Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN

PNEUMONIA

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi. Ia juga dikenali sebagai pneumonitis,
bronchopneumonia dan community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000). Menurut
Price (2005) pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Jadi pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus atau fungi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu (Price, 2005):
a. Pneumonia lobaris
Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat intra alveolar.
Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism penyebab tersering.
b. Pneumonia nekrotisasi
Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat mengalami nekrosis
kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia lobular/bronkopneumonia
Adanya penyebaran daerah infeksi yang bebercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4
cm yang mengelilingi. Staphylococcus dan Streptococcus adalah penyebab infeksi
tersering.
d. Pneumona interstitial
Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan infiltrate dalam dinding
alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan tidak ada konsolidasi.
disebabkan oleh virus atau mikoplasma.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA
antara lain :
a. Pneumonia sangat berat
Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum, harus dirawat di rumah sakit.
b. Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum, di rawat
rumah sakit dan diberi antibiotic.
c. Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat, tidak perlu
dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
d. Bukan pneumonia
Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu
antibiotik.
2. Etiologi
Menurut (Smeltzer and Bare, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
a. Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan haemophilus influenza
b. Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
c. Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin atau
inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena aspirasi/inhalasi (kandungan
lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang seperti yang terjadi pada
pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada
keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan lambung
mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pneumonia menurut Mansjoer (2000):
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malaise, anoreksia, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi sputum,
cuping hidung, sesak napas, merintih, dan sianosis. Tanda pneumonia berupa retraksi
(penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan
peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas
melemah, dan ronkhi.
c. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak dada tertinggal di daerah efusi, perkusi
pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, friction rub, nyeri dada karena iritasi
pleura, kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi), nyeri abdomen
(kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
Sedangkan menurut (Price,2006), yaitu:
a. Pneumonia bacterial
Tanda dan gejala awitan pneumonia pneumococus bersifat mendadak, disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk, dan sputum yang berwarna seperti karat.
Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar diatas jaringan yang terserang,
pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan
b. Pneumonia virus
Tanda dan gejala sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot dan kelemahan, nadi cepat, dan bersambungan (bounding)
c. Pneumonia aspirasi
Tanda dan gejala adalah produksi sputum berbau busuk, dispneu berat, hipoksemia,
takikardi, demam, tanda infeksi sekunder
d. Pneumonia mikoplasma
Tanda dan gejala adalah nadi meningkat, sakit kepala, demam, faringitis.
4. Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia
(Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 2005) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat
fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara,
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru
tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali
pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).
5. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya
a. Radiologi (foto toraks), terindikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkial),
dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema (staphilokokus),
penyebaran atau lokasi infiltrat (bakterial), atau penyebaran/extensive nodul infiltrat
(sering kali viral), pda pneumonia mycoplasma foto toraks mungkin bersih
b. Analisa Gas Darah dan Pulse Oximetry, abnormalitas mungkin timbul tergantung dari
luasnya kerusakan paru-paru.
c. Pewarnaan Gram/Culture Sputum dan Darah; didapatkan dengan needle biopsy,
aspirasi transtrakheal, fiberoptik bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk
mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat
ditemukan, seperti Diplococus pneumoniae, Staphylococus aureus, A. Hemolytic
streptococus, dan Hemophilus Influenzae.
d. Periksa Darah Lengkap : leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan
darah putih (white blood count – WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi; membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara
spesifik.
f. LED; meningkat
g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun,
hipoksemia.
h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Billirubin mungkin meningkat.
6. Pathways: terlampir
7. Komplikasi
Menurut Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi menyertai
pneumonia adalah:
- abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang,
- efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura,
- empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah,
- gagal nafas,
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial,
- meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak,
- pneumonia interstitial menahun,
- atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
- rusaknya jalan nafas

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1. Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
2. Bunyi napas ronchi
b. Breathing
1. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
2. Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping hidung
3. Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
4. Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation
1. Akral dingin
2. Adanya sianosis perifer
d. Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran
e. Exposure
2. Pengkajian Sekunder
a. Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir, usia.
Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b) Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan sesak nafas.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada
auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala lain adalah dull (redup)
pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine
crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang, ronkhi
halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
c. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya
efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari
pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga
macam yaitu ; konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram,
biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia
intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan
bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat
terjadi pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena S aureus
dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan
peribronchial yang bertambah, dan tampak infiltrat halus sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle
dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran
berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus.
Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun
para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga
pasien perlu diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan
dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena
penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga
menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90%
penderita pneumonia dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum
kurang berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk
Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test untuk
deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. 2009. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1.
Jakarta: EGC

Gallo & Hudak. 2010. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa,
Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.

Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: EGC.


WOC

Etiologi : jamur bakteri virus protozoa


dll

Terhirup/teraspirasi

Masuk ke paru-paru > alveoli

Proses peradangan

infeksi Peningkatan suhu tubuh Eksudat dan serous masuk kedalam peningkatan konsentrasi
alveoli protein cairan alveoli

Kerja sel goblet me hipertermi Keringat SDM dan leukosit PMN


mengisi alveoli Tekanan hidrostatik , tekanan
Produksi osmosis meningkat
sputum Resti kekurangan
volume cairan Konsolidasi di alveoli
Difusi
Akumulasi sputum Tertelan
dijalan napas ke Complience paru menurun
lambung Akumulasi cairan di alveoli

Akumulasi sputum Lambung


mengadakan Suplai O2 menurun
(sputum bersifat Cairan menekan saraf
basa) di lambung usaha untuk
menyeimbang
MK : Bersihan jalan
napas tidak efektif kan asam basa MK : intoleransi aktivitas Gangguan
Nyeri pleuritik
pertukaran gas

Peningkatan MK : Perubahan
Mual, muntah nutrisi kurang
asam lambung
darikebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai