A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat,
sindrom geriatri adalah kumpulan gejala atau masalah kesehatan yang sering dialami oleh
seorang pasien geriatri. Sindrom geriatri ini dikenal juga dengan istilah 14 I yaitu:
1) berkurangnya kemampuan gerak (immobilisasi);
2) jatuh dan patah tulang (instabilitas postural);
3) mengompol (inkontinensia urin);
4) infeksi (infection);
5) gangguan fungsi panca indera (impairment of senses);
6) gangguan gizi (inanition);
7) masalah akibat tindakan medis (iatrogenik);
8) gangguan tidur (insomnia);
9) gangguan fungsi kognitif (intelectual impairment);
10) isolasi/menarik diri (isolation);
11) berkurangnya kemampuan keuangan (impecunity);
12) konstipasi (impaction);
13) gangguan sistem imun (immune deficiency);
14) gangguan fungsi seksual (impotence)
Sindrom geriatri ini sangat penting untuk diketahui oleh tenaga kesehatan di
Puskesmas karena sering merupakan gejala atau tanda awal dari penyakit yang
mendasarinya. Tenaga kesehatan di Puskesmas agar dapat mengenali sindrom geriatri ini,
menelusuri penyebabnya, mencari keterkaitan antara sindrom dan penyakit yang
mendasarinya serta melakukan penatalaksanaan awal dari sindrom geriatri ini termasuk
pencegahan dari dampak atau komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Etiologi
a. Imobilisasi
Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada pasien usia lanjut. Beberapa penyebab utama imobilisasi adalah
adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah
psikologis. Penyakit Parkinson, artritis reumatoid, gout, dan obat‐obatan antipsikotik
seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri, baik dari tulang
(osteoporosis, osteomalasia, Paget’s disease, metastase kanker tulang, trauma), sendi
(osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimalgia, pseudoclaudication) atau
masalah pada kaki dapat menyebabkan imobilisasi.
Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi
mental seperti pada depresi tentu sangat sering menyebabkan terjadinya imobilisasi.
Kekhawatiran keluarga yang berlebihan atau kemalasan petugas kesehatan dapat
pula menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun di rumah sakit. Efek samping beberapa obat misalnya obat hipnotik
dan sedatif dapat pula menyebabkan gangguan mobilisasi.
b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara
lain:
1. Kecelakaan (merupakan penyebab utama)
- Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua, misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada di
rumah tertabrak, lalu jatuh.
2. Nyeri kepala dan/atau vertigo
3. Hipotensi orthostatic:
- Hipovolemia / curah jantung rendah
- Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
- Pengaruh obat-obat hipotensi
4. Obat-obatan
- Diuretik / antihipertensi
- Antidepresan trisiklik
- Sedativa
- Antipsikotik
- Obat-obat hipoglikemik
- Alkohol
5. Proses penyakit yang spesifik, misalnya:
- Aritmia
- Stenosis
- Stroke
- Parkinson
- Spondilosis
- Serangan kejang
6. Idiopatik (tidak jelas sebabnya)
7. Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba):
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
c. Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)
Pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada lansia terjadi
proses menua yang berdampak pada perubahan hampir seluruh organ tubuh
termasuk organ berkemih yang menyebabkan lansia mengalami inkontinensia urin.
Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga
kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada
kandung kemih yang menimbulkan rangsangan berkeih sebelum waktunya dan
meninggalkan sisa. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna menyebabkan
urine di dalam kanddung kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian
sedikit saja sudah merangsang untuk berkeih. Hipertrofi prostat juga dapat
mengakibatkan banyaknya sisa air kemih di kandung keih sebagai akibat
pengosongan yang tidak sempurna (Setiati, 2000).
3. Manifestasi klinis
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada berbagai
sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada penurunan
berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak, aliran
darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor glukokortikoid hipokampal, dan
terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan berubahnya
neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi juga peningkatan aktivitas
monoamin oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.
Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi
intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses
informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi; berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori.
Kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan
mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi gelap; pengeruhan pada lensa;
ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak dekat (presbiopia); berkurangnya
sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara
bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu pada usia lanjut terjadi
kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan terganggunya kemampuan membedakan
target dari noise.
Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung
(pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan relaksasi
ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-
adrenergik berkurang; menurunnya curah jantung maksimal; peningkatan atrial
natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer.
Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second
(FEVI) dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi
silia dan meningkatnya volume residual. Adanya ‘ventilation-perfusion mismatching’
yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya usia: 100 – (0,32 x umur).
Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati,
terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga membutuhkan metabolisme
fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung,
berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon
yang efektif dan absorpsi kalsium. Menurunnya bersihan kreatinin (creatinin clearance)
dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10 ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya
usia seseorang.
Penurunan massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari korteks dengan peningkatan
relatif perfusi nefron jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone (ADH)
sebagai respons terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya ketergantungan
prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi. Pada saluran kemih dan kelamin
timbul perpanjangan waktu refrakter untuk ereksi pada pria, berkurangnya intensitas
orgasme pada pria maupun wanita, berkurangnya sekresi prostat di urin dan pengosongan
kandung kemih yang tidak sempurna serta peningkatan volume residual urin. Toleransi
glukosa terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah postprandial
meningkat 10 mg/dl/dekade). Insulin serum meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1
berkurang.
Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3,
testosteron bebas maupun yang bioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta
peningkatan hormon paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormon
ovarium.
Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal,
berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal
(hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan
meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara
bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling kecil pada
otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi, meningkatnya jumlah
miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolic (berkurang 4%/dekade
setelah usia 50).
Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya
produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe
lambat, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam
sirkulasi.
Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi menetap
yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari, dan dapat berpikiran
atau melakukan percobaan bunuh diri. Pada lansia gejala depresi lebih banyak terjadi
pada orang dengan penyakit kronik, gangguan kognitif, dan disabilitas. Kesulitan
konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik setelah depresi teratasi.
Gangguan depresi lansia dapat menyerupai gangguan kognitif seperti demensia, sehingga
dua hal tersebut perlu dibedakan. Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri
fisik tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan pada
lansia depresi dapat dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan dalam pemikiran,
perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku.
4. Komplikasi
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem pernafasan misalnya penurunan
ventilasi, atelektasis dan pneumonia. komplikasi endokrin dan ginjal, peningkatan
diuresis, natriuresis dan pergeseran cairan ekstraseluler, intoleransi glukosa,
hiperkalsemia dan kehilangan kalsium, batu ginjal serta keseimbangan nitrogen negative.
Komplikasi gastrointestinal yang dapat timbul adalah anoreksia, konstipasi dan luka
tekan (ulkus dekubitus). Pada sistem saraf pusat, dapat terjadi deprivasi sensorik,
gangguan keseimbangan dan koordinasi (Rizka, 2015).
B. Asuhan keperawatan
Menurut Permenkes Nomor 67 tahun 2015, proses asuhan keperawatan lanjut usia di rumah
bagi lansia adalah sebagai berikut:
a) Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian kondisi kesehatan dan kebutuhan dasar lanjut usia, aspek
yang perlu dikaji:
Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan lanjut usia dan riwayat kesakitan serta upaya penanggulangan
yang telah dilakukan (status medik pasca-rawat dan status fungsional)
2) Status kesehatan fisik, biologis, dan fisiologis yang terjadi pada Lanjut usia
3) Fungsi kognitif lanjut usia
4) Aktifitas sosial dan kehidupan sehari-hari
5) Status kesehatan mental lanjut usia
6) Konsumsi makanan dan cairan
7) Sumber daya dan dukungan keluarga
(a) penggunaan perlengkapan rumah tangga.
(b) kondisi keamanan lingkungan rumah (tangga, bebatuan, licin, undakan, kompor,
kondisi kamar mandi, pegangan)
(c) emosional pelaku rawat.
(d) dukungan keluarga/pelaku rawat
8) Struktur dan fungsi serta tugas keluarga dalam pemeliharaan kesehatan
Melakukan pengkajian kebutuhan pelayanan keperawatan serta potensi lanjut
usia/keluarga didasarkan pada:
a) Kondisi fisik lanjut usia untuk menentukan tindakan yang diperlukan, seperti
pemasangan infus, pemberian oksigen, terapi fisik, atau perlu peralatan lain
b) Kondisi psikologis dan kognitif lanjut usia untuk menentukan kebutuhan
dukungan emosional
c) Status sosial ekonomi keluarga untuk menentukan kebutuhan dan kemampuan
mengakses pelayanan kesehatan
d) Pola perilaku dan ADL lanjut usia terkait dengan program diet, penggunaan obat,
istirahat dan latihan, untuk menentukan apakah perlu rujukan atau pelayanan
kesehatan lainnya
e) Menentukan kebutuhan akan pelayanan keperawatan sesuai kondisi pasien dan
sumber yang tersedia.
Pemeriksaan fisik
a) Pada Pemeriksaan Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital sangat dianjurkan untuk betulbetul memperhatikan derajat
penurunan atau perubahan kesadaran (bila ada). Pemeriksaan tekanan darah dan
frekuensi denyut jantung harus dilakukan pada posisi berbaring dan duduk serta
berdiri (bila memungkinkan); hipotensi ortostatik lebih sering muncul pada pasien
Lanjut Usia dan geriatri.
b) Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani dilakukan menurut sistematika sistem organ mulai dari sistem
kardiovaskular, system pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem genitourinarius,
sistem muskuloskeletal, sistem hematologi, system metabolikendokrinologi dan
pemeriksaan neurologik.
c) Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi diawali dengan deteksi dini menggunakan MNA, dilanjutkan
dengan catatan asupan gizi, pengukuran IMT (jika masih dapat berdiri tegak), atau
mengukur panjang depa, tinggi lutut, atau tinggi duduk (jika pasien tidak dapat berdiri
tegak).
d) Pemeriksaan Status Fungsional
Pemeriksaan status fungsional diartikan sebagai kemampuan seseorang melakukan
aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri. Contoh, bangun dari posisi berbaring,
duduk, berjalan, mandi, berkemih, berpakaian, bersolek, makan, naikturun tangga dan
buang air besar. Karena penyakit akut yang menyerang, biasanya pasien geriatri akan
mengalami penurunan status fungsional, misalnya dari mandiri menjadi
ketergantungan ringan atau sedang, dari ketergantungan ringan menjadi
ketergantungan sedang sampai berat bahkan ketergantungan total. Dalam menetapkan
derajat ketergantungan seseorang maka perlu dicatat bahwa data yang diperoleh dari
keterangan langsung harus disesuaikan dengan data dari keluarga yang tinggal
bersama pasien serta dari pengamatan langsung oleh tenaga kesehatan.
c) Intervensi Keperawatan
1) Menyusun rencana pelayanan keperawatan (bersama Lanjut usia, keluarga)
(a) Menentukan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan masalah/ diagnosa
keperawatan yang ditetapkan
(b) Menyeleksi sumber-sumber yang tersedia di keluarga dan masyarakat sesuai
kebutuhan lanjut usia
(c) Menentukan rencana kunjungan (jadwal kunjungan) yang berisi waktu, frekuensi
dan petugas yang akan melakukan kunjungan rumah
2) Koordinasi dengan tim untuk menyelenggarakan tindakan yang telah direncanakan.
