B. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asthma bronkhial.
1. Faktor predisposisi.
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahuibagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
3. Stress.
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja .
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti
5. Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi
terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan
yang didapatkan adalah: Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan) Selaput lendir
bronkus udema Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut
menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai
sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat. Pada
stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah.
Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti embuluh darah, infiltrasi sel
eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau
menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal,
hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat
atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody menyebabkan
lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi. Mediator kimia
tersebut adalah:
a. Histamin.
- Kontraksi otot polos
- Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema
- Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata
b. Bradikinin.
- Kontraksi otot polos bronchus.
- Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
- Vasodepressor (penurunan tekanan darah).
- Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah.
c. Prostaglandin.
- bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)
d. Klasifikasi Asma pada anak.
Disamping tiga golongan besar tersebut diatas terdapat bentuk asma yang tidak dapat begitu
saja dimasukkan ke dalamnya.
a. Asma episodik berat atau berulang.
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya pada anak kecil dan umur prasekolah. Serangan
biasanya berat dan sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Biasanya berhubungan dengan
infeksi saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol.
Serangan biasanya hilang pada umur 5−6 tahun. Tidak terdapat obstruksi saluran napas yang
persiste
b. Asma persiten.
Mengi yang persisten dengan takipnea untuk beberapa hari atau beberapa minggu.
Keadaan mengi yang persisten ini kemungkinan besar berhubungan dengan kecilnya saluran
napas pada anak golongan umur ini. Terjadi pada beberapa anak umur 3−12 bulan. Mengi
biasanya terdengar jelas jika anak sedang aktif. Keadaan umum anak dan tumbuh kembang
biasanya tetap baik, bahkan beberapa anak menjadi gemuk sehingga ada istilah “fat happy
wheezer”. Gambaran rontgen paru biasanya normal. Gejala obstruksi saluran napas disebabkan
oleh edema mukosa dan hipersekresi daripada spasme otot bronkusnya.
c. Hipersekresi .
Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan umur sekolah. Gambaran utama
serangan adalah batuk, suara napas berderak dan mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
ronkhi basah kasar dab ronkhi kering.
Serangan asma setelah melakukan kegiatan fisik sering dijumpai pada asma episodik
sering dan pada asma kronik persisten. Disamping itu terdapat golongan asma yang manifestasi
klinisnya baru timbul setelah ada beban fisik yang bertambah. Biasanya pada anak besar dan akil
baliq.
Pada kebanyakan asma anak, biasanya terdapat banyak faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma, tetapi pada anak yang serangan asmanya baru timbul segera setelah terkena
alergen, misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna tartrazine, makan makanan atau
minum minuman yang mengandung zat pengawet..
f. Batuk malam.
Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena inflamasi mukosa,
edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala menginya tidak jelas sering salah
didiagnosis, yaitu pada golongan asma anak yang berumur 2−6 tahun dengan gejala utama
serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi pada jam 1−4 pagi. Pada
golongan ini sering didapatkan tanda adanya alergi pada anak dan keluarganya.
g. Asma yang memburuk pada pagi hari.
Golongan yang gejalanya paling buruk jam 1−4 pagi. Keadaan demikian dapat terjadi secara
teratur atau intermitten. Keadaan ini diduga berhubungan dengan irama diurnal caliber saluran
napas, yang pada golongan ini sangat menonjol.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada
faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan
fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul
gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih, takikardi.
F. Penatalaksanaan Medis
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.
BAB III
ASKEP TEORITIS
A. Pengkajian
a. Identitas klien
1. Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2. Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3. Riwayat kesehatan keluarga.
4. Kaji Status mental : lemas, takut, gelisah
5. Faktor pencetus ; stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya.
6. Kaji pengetahua anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan
7. Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.penggunaan otot asesori pernafasan,
cuping hidung,
8. Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
9. Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
Insfeksi: Contour, Confek, tidak ada defresi sternum, Diameter antero posterior lebih
besar dari diameter transversal, Keabnormalan struktur Thorax, Contour dada simetris, Kulit
Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata, RR dan ritme selama satu
menit.
Palpasi : Temperatur kulit, Premitus : fibrasi dada, Pengembangan dada, Krepitasi,
Massa, Edema
Auskultasi : Vesikuler, Broncho vesikuler, Hyper ventilasi, Rochi, Wheezing, Lokasi dan
perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Tes provokasi : Untuk
menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes
spirometri. Tes provokasi bronchial, Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test
provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test
provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan
inhalasi dengan aqua destilata.
Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. Pemeriksaan radiologi
umumnya rontgen foto dada normal. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. Pemeriksaan
eosinofil total dalam darah.dan Pemeriksaan sputum.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing
berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,
Sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.