Oleh:
NIM.P07120219059
3B/S.Tr Keperawatan
Asma adalah penyakit pernafasan obstruksi yang ditandai oleh spasme akut otot
polos bronkus. Menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilassi alveolus.
Jalan nafas obstruksi intermiten, reversibel dimana tekanan trakea dan bronchi berespon
dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Obstruksi jalan nafas yang bersifat
reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif.
(Padila, 2013) Asma adalah suatu kedaan dimana saluran napas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma umumnya terjadi pada anak-anak usia dibawah
5 tahun, dan pada orang dewasa usia sekitar 30 tahun (Saheb, 2011). Asma adalah
penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran napas yang sangat peka terhadap
berbagai rangasangan, baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Akibat dari kepekaan
yang berlebihan ini, terjadi penyempitan pada saluran napas secara menyeluruh (Abidin,
2012). Global Initiative for Asthma (GINA) pada tahun 2006 mendefinisikan asma
sebagai gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi,
mengakibatkan mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk
khususnya pada malam atau dini hari. gejala ini berhubungan degan obstruksi saluran
napas yang bersifat reversibel, dan hiperaktivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsangan (Depkes RI, 2009) Menurut Depkes RI (2009) asma merupakan suatu keainan
berupa inflamasi atau peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang
seperti mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini
hari yang umumnya bersifat reversibel.
2. Etiologi
Menurut berbagai penelitian, patologi dan etiologi asma belum dapat diketahui
dengan pasti penyebabnya, hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respon saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor, tumor, dolor, dan
function laesa (Sudoyo Aru, dkk, 2009). Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), sebagai
pemicu timbulnya asma dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut : 1.
Infeksi, seperti infeksi virus RSV. 2. Iklim, seperti perubahan mendadak cuaca, suhu, dan
tekanan udara. 3. Inhalan, seperti debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu
hewan, bau asap. 4. Makanan, seperti putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-
bijian, tomat. 5. Obat-obatan. 6. Kegiatan fisik, seperti olahraga berat, tertawa terbahak-
bahak. 7. Emosi.
3. Manifestasi klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, wheezing. Dan pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita
bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak
otot-otot bantu permafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma
yaitu :
a. Tingkat I: Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
b. Tingkat II : Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien
setelah sembuh serangan.
c. Ting kat III : Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
d. Tingkat IV Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
e. Tingkat V: Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma
pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang
berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan
kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
4. Patofisiologi
Menurut Herdinsibuae (2005), patofisiologi dari asma dapat digolongkan menurut
klasifikasinya yaitu sebagai berikut :
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik (alergen) menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa brobkus
yang mengakibatkan kontraksi otot polos, hyperemia serta sekresi lender putih yang
tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini yaitu penderita yang telah disensitisasi
terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen
tersebut. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada
permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Jika satu molekul IgE yang terdapat pada
permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan
memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus..
2. Asma Intrinsik
Pada asma intrinsik (non alergen) proses terjadinya asma sangatlah berbeda dengan
asma ekstrinsik. Akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-
serabut nervus vagus yang merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan
menimbulkan batuk dan sekresi lendir dalam satu refleks. Serabut-serabut vagus
sangat hipersensitif, sehingga secara langsung menimbulkan refleks kontriksi
bronkus. Lendir yang sangat lengket akan disekresikan, sehingga pada kasus-kasus
yang berat dapat menimbulkan sumbatan pada saluran napas yang hampir total yang
mengakibatkan timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan, dan kematian.
Faktor pencetus dari refleks ini adalah infeksi saluran pernapasan oleh flu (common
cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri. Polusi udara oleh gas iritatif yang bersasal
dari industri, asap, serta udara dingin juga berperan.
5. Pathway
6. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksaan asma bronkial adalah sebagai berikut :
8. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-kapiler
9. Rencana Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan
perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan
pendrita. Tahap ini disebut perencanaan keperawatan yang meliput penentuan prioritas,
Diagnosa Keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan (Taqiyyah Burarah & Mohammad
Jauhar, 2013).
Kolaborasi :
7.Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu
d. Implementasi keperawatan
e. Evaluasi Keperawatan
1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisi terhadap klien terhadap respon
langsung pada intervendi keperawatan)
2. Evaluasi sumatif (mereflesikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan analisi mengenai status
kesehatan klien terhadap waktu (Poer, 2012)). Menggunakan metode SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, M.A. 2012. Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi Asma Pada Anak dan Panduan Senam
Asma. Bandung: CV Medika.
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Direktorat Bina Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta:
Depkes RI.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI.
LEMBAR PENGESAHAN