").
2) Jika insomnia berlanjut menetap walaupun hal di atas sudah dilaksanakan.
Pengobatan farmakologis
a) Hanya direkomendasikan untuk penggunaan jangka pendek pada pasien yang
lebih tua.
b) Benzodiazepin dengan aksi pendek atau menengah seperti Temazepam (7,5-15
mg), dengan jangka waktu maksimum dua minggu uuntuk menghindari
ketergantungan.
c) Antihistamin dapat diterima untuk digunakan sesekali, namun cepat kehilangan
khasiat.
d) Anti-depresan, misalnya, Trazadone, adalah pilihan yang baikuntuk insomnia
kronis.
d. Pencegahan Komplikasi Imobilisasi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi penatalaksanaan farmakologik dan
non farmakologik. Upaya non farmakologis yang dapat dilakukan adalah dengan
beberapa terapi fisik dan latihan jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami
tirah baring total, perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat tidur. Selain
itu, mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, berpindah dari tempat tidur ke
kursi dan latihan fungsional dapat dilakukan secara bertahap.
Untuk mencegah terjadinya dekubitus, hal yang harus dilakukan adalah
menghilangkan penyebab terjadinya ulkus yaitu bekas tekanan pada kulit. Untuk itu
dapat dilakukan perubahan posisi lateral 30o, penggunaan kasur anti dekubitus, atau
menggunakan bantal berongga. Pada pasien dengan kursi roda dapat dilakukan
reposisi tiap jam atau diistirahatkan dari duduk. Melatih pergerakan dengan
memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan serta mencegah terjadinya gesekan juga
dapat mencegah dekubitus.
Pemberian minyak setelah mandi atau mengompol dapat dilakukan untuk
mencegah maserasi. Kontrol tekanan darah secara teratur dan penggunaan obat‐
obatan yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah serta mobilisasi dini perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotensi. Monitor asupan cairan dan makanan
yang mengandung serat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya konstipasi. Selain
itu juga perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian terhadap kebiasaan buang air besar
pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
malnutrisi pada pasien imobilisasi.
Tata laksana farmakologis yang dapat diberikan terutama pencegahan
terhadap terjadinya trombosis. Pemberian antikoagulan yaitu Low dose heparin
(LDH) dan low molecular weight heparin (LMWH) merupakan profilaksis yang aman
dan efektif untuk pasien geriatri denganimobilisasi namun harus mempertimbangkan
fungsi hati, ginjal dan interaksi dengan obat lain (Rizka, 2015).
e. Pressure Ulcer
Pengobatan untk pressure ulcer antara lain:
1. Menilai seluruh aspek, bukan hanya ulkus karena tekanan, termasuk kesehatan
fisik, sakit, kesehatan psikososial, dan tekanan komplikasi ulkus.
2. Mencoba untuk menggunakan langkah-langkah yang ditetapkan penyembuhan
luka (PUSH) (NPUAP, 1997).
3. Menjaga prinsip-prinsip perawatan luka yang relevan dengan ulkus tekanan:
a. debridement luka
b. luka bersih menggunakan solusi yang TIDAK membunuh sel-sel; JANGAN
menggunakan solusi yang yaitu sitotoksik hidrogen peroksida, Solusi
Dahenitu, atau Betadine
c. Mengairi luka, menggunakan kekuatan minimal
d. Tutup luka dengan bahan yang tepat
f. Delirium
Penggunaan benzodiazepin seharusnya dihindari, kecuali bila sumber deliriumnya
adalah reaksi putus zat alkohol atau sedatif atau ketika agitasi yang berat tidak dapat
dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal ini disebabkan karena benzodiazepin dapat
menyebabkan reaksi berkebalikan yang memperburuk delirium. Reaksi berkebalikan
yang diakibatkan oleh benzodiazepin adalah sedasi yang berlebihan yang dapat
menyulitkan penilaian status kesadaran pasien itu sendiri (Andri, Charles E.
Damping, 2007).
Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang sering
dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol digunakan karena profil
efek sampingnya yang lebih disukai dan dapat diberikan secara aman melalu jalur
oral maupun parenteral. Dosis yang biasa diberikan adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO)
atau intra muscular maupun intra vena (IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg
tiap satu jam sampai total kebutuhan sehari sebesar 10 mg terpenuhi. Setelah pasien
lebih baik kesadarannya atau sudah mampu menelan obat oral maka haloperidol dapat
diberikan per oral dengan dosis terbagi 2-3 kali perhari sampai kondisi deliriumnya
teratasi. Haloperidol intravena lebih sedikit menyebabkan gejala ekstrapiramidal
daripada penggunaan oral (Andri, Charles E. Damping, 2007).
g. Infeksi
Pengobatan infeksi pada lansia juga merupakan masalah karena meningkatkan bahaya
toksisitas obat antimikroba pada lansia. Terapi antibiotic tergantung pada kuman
patogen yang didapati.
1. Gangguan pendengaran
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Pemasangan alat bantu
dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan
membaca ujaran (speech reading), dan latihan mendengar (auditory training),
prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech
therapist). Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas pasien
dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk
mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan
komunikasi pasien secara individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan
pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena
komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, maka
keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi
terbukti bermanfaat.
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen
tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk
memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali beberapa
keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama latihan pendengaran, pasien
dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku
satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan dapat
dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio
sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
2. Depresi
Tata laksana depresi pada lansia dipengaruhi tingkat keparahan dan kepribadian
masing masing. Pada depresi ringan dan sedang, psikoterapi merupakan tata
laksana yang sering dilakukan dan berhasil. Akan tetapi, pada kasus tertentu atau
pada depresi berat, psikoterapi saja tidak cukup, diperlukan farmakoterapi.
Banyak orang membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat terutama
keluarga dan teman, keikutsertaan dalam kegiatan kelompok, atau berkonsultasi
dengan tenaga profesional untuk mengatasi depresi. Selain itu, mengatasi masalah
terisolasi ketika memasuki usia lanjut merupakan salah satu bagian penting dalam
penyembuhan dan dapat mencegah episode kekambuhan penyakit. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa aktif dalam kegiatan kelompok di lingkungan
merupakan bagian penting dalam kesehatan dan dapat meningkatkan kualitas
hidup.
Pada umumnya, tata laksana terapi hanya menggunakan obat antidepresan,
tanpa merujuk pasien untuk psikoterapi, tetapi obat hanya mengurangi gejala, dan
tidak menyembuhkan. Antidepresan bekerja dengan cara menormalkan
neurotransmiter di otak yang memengaruhi mood, seperti serotonin, norepinefrin,
dan dopamin. Pengobatan monoterapi dengan dosis minimal digunakan pada awal
terapi, dievaluasi apabila tidak ada perubahan bermakna dalam 6-12 minggu.
Lansia yang tidak berespons pada pengobatan awal perlu mendapatkan obat
antidepresan golongan lain dan dapat dipertimbangkan penggunaan dua golongan
antidepresan.
Pada lansia yang responsif dengan obat antidepresan, obat harus
digunakan dengan dosis penuh (full dose maintenance therapy) selama 6-9 bulan
sejak pertama kali hilangnya gejala depresi. Apabila kambuh, pengobatan
dilanjutkan sampai satu tahun. Strategi pengobatan tersebut telah berhasil
menurunkan risiko kekambuhan hingga 80%. Penghentian antidepresan harus
dilakukan secara bertahap agar tidak menimbulkan gejala withdrawal seperti
ansietas, nyeri kepala, mialgia, dan gejala mirip fl u (fl u-like symptoms). Lansia
yang sering kambuh memerlukan terapi perawatan dosis penuh terapi selama
hidupnya.
Selain farmakoterapi dengan obat antidepresan, psikoterapi (talk therapy)
memiliki peranan penting dalam mengobati berbagai jenis depresi. Psikoterapi
dilakukan oleh psikiater, psikolog terlatih, pekerja sosial, atau konselor.
Pendekatan psikoterapi dibagi dua, yaitu cognitive-behavioral therapy (CBT) dan
interpersonal therapy. CBT terfokus pada cara baru berpikir untuk mengubah
perilaku, terapis membantu penderita mengubah pola negatif atau pola tidak
produktif yang mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal therapy
membantu penderita mengerti dan dapat menghadapi keadaan dan hubungan sulit
yang mungkin berperan menyebabkan depresi. Banyak penderita mendapat
manfaat psikoterapi untuk membantu mengerti dan memahami cara menangani
faktor penyebab depresi, terutama pada depresi ringan; jika depresi berat,
psikoterapi saja tidak cukup, karena akan menimbulkan depresi berulang

B. Asuhan keperawatan
Menurut Permenkes Nomor 67 tahun 2015, proses asuhan keperawatan lanjut usia di rumah
bagi lansia adalah sebagai berikut:
a) Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian kondisi kesehatan dan kebutuhan dasar lanjut usia, aspek
yang perlu dikaji:

Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan lanjut usia dan riwayat kesakitan serta upaya penanggulangan
yang telah dilakukan (status medik pasca-rawat dan status fungsional)
2) Status kesehatan fisik, biologis, dan fisiologis yang terjadi pada Lanjut usia
3) Fungsi kognitif lanjut usia
4) Aktifitas sosial dan kehidupan sehari-hari
5) Status kesehatan mental lanjut usia
6) Konsumsi makanan dan cairan
7) Sumber daya dan dukungan keluarga
(a) penggunaan perlengkapan rumah tangga.
(b) kondisi keamanan lingkungan rumah (tangga, bebatuan, licin, undakan, kompor,
kondisi kamar mandi, pegangan)
(c) emosional pelaku rawat.
(d) dukungan keluarga/pelaku rawat
8) Struktur dan fungsi serta tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan
Melakukan pengkajian kebutuhan pelayanan keperawatan serta potensi lanjut
usia/keluarga didasarkan pada:
a) Kondisi fisik lanjut usia untuk menentukan tindakan yang diperlukan, seperti
pemasangan infus, pemberian oksigen, terapi fisik, atau perlu peralatan lain
b) Kondisi psikologis dan kognitif lanjut usia untuk menentukan kebutuhan
dukungan emosional
c) Status sosial ekonomi keluarga untuk menentukan kebutuhan dan kemampuan
mengakses pelayanan kesehatan
d) Pola perilaku dan ADL lanjut usia terkait dengan program diet, penggunaan obat,
istirahat dan latihan, untuk menentukan apakah perlu rujukan atau pelayanan
kesehatan lainnya
e) Menentukan kebutuhan akan pelayanan keperawatan sesuai kondisi pasien dan
sumber yang tersedia.

Pemeriksaan fisik
a) Pada Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital sangat dianjurkan untuk betulbetul memperhatikan derajat
penurunan atau perubahan kesadaran (bila ada). Pemeriksaan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung harus dilakukan pada posisi berbaring dan duduk serta
berdiri (bila memungkinkan); hipotensi ortostatik lebih sering muncul pada pasien
Lanjut Usia dan geriatri.
b) Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani dilakukan menurut sistematika sistem organ mulai dari sistem
kardiovaskular, system pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem genitourinarius,
sistem muskuloskeletal, sistem hematologi, system metabolikendokrinologi dan
pemeriksaan neurologik.
c) Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi diawali dengan deteksi dini menggunakan MNA, dilanjutkan
dengan catatan asupan gizi, pengukuran IMT (jika masih dapat berdiri tegak), atau
mengukur panjang depa, tinggi lutut, atau tinggi duduk (jika pasien tidak dapat berdiri
tegak).
d) Pemeriksaan Status Fungsional
Pemeriksaan status fungsional diartikan sebagai kemampuan seseorang melakukan
aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri. Contoh, bangun dari posisi berbaring,
duduk, berjalan, mandi, berkemih, berpakaian, bersolek, makan, naikturun tangga dan
buang air besar. Karena penyakit akut yang menyerang, biasanya pasien geriatri akan
mengalami penurunan status fungsional, misalnya dari mandiri menjadi
ketergantungan ringan atau sedang, dari ketergantungan ringan menjadi
ketergantungan sedang sampai berat bahkan ketergantungan total. Dalam menetapkan
derajat ketergantungan seseorang maka perlu dicatat bahwa data yang diperoleh dari
keterangan langsung harus disesuaikan dengan data dari keluarga yang tinggal
bersama pasien serta dari pengamatan langsung oleh tenaga kesehatan.

Pemeriksaan Tambahan (Penunjang)


Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan keperluan penegakan kepastian diagnosis,
tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin.
a) X-foto thorax, EKG
b) Laboratorium: DL,UL, FL
c) Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan
tindakan diagnostik atau terapi, dapat dilakukan konsultasi (rujukan) kepada sub-
bagian atau disiplin lain, atau pemeriksaan dengan alat yang lebih spesifik: FNB,
EKG, CT-Scan.

b) Merumuskan Masalah/Diagnosis Keperawatan


Berbagai kemungkinan masalah keperawatan pada individu lanjut usia, antara lain
sebagai berikutL
1) Kurang pengetahuan (knowledge deficit)
2) Kurang perawatan diri (self care deficit)
3) Perubahan proses pikir (confuse, demensia)
4) Keterbatasan/gangguan mobilitas fisik
5) Penurunan kemampuan aktifitas (activity intolerance)
6) Gangguan integritas kulit
7) Gangguan kenyamanan
8) Tidak efektifnya fungsi pernapasan
9) Gangguan eleminasi konstipasi, Iikontinensia urine inkontinensia urine/bowel
10) Kehilangan/ penurunan sensori
11) Depresi, isolasi sosial
12) Abuse dan neglect (drug, alkohol)
13) Penyakit kronis (penyakit jantung, penyakit paru, hipertensi, DM)
14) Communicable deseases (pnemonia, influenza)

Masalah keperawatan pada keluarga dengan lanjut usia:


1) Kurang mampu mengenal masalah kesehatan yang dialami lanjut usia
2) Kurang mampu memutuskan tindakan yang tepat bagi lanjut usia
3) Kurang mampu merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan lanjut usia
4) Kurang mampu memodifikasi lingkungan yang dapat mendukung kesehatan lanjut
usia
5) Kurang mampu memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia untuk mengatasi
masalah kesehatan lanjut usia

c) Intervensi Keperawatan
1) Menyusun rencana pelayanan keperawatan (bersama Lanjut usia, keluarga)
(a) Menentukan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan masalah/ diagnosa
keperawatan yang ditetapkan
(b) Menyeleksi sumber-sumber yang tersedia di keluarga dan masyarakat sesuai
kebutuhan lanjut usia
(c) Menentukan rencana kunjungan (jadwal kunjungan) yang berisi waktu, frekuensi
dan petugas yang akan melakukan kunjungan rumah
2) Koordinasi dengan tim untuk menyelenggarakan tindakan yang telah direncanakan.
(a) Memberikan informasi kepada lanjut usia dan keluarga tentang tindakan atau
pelayanan keperawatan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhannya
(b) Membuat perjanjian (kesepakatan) dengan pasien dan keluarga tentang tenaga
kesehatan yang akan memberikan pelayanan dan jenis pelayanannya
(c) Mengkoordinasikan rencana tindakan/intervensi keperawatan kepada tim yang
bersangkutan sesuai jadwal kunjungan
(d) Melakukan rujukan sesuai kondisi lanjut usia, keterjangkauan pelayanan dan
sumber-sumber yang tersedia
3) Menetapkan tujuan pelayanan keperawatan keluarga dengan lanjut usia di rumah
Individu lanjut usia diharapkan:
(a) Terpenuhi kebutuhan fisiologi oksigen, makan, minum, eleminasi, aktifitas sehari-
hari
(b) Dapat beradaptasi dengan perubahan kesehatan yang terjadi pada dirinya
(c) Merasa nyaman dan aman dengan kondisi lingkungannya
(d) Mampu mempertahankan kemandirian dan berfungsi optimal dalam melakukan
aktifitas sehari-hari
Keluarga dengan lanjut usia diharapkan dapat:
(a) Mengenal masalah kesehatan yang dialami lanjut usia
(b) Merawat anggota keluarga lanjut usia dengan masalah kesehatan.
 Mengatasi keluhan/gejala/respon klien terhadap penyakit
 Menyediakan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar klien
 Mengkoordinir pelaksanaan intervensi kesehatan bagi lanjut usia
(c) Mengidentifikasi masalah keselamatan dan memodifikasi lingkungan yang dapat
mendukung kesehatan lanjut usia
(d) Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia untuk
mengatasi masalah kesehatan lanjut usia
(e) Menentukan strategi intervensi keperawatan lanjut usia di rumah
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan Dan Criteria Hasil Intervensi
1 Defisien Pengetahuan NOC : NIC :
 Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
Definisi :  Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses
sehubungan dengan topic spesifik. - Pasien dan keluarga menyatakan penyakit yang spesifik
pemahaman tentang penyakit, kondisi,2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya prognosis dan program pengobatan dan bagaimana hal ini berhubungan
masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, - Pasien dan keluarga mampu dengan anatomi dan fisiologi, dengan
perilaku tidak sesuai. melaksanakan prosedur yang cara yang tepat.
dijelaskan secara benar 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, - Pasien dan keluarga mampu biasa muncul pada penyakit, dengan cara
interpretasi terhadap informasi yang salah, menjelaskan kembali apa yang yang tepat
kurangnya keinginan untuk mencari informasi, dijelaskan perawat/tim kesehatan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan
tidak mengetahui sumber-sumber informasi. lainnya cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

2 Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik NOC : NIC :


Self care : Activity of Daily Living Self Care assistance: ADLs
Definisi : (ADLs) 1. Monitor kemempuan klien untuk
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL Kriteria Hasil : perawatan diri yang mandiri.
pada diri  Klien terbebas dari bau badan 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
 Menyatakan kenyamanan terhadap bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk kemampuan untuk melakukan ADLs berhias, toileting dan makan.
mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian,  Dapat melakukan ADLS dengan 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu
ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan bantuan secara utuh untuk melakukan self-care.
untuk toileting 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal sesuai
Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kemampuan yang dimiliki.
kognitif atau perceptual, kerusakan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri,
neuromuskular/ otot-otot saraf tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
3 Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan NOC : NIC :
neuromuskuler  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
 Mobility Level  Monitoring vital sign sebelm/sesudah
Definisi :  Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan  Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau Kriteria Hasil : rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
lebih ekstremitas  Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Bantu klien untuk menggunakan tongkat
 Mengerti tujuan dari peningkatan saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Batasan karakteristik : mobilitas  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
- Postur tubuh yang tidak stabil selama  Memverbalisasikan perasaan dalam tentang teknik ambulasi
melakukan kegiatan rutin harian meningkatkan kekuatan dan kemampuan  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan berpindah  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
keterampilan motorik kasar  Memperagakan penggunaan alat ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan Bantu untuk mobilisasi (walker)  Dampingi dan Bantu pasien saat
keterampilan motorik halus mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
- Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang ADLs ps.
tersentak-sentak  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
- Keterbatasan ROM  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
- Kesulitan berbalik (belok) dan berikan bantuan jika diperlukan
- Perubahan gaya berjalan (Misal : penurunan
kecepatan berjalan, kesulitan memulai jalan,
langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang
berlebihan pada posisi lateral)
- Penurunan waktu reaksi
- Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek
- Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
(peningkatan perhatian untuk aktivitas lain,
mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan
ketidakmampuan aktivitas)
- Pergerakan yang lambat
- Bergerak menyebabkan tremor
Faktor yang berhubungan :
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang kegunaan
pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil
sesuai dengan usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan
stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau
masa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
4 Intoleran aktivitas b/d curah jantung yang rendah, NOC : NIC :
ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot  Energy conservation Energy Management
rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam
hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
selama sakit  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik  Dorong anal untuk mengungkapkan
tanpa disertai peningkatan tekanan darah, perasaan terhadap keterbatasan
Intoleran aktivitas b/d fatigue nadi dan RR  Kaji adanya factor yang menyebabkan
Definisi : Ketidakcukupan energu secara  Mampu melakukan aktivitas sehari kelelahan
fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan hari (ADLs) secara mandiri  Monitor nutrisi dan sumber energi
atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau tangadekuat
aktifitas sehari hari.  Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
Batasan karakteristik :  Monitor respon kardivaskuler terhadap
a. melaporkan secara verbal adanya kelelahan aktivitas
atau kelemahan.  Monitor pola tidur dan lamanya
b. Respon abnormal dari tekanan darah atau tidur/istirahat pasien
nadi terhadap aktifitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia Activity Therapy
atau iskemia  Kolaborasikan dengan Tenaga
d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat Rehabilitasi Medik dalammerencanakan
beraktivitas. progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi
Faktor factor yang berhubungan : aktivitas yang mampu dilakukan
 Tirah Baring atau imobilisasi  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
 Kelemahan menyeluruh yangsesuai dengan kemampuan fisik,
 Ketidakseimbangan antara suplei oksigen psikologi dan social
dengan kebutuhan  Bantu untuk mengidentifikasi dan
 Gaya hidup yang dipertahankan. mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual
5 Resiko gangguan integritas kulit b/d keterbatasan NOC : Tissue Integrity : Skin andNIC : Pressure Management
mobilitas Mucous Membranes  Anjurkan pasien untuk menggunakan
Kriteria Hasil : pakaian yang longgar
Definisi: Perubahan pada epidermis dan dermis  Integritas kulit yang baik bisa Hindari kerutan padaa tempat tidur
dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Batasan karakteristik :  Melaporkan adanya gangguan sensasikering
- Gangguan pada bagian tubuh atau nyeri pada daerah kulit yang Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
- Kerusakan lapisa kulit (dermis) mengalami gangguan setiap dua jam sekali
- Gangguan permukaan kulit (epidermis)  Menunjukkan pemahaman dalam Monitor kulit akan adanya kemerahan
Faktor yang berhubungan : proses perbaikan kulit dan mencegah Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
Eksternal : terjadinya sedera berulang derah yang tertekan
- Hipertermia atau hipotermia  Mampumelindungi kulit dan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Substansi kimia mempertahankan kelembaban kulit dan Monitor status nutrisi pasien
- Kelembaban udara perawatan alami  Memandikan pasien dengan sabun dan air
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat hangat
menimbulkan luka, tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Perubahan status metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Faktor yang berhubungan dengan
perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
6 Resiko penyebaran infeksi b/d penurunan systemNOC : NIC :
imun, aspek kronis penyakit.  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
 Knowledge : Infection control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Definisi : Peningkatan resiko masuknya  Risk control pasien lain
organisme patogen Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Batasi pengunjung bila perlu
Faktor-faktor resiko : infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk
- Prosedur Infasif  Mendeskripsikan proses penularan mencuci tangan saat berkunjung dan
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk penyakit, factor yang mempengaruhi setelah berkunjung meninggalkan pasien
menghindari paparan patogen penularan serta penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
- Trauma  Menunjukkan kemampuan untuk tangan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan mencegah timbulnya infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
lingkungan  Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan kperawtan
- Ruptur membran amnion  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Agen farmasi (imunosupresan) alat pelindung
- Malnutrisi
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
pemasangan alat
- Imonusupresi
 Ganti letak IV perifer dan line central
- Ketidakadekuatan imum buatan
dan dressing sesuai dengan petunjuk
- Tidak adekuat pertahanan sekunder
umum
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)  Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit menurunkan infeksi kandung kencing
tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja  Tingktkan intake nutrisi
silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi  Berikan terapi antibiotik bila perlu
pH, perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

7 Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Definisi : Peningkatan resiko masuknya  Knowledge : Infection control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
organisme patogen  Risk control pasien lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
Faktor-faktor resiko :  Klien bebas dari tanda dan gejala Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk  Mendeskripsikan proses penularan mencuci tangan saat berkunjung dan
menghindari paparan patogen penyakit, factor yang mempengaruhi setelah berkunjung meninggalkan pasien
- Trauma penularan serta penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan  Menunjukkan kemampuan untuk tangan
lingkungan mencegah timbulnya infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
- Ruptur membran amnion  Jumlah leukosit dalam batas normal tindakan kperawtan
- Agen farmasi (imunosupresan)  Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Malnutrisi pelindung
- Peningkatan paparan lingkungan patogen  Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Imonusupresi pemasangan alat
- Ketidakadekuatan imum buatan  Ganti letak IV perifer dan line central dan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder dressing sesuai dengan petunjuk umum
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan  Gunakan kateter intermiten untuk
respon inflamasi) menurunkan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit  Tingktkan intake nutrisi
tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja  Berikan terapi antibiotik bila perlu
silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi
pH, perubahan peristaltik) Infection Protection (proteksi terhadap
- Penyakit kronik infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
  Ajarkan cara menghindari infeksi
8 Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan NOC : NIC :
 Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
Definisi :  Coping kecemasan)
Perasaan gelisah yang tak jelas dariKriteria Hasil :  Gunakan pendekatan yang menenangkan
ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai Klien mampu mengidentifikasi dan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
respon autonom (sumner tidak spesifik atau tidak mengungkapkan gejala cemas pelaku pasien
diketahui oleh individu); perasaan keprihatinan  Mengidentifikasi, mengungkapkan Jelaskan semua prosedur dan apa yang
disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya.dan menunjukkan tehnik untuk dirasakan selama prosedur
Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancamanmengontol cemas  Temani pasien untuk memberikan
yang akan datang dan memungkinkan individu Vital sign dalam batas normal keamanan dan mengurangi takut
untuk mengambil langkah untuk menyetujui Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa Berikan informasi faktual mengenai
terhadap tindakan tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan diagnosis, tindakan prognosis
Ditandai dengan berkurangnya kecemasan  Dorong keluarga untuk menemani anak
 Gelisah
 Lakukan back / neck rub
 Insomnia
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Resah
 Ketakutan  Identifikasi tingkat kecemasan
 Sedih  Bantu pasien mengenal situasi yang
 Fokus pada diri menimbulkan kecemasan
 Kekhawatiran  Dorong pasien untuk mengungkapkan
 Cemas perasaan, ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

9 Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik NOC : NIC :


 Self care : Activity of Daily Living Self Care assistane : ADLs
Definisi : (ADLs)  Monitor kemempuan klien untuk
Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL Kriteria Hasil : perawatan diri yang mandiri.
pada diri  Klien terbebas dari bau badan  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat
 Menyatakan kenyamanan terhadap bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk kemampuan untuk melakukan ADLs berhias, toileting dan akan.
mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian,  Dapat melakukan ADLS dengan  Sediakan bantuan sampai klien mampu
ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan bantuan secara utuh untuk melakukan self-care.
untuk toileting  Dorong klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal sesuai
Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kemampuan yang dimiliki.
kognitif atau perceptual, kerusakan  Dorong untuk melakukan secara mandiri,
neuromuskular/ otot-otot saraf tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien
tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-
hari.

10 Resiko Injury b/d immobilisasi, penekanan NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management
sensorik patologi intrakranial dan ketidaksadaran Kriteria Hasil : (Manajemen lingkungan)
 Klien terbebas dari cedera  Sediakan lingkungan yang aman untuk
Definsi :  Klien mampu menjelaskan cara/metodepasien
Dalam risiko cedera sebagai hasil dari interaksi untukmencegah injury/cedera  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
kondisi lingkungan dengan respon adaptif  Klien mampu menjelaskan factorsesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
indifidu dan sumber pertahanan. resiko dari lingkungan/perilaku personal kognitif pasien dan riwayat penyakit
 Mampumemodifikasi gaya hidupterdahulu pasien
Faktor resiko : untukmencegah injury  Menghindarkan lingkungan yang
Eksternal  Menggunakan fasilitas kesehatan yangberbahaya (misalnya memindahkan
- Mode transpor atau cara perpindahan ada perabotan)
- Manusia atau penyedia pelayanan  Mampu mengenali perubahan status Memasang side rail tempat tidur
kesehatan (contoh : agen nosokomial) kesehatan  Menyediakan tempat tidur yang nyaman
- Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan dan bersih
faktor psikomotor  Menempatkan saklar lampu ditempat
- Fisik (contoh : rancangan struktur dan yang mudah dijangkau pasien.
arahan masyarakat, bangunan dan atau  Membatasi pengunjung
perlengkapan)  Memberikan penerangan yang cukup
- Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe  Menganjurkan keluarga untuk menemani
makanan) pasien.
- Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
dalam masyarakat, mikroorganisme)  Memindahkan barang-barang yang dapat
- Kimia (polutan, racun, obat, agen farmasi, membahayakan
alkohol, kafein nikotin, bahan pengawet,  Berikan penjelasan pada pasien dan
kosmetik, celupan (zat warna kain)) keluarga atau pengunjung adanya perubahan
Internal status kesehatan dan penyebab penyakit.
- Psikolgik (orientasi afektif)
- Mal nutrisi
- Bentuk darah abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia, perubahan faktor
pembekuan, trombositopeni, sickle cell,
thalassemia, penurunan Hb, Imun-autoimum
tidak berfungsi.
- Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak
berfungsinya sensoris)
- Disfugsi gabungan
- Disfungsi efektor
- Hipoksia jaringan
- Perkembangan usia (fisiologik,
psikososial)
- Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan mobilitas)

11 Gangguan pola defeksi : diare b/d proses NOC: NIC :


peradangan pada dinding usus halus  Bowel elimination Diarhea Management
 Fluid Balance  Evaluasi efek samping pengobatan
 Hydration terhadap gastrointestinal
 Electrolyte and Acid base Balance  Ajarkan pasien untuk menggunakan obat
Kriteria Hasil : antidiare
 Feses berbentuk, BAB sehari sekali- Instruksikan pasien/keluarga
tiga hari untukmencatat warna, jumlah, frekuenai dan
 Menjaga daerah sekitar rectal darikonsistensi dari feses
iritasi  Evaluasi intake makanan yang masuk
 Tidak mengalami diare  Identifikasi factor penyebab dari diare
 Menjelaskan penyebab diare dan Monitor tanda dan gejala diare
rasional tendakan  Observasi turgor kulit secara rutin
 Mempertahankan turgor kulit  Ukur diare/keluaran BAB
 Hubungi dokter jika ada kenanikan bising
usus
 Instruksikan pasien untukmakan rendah
serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika
memungkinkan
 Instruksikan untuk menghindari laksative
 Ajarkan tehnik menurunkan stress
 Monitor persiapan makanan yang aman

12 Perubahan pola defeksi : konstipasi b/d proses NOC: NIC: Constipation/ Impaction
peradangan pada dinding usus halus,  Bowel elimination Management
 Hydration  Monitor tanda dan gejala konstipasi
Kriteria Hasil :  Monior bising usus
 Mempertahankan bentuk feses lunak Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan
setiap 1-3 hari volume
 Bebas dari ketidaknyamanan dan Konsultasi dengan dokter tentang
konstipasi penurunan dan peningkatan bising usus
 Mengidentifikasi indicator untuk Mitor tanda dan gejala ruptur
mencegah konstipasi usus/peritonitis
 Jelaskan etiologi dan rasionalisasi
tindakan terhadap pasien
 Identifikasi faktor penyebab dan
kontribusi konstipasi
 Dukung intake cairan
 Kolaborasikan pemberian laksatif
13 Inkontinensia Bowel b/d struktur anus yang tidak NOC: NIC :
komplit  Bowel Continence Bowel Inkontinence care
 Bowel Elimination  Perkirakan penyebab fisik dan psikologi
Kriteria Hasil : dari inkontimemsia fekal
 BAB teratur, mulai dari setiap hari Jelaskan penyebab masalah dan rasional
sampai 3-5 hari dari tindakan
 Defekasi lunak, feses berbentuk  Jelaskan tujuan dari managemen bowel
 Penurunan insiden inkontinensia usus pada pasien/keluarga
 Diskusikan prosedur dan criteria hasil
yang diharapkan bersama pasien
 Instruksikan pasien/keluarga untuk
mencatat keluaran feses
 Cuci area perianal dengansabun dan air
lalukeringkan
 Jaga kebersihan baju dan tempat tidur
 Lakukan program latihan BAB
 Monitor efek samping pengobatan.

Bowel Training
 Rencanakan program BAB dengan pasien
dan pasien yang lain
 Konsul ke dokter jika pasien memerlukan
suppositoria
 Ajarkan ke pasien/keluarga tentang
prinsip latihan BAB
 Anjurkan pasien untuk cukup minum
 Dorong pasien untuk cukup latihan
 Jaga privasi klien
 Kolaborasi pemberian suppositoria jika
memungkinkan
 Evaluasi status BAB secara rutin
 Modifikasi program BAB jika diperlukan
d) Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap ini
adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan. Kemampuan mengembalikan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan-tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri 2
kegiatan yaitu:
a. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan
intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status
klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap
perencanaan. Di samping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang
mempunyai kriteria tettentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak
tercapai atau tercapai sebagian.
1) Tujuan Tercapai
Tujuan dikatakan teracapai bila klien telah menunjukkan perubahan kemajuan
yang sesuai dengan keiteria yang telah ditetapkan
2) Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak
tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau
penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual,
setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.
3) Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kearah
kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai