PENDAHULUAN
Dengan adanya makalah ini membuat penulis tahu dan para pembaca faham mengenai
konsep dasar dan teori askep pada pasien gagal ginjal akut, yang dapat membuat kita
mengetahui isi dan apa-apa saja dalam ilmu kegawat daruratan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. (Brunner & Suddarth, 2002: 1443).
Penyakit gagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif mendadak tidak dapat lagi
memproduksi cairan urine yang merupakan cairan yang mengandung zat-zat yang sudah
tidak diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari tubuh. Gagal ginjal akut biasanya
disertai oliguria (pengeluaran kemih <400ml/>Acute renal failure (ARF) is the rapid
deterioration of renal function associated with an accumulation of nitrogenous wastes in the
body (azotemia).
Secara umum, penyakit gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian penyakit yang
menyerang traktus urinarius.
2.2 Etiologi
Brunner & Suddarth menyatakan tiga kategori utama penyebab gagal ginjal akut antara lain:
Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume misalnya karena kekurangan
cairan mendadak (dehidrasi) seperti pada pasien muntaber yang berat atau kehilangan darah
yang banyak, vasodilatasi (sepsi dan anafilaksis), gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, gagal jantung kongestif, syok kardiogenik).
2. Intrarenal
Penyebabnya adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi
seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, infeksi, agen nefrotoksik, adanya hemoglobin
dan mioglobin akibat cedera terbakar mengakibatkan toksik renal/ iskemia atau keduanya,
transfusi terus menerus dan pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).
3. Pasca renal
2
Yang termasuk kondisi penyebab pascarenal antara lain : Obstruksi traktus urinarius, batu,
tumor, BPH, striktur uretra dan bekuan darah. (Brunner & Suddarth)
3
2.4 Patofisiologi
Postrenal
Prerenal Intrarenal
Vasodilatasi Hyperplasia
Hipovolemia kalkuli
sistemik Kerusakan Nefrotoksik prostat
nerfon/ Perubahan
↓ curah
Hipotensi & tubular vaskuler Neoplasma
jantung
hipoperfusi
↓ TD Kongesti yg menyebabkan
tekanan retrogard melalui system
Laju GFR↓ kolegentes dan nefron
Memperbesar reabsorsi
Pembuangan dari tonusitas Menekan dan
dari cairan tubular distal GGA
interstisium medulla medular merusak nefron
renalis ↓
4
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnosis
a. Rontgen Thorax
b. Ultrasonografi ginjal
c. Test Doppler
d. CT Scan
e. ECG (Electrocardiogram)
f. CVP (Central Venous Pressure)
g. Renal Arteriogram
Pemeriksaan Laboratorium
a. Lab darah lengkap : WBC, RBC, HCT, Platelet
b. Analisa Elektrolit : Sodium, potassium, calsium, kalium, natrium
c. AGD : PCO2, PO2, HCO3, Saturasi O2, PH
d. BUN, Creatinin, klirens kreatinin
e. Enzim hepar : SGOT, SGPT
f. Urinalisis : berat jenis urine, osmolalitas dan natrium urine
5
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi tubular
terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar dalam aliran darah ginjal daripada
dalam filtrasi glomerulus, membawa ke mekanisme yang telah dibicarakan sebelumnya.
Kedua, telah diduga bahwa aliran darah ke kortek superficial menurun, sementtara aliran
darah kearea kortikal dalam meningkat. Selain itu, diperkirakan bahwa nefron pada region
kortikal dalam menyerap natrium terfiltrasi dalam presentase yang lebih besar daripada
nefron di korteks luar ginjal.
Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal dan
proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium
tubulus proksimal sebagian besar tergantung pada peningkatan tekanan onkotik
posglomerular; namun aldosteron paling bertanggung terhadap peningkatan reabsorpsi
natrium tubulus distal. Dapat dilihat bahwa berbagai mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine. Kadang-
kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah jantung , yang
selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak selalu memungkinkan.
Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi natrium. Agen ini secara langsung
menghambat reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal. Potensi diuretic ditentukan terutama
oleh tempatdi tubulus ginjal dimana reabsorpsi natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah furosemmid (Lasix;
Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan asam etakrinik (Edcrin; Merck Sharp
& Dohme, West Point, PA). Agen ini menghambat reabsorpsi natrium pada parsasenden
ansa Henle dan pada tubulus distal. Masih belum jelas apakah agen ini juga mempunyai efek
pada tubulus proksimal. Diuretic tiazid mempunyai kerja utama pada tubulus distal dan oleh
karenanya agen ini agak kurang poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone; Searle
Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat efek
aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan dengan hari-hari pada pasien
dengan penurunan curah jantung dan perfusi ginjal yang lemah karena diuretic ini
menurunkan ekskresi kalium dan dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam hidup
pada pasien seperti ini. Keadaan yang sama juga terjadi untuk triamteren, diuretic hemat
kalium.
6
Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut :
b. Pertimbangan nutrisi
Diet protein dibatasi sampai 1 g/kg selama fase oliguria untuk menurunkan
pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik Kebutuhan kalori dipenuhi
dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein
yang lu as (pada diet tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan yang
mengandung kalium dan fosfat ( pisang, buah, jus jeruk dan kopi) dibatasi. Masukan kalium
biasanya dibatasi sampai 2 g/ hari.
7
2.7 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas
penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta
diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari
rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka
serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung
jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan
jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya
dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah
berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya
riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi
darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
8
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat
sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari
hipetensi ringan sampai berat.
1) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas
dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan
respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan
kussmaul.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom
uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai
gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung
sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan
tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,
ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan
didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan
penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan
9
yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan
filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih
pekat/gelap.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00
menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung
pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum
kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam
pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke
dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia
dan henti jantung.
d. Pemeriksan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi
jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal
normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
10
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium polistriren
sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan
d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d GGA, filtrasi buruk dan masukan
intravena
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi
sekunder terhadap gagal ginjal
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
Keperawatan Keperawatan
Kelebihan volume Pasien akan 1. Amati haluaran urine
cairan b.d GGA, mempertahankan 2. Catat dan kaji masukan
filtrasi buruk dan keseimbangan cairan dan haluaran
masukan Kondisi pasien akan 3. Kaji urine terhadap
intravena dipertahankan hematuria, berat jenis.
4. Berikan keamanan bila
terjadi kenaikan kadar
11
BUN dan kreatinin
5. Pantau tanda-tanda dan
akumulasi toksik obat
6. Kaji bunyi paru terhadap
krakles dan edema perifer
D. Implementasi
1. Kelebihan volume cairan b.d GGA, filtrasi buruk dan masukan intravena
a. mengkaji status cairan :
1) Timbang berat badan harian
2) Keseimbangan masukan dan haluaran
3) Turgor kulit dan adanya oedema
4) Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
b. Memantau kreatinin dan BUN serum
c. Membatasi masukan cairan
d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
12
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder
terhadap gagal ginjal
a. Mengkaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL.
b. mengkaji tingkat kelelahan.
c. mengidentifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
d. Menciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
e. Membantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
f. Berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium darah.
E. EVALUASI
1. Kebutuhan cairan terpenuhi ditandai dengan pengeluaran urine normal, tidak ada edema,
TTV dalam rentang normal, dan natrium serum dalam rentang normal
13
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
GGA (Gagal Ginjal Akut) merupakan kegawatan pada sistem perkemihan
yang tentunya akan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Penyebab
GGA dijabarkan menjadi etiologi prerenal, intrarenal dan postrenal. Fase GGA terbagi atas
fase oliguria, diuretik dan pemulihan. Intervensi kegawatan yang harus dilakukan tentunya
berdasarkan pada primary survey dan secondary survey.
3.2 Saran
Kami ucap syukur Alhamdulillah pada Allah SWT dan terimakasih kepada dosen
pembimbing serta teman-teman dimana dapat terselesaikannya laporan kegawatan sistem
perkemihan yang terkait dengan GGA (Gagal Ginjal Akut). Kami menyadari laporan ini
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
14
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hopfer Deglin, Judith & Hazard Vallerand, April. 2005. Pedoman Obat untuk Perawat (Edisi
4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kunz Howard, Patricia & A Steinmann, Rebecca. 2003. Sheehy’s Emergency Nursing
Principles and Practice (Sixth Edition). USA : Mosby Elsevier.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran (Edisi Ketiga, Jilid Kedua). Jakarta :
Media Aesculapius FK UI.
M. Hudak, Carolyn & M. Gallo, Barbara. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Edisi VI, Volume II). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan
NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha Medika.
ENA (Emergency Nurses Association). 2000. Emergency Nursing Core Curriculum (Fifth
Edition). Philadelphia : W.B Saunders Company.
15