Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN RESPIRASI


DENGAN ASMA D

oleh

Brigita Diana Sari (30120112031)


Hassael (30120112036)
Hendrikson (30120112009)
Maria Emilia Putri Parera (30120112041)
Maria Yosa Sri Anggun (30120112042)
Mawar Novia Stevani Tobing (30120112016)
Rogate Rexsi Chrisdinatha Putera (30120112046)
Santa Elisabeth Samosir (30120112021)
Yeremia Manibuy (30120112051)
Yudhita Sharlly Kurnia (30120112026)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
BANDUNG
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan berkat-Nya, akhirnya penyusunan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Respirasi tentang Bronkitis, Bronkietasis, Asma dan Status
Asmatikus” dapat terselesaikan secara efektif dan tepat waktu. Tujuan dalam
penyusunan makalah mata kuliah Asuhan Keperawatan Respirasi bertujuan demi
penyelesai tugas dari Ns. Lidwina Triastuti M.Kep.
Penulis tidak lupa berterima kasih pada semua pihak yang terlibat dalam
penyelesaian makalah ini, dan dengan segenap hati meminta kritik serta saran
yang membangun dalam kesuksesan makalah ini.

Parahyangan, Oktober 2013

Penulis
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN


1. Saluran pernapasan bagian atas
a. Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat
banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir
disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi
permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring
oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran,
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru
– paru.

b. Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan
rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk
menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.

c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan
terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

2. Saluran pernapasan bagian bawah.


a. Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti
sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana
trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal
sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.

b. Bronkus
Bronkus terdiri atas 2 bagian yaitu bronkus kanan dan kiri.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari
trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang
lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang menjadi
bronkus lobaris kemudian bronkus segmentaliis. Bronkus dan
bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh
rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan
lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi
saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas.

c. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis
sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk
dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara
metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel
alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis
yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan penting.
B. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Pernapasan mencakup 2 proses, yaitu : Pernapasan luar yaitu proses
penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran carbondioksida (CO2) secara
keseluruhan. Pernapasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan
dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
Proses fisiologi pernapasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3
proses yaitu :
1. Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
2. Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam
kapiler paru.
3. Transportasi yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh.

C. BRONKITIS KRONIK
1. Pengertian Bronkitis Kronik
Bronkitis Kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif
yang berlangsung 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut.
Sekresi yang menumpuk dalam bronkioles menganggu pernapasan yang
efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama
bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentang terhadap
kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus,
bakteri, dan mikroplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis
akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim
dingin. Menghirup udara yang dingin menyebabkan bronkospasme bagi
mereka yang rentang.

2. Etiologi
Etiologi utama bronkitis kronik adalah merokok, faktor tambahan
iritasi bronkus akibat debu pabrik, polusi udara, dan keadaan iklim,
penyakit ini merupakan umur pertengahan dan orang tua, lebih sering
pada laki-laki. Hipersekresi mukus bronkus dan penyumbatan jalan nafas
yang merupakan kelainan dasar brinkitis kronik. Keadaan lanjutnya
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan nafas yang menetap dan disebut
PPOM.
Infeksi virus merupakan penyebab pada 95 kasus bronkitis akut.
Virus utama yang paling sering dihubungkan dengan gangguan bronkitis
akut adalah Rino Virus, Coronavirus, Virus Influenza A, virus
Parainfluenza, Adenovius, dan Respirator Y syncytial virus.
Infeksi bakteri menyebabkan 5-20% kasus bronkitis akut. Bakteri
yang paling sering menyebabkan bronkitis adalah Chlamydia Psittaci,
Chlamydia Pneumoniae, Mycoplasma Pneumoniae dan Bordetella
pertussis. Selain itu, bakteri patogen saluran nafas yang sering dijumpai
adalah spesies Staphylococcus, Steptococus, Pneumoniae, Heamophilus
influenzae, dan Moraxella catarrahalis.

3. Klasifikasi
Bronkhtis dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Bronkhitis Kronis
Bronkitis kronis adalah kelainan pada bronkus yang sifatnya
menahun yang disertai dengan batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak ± 3 bulan dalam 1 tahun dan terjadi paling sedikit
selama 2 tahun.
b. Bronkhitis Akut
Bronkitis akut adalah suatu peradangan bronkhi dan kadang-
kadang mengenai trakea.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bronkitis kronik terutama terjadi akibat proses
obstruksi dan peradangan saluran napas.
a. Batuk Produktif
Batuk bersifat produktif dengan sputum kental yang sering porulen
akibat peradangan yang terus-menerus dan tingginya kemungkinan
kolonisasi oleh bakteri dan infeksi. Kekentalan sputum meningkat
terutama akibat adanya DNA bebas (berberat molekul tinggi dan
sangat kental) dari sel-sel yang mengalami lisis. Dengan meningkatnya
peradangan dan jejas mukosa, hemoptisis dapat terjadi tetapi biasanya
sedikit. Sputum biasanya tidak berbau busuk, seperti yang terjadi pada
infeksi anaerob seperti abses. Bantuk, yang sangat efektif untuk
membersihkan saluran napas, jauh kurang efektif akibat kurang
penyempitan kaliber saluran napas dan peningkatan volume dan
kekentalan sekresi.
b. Mengi
Penyempitan persisten saluran napas dan penyumbatan oleh mukus
menyebabkan mengi lokal atau difus. Hal ini dapat berespon terhadap
bronkodilator dan mencerminkan komponen reversibel dari obstruksi.
c. Ronchi kasar inspirasi dan ekpirasi
Peningkatan produksi mukus, disertai gangguan fungsi ekskalator
mukosilia, menyebabkan penumpukan sekresi disaluran napas,
meskipun terjadi peningkatan batuk. Sisa sekresi ini terdengar jelas
disaluran napas besar sewaktu bernapas tenang atau batuk.
d. Pemeriksaan Jantung
Takikardia sering terjadi, terutama pada eksaserbasi brnkitis atau
pada hipoksemia. Jika hipoksemianya signifikan dan kronik,
hipertensi pulmonal dapat timbul; pemeriksaan jantung melihatkan
peningkatan bunyi penutupan katup pulmonal (P2) atau peningkatan
tekanan vena jugularis serta edema perifer akibat gagal jantung kanan.
e. Pencitraan
Temuan radiografi toraks yang tipikal adalah meningkatnya
volume paru dengan diafragma yang relatif tertekan yang konsisten
dengan hiperinflasi. Penebalan-penebalan linear sejajar “(tram track
lines)” sering ditemukan akibat penebalan dinding bronkus. Ukuran
jantung mungkin membesar, yang mengisyaratkan bahwa jantung
kanan mengalami kelebihan beban volume. Arteri-arteri pulmonal
sering menonjol dan konsisten dengan hipertensi pulmonal.
f. Uji Fungsi Paru
Obstruksi difusi saluaran napas dibuktikan dengan uji fungsi paru
berupa penurunan menyeluruh aliran dan volume ekspirasi. FEV1,
FVC, dan rasio FEV1/FVC (FEV1%) semua menurun. Kurva aliran-
volume ekspirasi memperlihatkan penurunan substansial aliran udara.
Sebagian pasien dapat berespon terhadap bronkodilator. Pengukuran
volume-volume paru memperlihatkan peningkatan RV dan FRC, dan
mencerminkan udara yang terperangkap dalam paru akibat obsruksi
difusi saluaran napas dan penutupan dini saluran napas pada volume-
volume paru yang membesar. DLCO tetap normal, yang
mencerminkan pemeliharaan jaringan kapiler alveolus.
g. Gas Darah Arteri
Ketidaksesuaian ventilasi perfusi sering terjadi pada bronkitis
kronik. A-a ∆PO2 meningkat dan hipoksemia sering dijumpai terutama
karena banyaknya daerah dengan rasio V/Q yang rendah (pirau
fisiologis) ; hipoksemia saat istirahat sangat cenderung lebih berat
ketimbang pada emsifema. Dengan meningkatkan obstruksi, terjadi
peningkatan PCO2 (hiperkapnia) dan asidosis respiratori, disertai
alkalosis metabolik kompensatorik.
h. Polisitemia
Hipoksemia kronik menyebabkan peningkatan hematokrit yang
diperantarai oleh eritropoietin. Pada hipoksia yang lebih berat dan
berkepanjangan, hematokrit dapar meningkat melebihi 50%.

5. Tes Diagnostik
a. Sinar X
Dengan melakukan sinar X dada dapat dinyatakan hiperinflasi
paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara
retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/buta (emfisema),
peningkatan tanda bronkovasikules (bronkitis), hasil normal selama
periode remisi (asma).
b. Tes Fungsi Paru
Tes ini dilakukan untuk menentukan dipsnea, untuk menentukan
apakan fungsi abnormal adalah obstruksi atau restrisi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi,
misalnya bronkodilator.
c. TLC
Tes ini dilakukan untuk melihat peningkatan pada luasnya
bronkitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.
1) kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
2) volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronik dan
asma.
d. FEV/FVC
Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun
pada bronkitis dan asma.
e. GDA
Memperkirakan progresi proses penyakit kronis, PaCO2 normal
menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan
emfisema) tetapi sering menurun pada asma.
f. Bronkogram
Dapat menunjukan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps
bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktud mukosa
terlihat pada bronkitis.
g. EKG latihan, Tes Stres
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi
ke efektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program
perencanaan.

6. Tindakan Keperawatan dan Tindakan Medis


Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronkeolus
terbuka dan berfungsi untuk memudahkan pembuangan sekresi bronkial,
untuk mencegah infeksi, dan untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam
pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan dalam pola batu adalah
tanda yang peting untuk dicatat.
Infeksi bakteri kambuhan diobati dengan terapi antibotik
berdasarkan hasil pemerikasan kultur dan sensitifitas. Untuk membantu
membuang sekresi bronkial, diresekan bronkodilator untuk menghilangkan
bronkospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas; sehingga lebih
banyak oksigen didistribusikan keseluruh bagian paru, dan ventilasi
alveola diperbaiki.
Drainase postural dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya
sangat membantu terutama jika terdapat bronkiestasis. Cairan (yang
diberikan peroral atau parietal jika bronkospasme berat) adalah bagian
penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk
mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan
membatukkannya. Tetapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien
tidak menunjukan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih
konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena menyebabkan
bronkokontriksi, melumpuhkan silia, yang penting dalam membuang
partikel yang mengiritas, dan menginaktifasi surfaktan yang memainkan
peran penting dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga
lebih rentan terhadap infeksi bronkial.

7. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien,
antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering
mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada
saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase
sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis.
Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena
(arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran
nafas.
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul
sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik. Selanjutnya
akan terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada
bronchitis yang berat da luas.
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea.

8. Pengkajian
a. Riwayat penyakit yang muncul
1) Batuk: Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini terjadi
untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari
batuk kering sampai batuk purulen (sputum).
2) Demam berulang: bronkitis merupakan penyakit yang berjalan
kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun
pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).
3) Sesak napas: timbul dan beratnya sesak napas tergantung pada
seberapa luasnya bronkitis kronik yanng terjadi dan seberapa jauh
timbulnya kolap paru dan dekstruksi jaringan paru yang terjadi
sebagai akibat infeksi berulang (ISPA) yang biasanya menimbulkan
fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas. Kadang
ditemukan suara mengi (wheezing), akibatnya obstruksi bronkus.
Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada distribusi
kelainannya.
4) Dahak: Sputumnya putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputumnya
menjadi purulen atau muko purulen dan kental. Bila terjadi
hemoptisis harus dip[ikirkan penyakit lain yaitu tbc, bronkiektasi
atau tumor.

b. Pemeriksaan fisik
Pada stadium dini tidak ditemukan kelainan fisik. Hanya kadang
terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan
sesak, akan terdengar pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai
bising mengi. Terdapat juga tanda-tanda overinflasi paru seperti barrel
chest, kifosis, diameter anteroposterior dada bertambah, jarak tulang
rawan krikotiroid dengan lekukan supra sterna kurang dari 3 jari, iga
lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah. Pada perkusi terdengar
hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hari lebih ke bawah,
pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah.

c. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto dada sangat membantu menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
d. Pemeriksaan fungsi paru
Pada penderita bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang
menurun VR yang ber tambah dan KTP yang normal. Sedang KRF
sedikit naik atau normal.
e. Analisa gas darah
Penderita bronchitis kronik tidak dapat mempertahankan ventilasi
dengan baik, sehingga PaCO2 naik. Saturasi hemoglobin menurunn
dan timbul sianosis. Terjadi juga vasokontriksi pembuluh darah paru
dan penambahan eritropoeisis.

D. ASMA (STATUS ASMATIKUS)


1. Pengertian
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih
dari 24 jam. Infeksi, ansietas penggunaan tranquiliser berlebihan,
penyalahgunaan nebuliser, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan
iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin
dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin. (Sumber:
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Brunner dan Suddarth, 2001)
Suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam
sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan
yang lazim.
Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat
kematian, oleh karena itu :
a. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan
diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran
pernapasan.
b. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor
yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu,
infeksi saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin,
dan lain-lain)
2. Patofisiologi
Karakteristik dasar dari asma (konstriksi otot polos bronchial,
pembengkakan mukosa bronchial, dan pengentalan sekret) mengurangi
diameter bronchial dan nyata pada status asmatikus. Abnormalitas ventilasi
perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi alkalosis pada
awalnya, diikuti oleh respirasi asidosis. Terdapat penurunan PaCO2 dan
respirasi alkolosis dengan penurunan PaCO2 dan peningkatan pH. Dengan
meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan pH turun,
mencerminkan respirasi asidosis.

Pencetus serangan (alergi, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)



 Kontraksi otot polos
 Edema mukosa
 Hipersekresi

Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)

 Hipoventilasi
 distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi
darah paru
 Gangguan difusi gas di alveoli

 Hipoxemia
 Hiperkarpia

3. Tanda dan Gejala


a. Objektif :
1) Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing
2) Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
3) Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan
4) Sianosis, takikardi, gelisah.

b. Subyektif :
Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia

c. Psikososial :
1) Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung
2) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya

4. Hasil Pemeriksaan
Spirometri : Peningkatan FEV, atau FVC sebanyak 20 %
Pemeriksaan Radiologi: Pada umumnya normal. Dilakukan tindakan
bila ada indikasi patologi di paru, misalnya:
Pneumothorak, atelektasis, dan lain-lain.
Analisa Gas darah : Hipoxemia, Hiperkapnia, Asidosis respiratorik.
Pemeriksaan Sputum :
a. Adanya eosinofil
b. Kristal charcot Leyden
c. Spiral Churschmann
d. Miselium Asoergilus Fumigulus
Pemeriksaan darah : Jumlah eosinofil meningkat.

5. Penatalaksanaan Medis Umum


a. Farmakologi :
1) Epinefrin (Adrenalin) 1/1000 atau terbutalin, aminofilin (diberikan
sebagai infus kontinu setelah epinefrin)
2) Kortikostroid
3) Nebulisasi – aerosol yang mengandung suatu agen mukolik atau beta-
adrenergik.
4) Ventilasi mekanis bila terjadi kelemahan pernapasan akut.

b. Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus


1) Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan:
a) Saatnya serangan
- Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan
dosisnya)
- Pemberian obat bronchodilator
- Penilaian terhadap perbaikan serangan
- Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
b) Setelah serangan mereda :
- Cari faktor penyebab
- Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya

6. Obat-obatan
a. Bronchodilator
Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai
secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat
golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminofilin secara
parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila
sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka
sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif
terhadap adreno reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin,
Ispenturin, Fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja
lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non
selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan
efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas
berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mua diberikan 2 sedotan dari
suatu metered aerosol defire (Afulpen metered aerosol). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada
perbaikan sampai 10 - 15 menit berikan aminofilin intrvena.
Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek
samping takhikardi, penggunaan perentral pada orang tua harus hati-
hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0, 3 ml larutan epineprin 1
: 1000 secara subkutan. Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan (1mg per
mil) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2 - 3 x tergantung kebutuhan.
Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB
dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk
dosis penunjang 0, 9 mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD
menurun bila tidak perlahan-lahan.

b. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan
perbaikan, dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid. 200 mg
hidrokortison atau dengan dosis 3 - 4 mg/kg BB intravena sebagai dosis
permulaan dapat diulang 2 - 4 jam secara parenteral sampai serangan
akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 - 60 mg prednison atau
dengan dosis 1 - 2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi,
kemudian dosis dikurangi secara bertahap.

c. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit
dan dialirkan melalui air untuk memberi kelembaban. Obat
Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk
memperbaiki dehidrasi, maka intik cairan peroral dan infus harus
cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada
infeksi.
7. Penatalaksanaan Lanjutan
Setelah dilakukan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang
ketat terhadap respons pengobatan dengan menilai parameter klinis : sesak
napas, bising mengi, frekuensi napas, frekuensi nadi, retraksi otot Bantu
napas. APE, foto toraks, analisis gas arteri, kadar serum aminofilin, kadar
kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.

Indikasi Tahapan Intensif


Penderita yang tidak menunjukkan terhadap terapi intensif yang
diberikan perlu di pikirkan apakah penderita akan dikirim ke Unit
Perawatan Intensif. Penderita dengan keadaan berikut biasanya
memerlukan perawatan intensif.
a. terdapat tanda-tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun.
Henti nafas membakat (PaO2 < 40 mmHg atau PaCo2 >45 mmHg)
sesudah pemberian oksigen.

8. Pengkajian
a. Riwayat perjalanan pada faKtor-faktor yang biasanya mencetuskan
serangan sama.
1) stress emosi
2) infeksi saluran nafas atas
3) alergi
4) kegagalan dalam pengobatan asma

b. Pemeriksaan fisik yang didasarkan kepada suatu pengkajian sistem


pernafasan (Apendiks A) dapat menunjukan gejala nafas akut.
1) mengi yang terdengar tanpa menggunakan stetoskop
2) susah bernafas
3) ortopnea
4) penggunaan otot-otot asesori pernafasan (cuping hidung, rertraksi
sternum, pengangkatan bahu sewaktu bernafas)
5) dehidrasi
6) sianosis
7) pulsus paradoksus
8) gelisah
9) takikardi
10) diaforesis
11) lemah
12) ketakutan

c. Pemeriksaan laboratorium
1) GDA menunjukan hipiokapnia (PaCO2 kurang dari 35 mm Hg)
disebabkan menurunkannya perfusi Ventilasi. Selanjutnya PaCO2
meningkat diatas normal sesuai dengan meningkatnya tahanan
jalanan napas.
2) Jumlah sel darah (JSD) menunjukan adanya peningkatan kadar
eosinofil.
3) Pemeriksaan fungsi paru-paru menunjukan penurunan kekuatan
kapasitas vital.
4) Pengumpulan sampel sputum untuk pemeriksaan kultur dan tes
sensititvitas untuk menentukan infeksi dan mengidentifikasi anti
mikroba yang cocok dalam mengobati infeksi yang terjadi.
5) Sinar X paru memperlihatkan distensi alveoli.

d. Tanyakan pengobatan yang terahir didapat dan kapan dosis terakhir


diberikan.

9. Komplikasi
a. Pneuomotoraks
b. Pneuomomediastinum dan emfisema subkutis
c. Atelaktasis
d. Gagal Napas
e. Bronkitis
f. Fraktur Iga.

10. Prioritas masalah Keperawatan :


a. Mempertahankan jalan napas
b. Mengkaji untuk fasilitas pertukaran gas/ gangguan pertukaran gas
c. Meningkatkan intake nutrisi
d. Mencegah komplikasi, kondisi progresif yang lambat
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit
f. Mengatasi cemas
g. Menghindari serangan asma menetap

11. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul :
a. Gangguan jalan nafas sehubungan dengan Brokhospasme, peningkatan
produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), menurunnya
energi/fatique.
b. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan kurangnya suplai
oksigin (obstruksi jalan nafas karena sekret, bronkhospasme, air
trapping) obstruksi alveoli.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan dyspnea,
fatique, efek samping obat-obatan, produksi sputum, anoreksia,
nausea/vomiting.
d. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer (penurunan aktifitas, cilia, statis sekret) tidak
adekuatnya kekebalan (destruksi jaringan, proses penyakit kronik,
malnutrisi).
e. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar), kondisi kesehatan,
pengobatan, kurang imformasi.
f. Mekanisme koping yang tidak efektif sehubungan dengan cemas.
g. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan serangan asma
menetap.
h. Ansietas berhubungan dengan takut sulit bernapas gagal nafas yang
berat, Kurang pengetahuan tentang rencana pengobatan dan
pemeriksaan.
i. Resiko tinggi ketidakpatuhan berhubungan dengan Kurang
pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.

12. Intervensi Keperawatan


a. Pada diagnosa Kerusakan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan
Serangan Asma
INTERVENSI RASIONAL
1. pengkajian Untuk mengidentifikasi indikasi
 Status pernafasan (Apendiks A) kearah kemajuan atau
setiap 4 jam. penyimpangan dari hasil pasien
 Hasil kadar teofilin serum.
 Hasil GDA.
 Nadi oksimetri.
 Hasil sinar x dada, fungsi paru
dan analisa sputum.
 Masukan dan haluaran.
2. Tempatkan pasien pada posisi Posisi tegak memungkinkan
Fowler’s. ekspansi paru-paru lebih baik.
3. Mulailah pemberian terapi intravena Untuk memungkinkan rehidrasi
sesuai anjuran, lakukan perawatan yang di dapat dan dapat mengkaji
infus. keadaan vascular untuk pemberian
obat-obatan darurat. Kebanyakan
pasien telah mengalami dehidrasi
ketika mereka meminta pertolongan
medis.
4. Berikan oksigen melalui kanul nasal 4 Pemberian oksigen mengurangi
L/mnt, selanjutnya disesuaikan beban kerja otot-otot pernapasan.
dengan hasil PaO2.
5. Berikan pengobatan yang telah Eoinefrin dan terbutalin
ditentukan, seperti epinefrin, menghentikan reaksi alergi dan
terbutalin, aminofilin dan dilatasi bronkiolus dengan
kortikosteroid. Evaluasi meniadakan aktivitas histamine.
keefektifannya. Konsul dokter jika Aminofilin melebarkan bronkiolus
terjadi reaksi yang merugikan. Lihat dengan merangsang peningkatan
referensi farmakologi dan konsul produksi zat kimia yang
kepada ahli farmasi. menghambat penyempitan otot
bronchial. Kortikosteroid
membantu mengurangi peradangan
lapisan mukosa bronchial.
6. Laksanakan pengobatan dan konsul Dokter akan mengurangi dosis
dokter bila tanda-tanda toksisitas untuk memperbaiki toksisitas.
teofilin terjadi, (mual, muntah,
distensi abdomen, teofilin serum di
atas rentang normal.
7. Gunakan spirometer insentif setaiap 2 Untuk memudahkan nafas dalam
jam. dan mencegah atelektasis.
8. Yakinkan bahwa pengobatan paru Tindakan ini membantu
(fisiologi terapi paru, terapi aerosol) mengurangi sekresi bronchial.
diberikan sesuai dengan yang telah
ditentukan. Tentukan pengobatan
aerosol tambahan bila kegawatan
napas terjadi diantara interval yang
telah ditentukan.
9. Konsul dokter jika gejala-gejala terjadi Hal-hal ini menunjukan
setelah 1 jam pemberian terapi atau dibutuhkannya intubasi endotrakeal
bila kondisi bertambah jelek (bila dan pemasangan ventilator
tercapainya keadaan dimana Paco2 mekanis.
melebihi PaO2, apnea terjadi, status
mental menurun atau pasien dalam
keadaan hampir kolaps akibat
kelelahan yang disebabkan usaha
yang sulit dalam bernapas).

E. BRONKIEKTASIS
1. Pengertian
Bronkiektasis adalah pelebaran menetap pada bronkus dan bronkiulus
akibat kerusakan otot dan jaringan elastik penunjang, yang disebabkan oleh
atau berkaitan dengan infeksi nekrotikans kronis.
Bronkiektasis bukanlah suatu penyakit primer, tetapi lebih merupakan
akibat obstruksi atau infeksi persisten yang ditimbulkan oleh berbagai
sebab. Sekali terbentuk, bronkiektasis menimbulkan komplek gejala yang
didominasi oleh batuk dan pengeluaran sputum purulen dalam jumlah
besar. Diagnosis bergantung pada riwayat yang sesuai dan pembuktian
adanya dilatasi bronkus pada radiografi. Penyakit yang paling sering
menjadi predisposisi bronkiektasis adalah :
a. Obstruksi Bronkus. Penyebab yang sering adalah : Tumor, benda asing,
dan kadang-kadang sumbatan mukus. Pada keadaan ini, bronkiektasis
terletak di segmen paru yang tersumbat. Bronkiektasis juga dapat
menjadi penyulit asma atopik dan bronkitis klinis.
b. Kelainan kongenital atau herediter. Hanya beberapa yang disinggung :
1) Pada fibrosis kistik, terjadi bronkiektasis berat yang luas akibat
obstruksi dan infeksi, karena sekresi mukus yang terlalu kental.
2) Pada keadaan imonodefisiensi, terutama defisiensi imunoglobulin,
mudah terjadi bronkiektasis karena meningkatnya kerentangan
terhadap infeksi bakteri berulang; dapat terjadi bronkiektasis lokal
atau difus.
3) Sindrom Kartagener, itu suatu gangguan resesif autosomal, sering
berkaitan dengan bronkiektasis, dan sterilitas pada laki-laki.
Kelainan struktural silia menghambat pembersihan jalan nafas oleh
mukosilia sehingga terjadi infeksi persisten dan berkurangnya
mobilitas spermatozoa.
4) Pneumonia nekrotikans atau sufuratif, terutama akibat organisme
virulen, seperti Sthaphylococcus aureus atau Klebsiella spp., dapat
mempermudah timbulnya bronkiektasis. Dahulu bronkiektasis paska
infeksi kadang-kadang menjadi sekuele dari pneumonia pada anak
yang menjadi penyulit campak, batuk rejang dan influenza, tetapi hal
ini telah jauh berkurang berkat keberhasilan imunisasi. Bronkiektasis
paskatuberkulosis masih merupakan penyebab morbiditas yang
bermakna didaerah endemik.

2. Patogenesis
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan sruktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen
akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial, sehingga dalan
kasus bronkiektasis sakular, setip tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah
abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus.
Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus dan segmen paru.
Lobus yang paling bawah biasanya sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya
menyebabkan alveoli disebelah distal obstruksi mengalami kolaps
(atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inplamasi
mengantikan jaringan paru yang berfungsi.Pada waktu pasien mengaami
insuvfisiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan
ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru
total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

3. Klasifikasi
Menurut Suyono (2001) berdasarkan atas bronkografi (bentuknya)
dan patologi, bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Bronkiektasis tabung (Tubular, Cylindrikal, Fusiform Bronchiectasis)
Bronkiektasis bentuk ini merupakan brokiektasis yang paling
ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang
menyertai bronkiektasis kronik.
b. Bentuk kantong (Saccular Bronchiectasis)
Bentuk ini merupakan bentuk brokiektasis yang klasik Ditandai
dengan dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler,
bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.
c. Varicose Bronchiectasis
Merupakan gabungan dari kedua bentuk sebelumnya. Istilah ini
digunakan karena bronkus menyerupai varises pembuluh vena.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari bronkiektasis diantaranya ialah sebagai berikut :
a. Batuk
Hemoptisis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya
banyak pada pagi hari sesudah ada posisi tidur atau bangun dari tidur.
Sputum terdiri atas tiga lapisan :
1) Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mucus
2) Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva
3) Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis
dari bronkus yang rusak
b. Hemoptisis
Terjadi akibat nekrosis atau dekstruksi mukosa bronkus mengenai
pembuluh darah (pecah) dan timbul pendarahan.
c. Sesak napas (dispnea)
Timbulnya sesak napas tergantung pada luasnya bronkiektasis,
kadang-kadang menimbulkan suara mengi akibat adanya obstruksi
bronkus.
d. Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering
mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru,
sehingga sering timbul demam (demam berulang)
e. Kelainan Fisik
1) Sianosis
2) Jari tabuh (clubbing finger)
3) Bronki basah
4) Wheezing
5. Tes Diagnostik
Bronkiektasis tidak mudah didiagnosis karena gejala-gejalanya
dapat tertukar dengan bronkitis kronik. Tanda yang pasti adalah riwayat
batuk produktif yang berkepanjagan, dengan sputum dengan secara
konsisiten negatif terhadap tuberkel basil, diagnosa ditegakan dengan
dasar brongkografi dan bronkoskopi dan CT-scan, yang menunjukan ada
atau tidaknya dilatasi bronkial.
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume sputum, warna
sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum. Bila terdapat infeksi
volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan
mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Apabila ditemukan
sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman
anaerob.
2) Pemeriksaan darah tepi
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang
ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang
aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
3) Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya
proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis,
Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal,
kadang bisa meningkat ataupun menurun.
4) Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut
yang sudah ada komplikasi kor pulmonal atau tanda pendorongan
jantung.
5) Pemeriksaan Radiologi
a) Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan
batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok, kadang-
kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan
batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai
lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil
kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual
lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
b) Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi
dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi
yaitu penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu
tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita
dengan hemoptisis yang pasif. Bronkografi dilakukan sertalah
keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural
drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.

6. Penatalaksanaan Medis
Mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk meningkatkan
drainase bronkial untuk membersikan bagian paru yang sakit atau paru-
paru dari sekresi yang berlebihan.
Drainase postural dari tuba bronkial mendasari semua rencana
pengobatan karena drainase area bronkiektasia oleh pengaruh gravitasi
mengurangi jumlah sekresi dan tingkat infeksi (kadang-kadang sputum
mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi.)
Untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari
sputum ditingkatkan dengan tindakan aerosolized nebulizer dan dengan
meningkatkan masukan cairan oral.
Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu :
a. Pengobatan konservatif
1) Pengelolaan umum
Ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi :
a) Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien.
Contoh : membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
2) Memperbaiki drainase sekret bronkus
Cara yang baik dikerjakan ialah sebagai berikut :
a) Melakukan drainase postural.
Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk
mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan dengan posisi tubuh
sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara
maksimal.
b) Mencairkan sputum yang kental
Hal ini dapat dilakukan dengan jalan inhalasi uap air panas
atau dingin.
c) Mengatur posisi tempat tidur pasien.
3) Mengontrol infeksi saluran napas
Adanya infeksi saluran napas akut harus diperkecil dengan
jalan harus diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman.

4) Pengelolaan khusus
a) Kemoterapi pada bronkiektasis
- Dapat digunakan secara kontinu untuk mengontrol infeksi
bronkus
- untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus
- kemoterapi disini menggunakan obat antibiotic tertentu
b) Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan
perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk:
- menentukan dari mana asal secret
- mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
- menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage
daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis
paru)
5) Pengobatan simtomatik
Pengobatan lain yang perlu ditambahkan adalah pengobatan
simtomatik. Sesuai dengan namanya, pengobatan ini hanya diberikan
kalau timbul simtom yang mungkin mengganggu atau
membahayakan pasien.
a) Pengobatan obstruksi bronkus
Dapat diberikan dengan obat bronkodilator. Apabila hasil
tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator
tersebut.
b) Pengobatan hipoksia
Dapat diberikan oksigen. Apabila pasien terdapat
komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati,
harus dengan aliran darah (cukup 1 liter/menit)
c) Pengobatan hemoptosis
Tindakan yang perlu segera diberikan adalah upaya
menghentikan perdarahan tersebut. Apabila perdarahan cukup
banyak (masif), mungkin merupakan perdarahan arterial yang
memerlukan tindakan operatif segera untuk menghentikan
perdarahannya.
d) Pengobatan demam
Diberikan antibiotik yang sesuai dosis cukup, dan perlu
ditambahkan obat antipiretik seperlunya.

b. Pengobatan pembedahan
1) Tujuan pembedahan : mengangkat segmen/lobus paru yang
terkena.
2) Indikasi pembedahan :
a) Pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel yang tidak
berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat.
Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi.
b) Pasien bronkiektasis yang terbatas, tetapi sering mengalami
infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah
tersebut. Pasien dengan hemoptisis massif seperti ini mutlak
perlu tindakan operasi.

7. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Anamnesis
a) Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang
b) Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
c) Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
d) Riwayat alergi pada keluarga
e) Ada riwayat asma pada masa anak-anak.

2) Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus


a) Allergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
b) Stress emosional
c) Aktivitas fisik yang berlebihan
d) Polusi udara
e) Infeksi saluran nafas
f) Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan

3) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Klien dengan bronkhiektasis terlihat mengalami batuk-
batuk dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari
serta setelah tiduran dan berbaring. Pada inspeksi, bentuk dada
biasanya normal.
Adanya batuk darah sering dijumpai pada sekitar 50% dari
klien dengan bronkhiektasis. Batuk darah pada klien dengan
bronkhiektasis biasanya bersifat masif karena sering melibatkan
pecahnya pembuluh darah arteri yang meregang pada dinding
bronkhus dan melemahnya dinding bronkhus akibat stimulus
batuk lama dapat menyebabkan batuk darah masif.
b) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.
d) Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bronkitis berarti infeksi bronkus, bronkitis dapat di katakan penyakit
tersendiri ,tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernapasan
atas atau bersamaan dngan penyakit saluran pernapasan antara lain seperti
sindbronkitis, bronkitis pada asma dan sebagainya, yang terdiri dari bronkitis
akut dan kronik.
Bronkiektasis (Bronchiectasis) adalah suatu perusakan dan pelebaran
(dilatasi) abnormal dari saluran pernafasan yang besar. Bronkiektasis bukan
merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan
merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding bronkial,
baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya.
Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua
tempat.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri
bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran napas)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulai tertentu.
Biasanya pada asma diagnosa yang pertama kali muncul adalah klien
merasakan sesak napas yang berhubungan dengan proses penyakit.
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespon terhadap terapi konvensional. Statatus asmatikus adalah keadaan
spsme bronkeolus berkepanjangan yang mengancam nyawa yang tidak dapat
dipulihkan dengan pengobatan. Status asmatikus adalah serangan asma akut
yang refraktori dan keadaan ini tidak berespon terhadap terapi dengan beta
adrenergic atau tiofilin intravena. Dalam penanganan keperawatan gawat
darurat status asmatikus dapat disesuaikan dengan etiologi atau factor
pencetusnya.
B. SARAN
Saluran napas kita sangat perlu untuk mempertahankan kelangsungan
hidup kita, maka kita harus menjaganya dengan baik. Bila sudah ada tampak
tanda dan gejala dari penyakit saluran napas maka harus segera di lakukan
pengobatan. Semaoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
pengetahuan bagi kita semua mengenai penyakit pada saluran napas.
DAFTAR PUSTAKA

Suzanne C. Smeltzer Dan Brenda G. Bare. 2002. KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH Edisi 8 Volume 1, Jakarta. EGC
Ganong. McPhee. 2005. PATOFISIOLOGI PENYAKIT Edisi 5, Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai