Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PNEUMONIA

Oleh ;
KADEK ARI NESILAWATI
C2222034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES BINA USADA BALI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

1. LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)


A. Definisi / Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8). Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macam sebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Kapita Selekta
Kedokteran,edisi 2).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
(Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 edisi ketiga).
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, dan parasit) Brass, 2002.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Paru-paru  adalah organ yang bertugas untuk mengolah udara yang
masuk, memisahkan oksigen dengan karbon dioksida. Organ ini terdiri dari dua
pasang yang masing-masing bagiannya punya ciri yang berbeda. Penasaran
dengan fungsi dan apa saja bagian dari paru-paru? Yuk, mengenal lebih jauh
tentang anatomi paru manusia ini.
Pada dasarnya, paru-paru kanan dan kiri punya ciri yang berbeda.
Misalnya dari berat, paru-paru kiri orang dewasa memiliki berat sekitar 325-550
gram dan paru-paru kanan memiliki berat sekitar 375-600 gram.
Paru-paru kiri terdiri dari dua bagian (lobus) sedangkan yang kanan
memiliki tiga bagian (lobus) yang berbeda. Maka itu, paru-paru kanan punya
ukuran dan berat yang lebih besar ketimbang.
Anatomi paru | Sumber: Discovery Lifesmap

a. Pleura

Pleura adalah membran tipis berlapis ganda yang melapisi paru-paru.


Lapisan ini mengeluarkan cairan (pleural fluid) yang disebut dengan cairan
serous yang berfungsi untuk melumasi bagian dalam rongga paru agar
tidak mengiritasi paru saat mengembang dan berkontraksi saat bernapas.

b. Bronkus (Bronci)

Bronkus adalah cabang batang tenggorokan yang terletak setelah


tenggorokan (trachea) sebelum paru-paru. Bronkus merupakan saluran
udara yang memastikan udara masuk dengan baik dari trakea ke alveolus.

Selain sebagai jalur masuk dan keluarnya udara, bronkus juga berfungsi
untuk mencegah infeksi. Hal ini dikarenakan bronkus dilapisi oleh berbagai
jenis sel, termasuk sel yang bersilia (berbulu) dan berlendir. Sel-sel inilah
yang nantinya menjebak bakteri pembawa penyakit untuk tidak masuk ke
dalam paru-paru.

c. Bronkiolus (Bronchioles)

Bronkiolus adalah cabang dari bronkus yang berfungsi untuk


menyalurkan udara dari bronkus ke alveoli. Selain itu bronkiolus juga
berfungsi untuk mengontrol jumlah udara yang masuk dan keluar saat
proses bernapas berlangsung.

d. Alveoli

Bagian dari anatomi paru yang satu ini merupakan kelompok terkecil
yang disebut kantong alveolar di ujung bronkiolus. Setiap alveoli adalah
rongga berbentuk cekung yang dikelilingi oleh banyak kapiler kecil.

Fungsinya sebagai tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida.


Alveoli kemudian menyerap oksigen dari udara yang dibawa oleh
bronkiolus dan mengalirkannya ke dalam darah.

Setelah itu, karbon dioksida yang merupakan produk limbah dari sel-sel
tubuh mengalir dari darah ke alveoli untuk dihembuskan keluar.
Pertukaran gas ini terjadi melalui dinding alveoli dan kapiler yang sangat
tipis.

C. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
 Virus : Influensa, parainfluensa,adenovirus.
 Bakteri : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus,
Hemofilus influenza, Stafilokokus, Pneumokokus.
 Jamur : Pseudomonas, Candida albican.
 Aspirasi : Makanan atau benda asing.
 Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas
Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk
kanker payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan
selesai ini menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena
mencerna kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi
(Smeltzer, 2001 : 572). Karena aspirasi/inhalasi (kandungan lambung)
terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang seperti yang terjadi pada
pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung
atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan
kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi
tersembunyi. ( Smeltzer, 2001 :637)

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi pneumoni (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan


Pneumonia Komuniti di Indonesia)

a. Berdasar klinis dan Epidemiologi:


1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) : Sporadis
atau endemik; muda atau orang tua
2. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia) : Didahului perawatan di RS
3. Pneumonia aspirasi : Alkoholik, usia tua
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised : Pada pasien
transplantasi, onkologi, AIDS
b. Berdasarkan Bakteri Penyebab:
1. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,
Staphilococcuspada penderita pasca infeksi influenza.
2. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia.
3. Pneumonia Virus
4. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
c. Berdasar Predileksi Penyakit:
1. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumonia bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus,
misal: pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan.
Corak infeksi bakteri akut ini meliputi bagian besar atau seluruh
lobus paru. Kebanyakan pneumonia lobaris disebabkan oleh
pneumokokus yang masuk ke dalam paru melalui saluran udara.
Kadang-kadang disebabkan oleh mikroorganisme lain (Klebsiella
pneumonia, stafilokokus, streptokokus, hemophilus influenzae).
Urutan stadium adalah “klasik” tetapi jarang terlihat karena terapi
antibiotic. Namun berbagai stadium menggambarkan riwayat
pneumonia lobaris tanpa komplikasi :
 Kongesti terlihat nyata pada 24 jam pertama.
 Hepatisasi merah (konsolidasi) menggambarkan jaringan paru
dengan eksudat akut yang berpadu, mengandung neutropil dan
sel darah merah, memberikan penampakan makroskopik merah,
padat, seperti hati.
 Hepatisasi kelabu menyusul, ketika sel darah merah pecah dan
tertinggal eksudat fibrinosupuratif, memberikan penampakan
kelabu coklat.
 Resolusi adalah stadium akhir yang diharapkan, ketika eksudat
padat mengalami degradasi enzimatik dan selular dan
pembersihan. Struktur normal kembali lagi.
2. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus. Corak pneumonia bakteri ini ditandai oleh konsolidasi
parenkim paru yang eksudatif dan berbercak, paling sering
disebabkan oleh Stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus
infuenzae, Pseudomonas aeruginosa dan bakteri koliform. Secara
makroskopik, paru menunjukkan fokus konsolidasi dan supurasi
yang tersebar dan menimbul. Gambaran histologik terdiri atas
eksudat akut (neurofilik) supuratif mengisi ruang dan saluran udara,
biasanya sekitar bronkus dan bronkiolus. Resolusi eksudat biasanya
normal, tetapi organisasi dapat terjadi dan berakibat pembentukan
jaringan parut fibrotik pada beberapa kasus, atau pada penyakit yang
agresif mungkin menimbulkan abses. Corak peradangan yang
predominan interstisium terlihat pada infeksi pediatrik, seperti pada
Escheria coli atau streptokokus hemolitik grup B.
3. Pneumonia interstisial.

E. PATOFISIOLOGI

Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu


reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang menggangggu gerakan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronchi atau
alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah
vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi
dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya
darah, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah
yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial. (Smeltzer, 2002:574).

F. PATHWAY

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


a. Sinar X : untuk melihat distribusi struktural( misal,lobar,bronkial ),dapat
juga menyatakan abses luas/infiltrat,empiema (stapilococcus) infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial), penyebaran/perluasan infiltrat
nodul (virus)
b. Rontegen dada: ketidaknormalan mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: dapat diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau biopsi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri
dan virus.
d. Pemeriksaan laboratorium (DL, Serologi, LED): leukositosis
menunjukkan adanya infeksi bakteri, menentukan diagnosis secara
spesifik, LED biasanya meningkat. Elektrolit : Sodium dan Klorida
menurun. Bilirubin biasanya meningkat.
e. Analisis gas darah dan Pulse oximetry: menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan O2.
f. Pemeriksaan fungsi paru-paru: volume mungkin menurun, tekanan
saluran udara meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan
hipoksemia.
g. Pemeriksaan serologi misalnya titer virus atau legionella, aglutinin
dingin: membantu dalam membedakan diagnosa organisme khusus.
h. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka: dapat menyatakan
intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV); karakteristik sel
raksasa (rubeolla).

H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai
seperti ditetapkan hasil pewarnaan Gram. Pinisilin G merupakan
antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. Pneumoniae. Medikasi efektif
lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua
dan ketiga, pinisilin lainnya dan trimetoprim sulfametoksazol (Bactrim)
Pengobatan untuk pneumonia adalah
Pneumonia Obat
Pneumonia bakterialis
Pneumonia Pinisilin G IV
streptococcus Pinisilin V PO. Terapi antibiotik bergantian,
seperti sefuroksim atau sefalosporin generasi
ketiga, eritomosin, setriakson), eritomisin,
klindamisin, pemisilin lain, timetoprim-
sulfametoksazol(bactrim)
Pneumonia Nafcilin, metisilin, oksasilin, vankomisin untuk
stapilococus organisme yang resisten terhadap metisilin atau
pasien yang alergi terhadap penisilin
Pneumonia Gantamisin, tobramisin, sefalosporin, generasi
klebsiella ketiga ( sefotaksim, seftizoksim, seftriakson)
Pneumonia Piperasilin, tikarsilin dikombinasi dengan
pseudomonas gentamisin atau ortobramisin
Haemophilus Amphisilin, amoksilin, augmenti sefaklor atau
influenza sefuroksim. Trimethoprim-sulfametaksozal bagi
pasien yang alergi terhadap pinisilin.
Pneumonia atipikal
Penyakit Eritromisin, rifampin
legionnaires
Pneumonia Eritromisin, derivat tetrasiklin ( Doxycycline)
mikoplasma
Pneumonia virus Amatadine, rimantadine. Diobati secara
simptomatis.
Pneumonia Trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone,
pnemosistis carinii pentamidin
(PCP)
Pneumonia fungi Flusitoasin dengan ampotensin B pada pasien
non-neurotropenik. Ketotanazol, Lobektomi dari
bola fungus.
Pneumonia Doksisklin, eritromisin, klarifomisin, azitromisin
klamidia
(pneumonia
TWAR)
Tuberculosis Rimfampi, streptomisin, atambutol, isoniazid
(INH), pirazinamid
2. Terapi oksigen untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96
% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
3. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental,
dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
4. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
5. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
6. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah :
- Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker.
- Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan CO 2 didapat asidosis,
henti nafas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif
8. Tirah baring sampai infeksi menunjukan tanda-tanda penyembuhan. Jika
pasien di rawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat dan secara
kontinu sampai kondisi klinis membaik.
(Smeltzer, 2005 588-571, 575; Sudoyo ; 2006 : 969)

I. Komplikasi
- Hipotensi dan syok.
- Gagal pernafasan
- Atelektasis.
- Efusi pleural
- Delirium.
- Superinfeksi
(Smeltzer, 2005 : 579)

J. Gejala klinis
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
o Nyeri dada
o Demam
o Malaise (Kelemahan)
o Batuk produktif berupa sputum
o Sianosis
o Ronchi
o Sesak

1. Pneumonia bakterial/pneumokokus
- Awitan menggigil
- Demam yang timbul dengan cepat (39,50C – 40,5 0C ( 1020F-
1050F).
- Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh
bernafas dan batuk
- Takipnea ( 25-45 x/menit).
- Pernafasan mendengkur, cuping hidung,.
- Penggunaan otot-otot bantu aksesori pernafasan.
2. Pneumonia atipikal.
Beragam dalam gejalanya, tergantung pada organism penyebab. Banyak
pasien mengalami infeksi saluran pernafasan atas (kongesti anasal, sakit
tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang
menonjol :
- Sakit kepala.
- Demam tingkat rendah.
- Nyeri pleuritus.
- Mialgia.
- Ruam.
- Faringitis.
- Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen
dikeluarkan .
- Nadi cepat

Gejala lainnya:
- Pipi berwarna kemerahan.
- Warna mata menjadi lebih terang
- Bibir serta bidang kuku sianotik.
- Berkeringat.
- Sputum pirulen, berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada
pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan
streptokokus, Pneumonia Klebsiella juga mempunyai sputum
kental, sputum H. influenza biasanya berwarna hijau.(Smeltzer,
2001 : 574-575).

K. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik difokuskan pada area dada
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris,
mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis
kuman penyebab infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan
pada pemilihan antibiotic yang tepat.
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang
sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan
penunjang. Diagnosa etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan
atau serologi.
Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat
dilakukanpun kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan
pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut, pneumonia dibedakan atas :
- Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup
minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
- Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup
minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
- Pneumonia : bila tidak ada retraksi, tetapi nafas cepat, tidak perlu dirawat,
cukup diberi antibiotik oral.
Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas,
tidak perlu dirawat. (Mansjoer, 2000: Inspeksi : pernafasan cuping hidung,
penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dada
Palpasi : taktil fremitus meningkat dengan konsolidasi
Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi
Auskulatasi : suara ronki nyaring, suara pernafasan bronchial.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan.
- mudah lelah, insomnia.

Data obyektif:
- letargi
- penurunan toleransi terhadap aktifitas.
B. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung/GJK kronis.
Data obyektif:
- Takikardi
- Wajah tampak kemerahan atau pucat
C. Integritas ego
Data Subyektif:
- Banyaknya stressor, masalah financial.
Data obyektif:
- Kesedihan.
D. Makan/minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea/vomitus
Data obyektif:
- Distensi abdomen
- Hiperaktif bunyi usus
- Kulit kering dengan turgor kulit buruk
- Penampilan kakeksia (malnutrisi)
E. Sensori neural
Data Subyektif:
- nyeri kepala pada daerah frontal.
Data obyektif:
- Status mental: bingung, somnolen
F. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala
- Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal.
- Mialgia, artralgia.
Data obyektif:
- Gelisah
- Meringis
G. Pernafasan
Data Subyektif:
- Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, Perokok (faktor resiko)
Data Obyektif:
- Sputum: merah muda, berkarat atau purule.
- Perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi
- Fremitus: vocal bertahap meningkat
- Bunyi nafas: menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat, atau
nafas bronchial
- Warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
H. Keamanan
Data Subyektif:
- Demam (misalnya: 38,5-39,6°C)
Data obyektif:
- Berkeringat
- Menggigil berulang, gemetar
I. Penyuluhan/pembelajaran
Data Subjektif:
- Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi,
produksi sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ditandai dengan pasien tampak sesak
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

perfusi ventilasi ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea,


sianosis.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (misal 38,5-39,6 0C).
5. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan
takikardia, melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal
maupun non verbal.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan,
dipsnea dan ketidaknyamanan yang sangat.

3. Perencanaan Keperawatan
A. Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara
nafas ronchi, produksi sputum
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama….x…..menit,
bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak
berwarna) atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri: 1. Mengidentifikasi kelainan
1. Auskultasi suara nafas, pernafasan berhubungan
perhatikan bunyi nafas abnormal dengan obstruksi jalan napas
2. Monitor usaha pernafasan, 2. Menentukan intervensi yang
pengembangan dada, dan tepat dan mengidentifikasi
keteraturan derajat kelainan pernafasan
3. Observasi produksi sputum, 3. Merupakan indikasi dari
muntahan, atau lidah jatuh ke kerusakan jaringan otak
belakang
4. Pantau tanda-tanda vital
4. Untuk mengetahui keadaan
terutama frekuensi pernapasan
umum pasien
5. Berikan posisi semifowler jika
5. Meningkatkan ekspansi paru
tidak ada kontraindikasi
optimal
6. Ajarkan klien napas dalam dan
6. Batuk efektif akan membantu
batuk efektif jika dalam keadaan
dalam pengeluaran secret
sadar
sehingga jalan nafas kembali
efektif
7. Berikan klien air putih hangat
7. Fisioterapi dada terdiri dari
sesuai kebutuhan jika tidak ada
postural drainase, perkusi dan
kontraindikasi
fibrasi yang dapat membantu
dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien
kembali efektif
8. Lakukan fisioterapi dada sesuai 8. Untuk meningkatkan rasa
indikasi nyaman pasien dan membantu
pengeluaran sekret
9. Lakukan suction bila perlu
9. Membantu dalam pengeluaran
sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif secara
mekanik
10. Lakukan pemasangan selang 10.Membantu membebaskan jalan
orofaringeal sesuai indikasi napas
Kolaborasi
11. Berikan O2 sesuai indikasi 11. Memenuhi kebutuhan O2
12. Berikan obat sesuai indikasi 12. Membantu membebaskan
misalnya bronkodilator, jalan napas secara kimiawi
mukolitik, antibiotik, atau
steroid

B. Dx 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai


oksigen ditandai dengan pasien tampak sesak
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ....x...jam
diharapkan pola nafas pasien kembali normal / stabil dengan kriteria
hasil:

- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit


- Tidak ada nafas cuping hidung
- Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Pasien melaporkan sesak nafas berkurang
- Pasien tidak sesak lagi
- Suara nafas normal tidak ada ronchi, tidak ada whezing
Intervensi:
a. Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan,
dan penggunaan otot bantu pernafasan
R: kecepatan biasanya meningkat karena ekspansi paru terbatas
b. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
c. Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan
R: kecepatan biasanya meningkat karena ekspansi paru terbatas
d. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
e. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
Kolaborasi :
a. Berikan O2 sesuai indikasi
R: untuk mengurangi sesak pasien
b. Pemeriksaan rontgen dada
R: untuk mengetahui penyebab permasalahan pada paru
c. Berikan obat sesuai indikasi
R: untuk memberikan pengobatan yang tepat

C. Dx 3 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan


ketidakseimbangan perfusi ventilasi ditandai dengan takikardi,
kelelahan, dispnea, sianosis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x ….
diharapkan pertukaran gas kembali efektif.
Dengan kriteria :

- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang


- Tidak terjadi sianosis.
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Nadi teratur.
- Hipoksemia tidak ada
- TTV stabil :
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-
100 mmHg)
- Hasil pemeriksaan rongten dalam batas normal

Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan 1. Berguna dalam evaluasi derajat
kedalaman pernafasan. Catat distress pernapasan atau
penggunaan otot aksesori, napas kronisnya proses penyakit
bibir, ketidak mampuan
berbicara / berbincang
2. Mengobservasi warna kulit, 2. Sianosis kuku menggambarkan
membran mukosa dan kuku, vasokontriksi/respon tubuh
serta mencatat adanya sianosis terhadap demam. Sianosis
perifer (kuku) atau sianosis cuping hidung, membran
pusat (circumoral) mukosa, dan kulit sekitar mulut
dapat mengindikasikan adanya
hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang 3. Mencegah kelelahan dan
memburuk. Mencatat adanya mengurangi komsumsi oksigen
hipotensi,pucat, cyanosis, untuk memfasilitasi resolusi
perubahan dalam tingkat infeksi.
kesadaran, serta dispnea berat
dan kelemahan.
4. Menyiapkan untuk dilakukan 4. Shock dan oedema paru-paru
tindakan keperawatan kritis jika merupakan penyebab yang
diindikasikan sering menyebabkan kematian
memerlukan intervensi medis
secepatnya. Intubasi dan
ventilasi mekanis dilakukan
pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
5. Berikan posisi semifowler jika 5. Meningkatkan ekspansi paru
tidak ada kontraindikasi optimal

Kolaborasi
6. Memberikan terapi oksigen 6. Pemberian terapi oksigen
sesuai kebutuhan, misalnya: untuk menjaga PaO2 diatas 60
nasal kanul dan masker. mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan
7. Memonitor ABGs, pulse toleransi dengan pasien
oximetry
7. Untuk memantau perubahan
proses penyakit dan
memfasilitasi perubahan dalam
terapi oksigen

D. Hipertermi b/d proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu


tubuh diatas rentang normal (misal 38,5-39,6 0C).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x……
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.

Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau TTV. 1. Untuk mengetahui keadaan
umum pasien
2. Observasi suhu kulit dan catat 2. Untuk mengetahui peningkatan
keluhan demam. suhu tubuh pasien
3. Berikan masukan cairan sesuai 3. Untuk menanggulangi terjadinya
kebutuhan perhari, kecuali ada syok hipovolemi
kontraindikasi.
4. Berikan kompres air 4. Untuk menurunkan suhu tubuh
biasa/hangat
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian cairan IV. 5. Untuk menanggulangi terjadinya
syok hipovolemi
6. Kolaborasi pemberian obat 6. Untuk menurunkan suhu tubuh
antipiretik yang bekerja langsung di
hipotalamus

E. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan


takikardia, melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal
maupun non verbal

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama …..x .... jam


diharapkan nyeri pasien dapat berkurang atau terkontrol dengan kriteria
hasil:
- pasien tidak tampak meringis lagi
- skala nyeri 0-3
- pasien tampak tenang/rileks
- tanda-tanda vital dalam batas normal: TD: 120-110/70-80 mmhg,
Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20x/menit, suhu: 36,5-37,2 0C

Intervensi keperawatan Rasional

1. Kaji lokasi nyeri, frekuensi, status nyeri pasien diperlukan


durasi, dan intensitas sebagai data awal untuk
menentukan intervensi.
2. Pantau perubahan tanda vital peningkatan frekuensi denyut
terutama nadi. nadi dapat terjadi akibat
meningkatnya intensitas nyeri.
3. Berikan tindakan kenyamanan Untuk mengurangi rasa nyeri
dasar dan aktivitas hiburan. pasien atau sebagai pengalih
4. Dorong keterampilan perhatian
manajemen nyeri misalnya membantu menurunkan intensitas
teknik relaksasi napas dalam nyeri dengan mengalihkan

(dengan cara tarik nafas perhatian pasien dari nyerinya.


melalui hidung tahan sampai
hitungan sepuluh lalu
hembuskan pelan -pelan
melalui mulut sambil
dirasakan.
untuk membantu mengurangi
5. Kolaborasi dalam pemberian
nyeri.
analgetik

F. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara


kebutuhan dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan,
dipsnea dan ketidaknyamanan yang sangat.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ....x.... jam
diharapkan Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat
ditoleransi , dengan kriteria hasil : ADL mandiri, dapat beraktivitas yang
ditoleransi

Intervensi:

Intervensi Rasional
a. Pantau pasien untuk melakukan a. agar pasien tidak kelelahan
aktivitas b. agar dapat mengurangi
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
keletihan c. untuk mengalihkan perhatian
c. Anjurkan aktivitas alternatif pasien agar tidak jenuh
sambil istirahat d. untuk menjaga kesehatan agar
d. Pertahankan status nutrisi yang tidak cepat lelah
adekuat

4. Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi, produksi
sputum :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak berwarna)
atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit

Dx 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai oksigen


ditandai dengan pasien tampak sesak :
- RR dalam batas normal : 16-20 x/menit
- Tidak ada nafas cuping hidung
- Pasien tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Pasien melaporkan sesak nafas berkurang
- Pasien tidak sesak lagi
- Suara nafas normal tidak ada ronchi, tidak ada wheezing

Dx 3 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


perfusi ventilasi ditandai dengan takikardi, kelelahan, dispnea, sianosis :
- Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
- Tidak terjadi sianosis.
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Nadi teratur.
- Hipoksemia tidak ada
- TTV stabil
- Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmHg)
- Hasil pemeriksaan rongten dalam batas normal
Dx 4 : Hipertermi b/d proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas rentang normal (misal 38,5-39,6 0C) :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,20C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120-110/80-70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.

Dx 5 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan


takikardia, melindungi area yang sakit, melaporkan nyeri baik verbal maupun
non verbal :
- pasien tidak tampak meringis lagi
skala nyeri 0-3
- pasien tampak tenang/rileks
- tanda-tanda vital dalam batas normal: TD: 120-110/70-80 mmhg, Nadi:
60-100x/menit, RR: 16-20x/menit, suhu: 36,5-37,2 0C

Dx 6 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara


kebutuhan dan dan suplai oksigen ditandai laporan verbal kelelahan, dipsnea dan
ketidaknyamanan yang sangat : ADL mandiri, dapat beraktivitas yang
ditoleransi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E, dkk. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Asuhan


Klien Anak-Dewasa, Ed. 9, Volume 1 . Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid I Media. Jakarta:
EGC.
Guyton & Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakar Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing
Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA.
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses penyakit, Edisi empat. Jakarta: EGC.
Suyono, S, et all. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta:
FKUI.
Sudoyo, Aru W.dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Falkutas Kedokteran
Universitas Indonesia..
Smellzer, S.C .2000. dan Bare, B.G. Brunner and Suddarth. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Brass, L. M. 2002. Pneumonia, (online),
(http://www.medistra.com/Artikel_Kesehatan/Pneumonia. html).
Diakses tanggal 7 November 2010.

Anda mungkin juga menyukai