Anda di halaman 1dari 36

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

“ PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM

TERHADAP NYERI DADA PADA PASIEN

INFARK MIOKARD AKUT “

OLEH:
LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST
NIM 14901.08.21086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021
ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

A. JUDUL

“PENGARUH TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP

NYERI DADA PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT “ di ruang

Dhoho RSUD Prof. Dr. Soekandar , Surabaya . Jurnal ini diteliti oleh Herlina

Iskandar, I Made Sutarna, Anita Joeliantina Mahasiswa Prodi DIV Mitra

Spesialis Peminatan Keperawatan Kardiovaskuler Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Surabaya.

B. FAKTA

Nyeri dada pada pasien Infark miokard akut dapat ditarik beberapa

kesimpulan yaitu:

1) Sebagian besar (70,6%) pasien IMA mengalami tingkat nyeri dada sedang

sampai berat sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam.

2) Sebagian besar (88,2%) pasien IMA masih mengalami tingkat nyeri dada

sedang setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam.

Sehingga kesimpulannya tidak terdapat pengaruh pemberian teknik

relaksasi nafas dalam terhadap nyeri dada pasien IMA di ruang Dhoho RSUD

Prof. Dr. Soekandar Mojosari (p=0,083>α=0,05).

Oleh karena itu disarankan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA) yang

sedang mengalami nyeri dada sedang atau berat, yang tidak bisa diatasi

dengan pemberian tehnik relaksasi napas dalam, diharapkan dapat segera


memperoleh terapi farmakologi dan terapi medis yang cepat dan tepat, untuk

mencegah perluasan infark. Dan diharapkan kepada Perawat dapat

menerapkan teknik relaksasi nafas dalam pada saat nyeri berlangsung, untuk

membantu menurunkan nyeri dada pada pasien IMA. Sehingga dapat

digunakan sebagai alternatif pilihan tindakan mandiri perawat, disamping

pemberian terapi medis, sehingga pasien tidak masuk dalam tingkat nyeri

yang lebih berat.

Pengaruh Tehnik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Nyeri Dada pada

Pasien IMA dengan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test

menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam

terhadap nyeri dada pasien IMA di ruang Dhoho RSUD Prof. Dr. Soekandar

Mojosari (p=0,083>α=0,05). Setelah diberikan tehnik relaksasi napas dalam

sebagian besar (82,4%) nyeri dada pasien IMA tetap ada. Pasien IMA yang

mengalami penurunan nyeri dada hanya sebesar 17,6% (3 orang).

Dari hasil observasi pengukuran tingkat nyeri dada sebelum dan sesudah

pemberian tehnik relaksasi napas dalam, didapatkan hasil bahwa hanya 3

pasien (17,6%) yang mengalami penurunan nyeri dada dari tingkat nyeri berat

menjadi nyeri sedang, sehingga sebagian besar pasien masih mengalami

tingkat nyeri sedang.

C. TEORI

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama mortalitas dan

morbiditas. Di negara-negara industri kelainan ini menyebabkan hampir 50%

kematian setiap tahunnya. Sementara yang bertahan hidup akan menambah


jumlah morbiditas penyakit kardiovaskuler tersebut. Di Indonesia, pada tahun

2002 penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian pertama

dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Joewono Budi S. 2003). Nyeri dada

merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik.

Sebagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan

oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Diagnosa yang tepat

sangat tergantung dari pemeriksaan fisik yang cermat, pemeriksaan khusus

lainnya serta anamnesa dari sifat nyeri dada, mengenai lokasi, penyebaran,

lama nyeri serta faktor pencetus yang dapat menimbulkan nyeri dada. Infark

miokard akut atau dikenal juga sebagai serangan jantung atau serangan

koroner, umumnya disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner secara tiba-

tiba akibat pecahnya plak lemak aterosklerosis pada arteri koroner, yang

mengakibatkan terbentuknya sumbatan atau oklusi sehingga memutuskan

aliran darah ke otot jantung (Soeharto, 2004).

Perawat dengan menggunakan pengetahuaanya, dapat mengatasi masalah

nyeri pada IMA secara mandiri maupun kolaborasi dengan menggunakan dua

pendekatan, yaitu pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Pendekatan

farmakologi merupakan pendekatan kolaborasi antara dokter dengan perawat

yang menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan nyeri.

Sedangkan pendekatan non farmakologi merupakan pendekatan untuk

menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri yang

meliputi: stimulus dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi syaraf
elektris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis dan teknik

relaksasi napas dalam (Brunner & Suddart, 2002).

Teknik relaksasi napas dalam merupakan intervensi mandiri keperawatan

dimana perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan napas

dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan napas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas

nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkkan ventilasi paru

dan meningkatkan oksigenasi darah (Burnner & Suddart, 2002).

Tehnik relaksasi napas dalam merupakan metode yang tepat untuk

menghilangkan nyeri terutama pada pasien yang mengalami nyeri yang

sifatnya kronis (Priharjo, 1993), sehingga pada nyeri IMA yang sifatnya akut,

tehnik relaksasi napas dalam kurang membantu dalam penurunan nyeri, hal ini

berhubungan dengan adanya sumbatan pada arteri koroner yang menyebabkan

suplai oksigen dalam darah berkurang, yang mempengaruhi dalam

metabolisme di koroner, sehingga menyebabkan peningkatan asam laktat yang

dapat menimbulkan nyeri dada (Brunner& Suddarth, 2002). Tehnik relaksasi

napas dalam dan observasi perubahan tingkat nyeri dada seharusnya diberikan

secara berkesinambungan, namun pada penelitian ini hanya diberikan pada

satu waktu saja sehingga belum diketahui hasil yang maksimal, yang

seharusnya pemberian tehnik reaksasi napas dalam dapat menurunkan nyeri,

dalam penelitian ini didapatkan hasil yang tidak signifikan artinya pemberian

tehnik relaksasi napas dalam tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat

nyeri dada pada pasien IMA. Padahal dalam teori disebutkan bahwa tehnik
relaksasi napas dalam, dapat membantu mengurangi nyeri, sehingga membuat

pasien merasa nyaman, tidak gelisah. Pada saat relaksasi, sel-sel otot jantung

yang mengalami vasokonstriksi akibat adanya iskemia dan nekrosis, akan

mengalami vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah

sehingga kebutuhan darah dan oksigen tercukupi (Brunner & Suddarth, 2002).

Hal ini dapat memperbaiki arteri koronaria yang mengalami iskemik dapat

hidup kembali sehingga mengurangi jaringan yang nekrosis, dan perluasan

infark dapat dicegah. Hal ini juga dapat disebabkan pada pasien yang

mengalami tingkat nyeri berat, sukar diturunkan dengan pemberian tehnik

relaksasi napas dalam, karena memerlukan terapi farmakologi dan terapi

medis yang cepat dan tepat, seperti pemberian morfin dan perlunyareperfusi

miokard dengan trombolitik atau dengan revaskularisasi arteri koroner, untuk

perbaikan koroner dan mencegah perluasan infark (Kabo, 2011).

D. OPINI

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama mortalitas dan

morbiditas. Di Indonesia, pada tahun 2002 penyakit infark miokard akut

merupakan penyebab kematian pertama. Nyeri dada merupakan salah satu

keluhan yang paling banyak ditemukan di klinik. Sebagian besar penderita

merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut disebabkan oleh penyakit jantung

ataupun penyakit paru yang serius

Infark miokard akut atau dikenal juga sebagai serangan jantung atau

serangan koroner, umumnya disebabkan oleh penyumbatan arteri koroner

secara tiba-tiba akibat pecahnya plak lemak aterosklerosis pada arteri koroner,
yang mengakibatkan terbentuknya sumbatan atau oklusi sehingga memutuskan

aliran darah ke otot jantung

Padahal dalam teori disebutkan bahwa tehnik relaksasi napas dalam, dapat

membantu mengurangi nyeri, sehingga membuat pasien merasa nyaman, tidak

gelisah. Pada saat relaksasi, sel-sel otot jantung yang mengalami vasokonstriksi

akibat adanya iskemia dan nekrosis, akan mengalami vasodilatasi pembuluh

darah dan akan meningkatkan aliran darah sehingga kebutuhan darah dan

oksigen tercukupi (Brunner & Suddarth, 2002). Hal ini dapat memperbaiki

arteri koronaria yang mengalami iskemik dapat hidup kembali sehingga

mengurangi jaringan yang nekrosis, dan perluasan infark dapat dicegah.

Tapi kenyataannya pasien IMA kebayakan mengalami tingkat nyeri berat,

sukar diturunkan dengan pemberian tehnik relaksasi napas dalam, karena

memerlukan terapi farmakologi dan terapi medis yang cepat dan tepat, seperti

pemberian morfin dan perlunya reperfusi miokard dengan trombolitik atau

dengan revaskularisasi arteri koroner, untuk perbaikan koroner dan mencegah

perluasan infark.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Vol 1, Edisi 8, Jakarta:
EGC, hal 218.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah vol 2, Edisi 8, Jakarta:
EGC, hal 788

Joewono Budi S. 2003. Ilmu Penyakit Jantung, Surabaya: Airlangga University


Press, hal 130.

Kabo Peter. 2010. Bagaimana Menggunakan Obat Kardiovaskuler Secara


Mandiri, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI, hal 142.

Priharjo R. 1996. Keperawatan Nyeri, Jakarta: EGC, hal 42. Patricia& Perry.
2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7, Jakarta:

Salemba Medika, hal 225. Prasetyo, SN. 2010. Konsep Dan Proses Keperawatan
Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu, hal 41-49.

Ramdhani, P & Putra, AA. 2006, Studi Pendahuluan Multimedia Interaktif :


Pelatihan Relaksasi. Diambil tanggal 5 Mei 2012 jam 08.00.
http://lib.ugm.ac.id/data/pubdata/relaksasi. pdf

Soeharto, Iman. Serangan Jantung dan Stroke hubungannya dengan lemak dan
kolesterol. Edisi kedua. Jakarta: Gramedia hal 23
ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

“ MANAGEMENT KEPERAWATAN SESAK NAFAS

PADA PASIEN ASMA DI UNIT GAWAT DARURAT :


LITERATURE REVIEW “

OLEH:
LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST
NIM 14901.08.21086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

A. JUDUL

Management Keperawatan Sesak Nafas pada Pasien Asma di Unit Gawat


Darurat : Literature Review. Jurnal ini diteliti oleh Fida Husain , Anita Okty
Purnamasari, Anjula Roselini Istiqomah, Ardhiapramesthi Laksita Putri,
Dosen Universitas ‘Aisyiyah Surakarta dan Mahasiswa Profesi Ners
Universitas ‘Aisyiyah Surakarta.
B. FAKTA
Literature review ini mendapatkan hasil bahwa manajemen keperawatan
sesak nafas pada pasien asma dapat dilakukan dengan memberikan intervensi
berupa teknik relaksasi nafas dalam dan posisi, Respiratory Muscles
Stretching, teknik Pernafasan Buteyko, latihan batuk efektif pada nebulizer,
teknik relaksasi nafas dalam dan terapi guided imagery. Terdapat perbedaan
yang signifikan antara pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan gejala pernapasan pada pasien asma.
Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi sesak nafas pada pasien asma
antara lain teknik nafas dalam dan pengaturan posisi, Respiratory Muscles
Stretching, teknik Pernafasan Buteyko, latihan batuk efektif pada nebulizer,
teknik relaksasi nafas dalam dan Terapi Guided Imageri. Dan semua intervensi
hasil literature review ini berupa teknik nafas dalam dan pengaturan posisi,
Respiratory Muscles Stretching, teknik Pernafasan Buteyko, latihan batuk
efektif pada nebulizer, teknik relaksasi nafas dalam dan Terapi Guided Imageri
untuk mengurangi sesak nafas pada pasien asma.
C. TEORI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakhea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
(Smeltzer & Bare, 2008). Penyakit asma merupakan masalah kesehatan
didunia, karena menurunkan kualitas hidup dan produktivitas pasiennya
(Global Burden Report of Asthma, 2013).
Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan
relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. Prevalensi
asma menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 sekitar 235 juta
dengan angka kematian lebih dari 80% dinegara-negara berkembang. Penyakit
asma di Indonesia termasuk sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan dan
kematian. Angka kejadian asma tertinggi dari hasil survey Riskesdas ditahun
2013 mencapai 4,5% dengan penderita terbanyak adalah perempuan yaitu 4,6%
dan laki-laki sebanyak 4,4%. (Kemenkes, 2016).
Asma ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak
napas dan rasa berat. Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat
dan mengancam kehidupan. Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam
pengobatan farmakologik dan pengobatan non farmakologik. Pengobatan non
farmakologik terdiri dari : penyuluhan, menghindari faktor pencetus, fisioterapi
dan relaksasi napas dalam. Tujuannya dari relaksasi napas dalam untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, dan meningkatkan efisiensi batuk. Kemudian pengobatan
farmakologik asma terdiri dari: agonis beta, metilxantin, kortikosteroid,
kromolin dan iprutropium bromide (Smeltzer dan Bare, 2009).
Literature review yang telah dilakukan pada penelitian Fithriana, D (2017)
berjudul Efektifitas Pemberian Tehnik Relaksasi Napas Dalam Terhadap
Penurunan Gejala Pernapasan Pada Pasien Asma. Penelitian tersebut
dibutuhkan literature review untuk melihat intervensi apa saja yang efektif
untuk mengurangi sesak nafas pada pasien asma. Intervensi yang dilakukan
untuk mengurangi sesak nafas antara lain teknik nafas dalam dan pengaturan
posisi, Respiratory Muscles Stretching, teknik Pernafasan Buteyko, latihan
batuk efektif pada nebulizer, teknik relaksasi nafas dalam dan Terapi Guided
Imageri.
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa gejala asma sangat bervariasi
antara seorang penderita satu dengan penderita lainnya, gejala asma terdiri dari
triad, yaitu : dispnue, batuk dan mengi (Somantri, 2012). Gejala tersebut
disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini disebabkan oleh
mengkerutnya otot-otot yang melingkari saluran nafas, membengkak dan
meradangnya jaringan sekitar selaput lendir atau dahak yang ditumpahkan ke
saluran nafas (Suddarth, 2013).
Respiratory Muscles Stretching juga dapat meningkatkan saturasi oksigen
(Widiyaningsih., Yunani., & Jamaluddin, M, 2018). Latihan peregangan otot
bantu pernafasan akan mengembalikan panjang otot kekeadaan alamiah
sehingga dapat meningkatkan oksigenasi atau proses pertukaran oksigen dan
karbondioksida di dalam sel serta menstimulasi aliran drainase sistem getah
bening. Disamping itu latihan juga dapat merelaksasikan otot, dan asam laktat
yang terjadi sebagai hasil dari metabolism anaerob akibat iskemik dapat
dikeluarkan dengan baik sehingga akan mengurangi nyeri pada otot-otot
pernafasan. Latihan respiratory muscles stretching dapat mengembalikan
fungsi otot-otot pernafasan tersebut sehingga dapat meningkatkan saturasi
pasien asma (Gunardi, 2007).
Salah satu bagian dari teknik dari pernapasan buteyko adalah control pause
yang bermanfaat mengurangi hiperventilasi. Pada saat melakukan control
pause, hidung ditutup dengan jari di akhir exhalasi dan hitung BTH (breathing
holding time) dalam beberapa detik. Pasien harus menutup hidung sampai ada
keinginan untuk bernapas. Kemudian melakukan inspirasi dan ekspirasi seperti
normal kembali. Ketika melakukan exhalasi, maka mulut harus dalam keadaan
tertutup (Rakhimov, 2013).
Latihan batuk efektif pada nebulizer juga dapat membantu meringankan
sesak nafas (Tafdhila., & Kurniawati, A, 2019). Manfaat latihan batuk efektif
untuk melonggarkan dan melegakan saluran pernafasan maupun mengatasi
sesak nafas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernafasan akibat
pengaruh nekrose serta membantu membersihkan jalan nafas (Mutaqqin,
2012).

D. OPINI

Asma ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak
napas dan rasa berat. Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat
dan mengancam kehidupan.
Dengan melatih otot-otot pernafasan akan meningkatkan fungsi otot
respirasi, beratnya gangguan pernafasan akan berkurang, dapat meningkatkan
toleransi terhadap aktivitas, serta dapat menurunkan gejala dispnea.
Oleh sebab itu dengan melatih otot-otot pernafasan berulang kali secara
teratur dan rutin dapat membantu seseorang meningkatkan fungsi otot
respirasi, mengurangi beratnya gangguan pernafasan, meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas, dan menurunkan gejala dyspnea, sehingga dapat terjadi
peningkatan perfusi dan perbaikan kinerja alveoli untuk mengefektifkan difusi
oksigen yang akan meningkatkan kadar O2 dalam paru dan terjadi
peningkatan pada saturasi oksigen.
ANALISA

JURNAL KEPERAWATAN

“ GAMBARAN NILAI SATURASI OKSIGEN (SO2)


DENGAN TEKANAN OKSIGEN (PO2) PADA PASIEN
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) “

OLEH:
LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST
NIM 14901.08.21086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
GENGGONG
2021

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

A. JUDUL

“ GAMBARAN NILAI SATURASI OKSIGEN ( SO2 ) DENGAN


TEKANAN OKSIGEN ( PO2 ) PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG
KORONER ( PJK ) ” di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura. Jurnal ini
diteliti oleh Paulina Kadam , Ni Putu Rahayu , I Wayan Tanjung Aryasa yang
merupakan mahasiswa Program Studi Teknologi Laboratorium Medik,
Universitas Bali Internasional
B. FAKTA
Pada pemeriksaan analisa gas darah ( AGB) membuktikan bahwa usia 51
tahun keatas adalah usia rentan terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh
serangan jantung dengan indikasi berupa kenaikan enzim secara biokimia
berupa peningkatan kadar kolesterol marker, rasa nyeri pada dada, dan ketidak
normalan hasil elektrokardiogram (EKG)
Ciri - ciri fisik dari pasien PJK adalah indikasi sesak nafas dan irama
jantung yang tidak stabil akibat dari asupan oksigen di dalam darah
berkurang. Hasil dengan PO2 antara 70-80 mmHg menunjukkan bahwa
pasien tersebut dalam kondisi hipoksemia sedang atau kondisi pasien berupa
rendahnya kadar oksigen dalam darah, khususnya di arteri. Sehingga ada
hubungan antara saturasi oksigen dengan tekanan oksigen pada pasien PJK.
Hasil pemeriksaan semua pasien dengan riwayat PJK di RSUD Jayapura
umumnya akan memiliki tekanan darah tinggi, kolesterol dan trigliserida
tinggi, diabetes, kegemukan, kebiasaan merokok, serta peradangan pada
pembuluh darah merupakan faktor utama yang melukai dinding arteri
sehingga jumlah PO2 dalam plasma akan menurun . Sedangkan, sebanyak 20
orang memiliki PO2 diatas 100 mmHg, peningkatan nilai PO2 dapat terjadi
pada peningkatan penghantaran O2 oleh alat bantu, contohnya nasal prongs,
alat ventilasi mekanik hiperventilasi dan polisitemia, peningkatan sel darah
merah dan daya angkut oksigen khusus. Hal itu menunjukkan bahwa pasien
dengan perawatan di ICU akan mendapatkan bantuan alat pernfasan karena
dalam kondisi tidak sadarkan diri, sehingga nilai PO2 juga akan meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
nilai SO2 dengan PO2 pada pasien penyakit jantung koroner di RSUD
Jayapura adalah berbanding lurus, yaitu semakin menurunnya SO2, PO2
juga akan mengalami penurunan pada pasien PJK, dengan jumlah empat
orang mengalami hipoksemia sedang, lima orang dengan PO2 normal, dan
21 orang dengan PO2 tinggi karena telah mendapat alat bantu ventilator.
C. TEORI
World Health Organization (WHO) tahun 2018 melaporkan pada tahun
2018 angka kematian sebanyak 3 juta jiwa dan pada tahun 2018 meningkat
sebanyak 17,9 juta jiwa atau 31% kematian akibat penyakit jantung koroner
di seluruh dunia dan lebih dari 75% terdapat di negara – negara yang
berpenghasilan menengah ke bawah dan 85% penderita jantung koroner
mengalami stroke (WHO, 2018). Pada pasien penyakit jantung koroner
dengan pola nafas tidak efektif terjadi karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru-paru sehingga terjadi peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru yang menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru (Nugroho, 2016).
Menurut Suratinoyo (2016) pada pasien penyakit jantung koroner sering
kesulitan mempertahankan oksigenasi sehingga mereka cenderung sesak nafas.
Gangguan kebutuhan oksigenasi menjadi masalah penting pada pasien
penyakit jantung koroner. Untuk itu, sebaiknya masalah tersebut segera
ditangani agar tidak memperparah kondisi tubuh pasien. Upaya pemenuhan
kebutuhan oksigenasi bisa dilakukan dengan pemberian oksigen, memberikan
posisi semi fowler, auskultasi suara nafas, dan memonitor respirasi dan status
O2.
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan
hidup dan aktivitas sebagian organ atau sel (Hidayat, 2006). Banyak cara yang
bisa digunakan untuk memberikan oksigen dengan berbagai konsentrasi
oksigen yaitu lebih dari 21% sampai 100% tergantung pada alat atau metode
pemberian oksigen yang digunakan (Rosdahl, 2015).
Oksigenasi adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan
mengeluarkan CO2. Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel.
Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya
pasien akan meninggal. Oksigen memegang peranan penting dalam semua
proses tubuh secara fungsional.
Pada usia 51 tahun keatas adalah usia rentan terjangkitnya penyakit
yang disebabkan oleh serangan jantung dengan indikasi berupa, kenaikan
enzim secara biokimia berupa peningkatan kadar kolesterol marker, rasa
nyeri pada dada, dan ketidak normalan hasil elektrokardiogram (EKG)
(Astowo, 2005). Namun ada kecenderungan usia dibawah 50 tahun terkena
PJK karena faktor gaya hidup. Faktor tersebut diantaranya adalah kebiasaan
merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, jarang beraktifitas, makan-
makanan yang cenderung mengandung lemak jenuh, dan faktor genetic
(Farhan, 2015).
Kecenderungan wanita lebih sedikit mengidap PJK karena dipengaruhi
oleh hormon estrogen. Hormon penunjang organ reproduksi ini melindungi
wanita dari PJK sampai fase menopause. Hormon estrogen ini dapat
membantu menjaga produksi kolesterol oleh hati sehingga mengurangi risiko
penumpukan plak dalam arteri koroner sehingga hal tersebut membuat
perempuan lebih rendah beresiko PJK (Mutaqqin, 2009). Ketika produksi
hormon estrogen sudah menurun, wanita akan rentan terkena penyakit jantung.
Faktor gaya hidup menjadi resiko besar. Namun, faktor gaya hidup
menjadi penentu seseorang terkena PJK, seperti merokok. Rokok dengan
kandungan nikotin dapat merangsang otak mengeluarkan adrenalin, sehingga
akan menurunkan kadar HDL dan meningkatnya kadar trigliserida di dalam
tubuh, sehingga laki-laki cenderung lebih rentan terkena PJK dikarenakan
jumlah perokok laki-laki lebih banyak daripada perempuan (Ariosta et al.,
2017).
Di bagian IRD pasien PJK umumnya akan menjalani berbagai
pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan CBC (complete blood count),
KFT (kidney function test), LFT (liver function test), AGD (analisa gas darah),
dan panel jantung seperti CKMB dan troponin (Ariosta et al., 2017).
Pemeriksaan AGD meliputi parameter pH, saturasi oksigen (PO2), tekanan
karbon dioksida (PCO2), bikarbonat (HCO3), dan base excess (BE). Semua
kriteria tersebut memiliki nilai rujukan antara pengambilan dari vena dengan
pengambilan dari arteri. Untuk AGD tepatnya harus diambil dari pembuluh
darah arteri (Farhan, 2015).
Penyakit jantung koroner disebabkan karena timbulnya rasa nyeri di
dada (angina pectoris), sesak napas, keanehan pada irama jantung, pusing,
rasa lelah berkepanjangan (Hermawati, 2014). Saturasi oksigen digunakan
untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin dan kecakupan oksigen
pada jaringan, sedangkan tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma
menggambarkan jumlah oksigen yang terikat pada hemoglobin sebagai ion
bikarbonat. cirri-ciri fisik dari pasien PJK adalah indikasi sesak nafas dan
irama jantung yang tidak stabil akibat dari asupan oksigen di dalam darah
berkurang. Hermawati (2014),
Kemampuan paru-paru dalam menyediakan oksigen bagi darah.
Penurunan nilai PO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik,
PPOK, penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik
atau neoromuskular dan gangguan fungsi jantung (Ariosta et al., 2017)..
Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg perlu mendapatkan perhatian khusus
(Farhan et al., 2015). Hasil dengan PO2 antara 70-80 mmHg menunjukkan
bahwa pasien tersebut dalam kondisi hipoksemia sedang atau kondisi pasien
berupa rendahnya kadar oksigen dalam darah, khususnya di arteri (Farhan,
2015). Rendahnya saturasi oksigen akan menurunkan pula tekanan oksigen
pada pasien yang mendapat tindakan AGD. Pasien dengan riwayat PJK
umumnya akan memiliki tekanan darah tinggi, kolesterol dan trigliserida
tinggi, diabetes, kegemukan, kebiasaan merokok, serta peradangan pada
pembuluh darah merupakan faktor utama yang melukai dinding arteri sehingga
jumlah PO2 dalam plasma akan menurun (Ariosta et al., 2017).
Peningkatan nilai PO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2
oleh alat bantu, contohnya nasal prongs, alat ventilasi mekanik hiperventilasi
dan polisitemia, peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen khusus
(Farhan et al., 2015). Hal itu menunjukkan bahwa pasien dengan perawatan di
ICU akan mendapatkan bantuan alat pernfasan karena dalam kondisi tidak
sadarkan diri, sehingga nilai PO2 juga akan meningkat (Hermawati, 2014).
D. OPINI
Penyakit jantung koroner disebabkan karena timbulnya rasa nyeri di dada
(angina pectoris), sesak napas, keanehan pada irama jantung, pusing, rasa
lelah berkepanjangan. Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar
oksigenasi hemoglobin dan kecakupan oksigen pada jaringan.
Pasien yang mendapatkan bantuan alat pernafasan ( kondisi tidak
sadarkan diri) , nilai PO2 juga akan meningkat semakin menurunnya SO2,
PO2 juga akan mengalami penurunan.
Sehingga pada pasien PJK perlu dilakukan pemeriksaan analisis gas
darah (AGD), baik pada pasien penyakit jantung, paru, maupun pasien dengan
kondisi tidak sadarkan diri untuk intervensi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Astowo. Pudjo 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi

dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.

Ariosta, Indranila, Indrayani. 2017. Prediksi Nilai Analisa Gas Darah Arteri.
Gandhi. Semarang.

Dinas Kesehatan Provinsi Papua, 2018.

Farhan AR, Calcarina FRW, Bhisrowo YP. Aplikasi Klinis Analisis Gas Darah
Pendekatan Stewart Pada Periode Perioperatif. Vol 3, No 1 2015.

Harahap. 2009. Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan.Keperawatan.Jurnal Keperwatan


Rufaidah Sumatera Utara Volume 1

Hermawati, Risa, 2014. Penyakit Jantung Koroner. Fmedia, Jakarta. Arif,


Hidayat, A. A. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Selemba
Medika.

Hidayat, M. 2016. Penyakit Kardiovaskuler (PKV). Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia Jakarta.

Mutaqqin, 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan. Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Salemba Medika, Jakarta.

Nugroho, W D. 2016. Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dengan Rawat


Inap Ulang Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUD DR.
Moewardi. Jurnal Stikes Kusuma Husada Surakarta

Rosdahl, C B dan Mary T. Kowalski. 2015. Buku Ajar Keperawatan


Dasar.Jakarta: EGC.

Sastroasmoro, 2011. Metode Penelitian Klinis. EGC, Jakarta. Smeltzer., Bare,


2012. Buku Ajar Keperawatan Bedah. Jakakrta: EGC.
Suiraoka IP 2012. Penyakit Degeneratif, Mengenal, Mencegah danMengurangi
Faktor Resiko 9 Penyakit Degeneratif. Nuha Medika, Yogyakarta.

Suratinoyo, I. 2016. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping


pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Ruangan CVBC (Cardio
Vaskuler Brain Centre) Lantai III di RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou
Manado Ejournal Keperawatan (e-Kp).4 (1).

WHO. 2015. Preventing Chronic Disease a Vital Investment. Departemen of


Chronic Disease and Health Promotion: WHO Global Report.
http://www.who.int.com. diakses 2 Januari 2020.

WHO. 2016. Ssessing Chronic Disease Management in European Health


Systems:Concept and Approaches. European Observatory on Health
System and Policies. http://www.who.int.com. diakses 2 Januari 2020.

WHO. 2018. Global Atlas on cardiovascular disease prevention and control CVDs
Joint Publication of the World Health Organization the World Heart
Federation and the World Stroke Organization.
http://www.who.int.com. diakses 2 Januari 2020
LEMBAR KONSUL

NAMA : LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST

NIM : 14901.08.21086

NO HARI/TANGGAL MATERI/KONSULTASI TTD


ANALISA
JURNAL KEPERAWATAN

PENTINGNYA PEMAHAMAN MANAJEMEN NYERI

NON FARMAKOLOGI BAGI SEORANG PERAWAT

OLEH:
DIAN AGUS M , S.ST

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021

ANALISA

JURNAL KEPERAWATAN
A. JUDUL

Pentingnya pemahaman manageman nyeri non farmalogi bagi seorang

perawat. Peneliti Cristiani Dewi Mayasari Prodi S-1 Keperawatan STIKes St.

Paulus Ruteng, Jl.Jend. Ahmad Yani, No.10, Ruteng-Flores.

B. FAKTA

Dalam mengurangi rasa nyeri non farmalogi yang dominan berperan

adalah para perawat karena berhubungan dengan tugas keperawatan. Dalam

kenyataannya managemen nyeri non farmakologi bukanlah menjadi pekerjaan

yang mudah bagi para perawat. Hal ini terutama berkaitan dengan persepsi

yang berbeda dari para pasien tentang nyeri yang sedang dialaminya.

Perbedaan inilah yang cenderung menyulitkan perawat untuk

mendiagnosa dan menangani rasa nyeri dari pasien. Oleh karena itu, salah satu

hal yang perlu bagi perawat dalam menangani rasa nyeri pasien adalah

mengembangkan kompetensi dan pemahaman yang terus menerus tentang

management nyeri non farmakologi. Terdapat beberapa jenis mangemen non

farmakologis antara lain: teknikrelaksasi, distraksi masase, terapi es dan

panas, stimulasi saraf elektris transkutan, hipnosis, guided imagery dan musik.

C. TEORI

D. SEKILAS TENTANG NYERI


E. Hakikat Nyeri
F. Nyeri merupakan pengalaman
G. sensori dan emosional yang tidak
H. menyenangkan akibat dari kerusakan
I. jaringan yang aktual atau potensial.
J. Nyeri adalah alasan utama seseorang
K. untuk mencari bantuan perawatan
L. kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak
M. proses penyakit atau bersamaan dengan
N. beberapa pemeriksaan diagnostik atau
O. pengobatan, nyeri sangat mengganggu
P. dan menyulitkan lebih banyak orang
Q. dibandingkan suatu penyakit manapun.
R. Defenisi keperawatan tentang nyeri
S. adalah apapun yang menyakitkan
T. tubuh yang dikatakan individu yang
U. mengalaminya, yang ada kapanpun
V. individu mengatakannya, (Smeltzer
W. 2001: 212).
X. Ada banyak hal yang dapat
Y. menyebabkan timbulnya nyeri.
Z. Seseorang yang tersiram air panas
AA. akan merasakan nyeri yang terbakar,
BB. seseorang yang mengalami luka fisik
CC. akibat tusukan benda tajam juga dapat
DD. mengalami nyeri. Asmadi (2008:145)
EE. Mayasari, Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri … (hlm. 35-42) 37
FF. mengelompokkan penyebab nyeri ke
GG. dalam dua golongan, yaitu penyebab
HH. yang berhubungan dengan fisik dan
II. berhubungan dengan psikis. Nyeri
JJ. yang disebabkan oleh faktor psikologis
KK. merupakan nyeri yang dirasakan bukan
LL.karena penyebab fisik, melainkan akibat
MM. trauma psikologis dan pengaruhnya
NN. terhadap fisik. Secara fisik misalnya
OO. akibat trauma baik trauma mekanik,
PP. termal, maupun kimia (Kozier, et al.
QQ. 2010:989).
RR. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
SS. Respon Nyeri
TT.Nyeri yang dialami oleh pasien
UU. dipengaruhi sejumlah faktor. Faktor-faktor
VV. yang dimaksud diantaranya seperti
WW. yang disebutkan oleh Zmeltser yaitu
XX. pengalaman masa lalu dengan nyeri,
YY. ansietas dan pengharapan penghilang
ZZ.rasa nyeri (efek plasebo). Faktor-faktor
AAA. ini dapat meningkatkan ataupun
BBB. menurunkan persepsi nyeri pasien,
CCC. meningkat dan menurunnya toleransi
DDD. terhadap nyeri dan pengaruh sikap respon
EEE. terhadap nyeri. (Zmeltser, 2001:
FFF. 219-222)
GGG. Pengalaman masa lalu dengan
HHH. nyeri adalah menarik untuk berharap
III. dimana individu yang mempunyai pengalaman
JJJ.multipel dan berkepanjangan
KKK. dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah
LLL. dan toleran terhadap nyeri dibandingkan
MMM.orang yang lebih sedikit mengalami
NNN. nyeri, tetapi semua itu tidak berlaku pada
OOO. semua orang. Cara seseorang berespon
terhadap nyeri pada intinya berbeda satu Cara seseorang berespon
terhadap nyeri pada intinya berbeda satu
sama lain dan tergantung dari banyak kejadian
nyeri selama rentang kehidupannya.
Bagi beberapa orang nyeri masa lalu
dapat saja menetap dan tak terselesaikan
seperti pada nyeri berkepanjangan atau
kronis dan persisten. Individu yang
mengalami nyeri selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun dapat menjadi
mudah marah, menarik diri dan depresi.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan
dari pengalamannya nyeri sebelumnya
menunjukan pentingnya perawat
untuk waspada terhadap pengalaman
masa lalu pasien dengan nyeri.
Ansietas, meskipun umum diyakini
bahwa ansietas akan meningkatkan
nyeri, mungkin tidak seluruhnya
benar dalam semua keadaan, riset tidak
memperlihatkan hubungan hubungan
yang konsisten antara ansietas dan
nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa
pelatihan pengurangan stress praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
Namun ansietas yang relevan
atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri contoh pasien yang mendapatkan
pengobatan kanker payudara 2 tahun
yang lalu dan sekarang merasakan nyeri
pinggang, pasien tersebut merasa takut
bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi
dari metastasis. ansietas yang tidak
berhungan dengan nyeri dapat mendistraksi
pasien dan secara aktual dapat
menurunkan persepsi nyeri sebagai contoh
seorang ibu yang dirawat dirumah
sakit dengan komplikasi kolsistekstomi
dan mencemaskan anak-anaknya yang
PPP. berada dirumah.

QQQ. OPINI

Menurut pendapat saya bahwa ada pengaruh Pelvic Floor Exercise

terhadap Inkontinensia Urin Pada Pasien TURP. Karena pada tindakan TURP

dapat menimbulkan komplikasi berupa resiko kerusakan pada sfingter uretra

maka post TURP dapat terjadi gangguan untuk mengontrol proses miksi

sehingga mengakibatkan terjadinya inkontinensia urin. Dengan latihan pelvic

floor exercise berbasis rumah, tanpa pengawasan efektif pada pasien dengan

stress incontinensia urine dan mixed incontinensia urine. Dan tujuan latihan

pelvic floor exercise adalah untuk meningkatkan waktu kontraksi dan

kekakuan otot dasar panggul.

Contoh Soal Pecahan Kelas 3 SD dan Kunci


Jawabannya
1. Satu buah semangka dibagi menjadi 3 bagian. Maka
setiap bagian bernilai ….
a. 3⁄3
b. 3⁄1
c. 2⁄3
d. 1⁄3
2. Satu buah melon dibagi delapan bagian. Maka setiap
bagian bernilai ….
a. 1⁄8
b. 8⁄8
c. 8⁄1
d. 0⁄8
3. Pecahan empat persembilan di tulis ….
a. 4 – 9
b. 4 x 9
c. 4⁄9
d. 9⁄4
4. Pecahan tiga perdelapan di tulis ….
a. 3 – 8
b. 3 x 8
c. 3⁄8
d. 8⁄3
5. Pecahan 2⁄15 dibaca ….
a. Dua bagi lima belas
b. Dua kali lima belas
c. Dua perlima belas
d. Atas dua bawah lima belas
6.

Perbesar

Bagian yang diarsir menunjukkan pecahan ….


a. 3⁄7
b. 3⁄10
c. 10⁄3
d. 7⁄3
7.

Perbesar

Bagian yang diarsir menunjukkan pecahan ….


a. 4⁄5
b. 4⁄9
c. 5⁄4
d. 5⁄9
8.

Perbesar

Bagian yang diarsir menunjukkan pecahan ….


a. 3⁄8
b. 8⁄8
c. 8⁄3
d. 0⁄8
9.

Perbesar

Bagian yang diarsir menunjukkan pecahan ….


a. 4⁄8
b. 8⁄4
c. 12⁄4
d. 4⁄12
10.

Perbesar

Bagian yang tidak diarsir menunjukkan pecahan ….


a. 3⁄6
b. 1⁄6
c. 5⁄1
ADVERTISEMENT

d. 1⁄5
11. Pecahan 1⁄2 sering juga disebut ….
a. Sepertiga
b. seperempat
c. Setengah
d. Sebagian
12. 1⁄6 ….. 1⁄2. Tanda yang tepa untuk mengisi titik-titik di
samping adalah ….
a. <
b. =
c. >
d. /
13. 4⁄8 ….. 1⁄8 . Tanda yang tepa untuk mengisi titik-titik di
samping adalah ….
a. <
b. =
c. >
d. /
14. Urutan yang benar pecahan di bawah ini dari yang
terkecil adalah ….
a. 1⁄2 , 1⁄3 , 1⁄4
b. 1⁄2 , 1⁄4 , 1⁄3
c. 1⁄4 , 1⁄2 , 1⁄3
d. 1⁄4 , 1⁄3 , 1⁄2
15. Ali mempunyai tali sepanjang 1⁄5 meter , Bayu sepanjang
1⁄5 meter , Budi sepanjang 1⁄2 meter, dan Rudi sepanjang 1⁄8
meter. Tali yang paling panjang adalah milik ….
ADVERTISEMENT

a. Ali
b. Bayu
c. Budi
c. Rudi
16. Bila 1 dikurangi 1⁄3 hasilnya adalah ….
a. 2⁄3
b. 1⁄3
c. 3⁄3
d. 3⁄2
17. 5⁄6 – 1⁄6 = ….
Hasil dari operasi hitung pecahan di atas adalah ….
a. 1⁄6
b. 4⁄0
c. 4⁄6
d. 5⁄6
18. Bu Rina baru saja membelah semangka miliknya
menjadi 10 bagian. Ada dua bagian yang dimakan oleh anak
bu rina. Sisa semangka Bu Rina tinggal ….
a. 2⁄10
b. 3⁄10
c. 1⁄10
d. 8⁄10
19. Rini mempunyai 1 kg tepung terigu. Rini telah
menghabiskan tepungnya sebanyak 3⁄5 kg. Sisa tepung
terigu Rini adalah ….
a. 1⁄5
b. 2⁄5
c. 3⁄5
d. 4⁄5
ADVERTISEMENT

20. Sandi mempunyai tali karet sepanjang 1 meter. Ia telah


menggunakan 1⁄4 tali karetnya untuk mengikat kardus
sepanjang meter. Sisa tali Sandi adalah ….
a. 0⁄4
b. 1⁄4
c. 2⁄4
d. 3⁄4
Kunci jawaban :
1. d. 1⁄3
2. a. 1⁄8
3. c. 4⁄9
4. c.3⁄8
5. c. Dua perlima belas
6. b. 3⁄10
7. b. 4⁄9
8. a. 3⁄8
9. d. 4⁄12
10. b. 1⁄6
11. c. Setengah
12. a. <
13. c. >
14. d.,,
15. b. Bayu
16. a. 2⁄3
17. c. 4⁄6
18. d. 8⁄10
19. b. 2⁄5
20. d. 3⁄4

Anda mungkin juga menyukai