Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DENGAN DISFUNGSI

HIPOFISE

Oleh :

1. MARGA ANISAH 1614401002

2. MUHAMMAD TAUPIK FAJAR 1614401003

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT

MOJOKERTO

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, berkat ridho, rahmat, dan

hidayahnya saya dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini dengan judul asuhan

keperawatan pada kasus- kasus dengan gangguan sistem pencernaan. Laporan pendahuluan

ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas denagn mata kualih KMB 2

DISFUNGSI HIPOFISIS pada Program Studi D3 Keperawatan Politeknik Kesehatan

Majapahit Mojokerto.

Saya sadari bahwa laporan pendahuluan ini jauh dari sempurna, tetapi saya berharap

laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan.

Mojokerto, 27 Oktober 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Hipofise...................................................................... 7

2.1.1 Definisi Hipofise .................................................................................... 7

2.1.2 Anatomi Kelenjar Hipofise .................................................................... 7

2.1.3 Fungsi Kelenjar Hipofise (Pituitary) ...................................................... 9

2.1.4 Gangguan Pada Kelenjar Hipofise ........................................................ 11

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 38

3.2 Saran........................................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 40

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelenjar hipofisis kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisis

mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormone

hipofisis memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan

kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, oleh organ

lainnya, dimana kadar hormone endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada

hipofisis untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya. Jenisnya ada

Kelenjar hipofisis anterior dan posterior.

Hipofungsi kelenjar hipofisis (Hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada

kelenjar hipofisis sendiri atau pada hipotalamus ; namun demikian, akibat kedua keadaan

ini pada hakikatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior

kelenjar hipofisis. Panhipopituitarisme (penyakit simmond) merupakan keadaan tidak

adanya seleruh sekresi hipofisis dan penyakit ini jarang dijumpai. Microsisi hipofisis pasca

partus (syndrome Sheehan) merupakan penyebab lain kegagalan hipofisis anterior yang

jarang. Keadaan ini lebih cenderung terjadi pada wanita yang mengalami kehilangan darah,

hipovolemia dan hipotensi pada saat melahirkan. (Smeltzer, Suzanne.C. 2001).

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari kelenjar hipofise (pituitari)?

2. Bagaimana anatomi dari kelenjar hipofise (pituitari)?

3. Bagaimana gangguan dari kelenjar hipofise (pituitari)?

4. Bagaimana definisi, etiologi, patofis dan manifestasi klinis dari gangguan kelenjar

hipofise (pituitari)?

5. Bagaimana tes diagnostik dari gangguan kelenjar hipofise (pituitari)?Apa saja

diagnosa dari kelenjar hipofise (pituitari)?

6. Bagaimana penatalaksanaan pada gangguan kelenjar hipofise (pituitari)?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan umum

Adapun tujuan penulisan makalah ilmiah ini secara umum adalah diperolehnya

pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

Disfungsi Hepofisis.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Disfungsi Hepofisis.

b. Mahasiswa dapat menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Disfungsi

Hepofisis.

c. Mahasiswa dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Disfungsi

Hepofisis.

d. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Disfungsi

Hepofisis.

e. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada klien dengan Disfungsi Hepofisis.

5
f. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus

pada klien Disfungsi Hepofisis.

g. Mahasiswa dapat mengidentifikasi faktorfaktor pendukung dan penghambat serta

dapat mencari solusinya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan

Disfungsi Hepofisis.

h. Mahasiswa dapat mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk

narasi pada klien dengan Disfungsi Hepofisis.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil laporan pendahuluan ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi

bagi pihak akademik Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis

Hasil karya tulis ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis berikutnya

yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada pasien Disfungsi

Hepofisis.

2. Bagi Profesi Kesehatan

Sebagai tambahan referensi bagi profesi keperawatan mengenai Disfungsi

Hepofisis.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Hepofisis

2.1.1 Definisi Hepofisis

Penyakit hipofisis terjadi lebih sering dibagian lobus anterior. Penyebab utama adalah

bisa terkait tumor fungsional dna tumor nonfunsional, infark hipofisis, penyakit genetik, dan

trauma. Tiga prinsip konsekuensi (1) hiperpituitarisme, (2) hipopituitarisme, (3) dan kompresi

lokal jaringan otak akibat pembesaran tumor (joyce M. Black.2014).

2.1.2 Anatomi kelenjar Hipofise

Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii. Berbentuk oval

dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua lobus anterior. merupakan bagian terbesar

dari hipofise kira-kira 2/3 bagian dari hipofis. Lobus anterior ini juga disebut adenohipofise.

Lobus posterior, menipakan 1/3 bagian hipofise dan terdiri dari jaringan saraf sehingga disebut

juga neurohipofise. Hipofise stalk adalah struktur yang menghubungkan lobus posterior

hipofise dengan hipotalamus. Struktur ini merupakan jaringan saraf.

7
Lobus intermediate (pars intermediate) adalah area diantara lobus anterior dan

posterior, fungsinya belum diketahui secara pasti, namun beberapa referensi yang ada

mengatakan lobus ini mungkin menghasilkan melanosit stimulating hormon (MSH). Secara

histologis, sel-sel kelenjar hipofise dikelompokan berdasarkan jenis hormon yang disekresi

yaitu:

1. Sel-sel somatotrof bentuknya besar, mengandung granula sekretori, berdiameter 350-

500 nm dan terletak di sayap lateral hipofise. Sel-sel inilah yang menghasilkan hormon

somatotropin atau hormon pertumbuhan.

2. Sel-sel iactotroph juga mengandung granula sekretori, dengan diameter 27-350 nm,

menghasilkan prolaktin atau laktogen.

3. Sel-sel Tirotroph berbentuk polihadral, mengar.-'ung granula sekretori dengan diameter

50-100 nm, menghasilkan TSH.

4. Sel-sel gonadotrof diameter sel kira-kira 275-375 nm, mengandung granula sekretori,

menghasilakan FSH dan LH.

5. Sel-sel kortikotrof diameter sel kira-kira 375-550 nm, merupakan granula terbesar,

menghasilkan ACTH.

6. Sel nonsekretori terdiri atas sel kromofob. Lebih kurang 25% sel kelenjar hipofise tidak

dapat diwarnai dengan pewarnaan yang lazim digunakan dan karena itu disebut sel-sel

kromofob. Pewarnaan yang sering dipakai adalah carmosin dan erytrosin. Sel foli-kular

adalah selsel yang berfolikel.

Hipofise menghasilkan hormon tropik dan nontropik. Hon-non tropik akan mengontrol

sintesa dan sekresi hormon kelenjar sasaran sedangkan hormon nontropik akan bekerja

langsung pada organ sasaran. Kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol

langsung aktivitas kelenjar endokrin lain menjadikan hipofise dijuluki master of gland.

8
2.1.3 Fungsi Kelenjar Hipofise (pituitari)

Tabel. Fungsi Dan Kerja Hormone Pada Kelenjar Hipofise

Lobus Hormon Fungsi, Kerja hormon

Anterior Growth 1. Merangsang pertumbuhan jaringan tubuh dan

hormone (GH) tulang

2. Pertumbuhan dari masa kanak-kanak sampai

pubertas

3. Pertumbuhan dipengaruhi oleh factor interna

(genetic,hormone) factor eksternal (makanan,

kesehatan)

4. Defisiensi GH saat pubertas akan menyebabkan

doorfism(dewasa terlambat)

5. Hiperekskresi GH saat pubertas akan menyebabkan

(gigantism) dan setelah pubertas (akromegali)

6. Sekresi GH meningkat pada saat stress,

hipoglikemia, peningkatn asam amino dan tidur.

Prolaktin(LTH) 1. Merangsang pertumbuhan jaringan payudara dan

/ Lituitropik laktasi

hormone 2. Pada wanita hamil ekskresinya meningkat

3. Merangsang kelenjar tiroid

4. Merangsang pertumbuhan kelenjar gondok

Thyrotropic 1. Berperan dalam sintesis protein

hormone (TSH) 2. Dlm darah berikatan dgn gama globulin

9
3. Mempengaruhi pertumbuhan, maturitas, dan fungsi

organ seks sekunder dan primer

Gonado Tropic 1. Merangsang pembentukkan steroid oleh korteks

Hormone (LH & adrenal

FSH)

Adrenocortocotr 1. Dapat merangsang korteks adrenal; dapat

opic hormone mempengaruhi pigmentasi

(ACTH)

Melanocyte-

stimulating.

Hormon (MSH)

Posterior Antidiuretic 1. Meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus distal dan

hormone (ADH, tubulus kodedokus ginjal, sehingga menurunkan

vassopressin) haluaran urine

2. Merangsang vasokontriksi arteriol sehingga tekanan

darah meningkat

Oksotoksin a. Merangsang pengeluaran ASI dari alveoli payudara

ke dalam, duktus; merangsang kontraksi uterus;

kemungkinan terlibat dalam transport sperma dalam

traktus reproduktif wanita,

10
2.1.4 Kelainan pada kelenjar Hipofise

1. Hiperpituitari (Hiperfungsi Pituitari)

A. Definisi

Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau

hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu

hormone hipofise atau lebih (Hotma Rumahardo, 2000 : 36).

Hiperpituitary adalah suatu keadaan dimana terjadi sekresi yang berlebihan

satu atau lebih hormone- hormone yang disekresikan oleh kelenjar pituitary

{hipofise} biasanya berupa hormone- hormone hipofise anterior.

Hiperpituitarisme didefinisikan sebagai sekresi berlebihan dari satu atau

lebih hormon yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis. Disebabkan secara

primer oleh tumor yang mensekresi hormon hipofisis (hormone- screting

pituitary tumor). Tipenya adalah odenema jinak. Sindrome yang berhubungan

dengan hiperpituitarisme adalah sindrome cushing, akromegali, galaktorea,

hipertiroidisme, dan lebih jarang hipergonadisme pada laki- laki.

B. Etiologi

Hiperpituitari dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau

hipotalamus, penyebab mencakup :

a. Adenoma primer salah satu jenis sel penghasil hormone, biasanya sel

penghasil GH, ACTH atau prolakter.

b. Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar

TSH terjadi apabila sekresi HT dan kelenjar tiroid menurun atau tidak

ada (Buku Saku Patofisiologis, Elisabeth, Endah P. 2000. Jakarta :

EGC).

11
C. Manifestasi Klinis

a. Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ organ dalam (seperti

tangan, kaki, jari jari tangan, lidah, rahang, kardiyamegali)

b. Nyeri kepala

c. Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas

d. Libido seksual menurun

e. Kelemahan otot, kelelahan

f. Impotensi

g. Visus berkurang (Hotman Rumahardo, 2000 : 39).

D. Patofisiologi

Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada

sel mana dari kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi. Kelenjar

biasanya mengalami pembesaran disebut adenoma makroskopik bila

diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik bila diameternya

kurang dari 10 mm, yang terdiri atas 1 jenis sel atau beberapa jenis sel.

Adenoma hipofisis merupakan penyebab utama hiperpituitarisme. Penyebab

adenoma hipofisis belum diketahui. Adenoma ini hampir selalu menyekresi

hormon sehingga sering disebut functioning tumor.

Kebanyakan adalah tumor yang terdiri atas sel-sel penyekresi GH, ACTH

dan prolaktin. Tumor yang terdiri atas sel-sel pensekresi TSH-, LH- atau FSH-

sangat jarang terjadi. Functioning tumor yang sering di temukan pada hipofisis

anterior adalah :

1. Prolactin-secreting tumors ( tumor penyekresi prolaktin ) atau prolaktinoma

12
Prolaktinoma (adenoma laktotropin) biasanya adalah tumor kecil, jinak,

yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala khas pada kondisi ini

sangat jelas pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi tidak

menstruasi, yang bersifat primer dan sekunder, galaktorea (sekresi ASI

spontan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan), dan infertilitas.

2. Somatotroph tumors (hipersekresi pertumbuhan)

Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mengsekresi

hormon pertumbuhan. Gejalah klinik hipersekresi hormon pertumbuhan

bergantung pada usia klien saat terjadi kondisi ini. Misalnya saja pada klien

prepubertas, dimana lempeng epifise tulang panjang belum menutup,

mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga

mengakibatkan gigantisme. Pada klien postpubertas, adenoma somatotropik

mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan perbesaran ektremitas (

jari, tangan, kaki ), lidah, rahang, dan hidung. Organ-organ dalam juga turut

membesar (misal; kardiomegali). Kelebihan hormon pertumbuhan

menyebabkan gangguan metabolik, seperti hiperglikemia dan

hiperkalsemia. Pengangkatan tumor dengan pembedahan merupakan

pengobatan pilihan. Gejala metabolik dengan tindakan ini dapat mengalami

perbaikan, namun perubahan tulang tidak mengalami reproduksi.

3. Corticotroph tumors (menyekresi ardenokortikotrofik / ACTH )

Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH.

Kebanyakan tumor ini adalah mikroadonema dan secara klinis dikenal dengan

tanda khas penyakit Cushings. Ada dua perubahan fisiologis karena tumor

hipofisis:

13
a. Perubahan yang timbul karena adanya space-occupying mass dalam

kranium.

b. Perubahan yang di akibatkan oleh hipersekresi hormone dari tumornya itu

sendiri. Adenoma hipofisis adalah adenoma intraselular (tumor didalam

sella tursika), dengan besar diameter kurang dari 1cm dengan tanda-tanda

hipersekresi hormone. Perubahan neorologis bisa terjadi akibat tekanan

jaringan tumor yang semakin membesar.tekanan ini bisa terjadi saraf optic,

saraf karnial III (okulomotor), saraf karnial IV (roklear), dan saraf karnial

V (trigeminal). Tumor yang sangat besar bisa menginfiltrasi hipotalamus

(Corwin, Elizabeth. 2009).

14
E. Woc/ pathway Hiperpituitarisme

Adenioma (tumor Tidak ada umpan baik


jinak ) dari kelenjar

Hiperplasi kelenjar
Peningkatan hipofisis
TIK

Kompresi
pada nervus Hiperfungsi
Peningkatan jaring
occulomotoriu kelenjar
an intrakranial
s dan nervus
trokleari
Nyeri kepala Hipersekresi
hormon

Gangguan
fungsi penglihatan Nyeri akut
berhubungan dengan Peningkatan Peningakatan
GH ACTH
Penurunan penglih agen cedera fisik
atan (visus
(peningkatan tekanan
menurun)
intra kranial) Pertumbuhan
jaringan Hipersekresi hormone
adrenokortikal
Gangguan persepsi
sensori perceptual Per-pubertas
(penglihatan) berhubu Sekresi kortisol dan
ngan dengan gangguan aldosteron meningkat
transmisi impuls Pertumbuhan tulang dan
akibat kompresi pada jaringan lunak,
syaraf occulomotor pembesaran kepala, Hiperglikemia,
dan toklearis. tumbuh ramabut berlebih, TD meningkat
penebalan kulit.

Gangguan citra
Gigantisme tubuh berhubungan
dengan perubahan
fungsi tubuh
(penampilan fisik)
T, Heather. Herdman. Buku NANDA edisi 10. 2015

15
F. Penatalaksanaan

1) Hipofisektomi melalui nasal atau jalur transkranial (pembedahan)

2) Kolaborasi pemberian obat obatan seperti bromokriptin

(parlodel)

3) Observasi efek samping pemberian bromokriptin

4) Kolaborasi pemberian terapi radiasi

5) Awal efek samping terapi radiasi. (Nelson, 2000 : 227)

G. Pemeriksaan penujang

1. Pemeriksaan Laboratorik

Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin

menurun, BMR (Basal Metabolisme Rate) menurun

2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika

a. Foto polos kepala

b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional)

c. Pneumoensefalografi

d. CT Scan

e. Angiografi serebral

3. Pemeriksaan Lapang Pandang

a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan

b. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik

16
H. Komplikasi

1. Kebutaan/gangguan penglihatan

2. Diabetes melitus

3. Hipertensi

4. Gagal jantung

5. Arteriosklerosis

6. Kardiomiopati

7. Artritis

8. Carpal Tunnel Syndrome

9. Osteoporosis

I. Asuhan keperawatan

1. Identitas

Anamnesa meliputi nama, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, alamat,

suku/bangsa, agama, tingkat pendidikan (bagi orang yang tingkat

pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka

akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis

sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat

menimbulkan serta memperparah penyakit ini).

2. Riwayat sakit dan kesehatan

a. Keluhan utama: kelemahan, deformitas sendi, nyeri pada sendi,

diaforesis, sakit kepala.

b. Riwayat penyakit sekarang: kelainan skeletal, impotensi, infertilitas,

tumor.

17
c. Riwayat penyakit dahulu: gangguan penglihatan, diabetes melitus,

hipertensi, arteriosklerosis, artritis.

d. Riwayat penyakit keluarga: kaji apakah ada anggota keluarga yang

mengalami hiperpituitarisme.

3. Pemeriksaan fisik

a. Amati bentuk wajah, khas apabila ada hipersekresi GH seperti bibir

dan hidung besar, kepala, tangan / lengan dan kaki juga bertambah

besar, dagu menjorok ke depan.

b. Amati adanya kesulitan mengunyah dan geligi yang tidak tumbuh

dengan baik.

c. Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus,

akan dijumpai penurunan visus.

d. Amati perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan

sulit bergerak. Pada pemeriksaan ditemukan mobilitas terbatas.

e. Peningkatan perspirasi pada kulit menyebabkan kulit basah karena

berkeringat.

f. Suara membesar karena hipertropi laring.

g. Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali

h. Hipertensi

i. Disfagia akibat lidah membesar

j. Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar.

k. Kelemahan

l. Perubahan nutrisi

m. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

n. Perubahan karakteristik tubuh

18
o. Intoleransi terhadap stress

p. Ketidakstabilan emosional

4. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorik

Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin

menurun, BMR menurun 2)

2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika

f. Foto polos kepala

g. Poliomografi berbagai arah (multi direksional)

h. Pneumoensefalografi

i. CT Scan

j. Angiografi serebral 3)

3. Pemeriksaan Lapang Pandang

c. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan

d. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik

5. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh

(penampilan fisik)

b. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (peningkatan tekanan intra

kranial)

c. Gangguan persepsi sensori perceptual (penglihatan) berhubungan

dengan gangguan transmisi impuls akibat kompresi pada syaraf

occulomotor dan toklearis (T, Heather. Herdman. Buku NANDA edisi

10. 2015)

19
6. Intervensi keperawatan

a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh

(penampilan fisik)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6x 24 jam pasien

menunjukkan peningkatan citra tubuh dan harga diri yang

di buktikan dengan kemampuan melihat, menyentuh, berbicara

tentang, kondisi dan perawatan untuk dirasakan bagian tubuh atau

fungsi yang berubah.

Kriteria Hasil:

1. Pasien mengungkapkan menerima keadaan dirinya sesuai dengan

perubahan tubuh yang dialaminya (seperti tangan, kaki, jari jari

tangan, lidah, rahang, kardiamegali)

2. Mempertahankan interaksi sosial

3. Body image positif

Intervensi keperawatan:

1. Berikan dorongan kepada kx u/ mengungkapkan perasaanya

2. Bantu px u/ mendiskusikan stresor yg mepengaruhi citra diri yg

terkait dgn kondisi kongenital, cedera, penyakit, atau

pembedahan

3. Yakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang

dengan pengobatan

4. Tentukan persepsi pasien dan keluarag terkait dengan perubahan

citra diri dan realitas.

20
5. Tentukan pakah perubahan citra tubuh berkotribusi pada

peningkatan isolasi sosial

6. Bantu px u/ mengidentifikasinya bagian dari tubuhnya yg

memilikinpersepsi positif terkait dengan tubunya (sumber

NIC:324).

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (peningkatan tekanan

intra kranial)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien

mengatakan nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

1. Pasien mengatakan nyeri berkurang

2. Pasien merasa nyaman

3. Skala nyeri 2 (0-4).

Intervensi keperawatan:

1. Kaji ulang skala nyeri 0-10

2. Dukung istirahat/ tidur kx yang adekuat

3. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

4. Monitor indikator akan tidk adanya kondisi rileks, misalnya

pergerakan, pernafasan yg sulit nafas, nsfas sulit, bicara dan batuk.

5. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.

Sumber: M. Bulechek. Gloria. NIC edisi ke enam. 2016.

21
b. Gangguan persepsi sensori perceptual (penglihatan) berhubungan

dengan gangguan transmisi impuls akibat kompresi pada syaraf

occulomotor dan toklearis.

Tujuan : Pasien mencapai fungsi optimal dalam batas-batas kemampuan

Kriteria Hasil :

1. Klien mampu mengatur lingkungan yang aman

Intervensi keperawatan:

1. Dorong klien agar mau melakukan pemeriksaan lapang pandang.

2. Nilai usia pasien

2. Hipopituitari (Hipofungsi Pituitari)

A. Definisi

Hipopituitarisme merupakan sindrom klinis yang ada kaitannya dengan

kelainan fungsi kelenjar hipofisis yang mencapuk gangguan akibat kekeurangan

hormone pertumbuhan atau yang dikenal dengan growt hormone (ptri,

purnasari, 2012).

Hipopituitarisme adalah defisiensi hormon yang dapat timbul di samping

sindrom kelebihan hormon bila adenoma mendesak jaringan hipofisis lain di

dalam sella tursika yang sempit, gangguan penglihatan dapat terjadi pada

hipopituarisme ini, karena adanya perluasan/ ekstensi tumor suprasella ke dalam

dasar tengkorak dan menimbulkan kompresi kiasma optikum; biasanya berupa

hemianopsia (buta separuh lapangan penglihatan) (Sjamsuhidayat et al, 2010).

22
Hipopituitary adalah kelainan akibat berkurangnya atau menghilangnya

sekresi dari satu atau lebih hormon hipofisis dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan yaitu ukuran tubuh kecil atau cebol, timbulnya tanda-tanda dan

gejala-gejala biasanya lambat dan tersembunyi, tergantung dari cepatnya

serangan dan hebatnya faktor kerusakan hipotalamus, hipofisis yang

dipengaruhi oleh dasar patogenesis. Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu

atau lebih hormon hipofisis anterior (Barbara, 1996).

B. Etiologi

Hipopituitarisme dapat bersifat primer atau sekunder (Jennifer

Kowalak,2011). Penyebab hipopituitarisme primer adalah:

1. Tumor pada kelenjar hipofisis

2. Defek kongenital (hipoplasia atau aplasia kelenjar hipofisis)

3. Infark hipofisis (paling sering akibat perdarahan pasca partum)

4. Hipofisektomi parsial atau total melalui pembedahan, iradiasi, atau zat

kimia

5. Penyakit granulomatosa, seperti tuberkulosis (jarang)

6. Sebab idiopatik atau autoimun (kadang-kadang)

Penyebab hipopituitarisme bersifat sekunder antara lain:

1. Tumor hipotalamus

2. Peradangan

3. Cedera kepala

4. Kerusakan pada hipofisa, pembuluh darah maupun sarafnya akibat

pembedahan.

23
C. Manifestasi klinis

1. Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause

bisa menyebabkan: terhentinya siklus menstruasi (amenore)

2. Pertumbuhan lambat

3. Rambut tumbuh berkurang

4. Kekurangan hormon ADH menyebabkan diabetes insipidus

5. Penurunan berat badan, Noturia, Kelelahan, Konstipasi, Hipotensi

(Keperawatan medical bedah, 2000: hal 233).

D. Patofisiologi

Hipopituitarisme terfokus pada penurunan sekresi hormon-hormon

hipofisis, yang dapat penyakit pada di hipotalamus maupun hipofisis.

Hipofungsi hipofisis anterior terjadi jika 75% parenkim rusak, dan bersifat

kongenital atau karena berbagai kelainan didapat. Untuk hipofungsi

hipofisis posterior dalam bentuk diabetes insipidus hampir selalu

disebabkan oleh kelainan pada hipotalamus. Meskipun mungkin beberapa

mekanisme lain berperan pada kasus hipofungsi, namun sebagian besar

kasus ini disebabkan oleh proses destruktif yang secara langsung mengenai

hipofisis anterior (Kumar, 2010:1186).

a. Tumor dan lesi masa lainnya.

Adenoma hipofisis, tumor jinak lain yang timbul di dalam sella,

keganasan primer dan metastasik serta kista dapat menyebabkan

hipopituitarisme. Semua lesi massa di sella dapat menyebabkan

kerusakan dengan menimbulakn penekanan pada sel-sel hipofisis di

sekitarnya (Kumar, 2010:1186).

24
b. Pembedahan atau radiasi hipofisis.

Eksisi adenoma hipofisis dengan bedah dapat secara tidak

sengaja mengenai bagian hipofisis yang sehat. Radiasi hipofisis,

yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan kembali tumor setelah

pemebdahan, dapat merusak hipofisis non adenomatosa (Kumar,

2010:1186).

c. Apopleksi hipofisis.

Apopleksi hipofisis adalah perdarahan mendadak ke dalam

kelenjar hipofisis, umumnya apda adenoma hipofisis. Aplopeksi

dapat mengakibatkan nyeri kepala hebat yang mendadak, diplopia

akibat tekanan pada saraf okulomotorius, dan hipopituitarisme

(Kumar, 2010:1186).

d. Nekrosis iskemik hipofisis dan sindrom sheehan.

Nekrosis iskemik hipofisis merupakan kausa isufiensi hipofisis.

Sindrom sheehan (nekrosis pascapartum hipofisis anterior)

merupakan bentuk tersering nekrosis iskemik hipofisis anetrior.

Selama kehamilan, hipofisis anterior memebesar sampai dua kali

lipat ukuran nolam. Pembesaran fisiologik ini tidak disertai dengan

peningkatan aliran darah dari sistem vena bertekanan rendah,

sehingga hipofisis mengalami anoksia relatif. Perdarahan atau syok

obstetrik yang mengakibatkan penurunan aliran darah lebih lanjut,

dapat memicu infark lobus anterior. Hipofisis posterior menerima

darah secara langsung daricabang-cabang arteri sehingga kurang

rentan terhadap cedera sistemik dalam situasi ini dan biasanya tidak

terpengaruh. Nekrosis hipofisis juga dapat ditemukan pda keadaan

25
lain, misal koagulasi intravaskular diseminata dan anemia sel sabit,

peningkatan tekanan intrakranium, cedera traumatik, dan syok apa

pun sebabnya. Daerah iskemik akan diserap dan diganti oleh

ajringan ikat yang melekat ke dinding sella yang kosong seperti apa

pun patogenesisnya (Kumar, 2010:1186).

e. Sella kosong primer

Pada kasus ini terjadi defek pada diafragma sella sehingga

araknoid mater dan cairan serebrospinal mengalami herniasi ke

dalam sella, lalu sella melebar dan hipofisis tertekan. Hal ini bisa

mengakibatkan gangguan endokrin, dan dengan berkurangnya

parenkim fungsional yang cukup berat dapat menimbulkan

hipopitutarisme (Kumar, 2010:1186).

f. Sella kosong sekunder

Suatu masa bisa mengakibatkan sella membesar, jika diangkat

secara bedah atau mengalami nekrosis spontan, menyebabkan

berkurangnya fungsi hipofisis. Terapi atau infark spontan bisa

mengakibatkan hipopituitarisme (Kumar, 2010:1186).

g. Defek genetik.

Pada anak pernah dilaporkan defisiensi kongenital satu atau

lebih hormon hipofisis. Contohnya, mutasi di pit-I, suatu faktor

transkripsi hipofisis, meneybabkan kombinasi defisiensi GH,

proalktin, dan TSH (Kumar, 2010:1186).

26
E. Woc/ pathway Hipopituitari

27
F. Penatalaksanaan

1. Hipofisektomi melalui nasal atau jalur transkranial (pembedahan)

2. Kolaborasi pemberian obat obatan seperti bromokriptin (parlodel)

3. Observasi efek samping pemberian bromokriptin

4. Kolaborasi pemberian terapi radiasi

5. Awal efek samping terapi radiasi. (Nelson, 2000 : 227)

G. Pemeriksaan diagnostik

1. Foto tengkorak (cranium)

Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi

tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus,

namaun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah

penting.

2. Foto tulang (osteo)

Dilakukan untuk melihat kondisi tulang.

3. CT Scan otak

Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada

hipofisis atau hipotalamus melalui kompeterisasi.

4. Pemeriksaan darah dan urine

5. Pemeriksaan kadar hormon GH

Nilai normal 10 g ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada

bayi dibulan-bulan pertama kelahiran jumlahnya meningkat. Specimen

adalah darah vena yang diambil lebih kurang 5cc (Corenblum, 2013)

H. Komplikasi

Komplikasi dari Hipopituitari adalah :

1. Gangguan hipotalamus

28
2. Penyakit organ target seperti gagal tiroid primer, penyakit adison atau

gagal gonadal primer

3. Penyebab sindrom cushing lain termasuk adrenal, sindrom ACTH

ektopik

4. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik

5. Sindrom Parkinson

I. Asuhan keperawatan

1. Identitas

Anamnesa meliputi nama, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan,

alamat, suku/bangsa, agama, tingkat pendidikan (bagi orang yang

tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang

gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya

menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan

makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini).

2. Keluhan utama

Keluhan-keluhan yang dirasakan klien, antara lain:

a. Mudah lelah.

b. Lemas.

c. Pucat.

d. Berat badan dirasakan turun drastis dan pengurangan massa otot.

e. Rambut rontok sudah 2 minggu.

f. Sulit konsentrasi dan mudah lupa.

g. Sensitive terhadap dingin.

h. Penglihatan mulai kabur

i. Nafsu seks (libido) menurun sejak 2 minggu ini.

29
3. Data yang harus dilengkapi

Data yang harus ditambahkan dalam kasus ini untuk memastikan

masalah yang sedang dihadapi oleh klien tersebut, antara lain:

a. Riwayat penyakit dahulu klien: Klien mengatakan bahwa ia memiliki

tumor otak sejak 1 thaun yang lalu.

b. Keluhan terjadi sejak lahir: Klien mengatakan bahwa tubuhnya kecil dan

kerdil sudah sejak lahir.

4. Pemeriksaan fisik

a. Data pengkajian TTV klien

TD : 100/70 mmHg

RR : 16x/menit

N : 120x/menit

S : 36,5C

b. Berat badan dan tinggi badan klien

BB :30kg (menurun drastis dari keadaan sebelumnya

TB : 150 cm

c. Kondisi kulit klien

Kulit klien terlihat kering dan terasa kasar.

d. Pola managemen koping stress

Klien mengatakan bahwa ia jarang bergaul dengan orang

Sekitarnya kecuali keluarganya sendiri dan pasien selalu terlihat

murung.

e. Kondisi spiritual klien

30
Klien selama sakit tidak pernah melaksanakan ibadah karena

klien tidak terima atas penyakit yang diberikan Tuhan padanya

saat ini.

f. Interaksi sosial klien dengan lingkungan

Klien cenderung menarik diri dari lingkungan sekitarnya.

g. Pola Peran Hubungan

Komunikasi: Dalam berkomunikasi klien berkomunikasi

baik dengan keluarganya.

Hubungan dengan orang lain: Sosialisasi klien dengan

orang lain selain keluarganya buruk.

Kemampuan keuangan: Keluarga pasien dapat

digolongkan dalam kelompok sosial kelas menengah.

5. Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan

A. Pemeriksaan laboraturium

B. Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kostikosteroid

dalam urin menurun, BMR menurun. Nilai normal BMR:

Dihitung dengan rumus BMR (0,75 x pulse) + (0,74 x

Tek Nadi)-72. Normalnya -10 sampai 15%.

C. Pemeriksaan radiologi atau Rontgenologis Sella Tursika

D. Foto polos kepala

Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat

terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik

secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan

prosedur sangatlah penting.

E. Pneumoensefalografi

31
Poliomografi berbagai arah (multi direksional)

F. CT scan

Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor

pada hipofise atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak

ada persiapan khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien

dapat diam tidak bergerak selama prosedur.

G. Angiografi serebral

H. Pemeriksaan Lapang Pandang

Kelainan lapang pandang mencurigakan adanya tumor

hipofisis yang menekan kiasma optic.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan kortisol, T3 dan T4 serta esterogen atau

testosterone. Hasil normal:

a. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl

b. T3 dan T4 serum: Specimen yang dibutuhkan adalah darah

vena sebanyak 5-10 cc.

c. Nilai normal pada orang dewasa:

yodium bebas: 0,1-0,6 mg/dl

T3: 0,2-0,3 mg/dl

T4: 6-12 mg/dl

d. Nilai normal pada bayi/anak:

T3: 180-240 mg/dl

Pemeriksaan ACTH, TSH dan LH. Hasil normal:

ACTH menurun kadarnya dalam darah.

TSH normal 6-10 mikrogram/ml

32
LH normal 6-10 mikrogram/ml

e. Tes provokatif

Menggunakan stimulant atau supresan hormon, dan

dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar

hormon serum

7. Analisa Data

No. Data Etiologi Diagnosa keperawatan

1. DS: Istri klien mengatakan suaminya tidak Defisit Growth Gangguan pola seksualitas

menanggapi ajakan istri untuk berhubungan. Hormone berhubungan dengan defisiensi

hormon.
DO:

Jumlah testosteron serum menurun

Defisiensi gonadotropin

Libido menurun

Gangguan pola seksual.

33
2. DS: Klien mengatakan pandangannya kabur. Klien menarik diri Gangguan persepsi sensori

(penglihatan) berhubungan
DO:
dengan gangguan transmisi
Hasil pemeriksaan visus; OD: 2/6,
impuls sebagai akibat
OS: 2/6
penekanan tumor pada nervus
Tumor
optikus.
Nervus optikus tertekan

Lapang pandang menurun

Gangguan persepsi sensori

(penglihatan).

3. DS: Klien mengeluh bahwa ia malu untuk Gangguan citra tubuh. Gangguan citra tubuh yang

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar berhubungan dengan perubahan

karena tubuhnya yang kerdil dan tidak struktur tubuh dan fungsi tubuh

adanya rambut pada tubuhnya karena rontok. akibat defisiensi gonadotropin

dan defisiensi hormon


DO:
pertumbuhan
Tubuh klien terlihat kerdil.

Klien jarang terlihat berinteraksi

dengan lingkungan sekitar.

Tubuh klien terihat botak (tidak ada

rambut)

34
8. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan pola Tujuan: Setelah dilakukan 1. Pertahankan privasi dan 1. Membangaun

seksual tindakan keperawatan pola kerahasiaan kepercayaan

berhubungan seksual kembali normal. 2. Galih bersama pasien dengan pasien.

dengan defisit dan/atau orang terdekat 2. Menggali


Kriteria Hasil:
hormon pola seksualitas yang informasi tentang
Mengungkapkan
gonadotropin. biasa dilakukan dan diagnosa pasien.
dan mendiskusikan
bagaimana diagnosis saat 3. Klien mampu
perasaan terkait
ini dapat mempengaruhi mengaktualisasik
seksualitas bersama
pola tersebut. an dirinya.
pasangan.
3. Dorong pasien dan/atau 4. Pasien merasa
Mengungkapkan orang terdekat untuk lebih nyaman.
pemahaman mencari pola alternatif
tentang efek yang mempertimbangkan
diagnosis pada pola keterbatasan penyakit.
seksual. 4. Gali bersama pasien
Menerima rujukan dan/atau orang terdekat
untuk melakukan tentang alternative lain
konseling. untuk menjadi orang tua,

jika tepat.

