Anda di halaman 1dari 82

KEPERAWATAN KRITIS

Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Sistem Endokrin


(Hipopituitarisme, Diabetes Insipidus, SIADH, CSW, Hipertiroid, dan
Hipoparatiroidisme)
Disusun Oleh :
Kelompok 2

1. Oktia Hani Pertiwi (1814301008)


2. Setia Rahmawati (1814301017)
3. Listiani Nur Chafifah (1814301026)
4. Tarisa Valentine (1814301029)
5. Vera Cahyati Rusandi (1814301032)
6. Zidane Rizal (1814301039)

Dosen Pengampu :
Ns. Efa Trisna, S.Kep., M.Kes.

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Tanjung Karang


Jurusan Keperawatan
Prodi Sarjana Terapan Keperawatan
T.A 2020/2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang “Konsep
Asuhan Keperawatan Kritis Sistem Endokrin”.
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh anggota kelompok, karena atas
kerjasama yang dilakukan sangat membantu dalam menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami. Pembahasan didalamnya kami
dapatkan dari buku, browsing internet, diskusi anggota, dll. Dengan pemahaman
berdasarkan pokok bahasan “Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Sistem Endokrin”.
Kami sadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran
bagi teman-teman.

Bandar Lampung, Februari 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar...........................................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................................................ii

PEMBAHASAN..........................................................................................................................
Konsep Asuhan Keperawatan Hipopituitarisme...............................................................
Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Insipidus.............................................................
.................................................................................................................................................
Konsep Asuhan Keperawatan SIADH (Syndrome Of Inappropriate Anti-Diuretic
Hormone)................................................................................................................................
Konsep Asuhan Keperawatan Sindrom CSW (Cerebral Salt Wasting)...........................
Konsep Asuhan Keperawatan Hipertiroidisme.................................................................
Konsep Asuhan Keperawatan Hipoparatiroidisme...........................................................

ii
PEMBAHASAN

Konsep Asuhan Keperawatan Hipopituitarisme

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Homeostatis seluler diatur oleh sistem saraf dan sistem endokrin. Kedua ini berhubungan
erat, khususnya di hipotalamus, yang mengatur fungsi hipofisis dan sel-sel neuro endokrin di
tempat-tempat lain (sebelumnya dikenal dengan sistem Amine Precursor Uptakeang
Dekarboxylation, APUD).
Aktifitas beberapa organ endokrin, misalnya hipofisis diatur oleh adanya hormon-
hormon stimulator atau inhibitor yang dihasilkan di hipotalamus. Di tempat-tempat lain,
seperti korteks adrenal, hormon-hormon yang diproduksi kelenjar tersebut menghambat
sintesis hormon-hormon topik yang dilepas oleh hipotalamus dan hipofisis, suatu proses
dikenal sebagai hambatan umpan balik (feedback inhibition). Secara umum, penyakit-
penyakit sistem endokrin (endokrinopati) ditandai dengan kelebihan atau kekurangan
produksi hormon, yang klinisnya berupa keadaan hipofungsi atau hiperfungsi. Gangguan-
gangguan semacam ini sering kali berkaitan dengan gangguan mekanis umpan balik.
Kelainan-kelainan endokrin Hipopituitary merupakan salah satu ganjaran yang tersering
dalam dunia kedokteran. Penyakit-penyakit tersebut sering memberikan tanda-tanda dan
gejala yang membingungkan, dimana bila dipahami secara benar, bersama-sama dapat
dijadikan patokan sebagai diagnosa yang meyakinkan. Sama lebih pentingnya, penyakit-
penyakit tersebut yang sebagian cukup letal tetapi sering dapat diperbaiki dan disembuhkan.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah ini sebagai acuan materi pembelajaran sistem
endokrin kepada para mahasiswa. Diharapkan dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat
memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipopituitary
dengan baik, tepat dan benar.

1.2 Rumusan masalah


a.       Bagaimana konsep teori hipopituitari?
b.      Bagaimana asuhan keperawatan hipopituitari?

1.3 Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan hipopitutari.
4
2.      Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi dari hipopituitari.


2. Menjelaskan etiologi dari hipopituitari.
3. Menjelaskan manifestari klinis dari hipopituitari.
4. Menjelaskan patofisiologi dari hipopitutari.
5. Menjelaskan penatalaksanaan dari hipopituitari.

4.      Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:

1. Mendapatkan pengetahuan tentang hipopitutari.


2. Mendapatkan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan
hipopitutari.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
         Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar
sendiri atau pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
         Hipopitutarisme is pituitary insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the
pituitary gland. (Diane C. Baughman)
         Hipopituitarisme mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang
sangat rendah. (Elizabeth C Erorwin)
         Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C.
Long)
         Hipopituitarisme adalah disebabkan oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis,
hipofisis post partum (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma
tengkorak, hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain
(Kapita Selekta Edisi:2)

2.2 Etiologi
a.       Tumor Otak   
Kebanyakan kasus hypopituitarism disebabkan adenomas hipofisis menekan jaringan
normal di kelenjar, dan jarang lainnya tumor otak luar kelenjar- craniopharyngioma ,
meningioma , Chordoma , ependymoma , glioma atau metastasis dari kanker di tempat lain
di tubuh.
b.      Infeksi, peradangan dan  infiltrasi otak
Pituitary juga dapat dipengaruhi oleh infeksi pada otak ( abses otak , meningitis ,
ensefalitis ) atau kelenjar itu sendiri, atau mungkin disusupi oleh sel-sel yang abnormal
( neurosarcoidosis , histiocytosis ) atau besi yang berlebihan ( hemochromatosis ). sindrom
sella Kosong tidak dapat dijelaskan hilangnya jaringan hipofisis, mungkin karena tekanan
luar. hypophysitis autoimun atau limfositik terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara
langsung menyerang hipofisis.
c.       Vascular          
Sebagai kehamilan datang ke istilah , kelenjar pituitari wanita hamil rentan terhadap
tekanan darah rendah , seperti dapat mengakibatkan bentuk perdarahan , kerusakan hipofisis
akibat pendarahan setelah melahirkan disebut sindrom Sheehan . hipofisis pitam adalah

6
perdarahan atau infark (kehilangan suplai darah) dari hipofisis.  Bentuk lain dari stroke
semakin diakui sebagai penyebab hypopituitarism.
d.      Cedera Fisik    
Penyebab fisik eksternal untuk hypopituitarism termasuk cedera otak traumatis ,
perdarahan subarachnoid , bedah saraf , dan radiasi pengion (misalnya terapi radiasi untuk
tumor otak sebelumnya).
e.       Bawaan / Keturunan
Bawaan hypopituitarism (hadir sejak lahir) mungkin hasil komplikasi persalinan
sekitar, atau mungkin hasil pembangunan tidak cukup ( hipoplasia ) dari kelenjar, kadang-
kadang dalam konteks kelainan genetik tertentu.  Mutasi dapat menyebabkan salah
perkembangan cukup kelenjar atau penurunan fungsi.  Kallmann sindrom menyebabkan
kekurangan gonadotropin saja. Bardet-Biedl dan sindrom Prader-Willi telah dikaitkan
dengan kekurangan hormon hipofisis.

Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder. primer bila gangguan
terdapat pada kelenjar hipofise itu sendiri, dan sekunder bila gangguan terdapat pada
hipotalamus.

a. Primer: Pembedahan, radiasi, tumor (primer atau metastasis), infeksi, infiltrasi


(sarkoidosis), hemokromatosis, autoimun, iskemia (termasuk sindrom Sheehan),
aneurisma karotis, trombosis sinus kavemosus, trauma.
b. Sekunder (disfungsi hipotalamus atau gangguan pada tangkai hipotalamus): Tumor
(termasuk kraniofaringioma), infeksi, infiltrasi, radiasi, pembedahan, dan trauma.
Akibat dari hipopitutarisme adalah penurunan berat badan yang ekstrim, pelisutan
tubuh, atrofi semua kelenjar serta organ endokrin, kerontokan rambut, impotensi, amenore,
hipometabolisme, dan hipoglikemia. Koma dan kematian akan terjadi jika tidak dilakukan
terapi hormon pengganti.

2.3 Tanda dan Gejala


1.      Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda – tanda tekanan intara kranial
yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang
cukup besar.

7
2.      Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan
dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia
(nyeri sendi).
3.      Hiperprolaktinemia: amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita,
impotensi pada pria.
4.      Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetes mellitus,
osteoporosis.
5.      Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak
– anak.
6.      Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria,
amenore pada wanita.
7.      Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
8.      Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala
yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium
dari penurunan fungsi adrenal.
9.      Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia, dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran ketosteroid dan hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2.      Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika
a.       Foto polos kepala
b.      Poliomografi berbagai arah (multi direksional)
c.       Pneumoensefalografi
d.      CT Scan
e.       Angiografi serebral
3.      Pemeriksaan Lapang Pandang
a.       Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b.      Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik
4.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron
b.      Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c.       Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan
pengukuran efeknya terhadapkadar hormon serum.

8
G.    Komplikasi
1.      Gangguan hipotalamus.
2.      Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal
primer.
3.      Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.1        Pengkajian Insufisiensi/defesiensi GH
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan insufisiensi GH ini antara lain :

1. Riwayat penyakit masa lalu

Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi
pada kepala.

2. Sejak kapan keluhan dirasakan

Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita

3. Apakah keluhan terjadi sejak lahir

Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme

4. Berat dan tinggi badan saat lahir

5. Keluhan utama klien :

a.       Pertumbuhan lambat


b.      Ukuran otot dan tulang kecil
c.       Tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang : tidak ada rambut pubis dan axilla, payudara
tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dll
d.      Infertilitas
e.       Impotensia
f.       Libido menurun
g.      Nyeri sengggama pada wanita

6. Pemeriksaan Fisik
9
a.       Amati bentuk, dan ukuran tubuh, ukur berat badan dan tinggi badan, amati bentuk dan
ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axilla dan pubis dan pada klien pria amati pula
pertumbuhan rambut di wajah(jenggot dan kumis)
b.      Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
Tergantung pada penyebab hipopititarisme,perlu juga dikaji data lain sebagai sebagai data
penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor,maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
fungsi cerebrum dan fungsi nervus kranialis,dan adanya keluhan nyeri kepala.

7. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya

8. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostic seperti :

a.       Foto cranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika
b.      Pemeriksaan serum darah ; LH dan FSH, GH, prolaktin, kortisol, aldosteron, testosterone,
androgen, tes stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing
hormone
3.1.2 Diagnosa Keperawatan Insufisiensi GH
a. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat defisiensi hormon
pertumbuhan
b. Ansietas b.d ancaman atau perubahan status kesehatan
3.1.3 Intervensi Insufisiensi GH
a. Diagnosa : Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat defisiensi
hormon pertumbuhan
Tujuan : Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria Hasil :

1. Klien menyatakan penerimaan diri


2. Menunjukkan penerimaan dan berpartisipasi dalam perawatan diri
Intervensi

No Intervensi Rasional

1 Ciptakan kondisi agar klien dapat dengan bebas Agar klien dapat menerima tentang perubahan
mengungkapkan perasaan dan pikirannya tubuh yang dialaminya.
tentang perubahan tubuh yang dialaminya

2 Rencanakan/ jadwalkan aktivitas asuhan dengan Meningkatkan rasa control dan memberikan
10
pasien pesan bahwa pasien dpat
mengatasinya,meningkatkan harga diri

b.Diagnosa : Ansietas b.d ancaman atau perubahan status kesehatan


Tujuan : Klien mengatakan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi
Kriteria Hasil :
1.dalam 2 x 24 jam klien menyatakan telah bebas dari rasa kecemasan akibat perubahan
status kesehatan

No Intervensi Rasional

1 Observasi tingkah laku klien yang menunjukkan Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan
tingkat ansietas peka rangsang dan insomnia.Ansietas berat
berkembang dalam keadaan panic dan
menimbulkan perasaan terancam.

2 Pantau respon fisik.palpitasi,gerakan yang Mengetahui respon klien yang berhubungan


berulang-ulang,hiperventilasi,insomnia dengan ansietas

2.        Pengkajian pada klien dengan Insufisiensi TSH


Dampak penurunan kadar hormon TSH dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu
lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin
informasi antara lain :

1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.


Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluaraga yang
menderita penyakit yang sama.

2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :


a.       Pola makan
b.      Pola tidur
c.       Pola aktivitas

3. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.


4. Keluhan utama klien,mencakup gangguan pada berbagai system tubuh ;
11
a.       Sistem pulmonary
b.      System pencernaan
c.       System cardiovaskuler
d.      System musculoskeletal
e.       System neurologic
f.       System reproduksi
g.      Metabolic
h.      Emosi/psikologis

5. Pemeriksaan fisik mencakup :


a.       Penampilan secara umum
amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah
kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat
lamban. Postur tubuh kecil dan pendek.Kulit kasar,tebal dan bersisik,dingin dan pucat.
b.      Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c.       Perbesaran jantung
d.      Disritmia dan hipotensi
e.       Parastesia dan reflek tendon menurun

6. Pengkajian psikososial : klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan


lingkungannya.
7. Pemeriksaan penunjang mencakup ; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum;
pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan
TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal)
1.      Diagnosa Keperawatan Insufisiensi TSH

a. Penurunan curah jantung b.d penurunan volume sekuncup sebagai akibat dari
bradikardi, penurunan hormone regulator tekanan darah
b. Pola napas tidak efektif b.d penurunan tenaga/kelelahan;ekspansi paru
menurun,obesitas dan inaktivitas
1.      Intervensi Keperawatan Insufisiensi TSH

a. Diagnosa : Penurunan curah jantung b.d penurunan volume sekuncup sebagai akibat
dari bradikardi, penurunan hormone regulator tekanan darah

12
Tujuan : Fungsi kardiovaskular tetap optimal yang ditandai dengan tekanan darah, nadi,
irama jantung dalam batas normal
Kriteria Hasil:

1. TD dalam rentang normal sistol 90-120 diastol 60-100


2. Nadi dalam rentang normal 80-100 x permenit
3. Irama jantung vesikuler

No Intervensi Rasional

1 Kolaborasi
Obat yang sering digunakan adalah Pemberian obat-obatan sebagai pengganti
Levotyroxine sodium (Synthroid,T4,dan hormone TSH yang kurang dan
Eltroxin) Observasi adanya nyeri dada dan menyetabilkan elektrolit dalam tubuh klien
dispneu

2 Pantau tekanan darah, nadi dan irama jantung Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya
gangguan hemodinamik jantung yang
Anjurkan klien untuk memberitahu perawat mengancam jiwa klien
3 segera bila klien mengalami nyeri dada Karena pada klien dengan hipotiroidisme
kronik dapat berkembang arteriosklerosis
areteri koronaria akibat penimbunan lemak
yang tidak di metabolism oleh tubuh

b. Diagnosa: Pola napas tidak efektif b.d penurunan tenaga/kelelahan ;ekspansi paru
menurun, obesitas dan kelemahan motorik
Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola napas yang efektif
Kriteria hasil:

1. RR dalam rentang normal 12-24 x permenit

No Intervensi Rasional

1 Amati dan catat irama serta kedalaman Memantau klien bila terdapat distress nafas
pernapasan akibat pola napas yang tidak efektif

13
2 Kolaborasi: Alat bantu bernafas membantu klien dengan
Kemungkinan penggunaan alat bantu untuk TSH  mendapatkan oksigen adekuat
bernapas
3 Hindarkan penggunaan obat sedatif Penggunaan obat sedative dapat menekan
pusat pernapasan

3. Pengkajian pada Klien dengan Insufisiensi ACTH


Pengkajian pada klien dengan Insufisiensi ACTH antara lain:

1. Riwayat penyakit yang dapat menggali kemungkinan penyebab dan factor yang
mencetuskan penurunan ACTH seperti radiasi kepala,pengangkatan hipofise atau
adrenal.
2. Keluhan yang biasanya mencakup kelelahan, letargi dan tidak mampu beraktivitas.
Juga tidak nafsu makan,mual,muntah,diare dan nyeri abdomen.
3. Tanyakan pada klien apakah terjadi penurunan BB selama enam bulan terakhir,
bagaimana masukan garamnya.
4. Pada klien wanita tanyakan pola menstruasinya, pada klien pria tanyakan apakah
mengeluh impotensi
5. Tanyakan apakah klien menderita tuberkolosis, karsinoma paru, atau infeksi menahun
kuman gram negative, karena kesemuanya ini dapat menyebabkan hipofungsi
idiopatis.
6. Pemggunaan obat-obatan baik masa lalu maupun sekarang; seperti golongan
steroid ,antikoagulan dan sitotoksik
7. Banyak berkeringat, nyeri kepala, takikardi dan tremor dapat dijumpai bila klien
mengalami hipoglikemia.
8. Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang buruk,mukosa kering dan
penurunan BB.
9. Pengkajian psikososial, apakah klien tampak letargi atau apatis, bingung atau psikosa;
kaji bagaimana orintasi klien terhadap orang,waktu,tempat
10. Pemeriksaan laboratorium mencakup :
a.       Kadar kortisol dan aldosteron serum.
b.      Kadar ACTH serum
c.       BUN

14
d.      Kadar glukosa darah
e.       Pemeriksaan leukosit

Diagnosa Keperawatan insufisensi ACTH


a. Kekurangan volume cairan b.d kelebihan natrium ekstra vaskuler dan kehilangan
cairan melalui ginjal,kalenjar keringat,saluran gastrointestinal
3.3.2 Intervensi Keperawatan Insufisiensi ACTH
a. Diagnosa: Kekurangan volume cairan b.d kelebihan natrium ekstravaskuler dan
kehilangan cairan melalui ginjal, kalenjar keringat, saluran gastrointestinal
Tujuan : Menunjukkan adanya keseimbangan cairan
Kriteria Hasil: Klien mendapatkan kembali keseimbangan volum cairan intake = volum
cairan output

No Intervensi Rasional

1 Pantau tanda vital, catat perubahan tekanan Mengidentifikasi perubahan yang terjadi
darah pada perubahan posisi,kekuatan dan nadi akibat kehilangan volum cairan berlebih
perifer

2 Periksa adanya perubahan dalam status mental Dehidrasi berat menurunkan curah jantung
dan sensori dan perfusi jaringan terutama di otak

15
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hipopituitari adalah penurunan/tidak adanya sekresi hormon kelenjar hipofisis anterior.
Hipopituitari sering di sebut juga hipofungsi kelenjar hipofisis. Hipofungsi kelenjar hipofisis
(hipopituitari) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar hipofifsis sendiri atau pada
hipotalamus.

16
PEMBAHASAN

Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Inspidus

17
Diabetes Insipidus
1. Konsep dasar (pengertian, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis,
pencegahan, komplikasi).

A. Pengertian
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan
ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan
rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer (poliuri).
Ada dua macam diabetes insipidus, yaitu:
1) Diabetes Insipidus Sentralis (DIS), disebabkan oleh kegagalan pelepasan
hormon antidiuretik yang secara fisiologi dapat merupakan kegagalan sintesis
atau penyimpanan.
2) Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN), ialah diabetes insipidus yang tidak
responsif terhadap ADH eksogen (kadar ADH normal tetapi ginjal tidak
memberikan respon yang normal terhadap hormon ini).

B. Etiologi
Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik
total maupun parsial.
b. Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan
hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma
kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak,
operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.
d. Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat
berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik).
Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis).
f. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti
phenitoin, alkohol, lithium carbonat.

18
g. Sarkoidosis atau tuberculosis.
h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke
otak).
i. Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala.
Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa
mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita.

Berdasarkan klasifikasi, penyebab diabetes insipidus antara lain:


1) Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu:
(Asman,dkk, 1996, hal : 816)
a. Tumor-tumor pada hipotalamus.
b. Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus
hipotalamik.
c. Trauma kepala.
d. Cedera operasi pada hipotalamus.
e. Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan
serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis).
f. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya
akson pada traktus supraoptikohipofisealis.
g. Sintesis ADH terganggu.
h. Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.
i. Gagalnya pengeluaran ADH.
j. Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s syndrome)
2) Diabetes insipidus Nefrogenik (DIN), secara fisiologis DIN dapat disebabkan
oleh: (Asman,dkk, 1996, hal : 816)
a. Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:
- Penyakit ginjal kronik
- Penyakit ginjal polikistik
- Medullary cystic disease
- Pielonefritis
- Obstruksi ureteral
- Gagal ginjal lanjut
b. Gangguan elektrolit
- Hipokalemia
19
- Hiperkalsemia
c. Obat-obatan
- Litium
- Demoksiklin
- Asetoheksamid
- Tolazamid
- Glikurid
- Propoksifen
d. Penyakit sickle cell
e. Gangguan diet
- Intake air yang berlebihan
- Penurunan intake NaCl
- Penurunan intake protein
f. Lain-lain
- Multipel mieloma
- Amiloidosis
- Penyakit Sjogren’s
- Sarkoidosis

C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut:
(Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290)
a) Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak.
Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat
jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200
mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air
kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika
kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi
yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
b) Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam
hari. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain
kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada
mekanisme neurohypophyseal renal reflex.

20
c) Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang
tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai
syok.
d) Gejala lain:
- Penurunan berat badan
- Nocturia
- Kelelahan
- Hipotensi
- Gizi kurang baik
- Gangguan emosional
- Enuresis
- Kulit kering
- Anoreksia
- Gangguan pertumbuhan

D. Penatalaksanaan medis
Pengobatan Diabetes Insipidus harus disesuaikan dengan gejala yang
ditimbulkan. Pada pasien DIS dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak
diperlukan terapi apa-apa selama gejala nocturia dan poliuria tidak mengganggu
tidur dan aktifitas sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus,
diterapi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Namun jika gejala itu sangat mengganggu kondisi pasien, dapat diberikan obat
Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
Penatalaksanaan pada Diabetes Insipidus diberikan obat yang cara kerjanya
menyerupai ADH. Obat obatan yang paing sering digunakan adalah vasopresin
atau desmopressin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) bisa diberikan
sebagai obat semprot hidung (secara nasal spray) beberapa kali sehari untuk
mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Namun terlalu banyak
mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan, dan
gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang
akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.
Pada DIN yang komplit biasanya diperlukan terapi hormone pengganti
(hormonal replacement). DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin)
merupakan obat piihan utama untuk DIN.\

21
Selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang
secara fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara :
a. Mengurangi jumlah air ke tubuus distal dan collecting duct.
b. Memacu pelepasan ADH endogen.
c. Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.
Obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai adalah :
a. Diuretic Tiazid
b. Klorpopamid
c. Kofibrat
d. Karbamazepin
Tujuan terapi adalah untuk menajmin penggantian cairan yang adekuat,
mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka
panjang), dan untuk meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intracranial yang
mendasari. Penyebab nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu
preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami,
merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang
lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat
lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan
intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic
fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam
darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat,
observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu
vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak
dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum
digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan
kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal.
Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.
Mempertahankan cairan. Klofibrat, yang merupakan preparat hipolipidemik,
ternyata memiliki efek antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yang masih
sedikit mengalami vasopresin hipotalamik. Klorpropamid dan preparat tiazida juga
digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua prepart ini bekerja

22
menguatkan kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid
harus diingatkan tentang efek hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik. Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh
gangguan ginjal, terapi ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam
yang ringan dan penyekat prostaglandin digunakan untuk mengobati bentuk
nefrogenik diabetes insipidus.
E. Pencegahan
Diabetes Insipidus diturunkan melalui gen yang mengatur hormon (defisiensi
arginin pada hormon AVP). Orang yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap
diabetes harus mulai mengambil tindakan pencegahan pada tahap awal sehingga
ketika penyakit diabetes tipe 2 (insipidus) mulai berkembang dalam diri mereka
tidak akan terlalu berdampak kuat dalam keseluruhan kehidupannya.
Jadi, bisa dikatakan untuk mencegah/ menurunkan faktor resiko DI:
1. Olahraga teratur
2. Tidur yang cukup dan hindari stress
3. Kurangi makanan manis
4. Pola makan sehat (utamakan sayur) dan minum air yang cukup.
5. Kurangi makanan mengandung garam-garaman
6. Hindari obesitas.
7. Hindari minum-minuman keras seperti alcohol.
8. Hindari terrjadinya cidera kepala berat yang dapat menyebabkan trauma kepala.
F. Komplikasi
1. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.
Dehidrasi dapat menyebabkan:
Mulut menjadi kering
Kelemahan otot
Tekanan darah rendah (hipotensi)
natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
Sunken penampilan untuk mata Anda
Demam
Sakit kepala
Tingkat jantung cepat
Kehilangan Berat badan

23
2. Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan
ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi
gagal jantung kongestif.
Diabetes insipidusjuga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan
kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh
Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
Sakit kepala
Kelelahan
Lekas marah
Otot sakit
3. Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat
menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi
natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.

2. Asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, dan evaluasi


keperawatan).
A. Pengkajian
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayat trauma kepala,
pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi

24
kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit
yang sama.
d. Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola nutrisi metabolic
nafsu makan klien menurun.
Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
3. pola eliminasi
kaji frekuensi eliminasi urine klien
kaji karakteristik urine klien
klien mengalami poliuria (sering kencing)
klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4. pola aktivitas dan latihan
kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit
bergerak)
kaji penurunan kekuatan otot
5. pola tidur dan istirahat
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami
kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola
tidur/istirahat klien.
6. pola kognitif/perceptual
kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan
masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola persepsi diri/konsep diri
kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami
sakit.
Kaji dampak sakit terhadap klien
Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan
latihan).
8. pola peran/hubungan

25
kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9. pola seksualitas/reproduksi
kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10. pola koping/toleransi stress
kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
system pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap
ada kesempatan.
e. review of system
1. Pernafasan B1 (Breath)
Inspeksi : frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris,
penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
Perkusi : sonor/redup.
Palpasi : gerakan thorak simetris
Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan
gangguan.
2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas
kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta
4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,
TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3. Persyarafan B3 ( Brain)
Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan
pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik
penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada
penilaian 5.
4. Perkemihan B4 (Bladder)

26
Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk
berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih
(frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien
menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare
terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang
menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan
metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut,
mual, muntah.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan
pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan
yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit
kering.
2) Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia,
takipnea.
3) Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).
g. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
Setelah dapat ditentukan bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air murni,
maka langkah selanjutnya adalah untuk menentukan jenis penyakit yang
menyebabkannya. Untuk itu tersedia uji-uji coba berikut:
1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal
akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine
akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien
DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah:

27
a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan
menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan
efek ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak
dapat membedakan defect partial atau komplit.
2) Fluid deprivation
a. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan
pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi
penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang
BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine
pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur
osmolalitasnya.
b. Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau
setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam
keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua
sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta
disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4%
tergantung mana yang lebih dahulu.
3) Uji nikotin
Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi
vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena.
Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian
tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal :
292-293)
4) Uji vasopressin
Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji
coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan
pemberian infus larutan salin hipertonis.

28
B. Diagnosa
Kekurangan volume cairan berhubungan keluaran cairan aktif haluaran
urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan
hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien
sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas
tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
ditandai dengan pengungkapan masalah.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri,
nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam
akibat ingin berkemih dan ingin minum.

C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan / Out
No Intervensi Rasional
keperawatan come
1 Kekurangan Setelah diberikan Fluid management - Adanya perubahan TTV
volume cairan askep selama … - Kaji dan Pantau menggambarkan status
berhubungan x 24 jam, TTV dan catat dehidrasi klien.
keluaran cairan diharapkan adanya jika ada Hipovolemia dapat
aktif haluaran kekurangan perubahan dimanifestasikan oleh
urine yang volume cairan - Berikan cairan hipotensi dan takikardia.
berlebihan teratasi, dengan sesuai kebutuhan. Perkiraan berat
sekunder akibat kriteria hasil: - Catat intake dan ringannya hipovolemia
diabetes insipidus - TTV dalam output cairan. dapat dibuat ketika
(ketidakadekuatan batas normal/ - Monitor dan tekanan darah sistolik
hormone diuretic) not Timbang berat pasien turun lebih dari
ditandai dengan compromised badan setiap hari. 10 mmHg dari posisi
haluaran urin (skala 5). - Monitor status berbaring ke posisi
berlebih (4-30 (Nadi: bayi hidrasi (suhu duduk/berdiri.
liter/hari), klien 120-160x/mnt, tubuh, kelembaban - Memenuhi kebutuhan
sering berkemih, toddler 90- membran mukosa, cairan dalam tubuh.
haus, 140x/mnt, warna kulit). - Memberikan hasil
kulit/membrane prasekolah 80- pengkajian yang terbaik

29
mukosa kering, 110 x/mnt, dari status cairan yang
penurunan berat sekolah 75- sedang berlangsung dan
badan. 100x/mnt, selanjutnya dalam
remaja 60- memberikan cairan
90x/mnt; RR: pengganti
bayi 35-40 - Mengetahui berapa
x/mnt, toddler cairan yang hilang dalam
25-32x/mnt, tubuh
anak-anak 20- - Mengetahui tingkat
30 x/mnt, dehidrasi.
remaja 16-19
x/mnt; TD:
bayi 85/54
mmHg,
toddler 95/65
mmHg,
sekolah 105-
165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg; suhu :
Suhu tubuh
36-37,5°C)
- Intake dan
output dalam
24 jam
seimbang / not
compromised
(skala 5).
- Kulit/membra
n mukosa
klien lembab /
not
compromised

30
(skala 5).
- BB klien
tetap/tidak
terjadi
penurunan
berat badan
(mencapai
skala 5).
2 Gangguan Setelah diberikan Urinary elimination - Mengetahui sejauh mana
eliminasi urine askep selama … management perkembangan fungsi
berhubungan x 24 jam, - monitor dan kaji ginjal dan untuk
dengan diharapkan karakteristik urine mengetahui normal atau
penurunan gangguan meliputi frekuensi, tidaknya urine klien.
permeabilitas eliminasi urin konsistensi, bau, - Mengurangi pengeluaran
tubulus ginjal, teratasi, dengan volume dan warna. cairan berupa urine
ditandai dengan kriteria hasil: - Batasi pemberian terutama saat malam
poliuri dan - Karakteristik cairan sesuai hari.
nokturia. urine meliputi kebutuhan. - Mengidentifikasikan
warna, berat - Catat waktu fungsi kandung kemih,
jenis, jumlah, terakhir klien fungsi ginjal, dan
bau normal/ eliminasi urin. keseimbangan cairan.
not - Instruksikan
compromised klien/keluarga
(skala 5). untuk mencatat
- Tidak terjadi output urine klien.
nocturia/ not
compromised
(skala 5).
- Pola eliminasi
normal/ not
compromised
(skala 5).
3 Defisiensi Setelah diberikan Teaching-disease - Mengetahui sejauh
pengetahuan askep selama … process mana pengetahuan

31
berhubungan x 24 jam, - kaji pengetahuan klien tentang
dengan diharapkan awal klien penyakitnya.
kurangnya pengetahuan mengenai - Klien mengetahui
paparan informasi klien bertambah penyakitnya. penyebab perubahan
ditandai dengan dengan kriteria - Jelaskan fisiologis pada
pengungkapan hasil: patofisologi tubuhnya.
masalah. - Klien dan penyakitnya dan - Klien dan keluarga
keluarga bagaimana itu bisa dapat mengetahui tanda
mengetahui berpengaruh dan gejala penyakitnya
definisi terhadap bentuk sehingga dapat
diabetes dan fungsi tubuh. mengetahui jikalau
insipidus. - Deskripsikan tanda salah satu keluarga
- Klien dan dan gejala penyakit klien mengalami salah
keluarga yang diderita klien. satu gejala dari
mengetahui - Diskusikan terapi penyakit tersebut.
factor pengobatan yang - Klien dan kelurga
penyebab diberikan kepada mengetahui terapi yang
diabetes klien. dijalani untuk
insipidus. - Diskusikan penyembuhan penyakit
- Klien dan perubahan gaya tersebut.
keluarga hidup yang - Mencegah terjadinya
mengetahui dilakukan untuk komplikasi dari
tanda dan mencegah penyakit tersebut.
gejala awal terjadinya
diabetes komplikasi dan
insipidus. atau mengontrol
- Klien dan proses penyakit
keluarga tersebut.
mengetahui
terapi
pengobatan
yang
diberikan pada

32
klien dengan
penyakit
diabetes
insipidus.
4 Gangguan pola Setelah diberikan - Kaji dan Pantau - Terganggunya pola tidur
tidur berhubungan askep selama … TTV dan catat klien dapat
dengan sering x 24 jam, adanya jika ada mangakibatkan
terbangun akibat diharapkan pola perubahan meningkatnya risiko
poliuri, nokturia, tidur klien - Jika berkemih hipotensi atau TTV
dan polidipsi, terkontrol, malam dalam batas yang tidak
ditandai dengan dengan kriteria mengganggu, normal.
klien sering hasil: batasi asupan - Meningkatkan
terbangun waktu - TTV klien cairan waktu kenyamanan tidur
malam akibat dalam batas malam dan pasien dan mencegah
ingin berkemih normal berkemih sebelum terbangun di malam
dan ingin minum. (Nadi: bayi tidur. hari akibat ingin
120-160x/mnt, - Anjurkan keluarga berkemih.
toddler 90- klien untuk - Dapat membantu klien
140x/mnt, memberi klien untuk cepat tertidur dan
prasekolah 80- rutinitas relaksasi membuat tidur lebih
110 x/mnt, untuk persiapan nyenyak sehingga
sekolah 75- tidur. meminimalkan risiko
100x/mnt, terbangun di malam
remaja 60- hari.
90x/mnt; RR:
bayi 35-40
x/mnt, toddler
25-32x/mnt,
anak-anak 20-
30 x/mnt,
remaja 16-19
x/mnt; TD:
bayi 85/54
mmHg,

33
toddler 95/65
mmHg,
sekolah 105-
165 mmHg,
remaja 110/65
mmHg; suhu :
Suhu tubuh
36-37,5°C)
- klien tidak
sering
terbangun di
malam hari
akibat ingin
berkemih dan
ingin minum.
- klien tidak
mengalami
kesulitan
untuk
tertidur/tetap
tidur.

34
D. Evaluasi
No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1 Kekurangan volume cairan berhubungan S : klien mengatakan tidak begitu sering
keluaran cairan aktif haluaran urine yang berkemih dan tidak begitu sering haus.
berlebihan sekunder akibat diabetes O :
insipidus (ketidakadekuatan hormone - Kulit/membran mukosa klien lembab
diuretic) ditandai dengan haluaran urin - BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat
berlebih (4-30 liter/hari), klien sering badan
berkemih, haus, kulit/membrane mukosa - TTV dalam batas normal (Nadi: bayi 120-
kering, penurunan berat badan. 160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah
80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja

35
60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler
25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja
16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg,
toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165
mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu
tubuh 36-37,5°C)
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan
intervensi
2 Gangguan eliminasi urine berhubungan S : klien mengatakan malamhari tidak sering
dengan penurunan permeabilitas tubulus berkemih.
ginjal, ditandai dengan poliuri dan O :
nokturia. - Tidak terjadi poliuri.
- Tidak terjadi nocturia.
- Tidak sering berkemih.
A : tujuan tercapai sebagian
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan
intervensi
3 Defisiensi pengetahuan berhubungan S : klien dan keluarga mengatakan mengerti
dengan kurangnya paparan informasi tentang penyakit diabetes insipidus.
ditandai dengan pengungkapan masalah. O:
- Klien dan keluarga mampu menjabarkan
tanda dan gejala diabetes insipidus.
- Klien dan keluarga mampu
mendeskripsikan pengertian diabetes
insipidus.
- Klien mampu menjelaskan gaya hidup
sehat yang harus dijalani untuk mencegh
terjadinya komplikasi.
A : Tujuan tercapai dan masalah teratasi
P : Lanjutkan health promotion pada keluarga

36
4 Gangguan pola tidur berhubungan S :
dengan sering terbangun akibat poliuri, - klien mengatakan
klien tidak sering
nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan terbangun di malam hari
klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan
ingin minum.
akibat ingin berkemih dan ingin minum
- klien mengatakan bahwa klien tidak
mengalami kesulitan untuk tertidur/tetap
tidur.
O:
- TTV klien dalam batas normal
(Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-
140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt,
sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt;
RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt,
anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt;
TD: bayi 85/54 mmHg, toddler
95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg,
remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh
36-37,5°C).
A : tujuan tercapai sebagian.
P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan
intervensi

3. Pendidikan kesehatan yang mungkin diberikan.


Ajarkan klien penerapan pola hidup yang sehat untuk menjaga kebugaran tubuh
sekaligus untuk menjaga penyakit ini mengalami komplikasi.
Anjurkan klien untuk makan makanan yang bergizi, minum air putih sesuai
kebutuhan tubuh, dan berolahraga secara teratur setiap hari.

37
PEMBAHASAN

Konsep Asuhan Keperawatan SIADH


(Syndrome Of Inappropriate Anti-Diuretic Hormone)

38
SIADH (Syndrome Of Inappropriate Antidiuretik Hormon)

Pengertian
1. SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan
ketidakmampuan ginjal mengabsorbsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang
berasal dari hipofisis posterior. (Barbara K. Timby)
2. SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan jumlah ADH akibat
ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001)
3. SIADH aadalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran
ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih
ringan. (Corwin, 2001)

Etiologi

Produksi dari vasopresin oleh sel tumor (seperti bronkogenik, pankreatik, kanker
prostat dan limfoma dari duodenum, thymus dan kandung kemih adalah yang paling umum
sering menyebabkan SIADH. (Black dan Matassarin, 1993).
Faktor lain yang menyebabkan SIADH :
1) Kelebihan vasopresin
2) Peningkatan tekanan intrakranial baik pada proses infeksi maupun trauma
pada otak.
3) Proses infeksi (virus dan bakteri pneumonia)
4) Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopresin (vinuristin,
cisplatin dan oxytocin)
5) Penyakit endokrin : insufisiensi adrenal, mixedema & insufisiensi pituitary
anterior
6) Analgesik
7) Muntah
Manifestasi Klinis
Manifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah:
1) Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun / letargi sensitive, koma, mobilitas
gastrointestinal menurun (Anorexia).
2) Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa edema) sekitar 5-10 %.
3) Distensi vena jugularis.
4) Takhipnea.

39
Menurut Sylvia (2005) tanda dan gejala yang dialami pasien SIADH tergantung pada
derajat lamanya retensi air dan hiponatremia, perlu dilakukan pemeriksaan tingkat
osmolaritas serum, kadar BUN, Natrium, Kalium, Cl, dan tes kapasitas pengisian cairan :
1. Na serum >125 mEq/l
- Anoreksia
- Gangguan penyerapan
- Kram otot
2. Na serum 115-120 mEq/l
- Sakit kepala, perubahan kepribadian
- Kelemahan dan letargia
- Mual dan muntah
- Kram abdomen
3. Na serum <115 mEq/l
- Kejang dan koma
- Reflex tidak ada atau terbatas
- Papiledema
- Edema diatas sternum
Patofisiologi
Hormon ADH bekerja pada sel-sel duktus ginjal untuk meningkatkan permeabilitas
terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa diserta reabsorbsi
elektrolit. Air yang di reabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas
cairan ekstra seluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan
meningkatkan konsentrasi urinyang dieksresi.
Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan
duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkatkan dengan hiponatremi delusional. Dimana
akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin
tetap, akibatnya urin menjadi pekat.
Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum
menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan
mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan
osmolaritas serum menjadi normal.
Terdapat beberapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan sekresi ADH yang abnormal. 3 mekanisme patofisiologi yang
bertanggungjawab akan SIADH, yaitu :

40
a. Sekresi ADH yang abnormal sari system hipofisis. Mekanisme ini disebabkan oleh
kelainan system syaraf pusat, tumor, enasafalitis, sindrom guillain barre. Paisen yang
mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi atau tidak
adanya tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.
b. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar system supraoptik – hipofisis,
yang disebutr sebagai sekresi ektopik (misalnya pada infeksi)
c. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami pemacuan. Bermacam-macam
obat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH. Obat-obat tersebut termasuk
nikotin, transquilizer, barbiturate, anestesi, suplemen kalium, diuretic tiazid,obat-obat
hipoglikemia, asetominofen, isoproteronol dan 4 anti neoplastic : sisplatin,
siklofosplamid, vinblastine, dan vinkristin.
Pathway
Out put ADH yang berlebih

Kelainan Retensi Peningkatan Atrofi


biokimiawi air volume CES adrenal

Penurunan Na Intoksikasi Menekan renin Korteks


kenaikan cairan dan sekresi adrenal
hipoglekemi aldosteron kolaps

Penurunan Na di Sel korteks


tubulus proximal yang masih
Gangguan Perubahan hidup
proses pikir nutrisi kurang membesar
dari kebutuhan
tubuh

SIADH

Pemeriksaan diagnostik Volume cairan berlebih


1. Natrium serum menurun <15 M Eq/L (menandakan konservasi ginjal terhadap Na)
2. Natrium urin >20 M Eq/L menandakan SIADH
3. Klorida/bikarbonat serum : mungkin menurun, tergantung ion mana yang hilang
dengan DNA
4. Osmolaritas, umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi
5. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya : kelebihan cairan
melewati dehidrasi.
41
6. Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium, natrium serum
menurun sampai 170 M Eq/L)
7. Prosedur khusus : tes fungsi ginjal adrenal, dan tiroid normal.
8. Pengawasan ditempat tidur : peningkatan tekanan darah.
9. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia, hipokalemia,
peningkatan natrium urin.

Komplikasi
Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi sampai kejang
otot, koma dan kematian akibat hipotremia dan intaksikasi air.
1. Hipourikemia
Hipourikemia adalah kadar urea dalam darah sangat rendah. Nilai normal dalam darah
adalah 20-40 mg setiap 100ccm darah. Penurunan kadar urea sering dijumpai pada
penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam
amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadi pengurangan
sintesis karena retensi air oleh sekresi hormonantidiuretik yang tidak semestinya.
2. Overload tipe hipotonik (keracunan air)
Ketidakseimbangan cairan tubuh dimana seluruh tubuh akan berada dalam keadaan
hipotonik, disertai dengan osmolaritas tubuh menurun. Sehingga didalam tubuh, cairan
ekstraseluler akan pindah kekompartemen intraseluler. Terjadi ekspansi air berlebihan
diseluruh kompartemen cairan dan kadar elektrolit berkurang karena dilusi (rendahnya
elektrolit serum). Dalam kondisi berpindahnya cairan seperti ini, tubuh sangat
sulitmengkompensasinya. Faktor penyebab tubuh menjadi overload hipotonik adalah
SIADH (kumpulan gejala karena malfungsi hormone antidiuretik)
3. Penurunan osmolaritas (plasma)
Tekanan normal osmolaritasplasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Sementara penurunan
osmolaritas plasma terjadi akibat hormone ADH yang berlebihan dangangguan pada
ginjal dalam mengekskresikan cairan. Pada keadaan ini terjadi perpindahan cairan dari
ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema
otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan
terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
4. Hipokalemia
Nilai normal kalium dalam darah (3,5 - 5,0 MEQ/L). Penyebab utama kehilangan kalium
adalah penggunaan obat-obat diuretic yang juga menarik kalium. Misalnya : tiazid,
furosemid)
42
5. Hipomagnesemia
Nilai normal magnesium dalam darah adalah (1,4 - 2,1 Mg/l)Hipomagnesemia dapat
terjadi karena penggunaan beberapa obat dalam jangka waktu lama.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori :
1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi
penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi
yang ditunjukan adalah untuk mengatasi tumor tersebut
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan
Pada kasus ringan retensi cairan dapat dapat dikurangi dengan membatasi masukan
cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsentrasi natrium
serum dapat dinormalkan dan gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian
larutan cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.
3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran
(kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan keluaran
urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.
Rencana non farmakologi
 Pembatasan cairan (kontrol kemungkinan kelebihan cairan)
 Pembatasan sodium
Rencana farmakologi
 Penggunaan diuretik untuk mencari plasma osmolaritas rendah
 Penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
 Hiperosmolaritas, volume edema menurun
 Ketidakseimbangan sistem metabolik, kandungan dari hipertonik saline 3%
secara perlahan-lahan mengatasi hiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum
(dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin
disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif.
 Pengobatan khusus = prosedur pembedahan.
Pengangkatan jaringan yang mensekresi ADH
Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk
menghilangkan tumor tersebut.
Penyuluhan yang dilakuka n bagi penderita SIADH antara lain:

43
a) Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang diprogramkan
untuk membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan (menghemat
cairan untuk situasi sosial dan rekreasi).
b) Perkaya diet dengan garam Na+ dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan
diuretik secara kontinyu.
c) Timbang berat badan pasien  sebagai indikator dehidrasi.
d) Indikator intoksikasi air dan hiponat: sakit kepala, mual, muntah, anoreksia
segera lapor dokter.
e) Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek
samping.
f) Pentingnya tindak lanjut medis  tanggal dan waktu.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIADH

A. Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, umur, pekerjaan, dan alamat
2. Riwayat penyakit dahulu : adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah
diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala
3. Riwayat penyakit sekarang : tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam,
dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk,
bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
4. Riwayat penyakit keluarga : terutama yang mempunyai penyakit menular
5. Pantau status cairan dan elektrolit
6. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukan
tindakan untuk mengatasinya
7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan dari 1 kg laporkan pada
dokter)
8. Pengkajian fisik :
a. Inspeksi : Vena leher penuh
b. Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
c. Auskultasi : Kardiovaskuler, takikardi
B1 (Breathing)
- Takhipnea
B2 (Blood)

44
- Inspeksi : Distensi vena jagularis
- Auskultasi : Takikardia
B3 (Brain)
- Kekacauan mental
- Kejang
- Sakit kepala
- Confusion
- Disorientasi
B4 (Bladder)
- Penurunan volume urine
- Penurunan frekuensi berkemih
B5 (Bowel)
- Mobilitas gastrointestinal menurun (anorexia)
- Mual dan muntah
- Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa odema)
B6 (Bone)
- Kelemahan
- Letargi
- Perkusi : Penurunan reflex tendon dalam

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia b.d sekresi ADH yang berlebihan.
2. Resiko defisit nutrisi b.d perubahan absorpsi nutrisi dan natrium.
3. Retensi urin b.d hiponatremia
4. Gangguan proses pikir b.d penurunan kadar Na.

C. Intervennsi Keperawatan
Dx 1 : Hipervolemia b.d sekresi ADH yang berlebihan.
Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan dan juga tidak
ada edema pada tubuh cairan serta pengeluaran urine kembali seimbang.
Intervensi Rasional
1. Periksa tanda, gejala dan penyebab 1. Mengetahui seberapa berat hipervolemia
hipervolemia klien
2. Monitor status hemodinamik 2. Mengetahui pengaruh hipervolemia
3. Monitor intake dan output cairan terhadap jantung dan tekanan darah klien

45
4. Monitor tanda hemokonsentrasi 3. Mengetahui status cairan klien
5. Monitor peningkatan tekanan onkotik 4. Mengetahui kadar natrium, BUN,
plasma hematokrit)
6. Batasi asupan cairan dan garam 5. Mengetahui meningkatnya kadar proterin /
7. Kolaborasi pemberian diuretik albumin.
8. Kolaborasi pemberian continunous renal 6. Mengurangi pemasukan cairan dan garam
replacement therapy (CRRT) agar tidak menumpuk
7. Mencegah penyerapan garam, kadar air,
klorida dalam ginjal.
8. Membersihkan darah sisa metabolism dan
membuang cairan tubuh yang berlebih

Dx 2 : Resiko defisit nutrisi b.d perubahan absorpsi nutrisi dan natrium.


Tujuan : Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan berat badan pasien akan stabil dan
pasien bebas dari tanda-tanda mal nutrisi serta pasien dapat mengumpulkan energinya kembali
untuk beraktivitas.
Intervensi Rasional
1. Identifikasi status nutrisi Mengetahui status defisit nutisi klien
2. Identifikasi intoleransi makanan Mengetahui jumlah kalori dan jenis nutrient
3. Identifiasi kebutuhan kalori dan jenis yang dibutuhkan
nutrien Membantu pemberian nutrisi, jika tidak bisa
4. Identifikasi perlunya penggunaan selang melalui oral
nasogastrik Mengetahui jumlah dan jenis makanan yang
5. Monitor asupan makanan masuk
6. Berikan makanan tinggi kalori Untuk peningkatan energi
7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Mengetahui penyebab defisit nutrisi
8. Kolaborasi dengan ahli gizi, untuk Untuk memenuhi kalori sesuai kebutuhan
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien

Dx 3 : Retensi urin b.d hiponatremia


Tujuan : Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan dapat berkemih dengan tuntas
Intervensi Rasional
1. Periksa kondisi pasien 1. Mengethui keadaan umum pasien
2. Memantau eliminasi urin (frekuensi, 2. Mengetahui tanda gejala retensi urin
konsistensi, bau, volume dan warna) 3. Mengetahui pengeluaran urin

46
3. Pantau adanya tanda gejala retensi urin 4. Mengosongkan kandung kemih dengan
4. Perhatikan waktu eliminasi urin terakhir lebih optimal
5. Memonitor output urin
6. Kateterisasi

PEMBAHASAN

Konsep Asuhan Keperawatan Sindrom CSW


(Cerebral Salt Wasting)

47
CSW (Cerebral Salt Wasting)

A. Pengertian
Pertama kali dijelaskan oleh Peters dkk pada tahun 1950, Cerebral Salt Wasting atau
sindrom pemborosan garam otak didefinisikan oleh perkembangan deplesi volume ekstraseluler
karena kelainan transportasi natrium ginjal pada pasien dengan penyakit intrakranial dan fungsi
adrenal dan tiroid yang normal. 
Sindrom pemborosan garam otak (CSW) adalah kondisi endokrin langka
yang menampilkan konsentrasi natrium darah rendah dan dehidrasi sebagai respons terhadap
cedera (trauma) atau adanya tumor di dalam atau di sekitar otak . Dalam kondisi ini, ginjal
berfungsi normal tetapi mengeluarkan natrium yang berlebihan. Penyebab dan penanganannya
masih kontroversial.

B. Etiologi
Penyebab pemborosan garam serebral (CSW) tidak sepenuhnya dipahami. Pemborosan
garam otak paling sering terlihat setelah gangguan sistem saraf pusat. Penyebab pemicu yang
paling sering dijelaskan adalah perdarahan subaraknoid aneurisma. Biasanya CSW biasanya
disebabkan oleh cedera / trauma otak atau lesi serebral, tumor, atau hematoma.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala CSW termasuk buang air kecil dalam jumlah besar (poliuria, didefinisikan
sebagai lebih dari tiga liter keluaran urin selama 24 jam pada orang dewasa), natrium dalam
jumlah tinggi dalam urin, konsentrasi natrium darah rendah, rasa haus yang berlebihan
(polidipsia), sangat mengidam garam , disfungsi sistem saraf otonom (disautonomia), dan
dehidrasi .
Pasien sering mengobati diri sendiri dengan mengonsumsi natrium dalam jumlah tinggi dan
dengan meningkatkan asupan air secara drastis. Gejala lanjutan termasuk kram otot , pusing,
pusing atau vertigo , perasaan cemas atau panik, peningkatan detak jantung ataudetak jantung
melambat , tekanan darah rendah dan hipotensi ortostatik yang dapat menyebabkan pingsan
Gejala lain yang sering dikaitkan dengan disautonomia termasuk sakit kepala, pucat ,
malaise , kemerahan pada wajah, sembelit atau diare , mual , refluks asam , gangguan
penglihatan, mati rasa, nyeri saraf , kesulitan bernapas , nyeri dada, kehilangan kesadaran, dan
kejang

D. Patofisiologis
48
 Patofisiologi Sistem Saraf Simpatik Hipotesis : hilangnya tonus adrenergik ke
nefron >> penurunan sekresi renin oleh sel-sel juxtaglomerular, sehingga
menyebabkan penurunan kadar aldosteron dan penurunan natrium.
 Teori Peptida Natriuretik: pelepasan faktor natriuretik, kemungkinan termasuk
peptida natriuretik otak (peptida natriuretik tipe C) oleh otak yang cedera, yang
menurunkan reabsorpsi natrium dan menghambat renin
Produksi lokal peptida natriuretik dalam medula adrenal → efek penghambatan parakrin
pada mineralokortikoid sintesis → kadar aldosteron dan renin gagal meningkat meskipun
terdapat hipovolemia Penurunan regulasi transporter natrium ginjal karena ekspansi volume
ekstraseluler dan lonjakan adrenergik yang terjadi pada fase awal cedera otak dapat
menyebabkan tekanan natriuresis

E. Penatalaksanaan
Pemborosan garam otak biasanya terjadi setelah perdarahan subarachnoid aneurisma,
strategi pengobatan pertama ditargetkan untuk mengobati perdarahan subaraknoid yang
mendasari dan aneurisma atau gangguan SSP lainnya. Kedua, volume pasien harus diisi penuh
saat merawat hiponatremia. Biasanya, pasien mulai diberikan saline isotonik untuk kasus
hiponatremia ringan sampai sedang akibat pemborosan garam otak. Cairan isotonik
menyediakan cairan untuk pasien hipovolemik serta membantu memulihkan simpanan natrium
tubuh. Untuk kasus hiponatremia sedang sampai berat, pengisian natrium yang lebih agresif
mungkin diperlukan dengan larutan garam hipertonik seperti saline hipertonik 3% dan / atau tab
garam (1 sampai 2 gram sampai tiga kali sehari) serta membatasi asupan air gratis. Beberapa
orang telah menganjurkan penggunaan fludrokortison juga untuk pengobatan pemborosan
garam otak.
Saat mengoreksi hiponatremia, natrium serum harus sering dipantau. Koreksi natrium
serum yang berlebihan dapat menyebabkan hipernatremia yang dapat menyebabkan otot
berkedut, lesu, kejang, dan kematian. Selain itu, hiponatremia sebaiknya tidak diperbaiki terlalu
cepat. Ada risiko mielinolisis pontin sentral jika hiponatremia dikoreksi terlalu cepat, terutama
untuk hiponatremia yang berlangsung lama. Kebanyakan ahli merekomendasikan koreksi tidak
lebih dari 10 meq / L / 24 jam atau 1 meq / L setiap 2 jam. 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CSW

D. Pengkajian

49
9. Identitas pasien : nama, umur, pekerjaan, dan alamat
10. Riwayat penyakit dahulu : adakah penyakit atau trauma pada kepala
yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala
11. Riwayat penyakit sekarang : tetang gejala yang timbul seperti sakit
kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah
buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
12. Riwayat penyakit keluarga : terutama yang mempunyai penyakit
menular
13. Pantau status cairan dan elektrolit
14. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan
segera lakukan tindakan untuk mengatasinya
15. Pengkajian fisik :
a. Inspeksi : Vena leher penuh
b. Perkusi : Penurunan refleks tendon dalam
c. Auskultasi : Kardiovaskuler, takikardi
B1 (Breathing)
- Takhipnea
B2 (Blood)
- Inspeksi : Distensi vena jagularis
- Auskultasi : Takikardia
B3 (Brain)
- Kekacauan mental
- Kejang
- Sakit kepala
- Confusion
- Disorientasi
B4 (Bladder)
- Peningkatan volume urine
- Peningkatan frekuensi berkemih
B5 (Bowel)
- Mobilitas gastrointestinal menurun (anorexia)
- Mual dan muntah
B6 (Bone)
- Kelemahan
- Letargi
50
- Perkusi : Penurunan reflex tendon dalam

E. Diagnosa Keperawatan
5. Hipovolemia b.d penurunan sekresi renin
6. Polidipsia b.d Hiponatremia

F. Intervennsi Keperawatan
Dx 1 : Hipovolemia b.d penurunan sekresi renin
Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan diharapkan kadar air dalam darah normal dan
terjadi keseimbangan cairan
Intervensi Rasional
9. Periksa tanda, gejala dan penyebab 9. Mengetahui seberapa berat hipovolemia
hipovolemia klien
10. Monitor status hemodinamik 10. Mengetahui pengaruh hipovolemia
11. Monitor intake dan output cairan terhadap jantung dan tekanan darah klien
12. Monitor tanda hemokonsentrasi 11. Mengetahui status cairan klien
13. Monitor peningkatan tekanan onkotik 12. Mengetahui kadar natrium, BUN,
plasma hematokrit)
14. Batasi asupan cairan dan garam 13. Mengetahui meningkatnya kadar
15. Kolaborasi pemberian diuretik proterin / albumin.
16. Kolaborasi pemberian continunous 14. Mengurangi pemasukan cairan dan
renal replacement therapy (CRRT) garam agar tidak menumpuk
15. Mencegah penyerapan garam, kadar
air, klorida dalam ginjal.
16. Membersihkan darah sisa metabolism
dan membuang cairan tubuh yang berlebih

51
Dx 2 : Polidipsia b.d Hiponatremia
Tujuan : Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan volume urine dalam batas
normal
Intervensi Rasional
7. Periksa kondisi pasien 5. Mengethui keadaan umum pasien
8. Memantau eliminasi urin (frekuensi, 6. Mengetahui tanda gejala polidipsia
konsistensi, bau, volume dan warna) 7. Mengetahui pengeluaran urin
9. Perhatikan waktu eliminasi urin terakhir 8. Mengetahui central line untuk observasi
10. Pantau kateterinasi urine volume urine
11. Kolaborasi terapi balance cairan
( NaCl)

52
PEMBAHASAN

Konsep Asuhan Keperawatan Hipertiroidisme

53
HIPERTIROIDISME
A. Konsep Teori Hipertiroidisme
1. Pengertian
Kata hipertiroidisme merujuk pada segala kondisi dimana hormon tiroid  berlebihan
diproduksi di  berlebihan diproduksi di dalam tubuh (ATA, 2018). Hipertiroidisme adalah
keadaan dimana terjadi  peningkatan  peningkatan hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan
tubuh. Angka kejadian pada hipertiroid lebih banyak pada wanita dengan  perbandingan 4:1
perbandingan 4:1 dan pada usia antara 20-40 tahun (Black dalam Tarwoto, Tarwoto, 2012).
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi
hormon tiroid yang berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme yaitu penyakit graves dan
goiter nodular toksik.
2. Etiologi
Penyebab hipertiroid diantaranya adenoma hipofisis, penyakit graves, nodul tiroid,
tiroiditis, konsumsi banyak yodium, dan pengobatan hipotiroid.
1. Adenoma hipofisis, penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang terjadi.
2. Penyakit Graves Penyakit graves atau toksik goiter diffuse merupakan penyakit yang
disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibodi yang disebut thyroid-
stimulating immunoglobulin (TSI) yang melekati sel-sel tiroid. TSI meniru tindakan TSH dan
merangsang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak. Penyakit ini dicirikan adanya 2
hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid (goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot).
3. Tiroiditis Merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh  bakteri  bakteri
seperti seperti Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus  dan  Pneumococcus
Pneumococcus pneumonia pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan  pembesaran pada
pembesaran pada kelenjar kelenjar tiroid, kerusakan tiroid, kerusakan sel, dan sel, dan
peningkatan jumlah peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroiditis dikelompokkan menjadi
tiroiditis subakut, tiroiditis  postpartum,  postpartum, dan tiroiditis tiroiditis tersembunyi.
tersembunyi. Pada tiroiditis tiroiditis subakut subakut terjadi terjadi  pembesaran  pembesaran
kelenjar kelenjar tiroid dan biasanya biasanya hilang dengan sendirinya sendirinya setelah
beberapa bulan. Tiroiditis postpartum terjadi sekitar 8% wanita setelah beberapa bulan
melahirkan. Penyebabnya diyakini karena autoimun. Seperti halnya dengan tiroiditis subakut,
tiroiditis postpartum sering mengalami hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar
sembuh. Tiroiditis tersembunyi juga disebabkan karena autoimun dan  pasien  pasien tidak
mengeluh mengeluh nyeri, tetapi mungkin mungkin juga terjadi terjadi pembesaran pembesaran
kelenjar. Tiroiditis tersembunyi dapat mengakibatkan tiroiditis  permanen.
4. Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan peningkatan sintesis hormon tiroid.
54
5. Terapi hormon tiroid berlebihan, pemberian obat-obatan hipotiroid untuk menstimulasi
sekresi hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat menimbulkan kelebihan jumlah hormon
tiroid.

3. Patofisiologi
Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga
kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyaknya hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel di
dalam folikel, sehingga jumlah selsel ini lebih meningkat berapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar. Setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat.
Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Pada
beberapa penderita ditemukan adanya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan
TSH yang ada di dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi imunoglobulin yang
berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor membran yang mengikat TSH.
Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi terus-menerus dari sistem cAMP dalam sel, dengan
hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Dimana ada peningkatan produksi T3 dan T4
mengakibatkan peningkatan  pembentukan  pembentukan limfosit limfosit oleh karena efek dari
auto imun yang akan mengilfiltrasi ke jaringan orbita dan otot mata sehingga terjadi edema
jaringan  jaringan retro orbita mengakibatkan mengakibatkan eksoftalmus. eksoftalmus. Pada
beberapa beberapa keadaan keadaan dapat menjadi sangat parah sehingga protusi bola mata
dapat menarik saraf optik sehingga mengganggu penglihatan penderita. Yang lebih sering yaitu
kerusakan pada kelopak mata yang menjadi sulit menutup sempurna pada waktu penderita
berkedip atau tidur akibatnya permukaan epitel mata menjadi kering dan mudah mengalami
iritasi dan sering kali terinfeksi sehingga timbul luka pada kornea penderita.
Peningkatan produksi T3 dan T4 juga mengakibatkan aktivitas simpatis berlebih, adanya
peningkatan aktivitas medulla spinalis yang akan menyebabkan gangguan pengeluaran tonus
otot sehingga menimbulkan tremor halus. Peningkatan kecepatan serebrasi mengakibatkan
gelisah, apatis, paranoid, dan ansietas. Selain itu dapat mengakibatkan hipermetabolisme yang
berpengaruh pada peningkatan sekresi getah  pencernaan  pencernaan dan peningkatan
peningkatan peristaltik peristaltik saluran saluran cerna dimana salah satunya satunya akan ada
peningkatan nafsu makan dan juga timbulnya diare. Bila terjadi  peningkatan  peningkatan
metabolisme metabolisme karbohidrat karbohidrat dan lemak mengakibatkan mengakibatkan
proses oksidasi dalam tubuh meningkat yang akan meningkatkan produksi panas ditandai
dengan berkeringat dan tidak tahan panas dan penurunan cadangan energi mengakibatkan
kelelahan dan penurunan berat badan. Karena hipermetabolisme sehingga penggunaan O2 lebih
cepat dari normal dan adanya peningkatan CO2 menyebabkan peningkatan kecepatan nafas
55
sehingga terjadi sesak nafas. Selain itu, adanya peningkatan aktivitas saraf 4 simpatis pada
kardiovaskuler yaitu dengan menstimulasi peningkatan beta adrenergik, mengakibatkan denyut
nadi menjadi lebih cepat, peningkatan kardiak output, stroke volue, aliran darah perifer serta
respon adrenergik lainnya.

4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala umum termasuk:
- Keringat berlebihan
- Ketidaktoleran panas
- Pergerakan-pergerakan usus besar yang meningkat
- Gemetaran
- Kegelisahan; agitasi
- Denyut jantung yang cepat
- Kehilangan berat badan
- Kelelahan
- Konsentrasi yang berkurang
- Aliran menstrual yang tidak teratur dan sedikit –
Pada pasien – pasien yang lebih tua, irama-irama jantung yang tidak teratur dan gagal
jantung dapat terjadi. Pada bentuk yang paling  parahnya, hipertiroid yang tidak dirawat
mungkin berakibat pada”thyroid strom,” suatu kondisi yang melibatkan tekanan darah tinggi,
demam dan gagal jantung. Perubahan-perubahan mental, seperti kebingungan dan kegila-gilaan
juga mungkin terjadi.
Menurut Tarwoto (2012), terdapat beberapa tanda dan gejala hipertiroid diantaranya.
1. Sistem kardiovaskuler: meningkatnya heartrate, stroke volume, kardiak output, peningkatan
kebutuhan oksigen otot jantung, peningkatan vaskuler perifer resisten, tekanan darah sistol dan
diastol meningkat 10- 15 mmHg, palpitasi, disritmia, kemungkinan gagal jantung, edema.
2. Sistem pernafasan: pernafasan cepat dan dalam, bernafas pendek,  penurunan kapasitas paru.
3. Sistem perkemihan: retensi cairan, menurunnya output urin.
4. Sistem gastrointestinal: meningkatnya peristaltik usus, peningkatan nafsu makan, penurunan
berat badan, diare, peningkatan penggunaan cadangan adipose dan protein, penurunan serum
lipid, peningkatan sekresi gastrointestinal, hiponatremia, muntah dan kram abdomen.
5. Sistem muskuloskeletal: keseimbangan protein negatif, kelemahan otot, kelelahan, tremor.
6. Sistem integumen: berkeringat yang berlebihan, kulit lembab, merah, hangat, tidak toleran
panas, keadaan rambut lurus, lembut, halus, dan mungkin terjadi kerontokan rambut.
7. Sistem endokrin: biasanya terjadi pembesaran kelenjar tiroid.
56
8. Sistem saraf: meningkatnya refleks tendon dalam, tremor halus, gugup, gelisah, emosi tidak
stabil seperti kecemasan, curiga, tegang dan emosional.
9. Sistem reproduksi: amenorahea, anovulasi, mens tidak teratur, menurunnya libido, impoten.
10. Eksoftalmus: keadaan dimana bola mata menonjol ke depan seperti mau keluar. Eksoftalmus
terjadi karena adanya penimbunan karbohidrat kompleks yang menahan air di belakang mata.
Retensi cairan ini mendorong bola mata ke depan sehingga bola mata nampak menonjol keluar
rongga orbita. Pada keadaan ini dapat terjadi kesulitan dalam menutup mata secara sempurna
sehingga mata menjadi kering, iritasi atau kelainan kornea.

5. Pemeriksaan Penunjang
- Tes ambilan RAI (Iodine radioaktif): meningkat pada penyakit graves dan toksik goiter
noduler, menurun pada tiroiditis.
- T3 dan T4 serum : T3 dan T4 serum : meningkat meningkat
- T3 dan T4 bebas serum T3 dan T4 bebas serum : meningkat : meningkat
- TSH: tertekan dan tidak berespon pada TRH (Thyroid releasing hormone)
- Tiroglobulin : meningkat 6 - Stimulasi TRH: dikatakan hipertiroid jika TRH dari tidak ada
sampai meningkat setelah pemberian TRH
- Ambilan tiroid 131 : meningkat
- Ikatan protein sodium : meningkat
- Fosfat alkali dan kalsium serum: meningkat
- Gula darah : meningkat (kerusakan adrenal)
- Kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran oleh adrenal)
- Pemeriksaan fungsi hepar : abnormal
- Elektrolit: hiponatremi akibat respon adrenal atau efek delusi terapi cairan, hipokalemia akibat
dari deuresis dan kehilangan darah Gl
- Katekolamin serum : menurun
- Kreatinin urin : meningkat
- EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek kardiomegali
- CT Scan Tiroid: mengetahui posisi, ukuran dan fungsi kelenjar tiroid.
- USG: mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar tiroid, apakah massa atau nodule.

6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk membawa tingkat hormon tiroid ke keadaan normal,
sehingga mencegah komplikasi jangka panjang, dang mengurangi gejala tidak nyaman. Tidak

57
bekerja pengobatan tunggal untuk semua orang. Tiga pilihan pemberian obat-obatan, terapi
radioiod, dan  pembedahan.
1. Obat-obatan anti tiroid (OAT)
- Propylthiouracil (PTU), merupakan obat antihipertiroid pilihan, tetapi mempunyai efek
samping agranulocitosis sehingga sebelum diberikan, harus dicek sel darah putihnya. PTU
tersedia dalam bentuk tablet 50 dan 100 mg.
- Methimazole (Tapazole), bekerja dengan cara memblok reaksi hormon tiroid dalam tubuh.
Obat ini mempunyai efek samping agranulositosis, nyeri kepala, mual muntah, diare, jaundice,
ultikaria. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 5 dan 20 mg.
- Adrenargik bloker, seperti propanolol dapat diberikan untuk mengontrol aktivitas saraf
simpatetik, misalnya adanya takikardia,  palpitasi, tremor.
- Pada pasien graves yang pertama kali diberikan OAT dosis tinggi, PTU 300-600 mg/hr atau
methimazole 40-45 mg/hari.
2. Radioiodin Terapi Radioaktif iodine-131, yodium radioaktif secara bertahan akan
menghancurkan sel-sel yang membentuk kelenjar tiroid namun tidak akan menghentikan
produksi hormon tiroid.
3. Bedah Tiroid Pembedahan dan pengangkatan total atau parsial (tiroidektomi). Operasi efektif
ini dilakukan pada pasien dengan penyakit graves. Efek samping yang mungkin terjadi pada
pembedahan adalah gangguan suara dan kelumpuhan saraf kelenjar tiroid.
4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan tinggi kalori dan tinggi protein, 3000-4000 kalori.
Perawatan Hipertiroid
- Pre-Hospital Stabilisasi dan perawatan suportif
- Manajeme Manajemen gejala
 Manajemen airway, breathing, circulation.
 Monitor jantung dan monitor untuk disritmia.
 Pemberian oksigen tambahan untuk mengatasi dispnea dan (kemungkinan) gagal
jantung.
 Pemberian cairan IV (menggantikan elektrolit yang hilang) dan monitor status cairan.
 Lakukan langkah-langkah pendinginan:

- Acetaminophen untuk mengatasi demam: hindari aspirin (dapat menyebabkan peningkatan


kadar hormon tiroid aktif).
- Selimut pendingin. Stabilisasi / terapi awal
 Monitor tanda-tanda vital terutama pada suhu dan peningkatan detak  jantung. 
Berikan beta blockers untuk mengurangi gejala simpatis

58
 Berikan lingkungan yang tenang untuk mengurangi kecemasan dan iritabilitas
 Berikan perawatan mata jika pasien memiliki eksoftalmus seperti  berikan  berikan obat
tetes mata untuk mengurangi mengurangi kekeringan kekeringan dan kortikosteroid
untuk mengurangi peradangan.

7. Komplikasi
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada hipertiroidisme seringkali apabila kondisinya
tidak diobati, diantaranya.
1. Masalah mata (Eksoftalmus) Biasa disebut dengan Thyroid eye disease atau Graves’
ophthalmopathy. Gejalanya biasanya mata terasa kering dan berpasir, sensitif terhadap cahaya,
mata berair, kabur atau penglihatan ganda, mata merah, kelopak mata terlipat ke belakang, mata
melotot (bola mata menonjol keluar).
2. Underactive thyroid  (Hipotiroid) Pengobatan hipertiroid dapat mengakibatkan tingkat
hormon terlalu rendah yang disebut dengan hipotiroid. Hipotiroid biasanya terjadi sementara,
namun seringkali berakibat permanen dan membutuhkan  pengobatan jangka panjang.
3. Masalah kehamilan Jika selama hamil, klien mengalami hipertiroid dan kondisinya tidak
terkontrol dengan baik, maka kemungkinan berisiko terjadi:  preeclampsia, keguguran,
preeclampsia, keguguran, melahirkan bayi melahirkan bayi premature premature atau dengan
atau dengan berat  badan lahir rendah.
4. Stroma tiroid Dalam kasus yang jarang terjadi, hipertiroid yang tidak terdiagnosis atau tidak
terkontrol dapat mengakibatkan masalah serius dan mengancam nyawa yang disebut stroma
tiroid Tanda gejala stroma tiroid yaitu detak jantung cepat, demam tinggi, diare dan muntah,
jaundice,  jaundice, agitasi agitasi berat dan kegelisahan, kegelisahan, dan penurunan penurunan
kesadaran. kesadaran. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi, sehingga penanganan harus
lebih khusus. Komplikasi lainnya Hipertiroid juga berisiko terjadinya: atrial fibrilasi, gagal
jantung, dan merapuhnya tulang. (seperti osteoporosis)

8. PATHWAYS

59
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Hipertiroidisme
1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian Primer
a.  Airway: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau  benda asing yang meng
benda asing yang menghalangi jalan nafas halangi jalan nafas  
b.  Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya otot bantu  pernafasan. Pada
hipertiroid biasanya mengalami takipneu, dispneu, edema paru.
c. Circulation: kaji nadi, capillary refill time, warna kulit, perdarahan, akral, tekanan darah, dan
suhu. Pada hipertiroid biasanya terjadi palpitasi, nyeri dada, disritmia (fibrasi atrium), irama
gallop, murmur, peningkatan tekanan darah, takikardi saat istirahat, sirkulasi kolaps, diaforesis
(keringat berlebihan), diare, suhu meningkat diatas 37,5◦C
d.  Disability: mengkaji respon pasien, tingkat kesadaran, dan nyeri. Pada pasien hipertiroid:
bicara cepat dan parau; gangguan status mental dan prilaku seperti bingung, disorientasi,

60
gelisah, peka rangsang, delirium, sikosis, stupor, koma; Tremor halus pada tangan, tanpa tujuan,
beberapa bagian tersentak-sentak
Pemeriksaan Fisik 
a. Observasi dan pemeriksaan kelenjar tiroid Palpasi kelenjar tiroid dan kaji adanya massa atau
pembesaran. Observasi ukuran dan kesimetrisan pada goiter, pembesaran dapat terjadi empat
kali dari ukuran normal.  
b. Optalmopathy (penampilan dan fungsi mata yang t Optalmopathy (penampilan dan fungsi
mata yang tidak normal) normal) Pada hipertiroid sering ditemukan adanya retraksi kelopak
mata dan  penonjolan  penonjolan bola mata. Pada tiroksikosis, tiroksikosis, kelopak kelopak
mata mengalami mengalami kegagalan untuk turun ketika klien melihat ke bawah.
c. Observasi adanya bola mata yang menonjol karena edema pada otot ekstraokuler dan
peningkatan jaringan di bawah mata. Penekanan pada saraf mata dapat mengakibatkan
kerusakan pandangan seperti 12  penglihatan  penglihatan ganda, tajam penglihatan.
penglihatan. Adanya iritasi iritasi mata karena kesulitan menutup mata secara sempurna perlu
dilakukan pengkajian.
d. Pemeriksaan jantung, komplikasi yang sering timbul pada hipertiroid adalah gangguan
jantung seperti kardioditis dan gagal jantung, oleh karenanya pemeriksaan jantung perlu
dilakukan seperti tekanan darah, takikardia, disritmia, bunyi jantung, pembesaran jantung.
e. Muskuloskeletal, biasanya ditemukan adanya kelemahan otot, hiperaktif  pada reflex tendon
dan tremor, iritabilitas.
2. Diagnosis Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan otot
pernafasan
2) Risiko penurunan curah jantung yang dibuktikan oleh adanya perubahan afterload ,
perubahan kontraktilitas, perubahan frekuensi jantung,  perubahan irama jantung.
3) Hipertermia berhubungan dengan penyakit hipertiroid, peningkatan laju metabolisme.
4) Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan ..x.. jam Oxygen Therapy
diharapkan pola nafas pasien □ Bersihkan mulut, hidung
teratur dengan kriteria : dan secret trakea
NOC : Respiratory status : □ Pertahankan jalan nafas
Ventilation yang paten
61
□ Respirasi dalam batas □ Siapkan peralatan
normal (dewasa: 16- oksigenasi
20x/menit) □ Monitor aliran oksigen
□ Irama pernafasan teratur □ Monitor respirasi dan status
□ Kedalaman pernafasan O2
normal □ Suara perkusi dada □ Pertahankan posisi pasien
normal (sonor) □ Monitor volume aliran
□ Retraksi otot dada oksigen dan jenis canul yang
□ Tidak terdapat orthopnea digunakan. □ Monitor
□ Taktil fremitus normal keefektifan terapi oksigen
antara dada kiri dan dada yang telah diberikan
kanan □ Observasi adanya tanda
□ Ekspansi dada simetris tanda hipoventilasi
□ Tidak terdapat akumulasi □ Monitor tingkat kecemasan
sputum pasien yang kemungkinan
□ Tidak terdapat penggunaan diberikan terapi O2
otot bantu napas
Penurunan curah jantung/ Setelah diberikan asuhan Cardiac Care
Risiko penurunan curah keperawatan selama …..x…. □ Evaluasi adanya nyeri dada
jantung jam diharapkan diharapkan (Intesitas, lokasi, rambatan,
masalah masalah penurunan durasi, serta faktor yang
penurunan curah jantung menimbulkan dan
dapat teratasi dengan kriteria meringankan gejala).
hasil : □ Monitor EKG untuk
NOC: Cardiac Pump perubahan ST, jika
Effectiveness □ Tekanan diperlukan.
darah sistolik dalam batas □ Lakukan penilaian
normal komprehenif untuk sirkulasi
□ Tekanan darah diastolik perifer (Cek nadi perifer,
dalam batas normal edema,CRT, serta warna dan
□  Heart rate dalam batas temperatur ekstremitas) secara
normal rutin.
□ Peningkatan fraksi ejeksi □ Monitor tanda-tanda vital
□ Peningkatan nadi perifer secara teratur.
□ Tekanan vena sentral □ Monitor status

62
(Central venous kardiovaskuler. □ Monitor
pressure) dalam batas normal disritmia jantung.
□ Gejala angina berkurang □ Dokumentasikan disritmia
□ Edema perifer berkurang jantung.
□ Gejala nausea berkurang □ Catat tanda dan gejal Catat
□ Tidak mengeluh dispnea tanda dan gejala dari
saat istirahat penurunan curah jantung a
□ Tidak terjadi sianosis dari penurunan curah jantung.
□ Monitor status repirasi
Circulation Status sebagai gejala dari gagal
□ MAP dalam batas normal jantung.
□ PaO2 dalam btas  dalam □ Monitor abdomen sebagai
btas normal (60-80 mmHg) indikasi penurunan perfusi.
normal (60-80 mmHg) □ Monitor nilai laboratorium
□ PaCO2 dalam batas normal terkait (elektrolit).
(35-45 mmHg) □ Monitor fungsi peacemaker,
□ Saturasi O2 dalam batas jika diperlukan.
normal (> 95%) □ Evaluasi perubahan tekanan
□ Capillary Refill Time  darah.
(CRT) dalam batas normal (< □ Sediakan terapi antiaritmia
3 detik) berdasarkan pada
kebijaksanaan unit (Contoh
medikasi antiaritmia,
cardioverion, defibrilator),
jika diperlukan.
□ Monitor penerimaan atau
respon pasien terhadap
medikasi antiaritmia.
□ Monitor dispnea, keletihan,
takipnea, ortopnea.

Cardiac Care : Acute


□ Monitor kecepatan pompa
dan ritme jantung.
□ Auskultasi bunyi jantung.
63
□ Auskultasi paru-paru untuk
crackles atau suara nafas
tambahan lainnya.
□ Monitor efektifitas terapi
oksigen, jika Monitor
efektifitas terapi oksigen, jika
diperlukan diperlukan.
□ Monitor faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran oksigen
(PaO2, nilai Hb, dan curah ja ,
nilai Hb, dan curah jantung),
jika diperlukan. ntung), jika
diperlukan.
□ Monitor status neurologis.
□ Monitor fungsi ginjal (Nilai
BUN dan kreatinin), jika
diperlukan.
□ Administrasikan medikasi
untuk mengurangi atau
mencegah nyeri dan iskemia,
sesuai mencegah nyeri dan
iskemia, sesuai kebutuhan.
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan ..x.. jam
diharapkan mampu Temperature Regulation
mempertahankan suhu tubuh □ Monitor suhu paling tidak
dalam rentang normal dengan setiap 2 jam , sesuai
kriteria : kebutuhan
NOC : □ Pasang alat monitor suhu
Thermoregulation inti secara kontinu, sesuai
□ Suhu tubuh dalam rentang kebutuhan
normal (36,50C  –  37,50C) □ Monitor tekanan darah,
□ Denyut nadi dalam rentang nadi, dan respirasi, sesuai
normal kebutuhan □ Monitor suhu
□ Respirasi dalam batas dan warna kulit □ Monitor dan

64
normal (16  –  20x/menit) laporkan adanya tanda dan
□ Tidak menggigil gejala dari hipertermia
□ Tidak dehidrasi □ Tingkatkan intake cairan
□ Tidak mengeluh sakit dan nutrisi adekuat
kepala □ Instruksikan pasien
□ Warna kulit normal bagaimana mencegah
keluarnya  panas dan serangan
Vital Sign panas
□ Suhu tubuh dalam rentang □ Diskusikan pentingnya
normal (36,50C  –  37,50C) termoregulasi dan
□ Denyut jantung normal (60- kemungkinan efek negatif dari
100 x/menit) demam yang berlebihan,
□ Irama jantung normal sesuai kebuthan
□ Tingkat pernapasan dalam □ Informasikan pasien
rentang normal (16-20 mengenai indikasi adanya
x/menit) □ Irama napas kelelahan akibat panas dan
vesikuler penanganan emergensi yang
□ Tekanan darah sistolik tepat, sesuai kebutuhan
dalam rentang normal (90-120 □ Gunakan matras pendingin,
mmHg) □ Tekanan darah selimut yang mensirkulasikan
diastolik dalam rentang air, mandi air hangat, kantong
normal (70-90 mmHg) es atau  bantalan  bantalan jel,
□ Kedalaman inspirasi dalam dan kateterisasi kateterisasi
rentang normal pendingin pendingin
intravaskuler intravaskuler
Infection Severity untuk menurunkan suhu
□ Tidak ada kemerahan tubuh, sesuai kebutuhan
□ Cairan (luka) tidak berbau □ Sesuaikan suhu lingkungan
busuk untuk kebutuhan pasien
□ Tidak ada sputum purulen □ Berikan medikasi yang tepat
untuk mencegah atau
mengontrol menggigil
□ Berikan pengobatan
antipiretik, sesuai kebutuhan

65
Fever Treatment
□ Pantau suhu dan tanda-
tanda vital lainnya
□ Monitor warna kulit dan
suhu □ Monitor asupan dan
keluaran, sadari perubahan
kehilangan cairan yang tak
dirasakan
Diare Setelah dilakukan tindakan NIC:
keperawatan ..x.. jam Manajemen Diare
diharapkan diare teratasi  Tentukan riwayat diare
dengan kriteria hasil:  Ambil tinja untuk
NOC : pemeriksaan kultur dan
Eliminasi USus sesnsitifitas apabila diare
□ Gerakan usus normal (5-30 berlanjut
x per menit)  Evaluasi profil pengobatan
□ Warna feses coklat terhadap adanya efek samping
kekuningan □ Feses lembut pada gatrointestinal
dan berbentuk  Ajari asien penggunaan
□ Kemudahan BAB obat anti diare secara tepat.
□ Tidak diperlukan dorongan  Instruksi pasien atau
banyak otot untuk anggota keluarga untuk
mengeluarkan feses mencatat warna, volume,
□ Mampu mengeluarkan feses frekuensi, dan konsistensi
tanpa  bantuan tinja.
□ Suara bising usus normal  Evaluasi kandungan
(5-30 kali per menit) nutrisi dari makanan yang
□ Tidak terdapat darah dalam sudah dikonsumsi sebelumnya
feses  Berikan makanan dalam
□ Tidak terdapat mukus dalam porsi kecil dan lebih sering
feses serta tingkat porsi secara
□ Tidak terdapat nyeri saat bertahap
BAB Keseimbangan Cairan  Anjurkan pasien untuk
□ Tekanan darah dalam batas menghindari makanan pedas
normal yang menimbulkan gas dalam

66
 Anak-anak (90-120/60-80 perut.
mmHG)  Anjurkan pada pasien
 Dewasa (110-130/70-90 untuk menoba menghindari
mmHg) makanan yang mengandung
laktosa.
 Identifikasi faktor yang
bisa menyebabkan diare
(misalnya medikasi, bakteri,
dan pemberian makanan lewat
selang)
 Monitor tanda dan gejala
diare
 Instruksikan pasien untuk
memberitahukan staf setiap
kali mengalami episode diare
 Amati turgor secara
berkala
 Monitor kulit perinium
terhadap adanya iritasi dan
ulserasi
 Ukur diare/output
pencernaan  Timbang
pasien secara berkala 
Britahu dokter apabila terjadi
peningkatan frekuensi atau
suara perut
 Konsultasikan pada dokter
jika tanda dan gejala diare
menetap  Instruksikan diet
rendah serat, tinggi prtein,
tinggi kalori sesuai kebutuhan.
 Instruksikan untuk
menghindari laksatif
 Ajari pasien untuk
menuliskan diari Ajari pasien
67
untuk menuliskan diari
makanan makanan
 Ajari pasien cara
menurunkan stress, sesuai
Ajari pasien cara menurunkan
stress, sesuai kebutuh
kebutuhan
 Bantu pasien untuk
melakukan teknik penurunan
stes
 Monitor persiapan makan
yang aman
 Lakukan tindakan untuk
mengistirahatkan perut
(misalnya nutrisi oral, diet
cair)

Manajemen Cairan
 Timbang berat badan
setiap hari dan monitor status
pasien
 Jaga intake/asupan yang
adekuat dan catat output
pasien  Masukan kateter
urine
 Monitor status hidrasi
(misalnya membran mukosa
lembab, denyut nadi adekuat,
dan tekanan darah ortostatik)
 Monitor hasil laboratorium
yang relevan dengan retensi
cairan (misalnya peningkatan
berat jenis, peningkatan BUN,
penurunan hematokrit, dan
peningkatan kadar osmolitas
68
urine)
 Monitor status
hemodinamik termasuk CPV,
MAP, PAP, dan PCWP, jika
ada
 Monitor tanda –  tanda
vital pasien
 Monitor makanan/cairan
yang dikonsumsi dan hitung
asupan kalori harian
 Brikan terapi IV sesuai
yang ditentukan
 Monitor status gizi
 Berikan cairan dengan
tepat
 Berikan cairan IV sesuai
dengan suhu kamar
 Tingkatkan asupan oral
(misalnya, memberikan
sedotan, menawarkan cairan
di antara waktu makan) yang
sesuai
 Arahkan pasien mengenai
status NPO

69
PEMBAHASAN

Konsep Asuhan Keperawatan Hipoparatiroidisme

70
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS KELENJAR PARATHYROID

Pengertian Paratiroid
Kelenjar paratiroid menyekresi hormon paratiroid (PTH) yang mengatur metabolisme kalsium
dan fosfat. Hormon paratiroid menaikkan kadar kalsium serum dengan menstimulasi resorpsi
kalsium serta ekskresi fosfat dari tulasng dan dengan merangsang perubahan vitamin D menjadi
bentuk yang paling aktif akan meningkatkan absorbsi kalsium traktur GI (Smeltzer, 2001).
Kekurangan (Hipoparatiroid) maupun kelebihan (Hiperparatiroid) sekresi hormon paratiroid
dapat mengakibatkan kondisi yang patologis.

Pengertian Hipoparatiroidisme
Hipoparatiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolisme kalsium dan fosfat yang
terjadi karena produksi hormon paratiroid yang kurang sehingga menyebabkan hipokalsemia.
(Kowalak, 2011) Hipoparatiroidisme dapat bersifat akut atau kronis dan bisa diklasifikasikan
sebagai kelainan idiopatik atau didapat (akuisitas).

Etiologi Hipoparatiroidisme  
Hipoparatiroidisme disebabkan oleh beberapa hal:
1.    Pembedahan
2.    Kelainan kongenital berupa tidak adanya semua kelenjar(misalnya, sindrom Di George)
3.    Hipoparatiroidisme familial kerap berkaitan dengan kandidiasis mukokutaneus yang kronik
dan insufisiensi adrenal primer, sindrom ini dikenal sebagai sindrom poliendokrinopati
autoimun tipe 1 (APS 1) dan disebabkan oleh mutasi pada gen regulator autoimun (AIRE)
4.    Hipoparatiroidisme idiopatik besar kemungkinan merupakan autoimun dengandestruksi
kelenjar paratiroid yang tersendiri. (Robbin, 2009)
5.    Pseudohipoparatiroidisme, adalah sekelompok gangguan herediter yang jarang terjadi dan
ditandai dengan kurangnya respon organ akhir terhadap PTH yang disebabkan oleh kelainan
ikatan PTH pada reseptor PTH di sel target.(Taylor,2006)

Patofisiologi Hipoparatiroidisme
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang menyebabkan
kenaikkan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah
(hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorpsi intestinal kalsium
dari makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan sepanjang tubulus renalis.

71
Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofosfaturia, dan kadar kalsium serum
yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria (Smeltzer, 2002).

Terangkatnya kelenjar paratiroid secara tidak sengaja pada waktu operasi leher merupakan
penyebab tersering hipoparatiroidisme. Dua hingga 10 persen, pasien yang menjalani
tiroidektomi total, bedah paratiroid dan diseksi leher radikal karena kanker mengalami
hipoparatiroid sesudah opersi. Hipoparatiroid permanen dapat diakibatkan dari pengangkatan
kelenjar tersebut secar sengaja, keterlibatan fibrosa secara luas atau infark kelenjar yang
disebabkan oleh pengaruh supali arteri selama operasi. (Taylor, 2006)

Manifestasi Klinis Hipoparatiroidisme


1.    Manifestasi neuromuscular, seperti tetani, kram otot, spasme karpopedal, stridor laryngeal dan
konvulsi
2.    Perubahan status mental, seperti iritabilitas atau psikosis
3.    Manifestasi Intrakanial, seperti kelainan gerak yang mirip dengan penyakit parkinson dan
kenaikan tekanan intracranial dengan papiledema
4.    Perubahan okular dengan kalsifikasi lensa okuli yang menyebabkan pembentukan katarak
5.    Defek hantaran jantung yang menimbulkan pemanjangan interval QT yang khas pada
elektrokardiografi (Robbin, 2009)

Pemeriksaan Diagnostik Hipoparatiroidisme


1.    Menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan tanda Chvostek, yaitu apabila pengetukan yang
dilakukan secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan kelenjar parotis dan di sebelah
anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata
(Smeltzer, 2002)
2.    Kontraksi otot nudah dirangsang oleh maneuver seperti inflasi manset(cuff) tekanan darah
(hingga di atas tekanan sistolik selama 3 menit) utuk menimbulakan iskemia sementara, yang
mempresipitasi spasme karpal (tanda Trousseau)
3.    Kadar fosfat meningkat karena gangguan ekskresi fosfat pada ginjal saat PTH menurun.
4.    Peningkatan densitas tulang
5.    Deposisi mineral (Taylor, 2006)

Penatalaksanaan Medis
Pengobatan hipoparatiroidisme terdiri atas:

72
1.    Penyuntikan segera garam kalsium secara IV, seperti larutan kalsium glukonat 10% untuk
meningkatkan kadar kalsium serum terionisasi (tetani akut yang mengancam nyawa pasien).
Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskuler dan serangan kejang, preparat
sedatid seperti pentobarbital dapat diberikan (Smeltzer, 2002)
2.    Pemberian analog vitamin D dan dengan memastikan asupan kalsium yang memadai dalam
makanan, jika kalsium serum mencapai kadar normal, dosis vitamin D disesuaikan untuk
mempertahankan kadar tersebut (Taylor, 2006)

Pengertian Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone
paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung
oleh konsentrasi cairan ion kalsium (Lawrence Kim, MD,2005). Pada 80%
kasus,hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroidisme jinak, 18% kasus
diakibatkan oleh hyperplasia kelenjar paratiroid dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma
paratiroid. Pevalensi 1 dari 500 wanita,1 dalam  2000 pria >40. Pada pasien dengan batu
kalsium saluran kencing 2,5%-15% paling umum pada usia 40-70 tahun. (Carl E
Speicher,1996).

Etiologi Hiperparatiroid
1.Etiologi Hiperparateroidsm Primer
Menurut taylor 2006 penyebab dari hiperparatiroidsme primer adalah 
·         Kelainan intrisik kelenjar paratiroid.
·         Adenoma soliter yang mengenai satu kelenjar
·         Hiperplasia difusi
·         Karsinoma
2.Etiologi Hiperparateroidsm Sekunder
Menurut taylor 2006 penyebab dari hiperparatiroidsme primer adalah 
·         Gagal ginjal kronis
·         Sindrom malabsorpsi
·         Defisiensi vitamin D
·         Karsinoma medular pada tiroid

Patofisiologi Hiperparatiroidisme
73
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18%
kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma
paratiroid. Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid
ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia
paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat
ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut.
Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya
kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut
mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu
kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.

Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat
kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah
mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan
dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti
pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.

Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada
tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal.
Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk
vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan
dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas
biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat.

Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan
efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH
dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan
adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan
hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan
efek langsung dari peningkatan PTH.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara
berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens
nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal.
Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit
74
timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi
tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam
metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ(Rumahorbo,
1999).

Manisfetasi Klinis Hiperparatiroid  


1. Hiperparatiroid Primer
·         Gagal ginjal (nefrolitiasis,nefrokalsinosis)
·         Rangka (osteitis,fibrosa kistik,osteoporosis)
·         Gastrointestinal (mual muntah,ulkus pepyik,pankreatitis,konstipasi,batu empedu,pankreatitis)
·         Sistem saraf pusat(sakit kepala,letargi,hilang daya ingat,depresi,kejang )
·         Lain-lain (kelemahan otot,fatigue,perubahan-perubahan kulit dan mata)
2. Hiperparatiroid Skunder
·         Perubaahan tulang rangka (osteitis fibrosa kistik dan osteomalasia)
·         Serupa dengan gagal ginjal kronis

Pemeriksaan Penunjang pada Hiperparatiroid


·         Kalsium serum(spesimen diambil pada 3 kondisi, yaitu saat pasien puasa, saat istirahat, dan
tanpa torniquet).kisaran normal adalah 2,2 – 2,6 mmol/liter.kalsium dikat oleh albumin dan
kadarnya harus “dikorksi” ketika kadar albumin abnormal
·         Kadar parathormon
·         Pencitraan: USG resolusi tinggi ; CT-SCAN dan MRI ; Pencitraan Isotop ganda.
·         Kateterisasi vena selektif dan angiografi subtraksi digital pada pasien yang tidak berhasil
dieksplorasi
·         Biopsi tulang (spencer)
·         Anamnesis
·         Pemeriksaan kadar PTH Plasma

Penatalaksanaan Medis Hiperparatiroid


Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama
untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak
diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:
a.       Memaksakan cairan
b.      Pembatasan memakan kalsium

75
c.       Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan
larutan  ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.
d.      Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
e.       Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
f.       Operasi paratiroidektomi
g.      Obati penyakit ginjal yang mendasarinya

PENGKAJIAN

a. Identitas

Identitas pada klien diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,


suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Keluhan utama

Keluhan menyebabkan klien dengan kelenjar paratiroid meminta pertolongan dari


timKesehatan.

c. Riwayat Kesehatan
1.      Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah spasme karpopedal,
dengan tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari
lainnya ekstensi.
2.      Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS )
Penderita hipoparatiroidisme  menampakkan gejala  utama nya berupa tetanus, hipokalsemia
menyebabkan iritabilitas system neuromuskuluer,  pada keadaan tetanus laten terdapat gejala
peti rasa, kesemutan dank ram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua
belah tangan serta kaki.  Pada keadaan tetanus yang nyata(overt), tanda-tanda mencakup br
onkospasme, spasme laring, spasme korpopedal(fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan
ekstensi sensi korpofalangeal), disfagia, fotofobia, aritmia jantung serta kejang.  Gejala lainnya
mencakup  ansietas, iritabilitas, depresi bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi
dapat terjadi.
3.      Riwayat Kesehatan terdahulu (RKD )
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan
pasien menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa,
kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.

76
4.      Riwayat kesehatan Keluarga (RKK )
Riwayat adanya penyakit hipoparatiroidisme Biasanya bisa di turunkan dari ibu yang menderita
penyakit hipoparatiroidisme.

77
Pemeriksaan fisik

1. Mata

a. Konjungtiva pucat (karenaanemia)

b. Konjungtiva sianosis (karenahipoksia)

c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atauendokarditis)

2. Kulit

a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darahperifer)

b. Sianosis secara umum(hipoksemia)

c. Penurunan turgor (dehidrasi)

d. Edema

e. Edema periorbital

3. Jari dan kuku

a. Sianosis

b. Clubbing finger

4. Mulut dan bibir

a. Membrane mukosasianosis

b. Bernafas dengan mengerutkanmulut

5. Hidung

Pernapasan dengan cuping hidung

6. Vena leher : Adanyadistensi/bendungan

7. Dada

a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan, dispnea,


atau obstruksi jalan pernafasan)

b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengankanan

c. Tactilfremitus,thrill,(getaranpadadadakarenaudara/suaramelewatisaluran

/rongga pernafasan)

78
d. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler,bronchial)

e. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, /pleural
friction)

f. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan,dullness)

8. Pola pernafasan

a. Pernafasan normal(eupnea)

b. Pernafasan cepat(tacypnea)

c. Pernafasan lambat(bradypnea)

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan neurologis
2.Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan
fraktur patologis.
3.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan


.
1. Gangguan Menelan Setelah
dilakukan
1. 1. Kaji tingkat kesadaran, refleks
berhubungan intervensi  keperawatan
batuk, refleks muntah, dan
dengan Gangguan selama 3x24 jam,  pasien
kemampuan menelan.
neurologis menunjukkan perbaikan daam
2. 2. Pantau gerakan lidah klien saat
proses menelan dengan
makan
kriteria hasil:
3. 3. Berikan perawatan mulut jika
1. menunjukkan diperlukan
kemampuan
4. Bantu pasien untuk mengatur posisi
menelan
kepala kedepan untuk menyiapkan
2. menunjukkan
makanan.
kemampuan
mengosongkan
rongga mulut

menunjukkan kenyamanan
dengan menelan

79
2. Resiko terhadap
1.  Klien tidak akan menderita
Hindarkan klien dari satu posisi yang
cedera yang cedera seperti yang menetap, ubah posisi klien dengan
berhubungan ditunjukkan oleh tidak hati-hati.
dengan terdapatnya fraktur patologis 3.      2.Membantu klien memenuhi
demineralisasi kebutuhan sehari-hari selama
tulang yang terjadi kelemahan fisik.
mengakibatkan 4.      3.Atur aktivitas yang tidak
fraktur patologis. melelahkan klien.
5.      4.Ajarkan cara melindungi diri
dari trauma fisik seperti cara
mengubah posisi tubuh dan cara
berjalan serta menghindari
perubahan posisi yang tiba-tiba.
6.      5.Ajarkan klien cara
menggunakan alat bantu berjalan
bila dibutuhkan. Anjurkan klien
agar berjalan secara perlahan-lahan

4.

3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan         1.  Evaluasi motivasi dan


berhubungan intervensi  keperawatan keinginan pasien untuk
dengan kelemahan selama 3x24 jam,  klien meningkatkan aktivitas
melaporkan peningkatan 2. Hindari menjadwalkan aktivitas
toleransi aktivitas(termasuk perawatan selama periode istirahat
aktivitas sehari-hari) 3. Berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Evaluasi respon pasien terhadap
aktivias, perhatikan frekuensi nadi
cepat lebih dari 20 x/mnt diatas
peningkatan TD yang nyata,
penurunan atau peningkatan TD,
pusing dan nyeri dada.

80
DAFTAR PUSTAKA

American Nurse Today. 2016.  Hyperthyroidism:  Hyperthyroidism: A Storm Brewing 


Brewing .
Online: https://www.americannursetoday.com/hyperthyroidism-a-storm-brewing/. a-
storm-brewing/.  Diakses pada 07 Oktober 2018. American Thyroid Association.
2018. Hyperthyroidism. Online: .
Online: www.thyroid.org.  www.thyroid.org.  diakses pada 01 Oktober 2018. Bararah,
Taqiyyah & Mohammad Jauhar. 2013.  
Asuhan Keperawatan: Keperawatan: Panduan   Lengkap Menjadi Menjadi Perawat
Perawat Professional Professional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Bulechek, Gloria M.,
dkk. 2016.  
NIC (Nursing (Nursing Intervention Intervention Classification) Classification).
Singapura: MocoMedia. Cydulka, Rika & Christopher Campbell. 2017.  
Hyperthyroidism,  Hyperthyroidism, Emergency Emergency  Medicine.

http://5minuteconsult.com/collectioncontenhttp://5minuteconsult.com/collectioncontent/1-
161129/diseases-and-conditions/hyperthyroidism-emergency-medicine. gency-medicine. 
Diakses pada 07 Oktober 2018. Moorhead, Sue. 2016.  
NOC (Nursing (Nursing Outcomes Outcomes Classification) Classification). Singapura:
MocoMedia.
NANDA International. International. 2018.  Diagnosis  Diagnosis Keperawatan
Keperawatan 2012-2014 2012-2014 (Definisi (Definisi dan  Klasifikasi). Jakarta: EGC  NHS.
2016. Complications: Overactive Thyroid (Hyperthyroidism).
Online: https://www.nhs.uk/conditions/overactive-
thyroidhyperthyroidism/complications/. hyperthyroidism/complications/.  Diakses pada 30
September 2018. tember 2018. Tarwoto, dkk. 2012.
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Gangguan Sistem Endokrin Endokrin. Jakarta:
Trans Info Media.
Wijaya, Andra & Yessie Putri. 2013.  KMB 2: Keperawatan Keperawatan Medikal
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Yogyakarta: Nuha Medika.

81

Anda mungkin juga menyukai