Oleh ;
KADEK ARI NESILAWATI
C2222034
B. ANATOMI FISIOLOGI
Paru-paru adalah organ yang bertugas untuk mengolah udara yang
masuk, memisahkan oksigen dengan karbon dioksida. Organ ini terdiri dari dua
pasang yang masing-masing bagiannya punya ciri yang berbeda. Penasaran
dengan fungsi dan apa saja bagian dari paru-paru? Yuk, mengenal lebih jauh
tentang anatomi paru manusia ini.
Pada dasarnya, paru-paru kanan dan kiri punya ciri yang berbeda.
Misalnya dari berat, paru-paru kiri orang dewasa memiliki berat sekitar 325-550
gram dan paru-paru kanan memiliki berat sekitar 375-600 gram.
Paru-paru kiri terdiri dari dua bagian (lobus) sedangkan yang kanan
memiliki tiga bagian (lobus) yang berbeda. Maka itu, paru-paru kanan punya
ukuran dan berat yang lebih besar ketimbang.
Anatomi paru | Sumber: Discovery Lifesmap
a. Pleura
b. Bronkus (Bronci)
Selain sebagai jalur masuk dan keluarnya udara, bronkus juga berfungsi
untuk mencegah infeksi. Hal ini dikarenakan bronkus dilapisi oleh berbagai
jenis sel, termasuk sel yang bersilia (berbulu) dan berlendir. Sel-sel inilah
yang nantinya menjebak bakteri pembawa penyakit untuk tidak masuk ke
dalam paru-paru.
c. Bronkiolus (Bronchioles)
d. Alveoli
Bagian dari anatomi paru yang satu ini merupakan kelompok terkecil
yang disebut kantong alveolar di ujung bronkiolus. Setiap alveoli adalah
rongga berbentuk cekung yang dikelilingi oleh banyak kapiler kecil.
Setelah itu, karbon dioksida yang merupakan produk limbah dari sel-sel
tubuh mengalir dari darah ke alveoli untuk dihembuskan keluar.
Pertukaran gas ini terjadi melalui dinding alveoli dan kapiler yang sangat
tipis.
C. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Virus : Influensa, parainfluensa,adenovirus.
Bakteri : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus,
Hemofilus influenza, Stafilokokus, Pneumokokus.
Jamur : Pseudomonas, Candida albican.
Aspirasi : Makanan atau benda asing.
Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas
Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk
kanker payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan
selesai ini menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena
mencerna kerosin atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi
(Smeltzer, 2001 : 572). Karena aspirasi/inhalasi (kandungan lambung)
terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang seperti yang terjadi pada
pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung
atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan
kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi
tersembunyi. ( Smeltzer, 2001 :637)
D. KLASIFIKASI
E. PATOFISIOLOGI
F. PATHWAY
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai
seperti ditetapkan hasil pewarnaan Gram. Pinisilin G merupakan
antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. Pneumoniae. Medikasi efektif
lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua
dan ketiga, pinisilin lainnya dan trimetoprim sulfametoksazol (Bactrim)
Pengobatan untuk pneumonia adalah
Pneumonia Obat
Pneumonia bakterialis
Pneumonia Pinisilin G IV
streptococcus Pinisilin V PO. Terapi antibiotik bergantian,
seperti sefuroksim atau sefalosporin generasi
ketiga, eritomosin, setriakson), eritomisin,
klindamisin, pemisilin lain, timetoprim-
sulfametoksazol(bactrim)
Pneumonia Nafcilin, metisilin, oksasilin, vankomisin untuk
stapilococus organisme yang resisten terhadap metisilin atau
pasien yang alergi terhadap penisilin
Pneumonia Gantamisin, tobramisin, sefalosporin, generasi
klebsiella ketiga ( sefotaksim, seftizoksim, seftriakson)
Pneumonia Piperasilin, tikarsilin dikombinasi dengan
pseudomonas gentamisin atau ortobramisin
Haemophilus Amphisilin, amoksilin, augmenti sefaklor atau
influenza sefuroksim. Trimethoprim-sulfametaksozal bagi
pasien yang alergi terhadap pinisilin.
Pneumonia atipikal
Penyakit Eritromisin, rifampin
legionnaires
Pneumonia Eritromisin, derivat tetrasiklin ( Doxycycline)
mikoplasma
Pneumonia virus Amatadine, rimantadine. Diobati secara
simptomatis.
Pneumonia Trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone,
pnemosistis carinii pentamidin
(PCP)
Pneumonia fungi Flusitoasin dengan ampotensin B pada pasien
non-neurotropenik. Ketotanazol, Lobektomi dari
bola fungus.
Pneumonia Doksisklin, eritromisin, klarifomisin, azitromisin
klamidia
(pneumonia
TWAR)
Tuberculosis Rimfampi, streptomisin, atambutol, isoniazid
(INH), pirazinamid
2. Terapi oksigen untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96
% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
3. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental,
dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
4. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
5. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
6. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah :
- Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker.
- Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan CO 2 didapat asidosis,
henti nafas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif
8. Tirah baring sampai infeksi menunjukan tanda-tanda penyembuhan. Jika
pasien di rawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat dan secara
kontinu sampai kondisi klinis membaik.
(Smeltzer, 2005 588-571, 575; Sudoyo ; 2006 : 969)
I. Komplikasi
- Hipotensi dan syok.
- Gagal pernafasan
- Atelektasis.
- Efusi pleural
- Delirium.
- Superinfeksi
(Smeltzer, 2005 : 579)
J. Gejala klinis
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
o Nyeri dada
o Demam
o Malaise (Kelemahan)
o Batuk produktif berupa sputum
o Sianosis
o Ronchi
o Sesak
1. Pneumonia bakterial/pneumokokus
- Awitan menggigil
- Demam yang timbul dengan cepat (39,50C 40,5 0C ( 1020F-
1050F).
- Nyeri dada yang terasa tertusuk-tusuk yang dicetuskan oleh
bernafas dan batuk
- Takipnea ( 25-45 x/menit).
- Pernafasan mendengkur, cuping hidung,.
- Penggunaan otot-otot bantu aksesori pernafasan.
2. Pneumonia atipikal.
Beragam dalam gejalanya, tergantung pada organism penyebab. Banyak
pasien mengalami infeksi saluran pernafasan atas (kongesti anasal, sakit
tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang
menonjol :
- Sakit kepala.
- Demam tingkat rendah.
- Nyeri pleuritus.
- Mialgia.
- Ruam.
- Faringitis.
- Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen
dikeluarkan .
- Nadi cepat
Gejala lainnya:
- Pipi berwarna kemerahan.
- Warna mata menjadi lebih terang
- Bibir serta bidang kuku sianotik.
- Berkeringat.
- Sputum pirulen, berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada
pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan
streptokokus, Pneumonia Klebsiella juga mempunyai sputum
kental, sputum H. influenza biasanya berwarna hijau.(Smeltzer,
2001 : 574-575).
K. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik difokuskan pada area dada
Penegakan diagnosis dibuat dengan pengarahan kepada terapi empiris,
mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit dan perkiraan jenis
kuman penyebab infeksi. Dugaan mikrorganisme penyebab infeksi mengarahkan
pada pemilihan antibiotic yang tepat.
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang
sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan
penunjang. Diagnosa etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan
atau serologi.
Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat
dilakukanpun kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan
pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut, pneumonia dibedakan atas :
- Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup
minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
- Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup
minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
- Pneumonia : bila tidak ada retraksi, tetapi nafas cepat, tidak perlu dirawat,
cukup diberi antibiotik oral.
Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas,
tidak perlu dirawat. (Mansjoer, 2000: Inspeksi : pernafasan cuping hidung,
penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dada
Palpasi : taktil fremitus meningkat dengan konsolidasi
Perkusi : pekak diatas area yang konsolidasi
Auskulatasi : suara ronki nyaring, suara pernafasan bronchial.
Data obyektif:
- letargi
- penurunan toleransi terhadap aktifitas.
B. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung/GJK kronis.
Data obyektif:
- Takikardi
- Wajah tampak kemerahan atau pucat
C. Integritas ego
Data Subyektif:
- Banyaknya stressor, masalah financial.
Data obyektif:
- Kesedihan.
D. Makan/minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea/vomitus
Data obyektif:
- Distensi abdomen
- Hiperaktif bunyi usus
- Kulit kering dengan turgor kulit buruk
- Penampilan kakeksia (malnutrisi)
E. Sensori neural
Data Subyektif:
- nyeri kepala pada daerah frontal.
Data obyektif:
- Status mental: bingung, somnolen
F. Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala
- Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal.
- Mialgia, artralgia.
Data obyektif:
- Gelisah
- Meringis
G. Pernafasan
Data Subyektif:
- Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, Perokok (faktor resiko)
Data Obyektif:
- Sputum: merah muda, berkarat atau purule.
- Perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi
- Fremitus: vocal bertahap meningkat
- Bunyi nafas: menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat, atau
nafas bronchial
- Warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
H. Keamanan
Data Subyektif:
- Demam (misalnya: 38,5-39,6°C)
Data obyektif:
- Berkeringat
- Menggigil berulang, gemetar
I. Penyuluhan/pembelajaran
Data Subjektif:
- Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi,
produksi sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ditandai dengan pasien tampak sesak
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
3. Perencanaan Keperawatan
A. Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara
nafas ronchi, produksi sputum
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
.x
..menit,
bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak
berwarna) atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri: 1. Mengidentifikasi kelainan
1. Auskultasi suara nafas, pernafasan berhubungan
perhatikan bunyi nafas abnormal dengan obstruksi jalan napas
2. Monitor usaha pernafasan, 2. Menentukan intervensi yang
pengembangan dada, dan tepat dan mengidentifikasi
keteraturan derajat kelainan pernafasan
3. Observasi produksi sputum, 3. Merupakan indikasi dari
muntahan, atau lidah jatuh ke kerusakan jaringan otak
belakang
4. Pantau tanda-tanda vital
4. Untuk mengetahui keadaan
terutama frekuensi pernapasan
umum pasien
5. Berikan posisi semifowler jika
5. Meningkatkan ekspansi paru
tidak ada kontraindikasi
optimal
6. Ajarkan klien napas dalam dan
6. Batuk efektif akan membantu
batuk efektif jika dalam keadaan
dalam pengeluaran secret
sadar
sehingga jalan nafas kembali
efektif
7. Berikan klien air putih hangat
7. Fisioterapi dada terdiri dari
sesuai kebutuhan jika tidak ada
postural drainase, perkusi dan
kontraindikasi
fibrasi yang dapat membantu
dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien
kembali efektif
8. Lakukan fisioterapi dada sesuai 8. Untuk meningkatkan rasa
indikasi nyaman pasien dan membantu
pengeluaran sekret
9. Lakukan suction bila perlu
9. Membantu dalam pengeluaran
sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif secara
mekanik
10. Lakukan pemasangan selang 10.Membantu membebaskan jalan
orofaringeal sesuai indikasi napas
Kolaborasi
11. Berikan O2 sesuai indikasi 11. Memenuhi kebutuhan O2
12. Berikan obat sesuai indikasi 12. Membantu membebaskan
misalnya bronkodilator, jalan napas secara kimiawi
mukolitik, antibiotik, atau
steroid
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan 1. Berguna dalam evaluasi derajat
kedalaman pernafasan. Catat distress pernapasan atau
penggunaan otot aksesori, napas kronisnya proses penyakit
bibir, ketidak mampuan
berbicara / berbincang
2. Mengobservasi warna kulit, 2. Sianosis kuku menggambarkan
membran mukosa dan kuku, vasokontriksi/respon tubuh
serta mencatat adanya sianosis terhadap demam. Sianosis
perifer (kuku) atau sianosis cuping hidung, membran
pusat (circumoral) mukosa, dan kulit sekitar mulut
dapat mengindikasikan adanya
hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang 3. Mencegah kelelahan dan
memburuk. Mencatat adanya mengurangi komsumsi oksigen
hipotensi,pucat, cyanosis, untuk memfasilitasi resolusi
perubahan dalam tingkat infeksi.
kesadaran, serta dispnea berat
dan kelemahan.
4. Menyiapkan untuk dilakukan 4. Shock dan oedema paru-paru
tindakan keperawatan kritis jika merupakan penyebab yang
diindikasikan sering menyebabkan kematian
memerlukan intervensi medis
secepatnya. Intubasi dan
ventilasi mekanis dilakukan
pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
5. Berikan posisi semifowler jika 5. Meningkatkan ekspansi paru
tidak ada kontraindikasi optimal
Kolaborasi
6. Memberikan terapi oksigen 6. Pemberian terapi oksigen
sesuai kebutuhan, misalnya: untuk menjaga PaO2 diatas 60
nasal kanul dan masker. mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan
7. Memonitor ABGs, pulse toleransi dengan pasien
oximetry
7. Untuk memantau perubahan
proses penyakit dan
memfasilitasi perubahan dalam
terapi oksigen
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau TTV. 1. Untuk mengetahui keadaan
umum pasien
2. Observasi suhu kulit dan catat 2. Untuk mengetahui peningkatan
keluhan demam. suhu tubuh pasien
3. Berikan masukan cairan sesuai 3. Untuk menanggulangi terjadinya
kebutuhan perhari, kecuali ada syok hipovolemi
kontraindikasi.
4. Berikan kompres air 4. Untuk menurunkan suhu tubuh
biasa/hangat
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian cairan IV. 5. Untuk menanggulangi terjadinya
syok hipovolemi
6. Kolaborasi pemberian obat 6. Untuk menurunkan suhu tubuh
antipiretik yang bekerja langsung di
hipotalamus
Intervensi:
Intervensi Rasional
a. Pantau pasien untuk melakukan a. agar pasien tidak kelelahan
aktivitas b. agar dapat mengurangi
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
keletihan c. untuk mengalihkan perhatian
c. Anjurkan aktivitas alternatif pasien agar tidak jenuh
sambil istirahat d. untuk menjaga kesehatan agar
d. Pertahankan status nutrisi yang tidak cepat lelah
adekuat
4. Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
eksudat ditandai dengan penurunan suara nafas, suara nafas ronchi, produksi
sputum :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- pasien dapat batuk efektif
- Suara nafas abnormal tidak ada ( ronchi)
- sputum berkurang ( sputum jernih, tidak berbau dan tidak berwarna)
atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-20)x/menit