(a) Memberikan informasi kepada lanjut usia dan keluarga tentang tindakan atau
pelayanan keperawatan yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhannya
(b) Membuat perjanjian (kesepakatan) dengan pasien dan keluarga tentang tenaga
kesehatan yang akan memberikan pelayanan dan jenis pelayanannya
(c) Mengkoordinasikan rencana tindakan/intervensi keperawatan kepada tim yang
bersangkutan sesuai jadwal kunjungan
(d) Melakukan rujukan sesuai kondisi lanjut usia, keterjangkauan pelayanan dan
sumber-sumber yang tersedia
3) Menetapkan tujuan pelayanan keperawatan keluarga dengan lanjut usia di rumah
Individu lanjut usia diharapkan:
(a) Terpenuhi kebutuhan fisiologi oksigen, makan, minum, eleminasi, aktifitas sehari-
hari
(b) Dapat beradaptasi dengan perubahan kesehatan yang terjadi pada dirinya
(c) Merasa nyaman dan aman dengan kondisi lingkungannya
(d) Mampu mempertahankan kemandirian dan berfungsi optimal dalam melakukan
aktifitas sehari-hari
Keluarga dengan lanjut usia diharapkan dapat:
(a) Mengenal masalah kesehatan yang dialami lanjut usia
(b) Merawat anggota keluarga lanjut usia dengan masalah kesehatan.
Mengatasi keluhan/gejala/respon klien terhadap penyakit
Menyediakan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar klien
Mengkoordinir pelaksanaan intervensi kesehatan bagi lanjut usia
(c) Mengidentifikasi masalah keselamatan dan memodifikasi lingkungan yang dapat
mendukung kesehatan lanjut usia
(d) Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia untuk
mengatasi masalah kesehatan lanjut usia
(e) Menentukan strategi intervensi keperawatan lanjut usia di rumah
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan Dan Criteria Hasil Intervensi
1 Defisien Pengetahuan NOC : NIC :
Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
Definisi : Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses
sehubungan dengan topic spesifik. - Pasien dan keluarga menyatakan penyakit yang spesifik
pemahaman tentang penyakit, kondisi,2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya prognosis dan program pengobatan dan bagaimana hal ini berhubungan
masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, - Pasien dan keluarga mampu dengan anatomi dan fisiologi, dengan
perilaku tidak sesuai. melaksanakan prosedur yang cara yang tepat.
dijelaskan secara benar 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, - Pasien dan keluarga mampu biasa muncul pada penyakit, dengan cara
interpretasi terhadap informasi yang salah, menjelaskan kembali apa yang yang tepat
kurangnya keinginan untuk mencari informasi, dijelaskan perawat/tim kesehatan 4. Gambarkan proses penyakit, dengan
tidak mengetahui sumber-sumber informasi. lainnya cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
10 Resiko Injury b/d immobilisasi, penekanan NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management
sensorik patologi intrakranial dan ketidaksadaran Kriteria Hasil : (Manajemen lingkungan)
Klien terbebas dari cedera Sediakan lingkungan yang aman untuk
Definsi : Klien mampu menjelaskan cara/metodepasien
Dalam risiko cedera sebagai hasil dari interaksi untukmencegah injury/cedera Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
kondisi lingkungan dengan respon adaptif Klien mampu menjelaskan factorsesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
indifidu dan sumber pertahanan. resiko dari lingkungan/perilaku personal kognitif pasien dan riwayat penyakit
Mampumemodifikasi gaya hidupterdahulu pasien
Faktor resiko : untukmencegah injury Menghindarkan lingkungan yang
Eksternal Menggunakan fasilitas kesehatan yangberbahaya (misalnya memindahkan
- Mode transpor atau cara perpindahan ada perabotan)
- Manusia atau penyedia pelayanan Mampu mengenali perubahan status Memasang side rail tempat tidur
kesehatan (contoh : agen nosokomial) kesehatan Menyediakan tempat tidur yang nyaman
- Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan dan bersih
faktor psikomotor Menempatkan saklar lampu ditempat
- Fisik (contoh : rancangan struktur dan yang mudah dijangkau pasien.
arahan masyarakat, bangunan dan atau Membatasi pengunjung
perlengkapan) Memberikan penerangan yang cukup
- Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe Menganjurkan keluarga untuk menemani
makanan) pasien.
- Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi Mengontrol lingkungan dari kebisingan
dalam masyarakat, mikroorganisme) Memindahkan barang-barang yang dapat
- Kimia (polutan, racun, obat, agen farmasi, membahayakan
alkohol, kafein nikotin, bahan pengawet, Berikan penjelasan pada pasien dan
kosmetik, celupan (zat warna kain)) keluarga atau pengunjung adanya perubahan
Internal status kesehatan dan penyebab penyakit.
- Psikolgik (orientasi afektif)
- Mal nutrisi
- Bentuk darah abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia, perubahan faktor
pembekuan, trombositopeni, sickle cell,
thalassemia, penurunan Hb, Imun-autoimum
tidak berfungsi.
- Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak
berfungsinya sensoris)
- Disfugsi gabungan
- Disfungsi efektor
- Hipoksia jaringan
- Perkembangan usia (fisiologik,
psikososial)
- Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan mobilitas)
12 Perubahan pola defeksi : konstipasi b/d proses NOC: NIC: Constipation/ Impaction
peradangan pada dinding usus halus, Bowel elimination Management
Hydration Monitor tanda dan gejala konstipasi
Kriteria Hasil : Monior bising usus
Mempertahankan bentuk feses lunak Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan
setiap 1-3 hari volume
Bebas dari ketidaknyamanan dan Konsultasi dengan dokter tentang
konstipasi penurunan dan peningkatan bising usus
Mengidentifikasi indicator untuk Mitor tanda dan gejala ruptur
mencegah konstipasi usus/peritonitis
Jelaskan etiologi dan rasionalisasi
tindakan terhadap pasien
Identifikasi faktor penyebab dan
kontribusi konstipasi
Dukung intake cairan
Kolaborasikan pemberian laksatif
13 Inkontinensia Bowel b/d struktur anus yang tidak NOC: NIC :
komplit Bowel Continence Bowel Inkontinence care
Bowel Elimination Perkirakan penyebab fisik dan psikologi
Kriteria Hasil : dari inkontimemsia fekal
BAB teratur, mulai dari setiap hari Jelaskan penyebab masalah dan rasional
sampai 3-5 hari dari tindakan
Defekasi lunak, feses berbentuk Jelaskan tujuan dari managemen bowel
Penurunan insiden inkontinensia usus pada pasien/keluarga
Diskusikan prosedur dan criteria hasil
yang diharapkan bersama pasien
Instruksikan pasien/keluarga untuk
mencatat keluaran feses
Cuci area perianal dengansabun dan air
lalukeringkan
Jaga kebersihan baju dan tempat tidur
Lakukan program latihan BAB
Monitor efek samping pengobatan.
Bowel Training
Rencanakan program BAB dengan pasien
dan pasien yang lain
Konsul ke dokter jika pasien memerlukan
suppositoria
Ajarkan ke pasien/keluarga tentang
prinsip latihan BAB
Anjurkan pasien untuk cukup minum
Dorong pasien untuk cukup latihan
Jaga privasi klien
Kolaborasi pemberian suppositoria jika
memungkinkan
Evaluasi status BAB secara rutin
Modifikasi program BAB jika diperlukan
d) Evaluasi keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap ini
adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan. Kemampuan mengembalikan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan-tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri 2
kegiatan yaitu:
a. Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan
intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status
klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap
perencanaan. Di samping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang
mempunyai kriteria tettentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak
tercapai atau tercapai sebagian.
1) Tujuan Tercapai
Tujuan dikatakan teracapai bila klien telah menunjukkan perubahan kemajuan
yang sesuai dengan keiteria yang telah ditetapkan
2) Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak
tercapai secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau
penyebabnya, seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual,
setelah makan bahkan kadang-kadang muntah.
3) Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kearah
kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA