Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari ginjal yang
berfungsi, pasien dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal end stage renal disease
(ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut, yaitu
berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari. Gagal ginjal juga
dapat kronik, yaitu terjadi perlahan dan berkembang perlahan, mungkin dalam beberapa
tahun. Di Amerika Serikat, sekitar 5% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami
ARF dan 30% dari pasien yang dirawat di unit perawatan intensif menderita ARF. Pada
pasien ARF, 50% mengalami oliguria dan 80% pasien ini meninggal. Dari kasus ARF
intrinsik, 90% adalah nekrosis tubular akut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu gagal ginjal akut?
2. Apa saja etiologi gagal ginjal akut?
3. Bagaimana pathofisiologi dan manifestasi GGA?
4. Bagaimana penatalaksanaan GGA?
5. Apa diagnosa keperawatan GGA?

1.3 Tujuan Makalah


Memahami konsep dasar serta teori askep pada pasien gagal ginjal akut

1.4 Manfaat Makalah

Dengan adanya makalah ini membuat penulis tahu dan para pembaca faham mengenai
konsep dasar dan teori askep pada pasien gagal ginjal akut, yang dapat membuat kita
mengetahui isi dan apa-apa saja dalam ilmu kegawat daruratan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. (Brunner & Suddarth, 2002: 1443).

Penyakit gagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya sebagai organ pembuangan, ginjal secara relatif mendadak tidak dapat lagi
memproduksi cairan urine yang merupakan cairan yang mengandung zat-zat yang sudah
tidak diperlukan oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari tubuh. Gagal ginjal akut biasanya
disertai oliguria (pengeluaran kemih <400ml/>Acute renal failure (ARF) is the rapid
deterioration of renal function associated with an accumulation of nitrogenous wastes in the
body (azotemia).

Secara umum, penyakit gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian penyakit yang
menyerang traktus urinarius.

2.2 Etiologi

Brunner & Suddarth menyatakan tiga kategori utama penyebab gagal ginjal akut antara lain:

1. Prarenal (hipoperfusi ginjal).

Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan volume misalnya karena kekurangan
cairan mendadak (dehidrasi) seperti pada pasien muntaber yang berat atau kehilangan darah
yang banyak, vasodilatasi (sepsi dan anafilaksis), gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, gagal jantung kongestif, syok kardiogenik).

2. Intrarenal

Penyebabnya adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi
seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, infeksi, agen nefrotoksik, adanya hemoglobin
dan mioglobin akibat cedera terbakar mengakibatkan toksik renal/ iskemia atau keduanya,
transfusi terus menerus dan pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).

3. Pasca renal

2
Yang termasuk kondisi penyebab pascarenal antara lain : Obstruksi traktus urinarius, batu,
tumor, BPH, striktur uretra dan bekuan darah. (Brunner & Suddarth)

2.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi, muntah,
letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jangtung kongestif atau edema paru, aritmia
jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan atau tanpa melena akibat gastritis atau
tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.
Fase gagal ginjal akut :
 Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/ hari, dapat
berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata
seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, nafas kussmaul, kejang dan
lainnya. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia dan
asidosis metabolik.
 Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.
 Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia berkurang. Faal
glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih ada kelainan
kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi urine. Kadang-
kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.

3
2.4 Patofisiologi

Postrenal
Prerenal Intrarenal

Vasodilatasi Hyperplasia
Hipovolemia kalkuli
sistemik Kerusakan Nefrotoksik prostat
nerfon/ Perubahan
↓ curah
Hipotensi & tubular vaskuler Neoplasma
jantung
hipoperfusi

Obstruksi pada saluran perkemihan


Aliran darah
ginjal terganggu
Urin tdk dpat melewati obstruksi

↓ TD Kongesti yg menyebabkan
tekanan retrogard melalui system
Laju GFR↓ kolegentes dan nefron

Jumlah cairan tubulus lebih lambat

 reabsorsi natrium dan air

Memperbesar reabsorsi
Pembuangan dari  tonusitas Menekan dan
dari cairan tubular distal GGA
interstisium medulla medular merusak nefron
renalis ↓
4
2.5 Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Diagnosis
a. Rontgen Thorax
b. Ultrasonografi ginjal
c. Test Doppler
d. CT Scan
e. ECG (Electrocardiogram)
f. CVP (Central Venous Pressure)
g. Renal Arteriogram
 Pemeriksaan Laboratorium
a. Lab darah lengkap : WBC, RBC, HCT, Platelet
b. Analisa Elektrolit : Sodium, potassium, calsium, kalium, natrium
c. AGD : PCO2, PO2, HCO3, Saturasi O2, PH
d. BUN, Creatinin, klirens kreatinin
e. Enzim hepar : SGOT, SGPT
f. Urinalisis : berat jenis urine, osmolalitas dan natrium urine

2.6 Penatalaksanaan Kegawatan

Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada penatalaksanaan


khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga penyebab yang paling pada penurunan
fungsi ginjal adalah penurunan curah jantung, perubahan tahanan vaskuler perifer, dan
hipovolemia. Faktor-faktor seperti disritmia jantung, infark miokard akut, dan temponande
prikardial akut,semuanya ini menurunkan curah jantung, mungkin berhubungan dengan
penurunan aliran darah ginjal. Oleh karenanya reversibilitas (kemampuan untuk kembali ke
keadaan normal) dari gagal ginjal tergantung pada kemampuan untuk meningkatkan fungsi
jantung.
Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan sangat payah.
Bila curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil selama periode waktu yang
lama, bagaimana pun, terjadi gambaran gagal jantung kongestif. Sekali lagi, disini terjadi
penurunan perfusi ginjal meskipun sampai batas yang terkecil. Gambaran utama dari
keadaan ini, dari aspek ginjal, makin menyerap natrium, yang mengakibatkan peningkatan
volume cairan ekstraselular, kenaikan tekanan vena sentral, dan edema.

5
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi tubular
terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar dalam aliran darah ginjal daripada
dalam filtrasi glomerulus, membawa ke mekanisme yang telah dibicarakan sebelumnya.
Kedua, telah diduga bahwa aliran darah ke kortek superficial menurun, sementtara aliran
darah kearea kortikal dalam meningkat. Selain itu, diperkirakan bahwa nefron pada region
kortikal dalam menyerap natrium terfiltrasi dalam presentase yang lebih besar daripada
nefron di korteks luar ginjal.
Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal dan
proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium
tubulus proksimal sebagian besar tergantung pada peningkatan tekanan onkotik
posglomerular; namun aldosteron paling bertanggung terhadap peningkatan reabsorpsi
natrium tubulus distal. Dapat dilihat bahwa berbagai mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine. Kadang-
kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah jantung , yang
selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak selalu memungkinkan.
Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi natrium. Agen ini secara langsung
menghambat reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal. Potensi diuretic ditentukan terutama
oleh tempatdi tubulus ginjal dimana reabsorpsi natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah furosemmid (Lasix;
Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan asam etakrinik (Edcrin; Merck Sharp
& Dohme, West Point, PA). Agen ini menghambat reabsorpsi natrium pada parsasenden
ansa Henle dan pada tubulus distal. Masih belum jelas apakah agen ini juga mempunyai efek
pada tubulus proksimal. Diuretic tiazid mempunyai kerja utama pada tubulus distal dan oleh
karenanya agen ini agak kurang poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone; Searle
Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat efek
aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan dengan hari-hari pada pasien
dengan penurunan curah jantung dan perfusi ginjal yang lemah karena diuretic ini
menurunkan ekskresi kalium dan dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam hidup
pada pasien seperti ini. Keadaan yang sama juga terjadi untuk triamteren, diuretic hemat
kalium.

6
Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut :

a. Pertahankan keseimbangan cairan

Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,


pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan
darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase
lambung, feses dan drainase luka serta respirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk
terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai
akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan.

b. Pertimbangan nutrisi

Diet protein dibatasi sampai 1 g/kg selama fase oliguria untuk menurunkan
pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik Kebutuhan kalori dipenuhi
dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein
yang lu as (pada diet tinggi karbohidrat, protein tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi dibagi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan yang
mengandung kalium dan fosfat ( pisang, buah, jus jeruk dan kopi) dibatasi. Masukan kalium
biasanya dibatasi sampai 2 g/ hari.

7
2.7 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas
penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta
diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari
rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka
serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung
jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan
jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya
dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah
berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya
riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi
darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.

8
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat
sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari
hipetensi ringan sampai berat.

b. Pemeriksaan Pola Fungsi

1) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas
dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan
respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan
kussmaul.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom
uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai
gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung
sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan
tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,
ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan
didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan
penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan

9
yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan
filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih
pekat/gelap.

5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00
menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung
pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum
kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam
pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu
mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke
dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia
dan henti jantung.
d. Pemeriksan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi
jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal
normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.

10
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium polistriren
sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan
d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d GGA, filtrasi buruk dan masukan
intravena
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi
sekunder terhadap gagal ginjal

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
Keperawatan Keperawatan
Kelebihan volume Pasien akan 1. Amati haluaran urine
cairan b.d GGA, mempertahankan 2. Catat dan kaji masukan
filtrasi buruk dan keseimbangan cairan dan haluaran
masukan Kondisi pasien akan 3. Kaji urine terhadap
intravena dipertahankan hematuria, berat jenis.
4. Berikan keamanan bila
terjadi kenaikan kadar

11
BUN dan kreatinin
5. Pantau tanda-tanda dan
akumulasi toksik obat
6. Kaji bunyi paru terhadap
krakles dan edema perifer

Intoleransi Berkurangnya 1. Kaji kebutuhan pasien


aktivitas keluhan lelah dalam beraktifitas dan penuhi
berhubungan Peningkatan keterlibatan kebutuhan ADL
dengan anemi dan pada aktifitas social 2. Kaji tingkat kelelahan
nyeri sendi 3. Identifikasi factor
sekunder terhadap stess/psikologis yang dapat
gagal ginjal memperberat.
4. Ciptakan lingkungan
tengan dan periode istirahat
tanpa gangguan.
5. Bantu aktifitas perawatan
diri yang diperlukan.
6. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium darah.

D. Implementasi

1. Kelebihan volume cairan b.d GGA, filtrasi buruk dan masukan intravena
a. mengkaji status cairan :
1) Timbang berat badan harian
2) Keseimbangan masukan dan haluaran
3) Turgor kulit dan adanya oedema
4) Distensi vena leher
5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
b. Memantau kreatinin dan BUN serum
c. Membatasi masukan cairan
d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

12
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder
terhadap gagal ginjal
a. Mengkaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL.
b. mengkaji tingkat kelelahan.
c. mengidentifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.
d. Menciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.
e. Membantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.
f. Berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium darah.

E. EVALUASI

1. Kebutuhan cairan terpenuhi ditandai dengan pengeluaran urine normal, tidak ada edema,
TTV dalam rentang normal, dan natrium serum dalam rentang normal

2. Mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi ditandai dengan


berkurangnya keluhan lelah, dan peningkatan keterlibatan pada aktifitas social

13
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
GGA (Gagal Ginjal Akut) merupakan kegawatan pada sistem perkemihan
yang tentunya akan mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Penyebab
GGA dijabarkan menjadi etiologi prerenal, intrarenal dan postrenal. Fase GGA terbagi atas
fase oliguria, diuretik dan pemulihan. Intervensi kegawatan yang harus dilakukan tentunya
berdasarkan pada primary survey dan secondary survey.

3.2 Saran
Kami ucap syukur Alhamdulillah pada Allah SWT dan terimakasih kepada dosen
pembimbing serta teman-teman dimana dapat terselesaikannya laporan kegawatan sistem
perkemihan yang terkait dengan GGA (Gagal Ginjal Akut). Kami menyadari laporan ini
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun.

14
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hopfer Deglin, Judith & Hazard Vallerand, April. 2005. Pedoman Obat untuk Perawat (Edisi
4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kunz Howard, Patricia & A Steinmann, Rebecca. 2003. Sheehy’s Emergency Nursing
Principles and Practice (Sixth Edition). USA : Mosby Elsevier.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran (Edisi Ketiga, Jilid Kedua). Jakarta :
Media Aesculapius FK UI.

M. Hudak, Carolyn & M. Gallo, Barbara. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Edisi VI, Volume II). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan
NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha Medika.

ENA (Emergency Nurses Association). 2000. Emergency Nursing Core Curriculum (Fifth
Edition). Philadelphia : W.B Saunders Company.

15

Anda mungkin juga menyukai