OLEH:
LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST
NIM 14901.08.21086
PROBOLINGGO, - - 2021
________________________ __________________________
NIP :
KEPALA RUANGAN
__________________________
NIP
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Aktivitas adalah suatu keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan kehidupan. Tiap individu mempunyai pola
atau irama dalam menjalani aktivitas. Salah satu tanda seseorang dikatakan sehat
adalah adanya kemampuan orang tersebut melakukan aktivitas seperti bekerja,
makan dan minum, personal hygiene, rekreasi, dan lain-lain. Dengan beraktivitas
selain tubuh menjadi sehat, juga dapat mempengaruhi harga diri dan citra tubuh
seseorang. Jika seseorang sakit atau terjadi kelemahan fisik sehingga
kemampuan aktivitas menurun.
Seseorang tersebut biasanya terjadi masalah fisik, psikologis dan tumbuh
kembang, hal ini bisa berpengaruh pada masalah kesehatan seseorang. Selain
menimbulkan dampak fisik, gangguan personal hygiene dapat pula berdampak
pada gangguan pemenuhan kebutuhan psikososial dan nyaman . Latihan dapat
memelihara pergerakan dan fungsi sendi sehingga kondisinya dapat setara
dengan kekuatan fleksibilitas otot (Alimul, 2016).
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya
sistem persarafan, otot dan tulang, sendi serta factor pendukung lainnya seperti
adekuatnya fungsi kardiovakular, pernapasan dan metabolisme (Wartonah,
2015).
Aktivitas artinya “ kegiatan atau keaktifan “ ( KBBI ). Jadi segala sesuatu
yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik
merupakan suatu aktivitas (Sulistyowati, 2017).
Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang mutlak
diharapkan oleh setiap manusia. Personal Hygiene merupakan perawatan diri
sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik
maupun psikologis (Uliyah, 2014).
B. Etiologi Aktifitas
Faktor yang Mempengaruhi Mekanika Tubuh dan Ambulasi menurut
(Sulistyowati, 2017) :
1. Status kesehatan.
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat
disebabkan oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari dan lainnya.
2. Nutrisi.
Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan
tulang dan perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan
kelemahan otot dan memudahkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh tubuh
kekurangan kalsium akan lebih mudah mengalami fraktur.
3. Emosi.
Kondisi psikologis sesorang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh
dan ambulasi yang baik, sesorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak
bersemangat dan harga diri rendah, akan mudah mengalami perubahan
mekanika tubuh dan ambulasi.
4. Situasi dan kebiasaan.
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseorang misalnya, sering mengangkat
benda-benda berat, akan menyebabkan perubahan mekanika tubuh dan
ambulasi.
5. Gaya hidup.
Perubahan pola hidup seseorang akan menyebabkan stress dan kemungkinan
besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat
mengganggu koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan neurologi, yang
akhirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika tubuh.
6. Pengetahuan.
Pengetahuan baik terhadap pengguna mekanika tubuh akan mendorong
sesorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi
tenaga yang dikeluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang kurang memadai
dalam pengguna mekanika tubuh akan menjadikan seseorang berisiko
mengalami gangguan koordinasi sistem neurologi dan muskuloskeletal.
C. Fisiologi Pergerakan
Fisiologi menurut (Sulistyowati, 2017) adalah :
1. Sistem Muskuloskeletal
Sistem musculoskeletal terdiri atas rangka ( tulang ), otot dan sendi
sistem ini sangat berperan dalam pergerakan dan aktivitas manusia.
a) Rangka ( tulang ) memiliki beberapa fungsi yaitu :
1) Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh
( postur tubuh ).
2) Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru – paru, dan
medulla spinialis.
3) Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga ligamen.
4) Sebagai tempat mineral, garam, fosfat dan lemak.
5) Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah).
b) Otot adalah organ yang memungkinkan tubuh dapa bergerak. Semua sel-
sel otot mempunyai kekhususan yaitu berkontraksi dan relaksasi. Terdapat
lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot
tersebut melekat pada tulang-tulang kerangka - kerangka tubuh oleh
tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat dibawah permukaan kulit.
Jenis-jenis otot ada tiga yaitu :
1) Otot rangka
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
Serabut otot sangat panjang, panjangnya sampai 30 cm berbentuk
silindris dengan lebar berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.
Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.
Kontraksi otot rangka sangat cepat, kuat, sebentar,dan cepat lelah.
2) Otot polos.
Merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus.
Otot polos adalah serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral,
berukuran kecil berkisar antara 20 mikton (melapisi pembuluh darah)
sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil. Kontraksi pada otot polos kuat
dan bekerja secara lambat.
3) Otot jantung.
Merupakan otot lurik, disebut juga otot serat lintang involunter. Otot ini
hanya terdapat pada jantung. Otot jantung bekerja terus menerus setiap
saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu
setiap kali berdenyut. Inti otot jantung berada di tengah, serabut ototnya
bercabang dan bersatu dengan serabut disebelahnya, kontraksi otot
jantung otomatis dan ritmis.
Fungsi sistem muskulo/otot diantaranya:
1) Sebagai pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat
oto tersebut melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka
dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat
duduk terhadap gaya gravitasi.
c) Sistem skeletal (tulang).
Sistem muskuloskeletal berfungsi sebagai :
1) Mendukung dan memberi bentuk jaringan tubuh.
2) Melindungi bagian tubuh tertentu seperti hati, ginjal, otak, dan paru-
paru.
3) Tempat melekatnya otot dan tendon.
4) Sumber mineral seperti garam dan fosfat.
5) Tempat produksinya sel darah.
2. Sistem Persarafan
Secara spesifik, sistem parsarafan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a) Saraf aferen ( reseptor ), berfungsi menerima rangsangan dari luar
kemudian meneruskannya ke susunan saraf pusat.
b) Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa impuls dari bagian tubuh satu
ke tubuh lainnya.
c) Sistem Saraf Pusat (SSP), berfungsi memproses impuls dan kemudian
memberikan respon melalui saraf eferen.
d) Saraf eferen, berfungsi menerima respon dari SSP kemudian
meneruskannya ke otot rangka.
3. Mekanika Tubuh .
Mekanika Tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan,
postur dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak
dan melakukan aktivitas sehari-hari. (Sulistyowati, 2017) .
Gangguan mekanika tubuh dapat terjadi pada individu yang menjalani tirah
baring lama karena dapat terjadi penurunan kemampuan tonus otot. Tonus
otot sendiri adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan
kontraksi otot rangka. Mekanika tubuh meliputi tiga elemen dasar yaitu
sebagai berikut:
a) Body Elignment ( Postur Tubuh ).
Susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan
bagian tubuh yang lain.
b) Balance / Keseimbangan.
Keseimbangan bergantung pada interaksi antara center gravity dan base
of support Coordinated body movement ( gerakan tubuh yang
terkoordinasi ), yaitu mekanika tubuh berinteraksi dalam fungsi
muskuloskeletal dan sistem saraf.
4. Sistem tubuh yang berperan dalam Kebutuhan Aktivitas
Menurut (Wartonah, 2015) sistem tubuh yang berperan :
a) Tulang
Tulang manusia tersusun atas tulang-tulang yang berjumlah 206 tulang.
Tulang satu dengan tulang lainnya dihubungkan melalui sendi kemudian
membentuk rangka.
b) Otot dan Tendon
Otot merupakan organ yang mempunyai sifat elstisitas dan kontraktilitas
yaitu kemampuan untuk meregsng dan memendek, serta kembali pada
posisi semula.
c) Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligament pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, sehingga jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
d) Sistem Saraf
Sistem saraf berperan dalam mengontrol fungsi motorik. Pusat
pengendalian pergerakan ada;aha serebelum, konteks serebri dan basal
banglia.
e) Sendi
Sendi menghubungkan antar tulang yang didukung oleh adanya ligament
dan tendon. Ligament menstabilkan tulang diantara tulang dan lebih elastis
dariada tendon.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toleransi Aktivitas
1. Faktor fisiologis
a) Frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan
b) Tipe penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir
c) Status kardiopulmonar ( mis. Dispneu, nyeri dada )
d) Status musculoskeletal ( mis. Penurunan massa otot )
e) Pola tidur
f) Keberadaan nyeri, pengontrolan nyeri
g) Tanda-tanda vital: frekuensi pernapasan dan nadi kembali ke tingkat
istirahat dalam 5 menit setelah latihan, tekanan darah kembali seperti
semula dalam 5-10 menit setelah latihan
h) Tipe dan frekuensi aktivitas latihan
i) Kelainan hasil laboratorium seperti penurunan konsentrasi O2 arteri,
penurunan kadar hemoglobin, kadar elektrolit yang tidak normal
2. Faktor emosional
a) Suasasana hati (mood), depresi, cemas
b) Motivasi
c) Ketergantungan zat kimia (mis. Obat-obatan, alcohol, nikotin )
d) Gambaran diri
3. Faktor Perkembangan
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Kehamilan
d) Perubahan massa otot karena perubahan perkembangan
e) Perubahan system skeletal karena perubahan perkembangan.
E. Nilai Dan Aktifitas Latihan
Tingkat Kategori
Aktivitas/Aktivitas
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
Manifestasi klinik pada gangguan aktivitas dan latihan yaitu tidak mampu
bergerak secara mandiri atau perlu bantuan alat/orang lain, memiliki hambatan
dalam berdiri dan memiliki hambatan dalam berjalan. (Potter & Perry, 2006)
H. Patofisiologi
1. Kerusakan otot.
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologi otot. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika
terjadi kerusakan otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot
terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh
benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau
ligament, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet.
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu
pada kondisi tertentu hingga mengganggu mobilisasi. Beberapa penyakit
dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka
diantaranya adalah fraktur, radang sendi, kekakuan sendi dan lain
sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan.
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dan ke otak.
Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota
gerak. Jadi, jika syaraf terganggu maka akan terjadi gangguan penyampaian
impuls dari dan ke organ target. Dengan tidak sampainya impuls maka akan
mengakibatkan gangguan mobilisasi.
I. Pathway
Defisit Gangguan
Gangguan pemenuhan ADL perawatan Diri mobilitas fisik
Intoleransi aktivitas
Kehilangan keseimbangan/kesulitan
Resiko Jatuh
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen
a) Merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu
menegakkan diagnosa medis.
b) Untuk mengevaluasi klien dnegan kelainan muskuloskeletal.
c) Melihat kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang.
d) Melihat cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
2. Computed Tomoghraphy (CT scan)
a) Menunjukan rincian bidnag tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
b) Untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang
sulit dievaluasi (misalnya : asetabulum).
c) Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa kontras dan berlangsung sekitar
1 jam.
3. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Teknik pencitraaan khusus, noninvasif, yang menggunkan medan
magnet, gelombang radio dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas
(misalnya : tumor, penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang) jaringan
lunak seperti otot, tendon, dan tulang rawan. Karena menggunakan
elektromagnetik maka klien yang mengenkan implan logam, braces atau
pacemaker tidak dapat di MRI.
4. Angiografi
a) Merupakan pemeriksaan struktur vaskuler (sistem arteri).
b) Zat kontras diinjeksikan ke arteri tertentu, lalu difoto.
c) Bermanfaat untuk menguji perfusi arteri dan dapat digunakan untuk tingkat
amputasi yang akan dilakukan.
d) Setelah tindakan ini klien dibiarkan berbaring selama 12 - 24 jam untuk
mencegah pendarahan pada tempat penusukan.
e) Pantau tanda vital, tempat penusukan untuk melihat adanya pembengkakan,
pendarahan, dan hematoma.
f) Kaji apakah sirkulasi ekstermitas bagian distal adekuat.
5. Venogram
Merupakan pemeriksaan sistem vena ynag sering digunakan untuk
mendeteksi trombosit vena.
6. Mielografi
Penyuntikan bahan kontras ke dalam rongga subarakhnoid spinalis
lumbal, dilakukan untuk melihat adanya hemiasi diskus, stenosis spinal
(penyempitan kanalis spinalis) atau adanya tumor.
7. Artrografi
a) Penyuntikan bahan radiopaq atau udar ke rongga sendi untuk melihat
struktur jaringan lunak dan kontur sendi.
b) Sendi diposisikan dalam kisaran pergerakannya sambil silakukan serial
sinar-X.
c) Sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atay kronik
kapsul sendi atau ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul, dan
pergerakan tangan
d) Bila ada ronekan zat kontras akan merembas ke luar dari sendi dan terlihat
pada sinar-X.
e) Setelah pemeriksaan sendi diimobilisais selama 12 - 24 jam dan dibalut
tekan elastis.
8. Artrosentesis (asprasi sendi)
a) Dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan
pemeriksaan atau menghilangkan nyeri akibat efusi.
b) Asprasi dilakukan dengan menggunakan jarum yang dimasukkan ke
dalam sendi dengan teknik asepsis.
c) Balut pada tempat penusukan,.
d) Normalnya cairan sinovial : jernih, pucat berwarna seperti jerami dan
volumenya sedikit.
e) Periksa makroskopis : volume, warna, kejernihan, dan adanya bekuan
musim.
f) Periksa mikroskopis : jumlah, mengidentifikasi sel, melakukan pewarnaan
gram dan mengetahui elemen penyusunnya.
g) Berguna untuk mendiagnosis artritis reunatoid dan atrofi inflamasi serta
hemartrosis (perdarahan rongga sendi).
9. Artroskopi
a) Merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan pandangan
langsung ke dalam sendi.
b) Dilakukan di OK dengan anastesi lokal atau menurun.
c) Jarum besar ditusukkan, sendi direnggangkan dengan salin, artroskop
dimasukan sehingga struktur sendi, sinovium, dan permukaan sendi dapat
dilihat.
d) Balut luka secara steril dan balut takan untuk mencegah pembengkakan.
10. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah dan urine
b) Pemeriksaan Hb
11. Biopsi
a) Untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovial.
b) Pantau tempat penusukan tentang adanya edema, perdarahan, dan nyeri.
c) Bila perlu kompres es untuk mengontrol edema dan perdarahan.
d) Beri analgetik untuk mengurangi nyeri.
K. Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan, mobilitas dan aktivitas tergantung pada sistem muskuloskeletal,
kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer
diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat timbul akibat
mobilisasi atau ketidakaktifan.
a) Hambatan terhadap latihan
b) Pengembangan program latihan
c) Keamanan
2. Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari mobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. keberhasilan
intervensi berasal dari suatu pengertian tentang berbagai faktor yang
menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan
pencegahan komplikasi.
Penatalaksanaan terapeutik
a) Latihan memperbaiki postur dengan cara menghambat, mengontrol tonus
otot (spastisitas) secarapostural.
b) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi agar mampu melakukan
aktivitas tanpa ketergantungan penuh kepada orang lain atau secara
mandiri.
c) Jelaskan pentingnya melakukan latihan secara rutin seperti yang diajarkan.
L. Komplikasi
Aktivitas dan latihan sangat penting untuk kesehatan. Imoblisasi yang
berkepanjangan dan bedrest akan menyebabkan serangkaian komplikasi pada
berbagai sistem tubuh, antara lain :
1. Kontraktur : Jaringan ikat kolagen pada otot dan persendian akan digantikan
oleh jaringan fibrosa yang tidak elastis sehingga menyebabkan kekakuan pada
persendian. Hal ini karena untuk sintesis kolagen diperlukan rangsangan
pergerakan.
2. Disuse atrofi : Atrofi ini merupakan berkurangnya masa otot karena
kurangnya lapisan aktin dan miosin pada miofibril.
3. Konstipasi : Imoblisasi menyebabkan peristaltik menurun sehingga
menyebabkan absorpsi cairan berlebihan pada intestinum.
4. Pressure ulcer : Klien beresiko mengalami luka tekan sebagai akibat adanya
penekanan pada tulang menonjol (bony prominen), keringat, lembab, defisit
self care, dan friksi dengan tempat tidur.
5. Kehilangan mineral tulang : Imobilisasi dan bedrest berhubungan dengan
demineralisasi tulang akibat aktivasi osteoklas dan peningkatan kadar
kalsium darah.
M. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Identitas : Nama, jenis kelamin, umur, agama, alamat, tempat tinggal,
pengkajian, dan diagnosa medis.
3. Keluhan utama : Keluhan yang diprioritaskan dan dapat mengancam
nyawa klien.
4. Riwayat penyakit sekarang
Ringkasan kondisi kesehatan klien mulai waktu lampau hingga alasan
mengapa saat ini datang kepusat dan upaya yang dilakukan klien sebelum
masuk rumah sakit.
5. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang diderita klien berhubungan dengan penyakit saat ini
atau mungkin dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita
klien saat ini.
6. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungan dengan kemungkinan hanya
penyakit keturunan, kecenderungan alergi dalam satu keluarga, dan penyakit
yang menular akibat kontak langsung maupun tidak langsung antara anggota
keluarga.
7. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
c) Kepala
d) Mata : Konjungtiva anemis , Sklera ikterus , Merah
e) Wajah : Tegang , Sianosis , Pucat , Grimace
f) Telinga : Gangguan pendengaran, Sekret , Radang
g) Hidung : Pernapasan cuping hidung, Radang , Nyeri
h) Mulut : Bibir kering, Gigi kotor, Lidah kotor , Gusi berdarah , Trismus,
Stomatitis
i) Tremor
j) Tengorokan : Nyeri telan , Tonsil kemerahan
k) Leher : Pembesaran vena jugularis , Kaku kuduk
l) Thorak : Gerak nafas : tertaksi otot dada
m) Vokal fremitus
n) Abdomen : Bentuk , Asites, Peristaltik usus , DJJ (Obstetri), Massa ,
Distensi kandung kemih , Fecalit , Nyeri tekan , Pembesaran hepar
o) Genetalia : Tanda-tanda radang , Ulkus
p) Anus : Ulkus , Pendarahan, Melena
q) Ekstermitas : Lumpuh, Atropi , Varises, Gangguan gerak, Odema
r) Neurologi : Kaku kuduk , Muntah, Kejang, Pusing, Panas
s) Integumen : Turgor, Kehangatan , Kebersihan, Kelainan kulit
t) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi
Pola minum
Pola eliminasi
Pola istirahat tidur
Pola personal higyene
Pola kebiasaan
N. Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Intoleran aktivitas (D.0056)
Defirit perawatan diri (D.0109)
O. Perencanaan