2. Gangguan citra Tujuan: Setelah dilakukan 1. Dorong individu untuk 1. Bantu staf

tubuh yang tindakan keperawatan, mengekspresikan mewaspadai dan

berhubungan klien memiliki kembali perasaan. menerima

35
dengan citra tubuh yang positif dan 2. Dorong individu untuk perasaan sendiri

perubahan harga diri yang tinggi. bertanya mengenai bila merawat

struktur tubuh masalah, penanganan, pasien lain.


Kriteria Hasil:
dan fungsi tubuh perkembangan, prognosa 2. Kita dapat
Melakukan
akibat defisiensi kesehatan. mengkaji sejauh
kegiatan
gonadotropin 3. Tingkatkan komunikasi mana tingkat
penerimaan,
dan defisiensi terbuka, menghindari penolakan
penampilan
hormon kritik / penilaian tentang terhadap
misalnya: kerapian,
pertumbuhan. perilaku klien. kenyataan akan
pakaian, postur
kondisi fisik
tubuh, pola makan,
tubuh, untuk
kehadiran diri.
mempercepat
Penampilan dalam teknik
perawatan penyembuhan/pe
diri/tanggung nanganan.
jawab peran. 3. Sebagai problem

solving

36
3. Gangguan Tujuan: Setelah dilakukan 1. Kurangi penglihatan yang 1. Meningkatkan

persepsi sensori tindakan keperawatan berlebih. kepekaan indera

(penglihatan) penglihatan berangsur 2. Orientasikan terhadap penglihatan

berhubungan angsur membaik. keseluruhan 3 bidang melalui stimulus

dengan (orang, tempat, waktu). indera khususnya


Kriteria Hasil:
gangguan 3. Sediakan waktu untuk penglihatan.
Menunjukkan tanda
transmisi impuls istirahat bagi klien tanpa 2. Mempertahankan
adanya penurunan
sebagai akibat gangguan normalitas
gejala yang
penekanan 4. Gunakan berbagai melalui waktu
menimbulkan
tumor pada metode untuk lebih muda bila
gangguan persepsi
nervus optikus. menstimulasi indera tidak mampu
sensori.
5. Mengurangi tingkat menggunakan
Mengidentifikasi
ketegangan otot mata, penglihatan.
dan menghilangkan
meningkatkan relaksasi
faktor resiko jika
mata
mungkin.
6. Untuk mengetahui faktor
Menggunakan
penyebab melalui tes
rasionalisasi dalam
sensori indera
tindakan
penglihatan
penanganan.

37
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit hipofisis terjadi lebih sering dibagian lobus anterior. Penyebab utama

adalah bisa terkait tumor fungsional dna tumor nonfunsional, infark hipofisis,

penyakit genetik, dan trauma. Tiga prinsip konsekuensi (1) hiperpituitarisme, (2)

hipopituitarisme, (3) dan kompresi lokal jaringan otak akibat pembesaran tumor

(joyce M. Black.2014).

Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii. Berbentuk

oval dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua lobus anterior.

Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau

hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu

hormone hipofise atau lebih (Hotma Rumahardo, 2000 : 36).

Hipopituitarisme merupakan sindrom klinis yang ada kaitannya dengan

kelainan fungsi kelenjar hipofisis yang mencapuk gangguan akibat kekeurangan

hormone pertumbuhan atau yang dikenal dengan growt hormone (ptri, purnasari,

2012).

Hipopituitarisme adalah defisiensi hormon yang dapat timbul di samping

sindrom kelebihan hormon bila adenoma mendesak jaringan hipofisis lain di dalam

sella tursika yang sempit, gangguan penglihatan dapat terjadi pada hipopituarisme

ini, karena adanya perluasan/ ekstensi tumor suprasella ke dalam dasar tengkorak

dan menimbulkan kompresi kiasma optikum; biasanya berupa hemianopsia (buta

separuh lapangan penglihatan) (Sjamsuhidayat et al, 2010).

38
3.2 Saran

Kami memiliki beberapa saran, yaitu:

1. Melakukan perawatan diri dan pemeriksaan berkala perlu dilakukan untuk

mencegah terjadinya kelainan pada kelenjar hipofise (hiperpituitari maupun

hipopituitari).

2. Berhati-hati dalam segala hal terutama saat berkendara harus diterapkan

karena untuk melindungi terjadinya cidera kepala yang akan mempengaruhi

sistem kerja otak dan hipofise.

39
DAFTAR PUSTAKA

Rumohorgo, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin

Jakarta: EGC.

Bagnara, Turnor, 1998. Endo Krinologi Umum. Yogyakarta: Airlangga.

M. Black, Joyce dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta:SEVIER.

M. Bulechek, Gloria dkk. 2016. NIC.Indonesia:ELSEVIER.

Huda Nurarif, Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan DiagnosaMedis

NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:MediAction.

T, Heather. Herdman. 2015. Buku NANDA edisi 10. Jakarta:EGC.

Elisabeth, Endah P . 2000. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta : EGC.

40

Anda mungkin juga menyukai