Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Keperawatan Dasar Profesi yang di ampu oleh:
Syarifah Lubbna, S.Kep.,Ns.,M.PallC

Disusun Oleh :

Rizka Rahma Solika Nim :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia merupakan infeksi saluran nafas bawah yang masih menjadi
masalah kesehatan di Negara berkembang maupun negara maju. Menurut survey
kesehatan rumah tangga tahun 2002, penyakit saluran nafas merupakan penyebab
kematian nomor 2 di Indonesia. Data dari SEAMIC Health Statistic 2010
menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di
Indonesia. Menurut WHO (World Health Organnization) pneumonia adalah
bentuk infeksi pernafasan akut yang menyerang paru- paru pada bagian alveoli
yang berfungsi sebagai tempat pertukaran O2 dan CO2, ketika pasien menderita
pneumonia alveoli akan dipenuhi cairan dan nanah yang membuat pernafasan
terasa menyakitkan dan membatasi asupan oksigen. Tanda dan gejala penyakit
infeksi saluran pernapasan dapat berupa: batuk, kesukaran bernapas, sakit
tenggorok, pilek, sakit telinga dan demam (Kementerian Kesehatan RI 2016).
Dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen
infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungsi), dan aspirasi substansi asing,
berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat
melalui gambaran radiologis. (Nanda Nic Noc, 2015).

Ada berbagai faktor resiko yang meningkatkan kejadian beratnya penyakit dan
kematian karena pneumonia. Yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk resiko
besar), polusi udara dan tingginya prevalensi kolonisasi bakteri pathogen
nasofaring. Selain itu orang yang mudah terkena pneumonia yaitu peminum
alcohol, perokok, diabetes mellitus, penderita gagal jantung, PPOK, Gangguan
system kekebalan. Untuk mencegah efek samping dan resiko lain yang timbul
karena penggunaan obat maka harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pneumonia?
2. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Paru Paru?
3. Apa saja etiologi dari pneumonia?
4. Apa saja tanda dan gejala pneumonia?
5. Bagaimana pathway dari penyakit pneumonia?
6. Bagaimana pemeriksaan Penunjang dari penyakit pneumonia?
7. Apa saja komplikasi dari penyakit pneumonia?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit pneumonia?
9. Bagaimana pencegahan dari penyakit pneumonia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari pneumonia.
2. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Paru Paru.
3. Mengetahui Apa saja etiologi dari pneumonia?
4. Mengetahui Apa saja tanda dan gejala pneumonia?
5. Mengetahui Bagaimana pathway dari penyakit pneumonia?
6. Mengetahui Bagaimana pemeriksaan Penunjang dari penyakit pneumonia?
7. Mengetahui Apa saja komplikasi dari penyakit pneumonia?
8. Mengetahui Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit pneumonia?
9. Mengetahui Bagaimana pencegahan dari penyakit pneumonia?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari satu infeksi saluran pernafasan bawah akut, dengan gejala batuk
disertai sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, fungi
(microplasma) dan aspirasi substansi asing berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis
(Nursalam, 2015). Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat (Sudoyo, 2015). Pneumonia adalah
penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan
gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit ini
mempunyai tingkat kematian yang tinggi (Kusuma, 2016).
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan dan jaringan intersittel. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan
pneuomonia antara lain virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain
adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, dan aspirasi
(Daud Dasril, 2013). Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
biasanya terjadi apada anak-anak tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal
masa kanak-kanak dan secara klinis penumonia dapat terjadi sebagai penyakit
primer atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009 dalam
Seyawati Ari, 2018).

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Sistem pernapasan, secara fungsional, dapat dipisahkan dalam dua zona;
zona konduksi (hidung ke bronkiolus) yaitu membentuk jalan untuk konduksi gas
yang dihirup dan zona pernapasan (alveolar duct ke alveoli) di mana pertukaran
gas terjadi. Secara anatomi, saluran pernapasan dibagi menjadi saluran pernafasan
atas (organ di luar thorax - hidung, faring dan laring) dan saluran pernapasan
bawah (organ di dalam toraks - trakea, bronkus, bronkiolus, saluran alveolus dan
alveoli) (Patwa & Shah, 2015). Saluran pernapasan bagian atas memiliki beberapa
fungsi: mencium bau dan bicara, serta memastikan bahwa udara yang masuk ke
saluran pernapasan bawah hangat, lembap dan bersih. Lubang hidung dilapisi
dengan rambut kasar yang menyaring udara yang masuk; ini memastikan bahwa
partikel debu yang besar tidak masuk ke saluran udara. Rongga hidung juga
dilapisi dengan selaput lendir yang berisi jaringan kapiler dan pasokan sel-sel
goblet yang mensekresi lendir. Darah yang mengalir melalui kapiler
smenghangatkan udara yang lewat dan lendir melembapkannya, yang menjebak
partikel debu yang lewat. Partikel debu yang tertutup lendir ini kemudian diangkut
oleh silia menuju pharynx, di mana mereka dapat ditelan atau dilebarkan (Peate,
2018). Segmen berikutnya adalah saluran udara bagian bawah, dimulai dengan
trakea, yang bercabang berulang kali untuk membentuk sekitar 14 generasi
saluran untuk udara mencapai beberapa segmen paru yang berbeda. Trakea
bercabang di carina ke bronchi kanan kanan dan kiri. Aspirasi lebih sering terjadi
pada bronkus utama kanan karena sudutnya yang lebih lembut terlepas dari trakea.
Paru kanan dibagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah, yang masing-masing
dibagi lagi menjadi beberapa segmen dan masing-masing dengan saluran udara
konduksinya sendiri. Lobus atas mengandung tiga segmen: apikal, posterior, dan
anterior. Lobus tengah terdiri dari segmen lateral dan medial. Lobus bawah
memiliki lima segmen: superior, basal medial, basal anterior, lateral basal, dan
posterior basal. Paru kanan memiliki 10 segmen, dibandingkan dengan 8
ditemukan di paru-paru kiri. Bronkus utama kiri memiliki dua divisi yang
melayani 8 lobus atas kiri. Pembagian superior bronkus mengarah ke segmen
apikal-posterior dan anterior. Yang inferior pembagian bronkus mengarah ke
segmen lingularsuperior dan inferior. Lobus kiri bawah terdiri dari superior,
anteromedial basal, lateral basal, dan segmen basal posterior. Setiap segmen
bronkopulmoner dipasok oleh cabang individu dari arteri pulmonalis (Person &
Mintz, 2006). Setiap paru-paru ditutupi oleh pleura visceral, yang menutupi
permukaan paru-paru dan dips ke celah lobar. Didekat hilus dan mediastinum, itu
mencerminkan dan menjadi pleura parietal, yang meliputi permukaan bagian
dalam hemithorax masing-masing, dan dengan demikian menciptakan ruang
potensial (ruang pleura). Pleura visceral membentuk invaginasi ke kedua paru-
paru, yang disebut fisura. Ada 2 fisura lengkap di paru-paru kanan dan 1 fisura
lengkap dengan fisura yang tidak lengkap di sebelah kiri; ini memisahkan lobus
paru-paru yang berbeda. Pleura juga membentuk ligamentum pulmonal, yang
merupakan lapisan ganda pleura yang memanjang di sepanjang mediastinum dari
vena pulmonal inferior ke diafragma (Celis, 2017). Trakea dan bronkus bersama-
sama disebut pohon trakeobronkial. Ini merupakan bagian dari saluran udara.
Komponen pohon trakeobronkial : 1. Trakea bifurkasio menjadi dua bronkus
utama atau primer yang disebut bronkus kanan dan kiri 2. Setiap bronkus primer
memasuki paru-paru dan membelah menjadi bronkus sekunder 3. Bronkus
sekunder dibagi menjadi bronkus tersier. Di paru-paru kanan, ada sepuluh bronkus
tersier dan di paru-paru kiri, ada delapan bronkus tersier 4. Bronchi tersier
membagi beberapa kali dengan pengurangan panjang dan diameter menjadi
banyak generasi bronkiolus 5. Ketika diameter bronchiole menjadi 1 mm atau
kurang, itu disebut terminal bronchiole 6. Terminal bronchiole berlanjut atau
terbagi menjadi bronchioles pernapasan, yang memiliki diameter 0,5 mm.
(Sembulingam & Sembulingam, 2012) 9 Dari bronkus berlanjut pada
bronkopulmonal yang mana setiap segmen bronkopulmonal paru-paru memiliki
banyak kompartemen kecil yang disebut lobulus; setiap lobulus dibungkus dalam
jaringan ikat elastis dan berisi pembuluh limfatik, arteriol, venula, dan cabang dari
bronchiole terminal. Bronchioles terminal membagi menjadi cabang mikroskopik
yang disebut bronkiolus pernapasan. Mereka juga memiliki alveoli dari
dindingnya. Alveoli berpartisipasi dalam pertukaran gas, dan dengan demikian
bronchioles pernapasan memulai zona pernapasan pada sistem pernapasan. Ketika
bronchioles pernapasan menembus lebih dalam ke paru-paru, lapisan epitel
berubah dari kuboid sederhana menjadi skuamosa sederhana (Tortora &
Derrickson, 2014). Alveoli merupakan unit pertukaran gas fungsional paru-paru.
Ada sekitar 300 juta alveoli di paru-paru. Ini setara dengan lebih dari 900 kaki
persegi jika dibuka dan ditata rata (Patton & thibodeau, 2012). Dinding alveoli
sangat tipis dan terletak tepat di samping kapiler. Pembatas antara udara yang
masuk dan darah ini dikenal sebagai membran pernapasan. Oksigen mengalir
melintasi membran ini ke dalam aliran darah dan karbondioksida mengalir dari
aliran darah melewati membran dan menuju alveoli, tempat ia dihembuskan
(AMN Healthcare in association with Interact Medical, 2014). Dalam alveoli
terdapat zat yang dikenal sebagai surfaktan. Surfaktan adalah komponen penting
yang bertanggung jawab untuk menjaga alveoli terbuka saat bernapas. Surfaktan
mengurangi tegangan permukaan alveoli, menjaga alveolus terbuka saat bernapas
dan meningkatkan kemampuan oksigen dan karbon dioksida untuk melintasi
membran pernapasan (Sherwood, 2012).

2.3 Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui selang infuse oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan enterobacter. Dan
masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan
penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk ke paru-paru organism bermultiplikasi dan, jika telah
berhasil mengalahkan organisme pertahanan paru terjadi pneumonia. Selain diatas
penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu :
1. Bacteria : diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus
hemolyticus, streptococcus aureus, hemophilus influinzae, mycobacterium
tuberkolusis, bacillus freidlander.
2. Virus : respiratory syncytial virus, adeno virus, v.sitomegalitik,
v.influenza.
3. Mycoplasma pneumonia
4. Jamur : hitplasma capsulatem, Cryptococcus neuroformans, blastomyces
dermatitides, ciccidodies immitis, aspergilus species, candida albicans.
5. Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
6. Pneumonia hipostatik.
7. Sindrom loeffler.

2.4 Klasifikasi
 Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :

1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :


a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris
dengan opasitas lobus atau lobularis Pneumonia tipikal, bercirikan
tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis
melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus
paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia
bilateral atau “ganda”. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus
yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.

2. Berdasarkan faktor lingkungan :


a. Pneumonia komunitas
Dijumpai pada H. influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal
pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan
adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak, atau
paska terapi antibiotika spectrum luas.
b. Pneumonia nosokomial
Terntung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko
untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset
pneumonia.
c. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi
bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan
atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh
bahan padat.
d. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab
infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau
mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri,
protozoa, parasit, virus, jamur dan cacing.

3. Berdasarkan sindrom klinis :


1. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang
terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia
dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran
atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai
konsolidasi paru.
2. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang
disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

 Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :

1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan


umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal
merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya
menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial.
Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus
stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired
pneumonia.
3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme,
bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan
organisme perusak.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Demam sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun, dengan suhu mencapai 39,5-40,5
bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau
terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal, beberapa anak berbicara
dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan adanya demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala,
nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan
brudzinski, dan berkurang saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap
sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam
dari penyakit, seringkali memanjang sampai ketahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
meruapakan petunjuk untuk awalan infeksi. Biasanya berlangsung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare , biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernapasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Biasanya tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan
pada bayi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, berlangsung pada tipe dan atau
tahap infeksi.
9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama fase akut.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengan
mengi, wheezing, krekels.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang terjadi pada anak yang lebih
besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per
oral.
12. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum, atau
memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress
pernafasan berat.
13. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja.
- Pada anak umur 2 bulan-11 bulan : >50x/menit
- Pada anak umur 1 tahun-5 tahun : >40x/menit
2.6 Pathway
2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar X : mengidentifikasikan distribusi structural (misal: lobar,


bronchial); dapat juga menyatakan abses)
2. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnose
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah : untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada
4. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus
5. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit, dan membantu diagnosis keadaan
6. Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

2.7 Penatalaksanaan

Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan


antibiotic per oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru
lainnya, harud dirawat dan diberikan antibiotic melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.

Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan


keadaanya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang dapat
diberikan antara lain :

 Oksigen 1-2L/menit
 IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCL 10 mEq/ 500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikaqn suhu dan statud dehidrasi
 Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic


diberikan sesuai hasil kultur.

Untuk kasus pneumonia community based :


- Ampisilin 100mg/kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian
- Kloramfeniol 75mg/ kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital based :


- Sefatoksim 100mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian

2.8 Discharge Planning

1. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat


- Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelasaikan dosis seluruhnya
- Efek samping
- Respon anak
2. Berikan informasi pada orang tua tentang cara-cara pengendalian infeksi
serta cara pencegahannya
- Hindari pemajanan kontak infeksius
- Ikuti jadwal imunisasi
3. Bayi : ASI eksklusif 6 bulan, karena didalam kandungan ASI adanya
sistem kekebalan yang dapat menjaga tubuh anak sehingga tidak mudah
terserang penyakit
4. Gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak
5. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak berasal dari
percikan batuk atau bersin pasien pneumonia
6. Hindari asap rokok
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan dan jaringan intersittel. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan
pneuomonia antara lain virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain
adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, dan aspirasi
Etiologi dari pneumonia paling umum ditemukan adalah disebabkan
karena bakteri streptococcus.Dan yang lebih banyak terserang resiko pneumonia
adalah orang tua, anak-anak karena banyak sekali orang tua yang terdapat riwayat
merokok.

3.2 Saran

Diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada mahasiswa


kesehatan khususnya untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui patofisiologi
gangguan saluran pernafasan dalam hal ini meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
medis dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien pnemonia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan diagnosa medis &


Nanda NICNOC. 2015. Jilid 3,Yogyakarta.
2. Hidayat, A. Alimul Aziz dan Uliah, Musrifatul.2015.Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia Edisi 2-Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
3. Dahlan Z. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V Jilid III. Editor :Sadoyo, Aru W.
& Hadi, Bambang S. Internal Publishing; 2009
4. Dahlan Za , 2014. Pneumonia. Dalam (Siti S, Idrus A, Aru W S, Marcellus
S K, Bambang S, Ari F S) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
VI. Jakarta: Interna Publishing, hal 1608-19.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Modul Tatalaksana Standard
Pneumonia. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI 2016.
6. Kusuma, H & Amin H. N. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Nanda
Nic Noc dalam berbagai kasus. Jogjakarta : Mediaction
7. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Vol. 1, EGC, Jakarta.
8. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
9. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification
(NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
10. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2,
Edisi 4, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai