Anda di halaman 1dari 17

Peran Perawat dalam Pelayanan Kesehatan Lingkungan

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari
luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi
sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).

Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana
telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional.
Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.

Care Giver :

Pada peran ini perawat diharapkan mampu

Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai
diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang
kompleks.

Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien
berdasrkan kebutuhan significan dari klien.

Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari
masalah fisik sampai pada masalah psikologis.

Elemen Peran

Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : care
giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan
interpersonal proses.

Client Advocate (Pembela Klien)

Tugas perawat :

Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan
(inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di
rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan
yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak
klien.

Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan
apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien
(Disparty, 1998 :140).

Hak-Hak Klien antara lain :

Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya

Hak atas informasi tentang penyakitnya

Hak atas privacy

Hak untuk menentukan nasibnya sendiri

Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.

Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :

Hak atas informasi yang benar

Hak untuk bekerja sesuai standart

Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien

Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok

Hak atas rahasia pribadi

Hak atas balas jasa

Conselor

Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau
masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan
perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Peran perawat :

Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.

Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan metode untuk meningkatkan
kemampuan adaptasinya.

Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.

Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan

1. Penyediaaan air bersih / Water suplay

Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan
makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar
55-60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65 % dan untuk bayi sekitar 80%. Air
dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan antara lain: diminum, masak, mandi,
mencuci dan pertanian.

Menurut perhitungan WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per
hari. Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air 30-60
liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air harus mempunyai persyaratan khusus agar air
tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.

Air Bersih dan Sehat

Air minum harus steril (steril = tidak mengandung hama penyakit apapun). Sumber-sumber air minum
pada umumnya dan di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung sehingga air tersebut tidak atau
kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih dahulu.

Pengolahan air untuk diminum dapat dikerjakan dengan 2 cara, berikut :

1. Menggodok atau mendidihkan air, sehingga semua kuman¬kuman mati. Cara ini membutuhkan
waktu yang lama dan tidak dapat dilakukan secara besar-besaran.
2. Dengan menggunakan zat-zat kimia seperti gas chloor, kaporit, dan lain-lain. Cara ini dapat
dilakukan secara besar¬besaran, cepat dan murah.

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi
persyaratan-persyaratan kesehatan, setidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang
sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut :

1. Syarat fisik

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah
suhu udara diluarnya sehingga dalam kehidupan sehari-hari. Cara mengenal air yang memenuhi
persyaratan fisik ini tidak sukar.

2. Syarat bakteriologis

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara
untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa
sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. coli
maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.

3. Syarat kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah yang tertentu pula.
Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada
manusia. Sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna di pedesaan maka air minum yang berasal dari
mata air dan sumur dalam adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan memenuhi ketiga
persyaratan tersebut diatas asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama kotoran manusia dan
binatang. Oleh karena itu mata air atau sumur yang ada di pedesaan harus mendapatkan pengawasan
dan perlindungan agar tidak dicemari oleh penduduk yang menggunakan air tersebut.

Sumber-sumber Air Minum

Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber air ini, sebagai berikut:

1. Air hujan

Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum, tetapi air hujan ini tidak mengandung
kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium
didalamnya.

2. Air sungai dan danau


Air sungai dan danau berdasarkan asalnya juga berasal dari air hujan yang mengalir melalui saluran-
saluran ke dalam sungai atau danau. Kedua sumber air ini sering juga disebut air permukaan. Oleh
karena air sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran, maka
bila akan dijadikan air minum harus diolah terlebih dahulu.

3. Mata air

Air yang keluar dari mata air ini berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air
dari mata air ini bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Tetapi
karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar maka alangkah baiknya air tersebut direbus
dahulu sebelum diminum.

4. Air sumur

Air sumur dangkal adalah air yang keluar dari dalam tanah, sehingga disebut sebagai air tanah. Air
berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari
tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari
permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari
permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum.

Air sumur dalam yaitu air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan
tanah biasanya lebih dari 15 meter. Oleh karena itu, sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup
sehat untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).

Pengolahan air minum. Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut :

1. Pengolahan Secara Alamiah

Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan dari air yang diperoleh dari berbagai macam
sumber, seperti air danau, air sungai, air sumur dan sebagainya. Di dalam penyimpanan ini air dibiarkan
untuk beberapa jam di tempatnya. Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat yang terdapat didalam
air dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air
akan ikut mengendap.

2. Pengolahan Air dengan Menyaring

Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan kerikil, ijuk dan pasir. Penyaringan pasir
dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM (Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat dikonsumsi
umum.

3. Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia

Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat kimia yang berfungsi untuk koagulasi dan
akhirnya mempercepat pengendapan (misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi untuk
menyucihamakan (membunuh bibit penyakit yang ada didalam air, misalnya klor (Cl).
4. Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara

Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, menghilangkan gas-gas
yang tak diperlukan, misalnya CO2 dan juga menaikkan derajat keasaman air.

5. Pengolahan Air dengan Memanaskan Sampai Mendidih

Tujuannya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air. Pengolahan semacam ini lebih tepat
hanya untuk konsumsi kecil misalnya untuk kebutuhan rumah tangga. Dilihat dari konsumennya,
pengolahan air pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi 2 yakni :

a. Pengolahan Air Minum untuk Umum

b. Penampungan Air Hujan. Air hujan dapat ditampung didalam suatu dam (danau buatan) yang
dibangun berdasarkan partisipasi masyarakat setempat. Semua air hujan dialirkan ke danau tersebut
melalui alur-alur air. Kemudian disekitar danau tersebut dibuat sumur pompa atau sumur gali untuk
umum. Air hujan juga dapat ditampung dengan bak-bak ferosemen dan disekitarnya dibangun atap-atap
untuk mengumpulkan air hujan. Di sekitar bak tersebut dibuat saluran-saluran keluar untuk pengambilan
air untuk umum. Air hujan baik yang berasal dari sumur (danau) dan bak penampungan tersebut secara
bakteriologik belum terjamin untuk itu maka kewajiban keluarga-keluarga untuk memasaknya sendiri
misalnya dengan merebus air tersebut.

6. Pengolahan Air Sungai

Air sungai dialirkan ke dalam suatu bak penampung I melalui saringan kasar yang dapat memisahkan
benda-benda padat dalam partikel besar. Bak penampung I tadi diberi saringan yang terdiri dari ijuk,
pasir, kerikil dan sebagainya. Kemudian air dialirkan ke bak penampung II. Disini dibubuhkan tawas dan
chlor. Dari sini baru dialirkan ke penduduk atau diambil penduduk sendiri langsung ke tempat itu. Agar
bebas dari bakteri bila air akan diminum masih memerlukan direbus terlebih dahulu.

7. Pengolahan Mata Air

Mata air yang secara alamiah timbul di desa-desa perlu dikelola dengan melindungi sumber mata air
tersebut agar tidak tercemar oleh kotoran. Dari sini air tersebut dapat dialirkan ke rumah-rumah
penduduk melalui pipa-pipa bambu atau penduduk dapat langsung mengambilnya sendiri ke sumber
yang sudah terlindungi tersebut.

8. Pengolahan Air Untuk Rumah Tangga


Air sumur pompa terutama air sumur pompa dalam sudah cukup memenuhi persyaratan kesehatan.
Tetapi sumur pompa ini di daerah pedesaan masih mahal, disamping itu teknologi masih dianggap tinggi
untuk masyarakat pedesaan. Yang lebih umum di daerah pedesaan adalah sumur gali.

Agar air sumur pompa gali ini tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya, perlu adanya syarat-syarat
sebagai berikut :

a. Harus ada bibir sumur agar bila musim huujan tiba, air tanah tidak akan masuk ke dalamnya.

b. Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari ppermukaan tanah harus ditembok, agar air dari atas tidak
dapat mengotori air sumur.

c. Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bbawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan.

d. Sebagai pengganti kerikil, ke dalam sumur ini dapat dimasukkan suatu zat yang dapat membentuk
endapan, misalnya aluminium sulfat (tawas).

e. Membersihkan air sumur yang keruh ini dapat dilakukan dengan menyaringnya dengan saringan
yang dapat dibuat sendiri dari kaleng bekas.

9. Air Hujan

Kebutuhan rumah tangga akan air dapat pula dilakukan melalui penampungan air hujan. Tiap-tiap
keluarga dapat melakukan penampungan air hujan dari atapnya masing¬masing melalui aliran talang.
Pada musim hujan hal ini tidak menjadi masalah tetapi pada musim kemarau mungkin menjadi masalah.
Untuk mengatasi keluarga memerlukan tempat penampungan air hujan yang lebih besar agar
mempunyai tandon untuk musim kemarau.

Most Read Articles

a. Gangguan yang sering terjadi pada Sistem Ekskresi

b. Manfaat dan Bahaya Seks Ketika Hamil

c. Khasiat Buah Mahkota Dewa

d. Kelainan dan Penyakit pada Sistem Pernafasan Manusia

e. Khasiat Pisang untuk Pengobatan


f. Manfaat Kunyit untuk Pengobatan

g. Khasiat Buah Jambu Biji

h. 5 Macam Penyakit Akibat Pencemaran Partikel Debu di Udara

i. Manfaat Pepaya untuk Obat

j. Diet bagi Penderita Hipertensi

Random Artikel

a. Tuberkulosis : Cara dan Resiko Penularannya

b. Manfaat olahraga bagi kesehatan mental

c. Tips Mengatasi Masalah Kecoa

d. Perlukah Makanan Suplemen

e. Melindungi Kesehatan Anak Jalanan

f. Keadaan Fisik Penderita DM

g. Risiko Keracunan Pestisida pada Anak

h. Makin 'Nggigit' dengan Spa Vagina

i. Manfaat Daun Kahitutan

j. Membuat Nata de Coco

k. Cepat Lupa, Cepat Botak dan Gangguan Mental Akibat Rokok

l. Buah dan Sayuran Untuk Mengatasi Encok

m. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes

n. Aneka Herbal untuk Awet Muda

o. Serba-serbi Perawatan Rambut Anda

Main Menu
a. Home

b. Anak-anak

c. Arthritis

d. Artikel Kesehatan

e. Diabetes

f. Jantung

g. Kanker

h. Komputer

i. Kulit

j. Lanjut Usia

k. Osteoporosis

l. Makanan dan Gizi

m. Peluang Usaha

n. Yang Unik & Berkhasiat

o. Seksualitas

p. Artikel Lainnya

q. Download Resep Masakan

2. Sanitasi makanan

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan
yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah :
“Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, wich are
part of human diet”. Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi
yang diperlukan untuk tujuan pengobatan.
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan
dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya :

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki

2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.

3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym,
aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan,
pemasakan dan pengeringan.

4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan
(food borne illness).

Higiene dan Sanitasi

Pengertian higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci
piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi
keutuhan makanan secara keseluruhan.

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan
yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau
memasak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk
dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin
keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan
yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan / pemborosan makanan.

Keadaan bahan makanan

Semua jeis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama
bahan-bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor, makanan
dalam kaleng, buah, dsb. Baham makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan
perjalanan makanan yang begirtu panjangdan melalui jarngan perdagangan yang begitu luas. Salah satu
upaya mendapatkan bahan makanan yang baika dalah menghindari penggunaan bahan makanan yang
berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan secara kualitasnya.

Cara penyimpanan bahan makanan

Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan yang
tidak segera diolah terutama untuk katering dan penyelenggaraan makanan RS perlu penyimpanan yang
baik, mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya
dapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat hgiene sanitasi makanan adalah sebagai berikut
:
a. Penyimpanan harus dilakukan ditempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi syarat.

b. Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak memberi kesempatan
serangga atau tikus untuk bersarang, terhindar dari lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau
rusak agar disimpan pada suhu yang dingin.

Proses pengolahan

Pada proses / cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian Yaitu :

1. Tempat pengolahan makanan

Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah, tempat pengolahan ini
sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan,
karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang
baik harus memenuhi persyaratan sanitasi.

2. Tenaga pengolah makanan / Penjamah Makanan

Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai
penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar
peranannya. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi
yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung
dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui
kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadan sehat dan terampil.

3. Cara pengolahan makanan

Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara
pengolahan yang salah dan mengikui kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau
disebut GMP (good manufacturing practice).

Cara pengangkutan makanan yang telah masak

Pengangkutan makan dari tempat pengolahan ke tempat penyajian atau penyimpanan perlu mendapat
perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang
dipergunakan harus utuh, kuat dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama
harus diatur shunya dalam keadaan panas 60 C atau tetap dingi 4 C. (lebih lengkap, klik disini)

Cara penyimpanan makanan masak

Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan makanan
pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk
sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C. Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam,
disimpan dalam suhu -5 s/d -10C.
Cara penyajian makanan masak

Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari
pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus
sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya.

3. Pengolahan bahan – bahan buangan (limbah)

Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah industri yang menghasilkan air
limbah yang dapat mencemari lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pengolahan
kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan mungkin sudah memadai, namun tidak
demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat tingginya potensi pencemaran
yang ditimbulkan oleh air limbah yang tidak dikelola dengan baik maka diperlukan pemahaman dan
informasi mengenai pengelolaan air limbah secara benar.

Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization),
segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian
untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu
dilakukan dan bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja. Bila pengelolaan limbah
hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air
Limbah akan sangat berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan
biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan
penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL.

Tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan,
segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih
sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat
menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste
minimization).

Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi limbah mengupayakan dihasilkannya jumlah limbah
yang sedikit dan tingkat cemaran yang minimum. Namun, terdapat beberapa penekanan yang berbeda
dari kedua konsep tersebut yaitu : produksi bersih memulai implementasi dari optimasi proses produksi,
sedangkan minimasi limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan dan pemanfaatan limbah
yang dihasilkan.

Produksi Bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, minim air
dan energi. Bahan pencemar atau bahan berbahaya diminimalkan dengan pemilihan bahan baku yang
baik, tingkat kemurnian yang tinggi, atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang
hemat air dan hemat energi. Dengan kombinasi seperti itu maka limbah yang dihasilkan akan lebih
sedikit dan tingkat cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut diolah agar memenuhi
baku mutu limbah yang ditetapkan.
Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif
dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain :

a. Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;

b. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;

c. Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;

d. Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;

e. Mengurangi biaya penaatan hukum;

f. Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);

g. Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;

h. Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.

Minimasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan tingkat cemaran limbah yang
dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah.

Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi
sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, ceceran, dan
terbuangnya bahan serta limbah.

Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah digunakan dalam proses untuk digunakan
kembali dalam proses yang sama atau proses lainnya. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan
pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau
menimbulkan pencemaran pada lingkungan.

Setelah dilakukan pengurangan dan pemanfaatan limbah, maka limbah yang dihasilkan akan sangat
minimal untuk selanjutnya diolah dalam instalasi pengolahan limbah.

Pada kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan baku yang baik, berkualitas dan tingkat
kemunian bahannya tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi alat proses menjadi penting untuk
menghasilkan produk dengan konsumsi air dan energi yang minimum, selain itu diupayakan mencegah
adanya bahan yang tercecer dan keluar dari sistem produksi.

Dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan limbah. Untuk mempermudah pemanfaatan dan
pengolahan maka limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda dan akan menimbulkan pertambahan
tingkat cemaran harus dipisahkan. Sedangkan limbah yang memiliki kesamaan karekteristik dapat
digabungkan dalam satu aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada proses produksi yang
sama atau digunakan untuk proses produksi yang lain.

Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan selanjutnya diolah pada unit pengolahan limbah untuk
menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Limbah yang telah
memenuhi baku mutu tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Bila memungkinkan, keluaran (output) dari
instalasi pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung atau melalui pengolahan lanjutan.

Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya
dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah
dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk
dibuang ke lingkungan.

Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena
bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada
kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang
sama.

Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan
pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi
dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah.

Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-
treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan
pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai
untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan
pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk
mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.

Terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu : proses secara fisik,
biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti
menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit
chamber, settling tank/settling pond, dll.

Proses biologi deilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap air limbah
seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan lumpur aktif (activated sludge),
attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic process. Proses kimia dilakukan dengan cara
membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu.

Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan. Pilihan mengenai teknologi pengolahan dan
alat yang digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya.

4. AMDAL

Sebagai bentuk upaya pengelolaan lingkungan sebelum melakukan kegiatan usaha setiap industri wajib
untuk mambuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan
Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No.17 thn 2001 ttg Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yg Wajib
Dilengkapi AMDAL, jo. PP No.27 tahun 1999 dan Kepmen LH No.12/MENLH/3/1994 ttg Pedoman Umum
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Dokumen AMDAL terdiri dari :

Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)

Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan
kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan) harus dimintakan persetujuan kepada instansi yang berwenang
dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam hai ini dalah komisi penilai AMDAL yang ada di tingkat
Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi, Tingkat Pusat tergantung dari paparan dampak yang akan diakibatkan
oleh kegiatan usaha tersebut. Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai
oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi
ijin atau tidak.

Prosedur AMDAL terdiri dari :

Proses penapisan (screening) wajib AMDAL

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat

Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)

Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi
kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau
tidak.

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam
peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada
masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup
permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).

Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL
kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk
penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu
pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).

Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu
maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL :

1. Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat
berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi
pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi
pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga
masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan
komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan
oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.

2. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak
tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial
budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang
dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat
terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

Pada prinsipnya semua kegiatan yang berdampak pada lingkungan wajib memiliki dokumen pengelolaan
lingkungan semabaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.17 thn 2001 ttg Jenis
Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yg Wajib Dilengkapi AMDAL, jo. PP No.27 tahun 1999 .

Bila kegiatan tersebut tidak wajib AMDAL maka harus membuat dokumen pengelolaan lingkungan yaitu
UKL-UPL(Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) berdasarkan pada
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.17 thn 2001 ttg Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yg
Wajib Dilengkapi AMDAL, jo. PP No.27 tahun 1999 dan Kepmen LH No.12/MENLH/3/1994 ttg Pedoman
Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah
upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab
dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup).

Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan
dan upaya pemantauan lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak
diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.

UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar
untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian
yang berisi :

Identitas pemrakarsa

Rencana Usaha dan/atau kegiatan

Dampak Lingkungan yang akan terjadi

Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

Tanda tangan dan cap

Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :

Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan
yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota

Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang
berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota

Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak
lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara

Anda mungkin juga menyukai