ASTHMA BRONKHIALE
A. Pengertian
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme
yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon.
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (The American Thoracic Society).
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
o Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
o Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
o Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
o Stress.
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
o Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
o Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
C. Klasifikasi Asthma
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
Askep Asthma Bronchiale
D. Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig
E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun
sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan
ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi
sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari
paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
o Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
o Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
o Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
o Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
o Tanpa keluhan.
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
o Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
o Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
o Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
o Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
o Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
o Pemeriksaan darah.
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
o Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
o Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
o Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
o Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
o Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
o Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
o Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
o Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan farmakologik :
o Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh
darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
o Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian satu bulan.
o Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
2. Pengobatan non farmakologik:
o Memberikan penyuluhan.
o Menghindari faktor pencetus.
o Pemberian cairan.
o Fisiotherapy.
o Beri O2 bila perlu.
A. Pengkajian
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 :
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
Sesak berkurang
Batuk berkurang
Klien dapat mengeluarkan sputum
Wheezing berkurang/hilang
TTV dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis, ronkhi.
R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
R/ Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada penerimaan
selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada
sandaran.
R/ Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi.
Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
keefektipan memperbaiki upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
Berikan air hangat.
R/ penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1x1 (inhalasi).
R/ Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
Pola nafas efektif
Bunyi nafas normal atau bersih
TTV dalam batas normal
Batuk berkurang
Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
R/ Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat
gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri
dada.
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
R/ ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
R/ Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah
ketidak nyaman upaya bernafas.
Kolaborasi
o Berikan oksigen tambahan.
o Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
R/ Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
R/ Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
Timbang berat badan dan tinggi badan.
R/ Penurunan berat badan yang signipikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
R/ Air hangat dapat mengurangi mual.
Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Kolaborasi
o Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
R/ Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
o Berikan obat sesuai indikasi.
o Vitamin B squrb 2x1.
R/ Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
o Antiemetik rantis 2x1
R/ untuk menghilangkan mual / muntah.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) "Asma Bronchiale", dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) "Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah", Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) "Penanganan Asma dalam Penyakit Primer", Jakarta : Hipocrates.
Crompton, G. (1980) "Diagnosis and Management of Respiratory Disease", Blacwell Scientific
Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan Keperawatan”,
Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) "Buku Ajar Fisiologi Kedokteran", Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) "Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik", Volume 1, Jakarta : EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) "Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit", Jakarta
: EGC.
Pullen, R. L. (1995) "Pulmonary Disease", Philadelpia : Lea & Febiger.
Rab, T. (1996) "Ilmu Penyakit Paru", Jakarta : Hipokrates.
Rab, T. (1998) "Agenda Gawat Darurat", Jakarta : Hipokrates.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) "Keperawatan Medikal Bedah", Buku Satu,
Jakarta : Salemba Medika.
Staff Pengajar FK UI (1997) "Ilmu Kesehatan Anak", Jakarta : Info Medika.
Sundaru, H. (1995) "Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya", Jakarta : FK UI.
A. Pengertian.
Asma bronkiale adalah penyakit saluran napas dengan karakteristik berupa peningkatan
reaktifitas ( hiperaktivitas ) trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
berupa penyempitan saluran napas lah yang menyeluruh ( Leksana, dkk, 2005 ).Contoh Asuhan
Keperawatan(ASKEP) .
Asma adalah penyakit obstruktif yang dapat pulih yang dicirikan oleh peningkatan reaktifitas
trakea dan bronkus terhadap rangsangan, dimanifestasikan oleh mengi, dan dispnea,
penyampitan karena kombinasi bronkospasme, pembengkakan mukosa, dan peningkatan sekresi
( Susan Martin Tucker, 1998 ).
B. Etiologi
Belum diketahui secara jelas, factor pencetusnya ( menurut dr. Muhadi Muhiman, 1998
) adalah:
Patofisiologi
Alergen yang masuk ke dalam tubuh merangsang sel
plasma menghasilkan Ig E yang selanjutnya menempel pada
reseptor dinding sel mast. Sel mast ini disebut sel mast
tersentisisasi.
Bila alergen serupa masuk ke dalam tubuh, maka allergen tersen
mengeluarkan sel pada sel mast tersentisisasi yang kemudian
mengalami degranulasi dan mengeluarkan sejumlah mediater
seperti histamine, leukotrin dan factor pengaktifasi platelet,
bradikinin, dll. Mediator ini menyebabkan permeabilitas kapiler
sehingga timbul edema, peningkatan produksi mucus, dan
kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persyarapan
simpatis.
GAMBAR PATWAY ASKEP
ASMA
ASKEP ASMA
Manifestasi Klinis
Pada anak yang rentan, inflaimasi di saluran napas ini
dapat menyebabkan timbulnya episode mengi berulang, sesak
napas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam hari
atau pada dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi yang
sebagian besar bersifat reversible baik secara spontan maupun
dengan pengobatan. Gejala dab serangan asma biasanya timbul
bila klien terpapar factor pencetus yang sangat beragam dan
bersifat individual.
Derajat Serangan Asma
Parameter Ringan Sedang Berat Ancanman gagal
Aktifitas Berjalan Berbicara (menangis Istirahat (berhenti
(bayi) (menangis lemah) makan)
keras)
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata - kata
Posisi Bisa baring Lebih suka duduk Duduk bertopang
tangan
kesadaran Mungkin Biasanya teragitasi Biasanya teragitasi Bingung
teragitasi
Sianosis (-) (-) (+)
Mengi Sedang, akhir Nyaring, ekspirasi ± Terdengar tanpa Sulit/tidak
respirasi inspirasi stetoskop terdengar
Sesak napas Minimal Sedang berat
Otot Bantu Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan parad
pernapasan
Retraksi Dangkal, Sedang, + Dalam, + napas Dangkal/hilan
ret.interkostal ret.suprasternal cuping hidung
Laju napas Takhipnea Takhipnea Takhipnea Turun
Laju nadi Normal Takhikardi Takhikardi Bradikhardi
Pulsus Tidak ada Ada ( 10 – 20 mmhg Ada (< 20 mmhg) Tidak ada
paradoksus ( < 10mmhg ) ) lelah)
Klasifikasi Asma
Menurut GINA ( Global Inisiatif for Asma ) dan Heru
Sundaru, 2000 adalah:
1. Asma Intermitten
Gejala klinis: kambuhan < 1- 2x seminggu, gejala
asma pada malam hari < 2x sebulan, eksaserbasi
dapat mengganggu aktifitas tidur
2. Asma Persisten Ringan
Gejala Klinis: kambuhan 1 – 2x seminggu tetapi <
1x /hari, gejala asma malam hari > 2x sebulan,
eksaserbasi dapat mengganggu aktifitas tidur.
3. Asma Persisten Ringan
Gejala klinis: setiap hari sesak napas atau kambuh,
gejala asma malam hari > 1x seminggu, eksaserbasi
dapat mengganggu aktifitas tidur.
4. Asma Persisten Berat
Gejala klinis: kambuhan sering, gejala sesak terus –
menerus atau continue, gejala sesak malam hari
sering, aktifitas fisik terbatas karena asma.
Potensial Komplikasi
Edema pulmoner
Gagal pernapasan
Status asmatikus
Pneumonia
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi dan secret hidung: IgE total dapat
meningkat
AGD: CO2 meningkat ( asidosis respiratorik )
Uji fungsi paru: PEFR atau FEV1 menurun ( ada
obstruksi )
Rontgen thorax: emfisema paru, komplikasi
(ateletaksis, pneumothorax )
EKG: pada klien dengan status asmatikus yang
berat mungkin memperlihatkan gambaran
perubahan – perubahan pada jantung kanan.
Elektrolit: perubahan kadar kalium dalam darah
mungkin terjadi akibat terapi kortikosteroid atau
perubahan – perubahan ventilasi yang perlu
dikoreksi.
Penatalaksanaan
Medik
Penderita asma dapat tenang atau tidak sedang ada
serangan, tetapi juga dapat dalam keadaan serangan dan serangan
tersebut dapat ringan, sedang ataupun berat. Kadang bahkan dapat
jauh dalam keadaan status asmatikus, yakni serangan asma yang
berat yang biasanya diatasi dengan obat yang dapat menolong
penderita. Jika serangan sedemikian berat dan mengancanm nyawa
penderita maka sebaiknya penderita segera di bawa ke rumah sakit
terdekat.
Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati
dengan bronkodilator oral atau aerosol, bahkan yang ringan sekali
tidak memerlukan pengobatan bronkodilator aerosol.
Pada serangan asma yang akut tidak diperlukan
kortikosteroid, sedangkan pada serangan ringan kronik atau
serangan ringan sedang perlu tambahan kortikosteroid disamping
bronkodilator dan juga diperlukan pemasangan oksigen.
Serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkodilator
aerosol oral atau subcutan dan kortikosteroid perlu theofilinum (
theofilin ) intravena dan koreksi penyimpangan asma basa serta
elektrolit. Oksigen sangatlah penting untuk klien ini. Keadaan
klien yang demikian ini memerlukan perawatan di rumah sakit.
Penanggulangan asma:
♥ Oksigen
♥ Periksa keadaan gas darah dan pasang IVSD ( infuse ) dengan
cairan 3 : 1, glukosa 10% dan Nacl 0,9% + KCL mEq/kolf
♣ Koreksi kekurangan cairan
♣ Koreksi penyimpangan asam basa
♣ Koreksi penyimpangan elektrolit
♥ Thofilin yang sudah diberikan diteruskan. Ukur kadar
theofilin dalan darah, pantau tanda – tanda keracunan
theofilin. Bila tnda jeracunan tidak ada dan keadaan serangan
asma belum membaikmungkkin perlu ditambah theofilin.
♥ Kortikosteroid dialnjutkan, jika belum diberi harus diberikan.
Lebih baik diberikan intravena, karena status asmatikus
sangat diperlukan untuk mempercepat hilangnya edema dan
mengembalikan sensitifitas terhadap obat – obat
bronkodilator.
♥ Usaha pengenceran lender dengan obat – obat mukolitik
untuk lendir yang banyak dan lengket di seluruh cabang –
cabang bronkus.
♥ Periksa foto thorax
♥ Lakukan pemeriksaan EKG.
♥ Cegah timbulnya stres.
Pantau tanda – tanda vital secara teratur agar bila terjadi
kegagalan pernapasan dapat segera ditolong, bila perlu di rawat di
ICU.
Keperawatan
Perawatan klien dengan asma ditujukan apabila:
♥ Klien sedang tidak sedang mendapat serangan asma
perawatan pada klien ini ditujukan untuk mencegah
timbulnya serangan asma dengan memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien maupun
keluarganya. Mencegah timbulnya serangan asma
tersebut dengan menghindari factor pencetusnya.
Pendidikan yang dapat diberikan kepada klien dan
keluarganya meliputi:
♣ klien atau keluarga harus mengenal tanda –
tanda terjadinya asma.
♣ Cara memberikan obat bronkodilator sebagai
pencegahan bila dirasa akan mengalami
serangan asma.
♣ Mencegah serangan asma dengan
menghilangkan factor pencetus, misalnya
debu, bau yang merangsang, dan lain- lain.
♣ Kepada klien maupun kelurga perlu diberi
penjelasan tentang pentingnya selalu
menyediakan obat untuk pencegahan maupun
untuk serangan.
♥ Klien sedang mendapat serangan asma
Bila klien mendapat serangan asma, masalah yang perlu
diperhatikan pada saat serangan adalah:
♣ Klien menderita kesukaran bernapas
♣ Gangguan rasa nyaman
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasme, peningkatan produksi sekret, penurunan
energi, kelelahan, sekresi yang lengket.
b. Pola napas tak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, peningkatan kerja napas
c.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
suplay O2 (obstruksi jalan napas oleh sekret, bronkospasme )
kerusakan alveoli.
d. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut
menderita dan atau takut serangan berulang.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan sesak napas, kelelahan, efek samping
obat, produksi sputum, anoreksia, mual – muntah.
3. Perencanaan
a. Jalan napas tak efektif berhubungan dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, penurunan energi, sekret yang
lengket.
Tujuan : jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi, pasien akan :
Perbaikan bunyi napas
Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal.
Tidak ada dyspnea
Tidak ada cyanosis
Intervensi :
Berikan posisi tidur setengah duduk
Lindungi lingkungan dari polusi / zat – zat alergen.
Tingkatkan intake cairan.
Ajarkan teknik batuk efektif.
Lakukan fisioterapi dada
Kolaborasi: bronkodilator
b. Pola napas tak efektifberhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, peningkatan kerja napas
Tujuan: pasien mempertahankan pola napas yang efektif.
Kriteria evaluasi:
Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal
Tidak ada atau dyspnea berkurang
TTV dalam parameter normal
Intervensi:
Monitor pernapasan, catat adanya bunyi napas
yang abnormal
Catat rasio inspirasi : ekspirasi
Monitor adanya dyspnea, gelisah, penggunaan otot bantu
pernapasan
Posisikan pasien sehingga dapat mendukung
atau meningkatkan ekspansi paru
Pertahankan polusi minimum
Ajarkan teknik purse lip breathing
Lakukan fisioterapi dada
Intervensi:
Jelaskan atau beritahu klien tentang proses
penyakitindividu, dorong klien untuk bertanya
Diskusikan tentang pemberian terapi, efek samping dan
reaksi yang tidak diiginkan
Tingkatkan kondisi lingkungan yang mendukung
Dorong klien untuk mencari cara – cara untuk
mengontrol faktor – faktor pencetus yang ada di sekitar
klien
Anjurkan untuk menggunakan oksigen yang aman dan
merujuk ke perusahaan penghasil sesuai dengan indikasi.
Rujuk untuk evaluasi perawatn di rumah bila
diindikasikan
♣ Ekstremitas :
º Atas : simetris kanan – kiri, kuku merah muda,
agak kotor, pendek, tidak ada keterbatasan
gerak.
º Bawah : simetris, kuku merah muda, agak kotor,
pendek, tidak ada keterbatasan gerak.
Data Penunjang : tidak ada
Pengelompokan Data
Data subyektif
Pasien mengeluh sesak nafas
Banyak keringat
Tidak bisa tidur, matanya terasa berat
Sekret susah keluar, batuk-batuk
Data obyektif
Pasien sering menguap
Tampak lingkaran gelap di bawah mata
Keluar sekret bening dari hidung
Nadi : 100 x/ menit
RR : 30 x/ menit
Mata tampak sayu
Wheezing
Ekspirasi diperpanjang
I. ANALISA DATA
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan Asuhan Keperawatan ini dimulai dari tahapan –
tahapan seperti yang ada dalam proses keperawatan, yaitu
pengkajian perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Tujuan dilakukan pembahasan dalam kasus ini adalah untuk
mengupas kembali pelaksanaan asuhan keperawatan dan
membandingkannya dengan landasan teori pada Bab II, hal ini
dilakukan kerana respon setiap manusia terhadap satu masalah
berbeda – beda.
A. Pembahasan Pengkajian.
E. Pembahasan evaluasi
F. Pembahasan Pendokumentasian
Kegiatan pendokumentasian perawatan dilakukan setiap
kali selesai melakukan tindakan keperawatan.
Pendokumentasian merupakan komunikasi tertulis yang
digunakan oleh tim kesehatan sebagai media informasi dari
perkembangan yang dialami oleh pasien ( bila dilakukan di
fasilitas kesehatan ). Dalam melakukan dokumentasi jangan
lupa mencantumkan jam, tanggal, tanda tangan dan nama
terang dari perawat yang bersangkutan dalam status/ format
asuhan keperawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA