Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN SURVEILANS

KASUS COVID-19
DI PUSKESMAS BLAHBATUH II

Oleh:
I Gusti Bagus Mulia Agung Pradnyaandara (1902612148)
Ni Kadek Dwi Karlina (1902612149)
Xena Laveda (1902612183)

Pembimbing:
dr. Putu Cintya Denny Yuliyatni, MPH
dr. Made Eni Candrawati

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-
Nya, Laporan Surveilans Kasus Covid-19 di Puskesmas Blahbatuh II ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Laporan Program ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan
Klinik Madya Ilmu Kedokteran Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Semua tahapan penyusunan laporan ini dapat diselesaikan berkat dukungan berbagai pihak.
Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Putu Cintya Denny Yuliyatni, MPH selaku dosen pembimbing, atas segala
nasihat, bimbingan, dan masukannya untuk menyelesaikan laporan ini.
2. dr. Made Eni Candrawati selaku Kepala Puskesmas Blahbatuh II yang senantiasa
membimbing.
3. Seluruh staff Puskesmas Blahbatuh II, atas segala informasi dan kerja sama terkait
dengan penyusunan laporan ini.
Diharapkan laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan dapat menjadi
inspirasi dalam perencanaan kegiatan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia dan
khususnya di Bali.

Denpasar, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
BAB II SURVEILANS COVID-19 DI PUSKESMAS BLHABATUH II…......................2
2.1 Alur Pelacakan Kasus dan Kontak Erat………………………………..........................2
2.2 Pemantauan Kasus……………………………………………………………………. 5
2.3 Program Penanggulangan COVID-19 di Puskesmas Blahbatuh II……....……………6
2.4 Hambatan Terkait Surveilans………………………………………….........................6
PENUTUP…………………………………………………………………………………7
LAMPIRAN……………………………………………………………………………… 8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan
Sars-CoV-2. Virus corona ditularkan antara hewan dan manusia. Adapun hewan yang
menjadi sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui. Berdasarkan bukti ilmiah,
COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui percikan batuk/bersin (droplet),
orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien
COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19 (Kemenkes RI,2020). Tanda dan
gejala umum penyakit ini adalah gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan
sesak napas. Masa inkubasi rata-rata adalah 5-6 hari. Pada kasus parah, COVID-19 dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal dan bahkan kematian
(Tospeu et al., 2020).
COVID-19 pertama kali dilaporkan terjadi di Tiongkok, Wuhan. Pada awalnya virus
ini diduga akibat paparan pasar grosis makanan laut Huanan yang banyak menjual spesies
hewan hidup. Penyakit ini dengan cepat menyebar di dalam negeri ke bagian lain China
(Dong et al., 2020). Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini meningkat
pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus (Susilo et al., 2020). Kemudian
WHO mengumumkan COVID-19 pada 12 Maret 2020 sebagai pandemic.
Indonesia adalah negara berkembang dan terpadat keempat di dunia, dengan demikian
diperkirakan akan sangat menderita dalam periode waktu yang lebih lama. Di Indonesia
sebanyak 1.217.468 kasus terkonfirmasi COVID-19 yang mana diantaranya 1.025.273 kasus
telah sembuh, 33.183 kasus meninggal dan kasus aktif sebanyak 159.012. Dengan tingginya
angka kasus tersebut, Indonesia menerapkan berbagai langkah kesehatan masyarakat seperti
pembatasan sosial bersekala besar dan juga program vaksinasi COVID-19. Untuk menilai
program-program tersebut tentunya terdapat kriteria evaluasi program penanggulangan
COVID. Ada 3 kelompok kriteria yang perlu dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan
program yaitu kiteria epidemiologi, kriteria sistem kesehatan, dan kriteria surveilans
kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2020). Pada kegiatan surveilans dalam konteks pandemic
COVID-19, menemukan, menguji dan mengisolasi kasus, pelacakan kasus dan karantina
tetap menjadi langkah utama dalam sistem surveilans. Untuk itu, tujuan dari laporan ini
adalah untuk menggambarkan surveilans COVID-19 di Puskesmas Blahbatuh II.

1
BAB II
SURVEILANS COVID-19 DI PUSKESMAS BLAHBATUH II

2.1 Alur Pelacakan Kasus dan Kontak Erat


Sistem Surveilans COVID-19 di Puskesmas Blahbatuh II meliputi unit surveilans
Puskesmas Blahbatuh II yang berkoordinasi dengan Satgas Gotong Royong di masing-
masing desa, Unit Rawat Jalan dan Gawat Darurat Puskesmas Blahbatuh II, Unit
Laboratorium Pelayanan Kesehatan dan Bidan Pustu dalam menemukan kasus COVID-19.
Puskesmas juga bekerjasama dengan Rumah Sakit dalam penatalaksanaan pasien, serta
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dalam hal pelaporan data COVID-
19.
Pada pelaksanaan surveilans COVID-19 terdapat beberapa definisi operasional diantaranya:
a) Kasus Suspek
 Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi local (Kemenkes, 2020).
 Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19 (Kemenkes,2020).
 Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis
yang meyakinkan (Kemenkes,2020).
b) Kasus Probable
Kaus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis yang
meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR
(Kemenkes,2020).
c) Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR baik yang bergejala maupun tanpa gejala
(Kemenkes, 2020).
d) Kontak Erat

2
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-
19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain: kontak tatap muka/berdekatan dalam
radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih, sentuhan fisik langsung
dengan kasus probable atau konfirmasi, orang yang memberikan perawatan langsung
terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai
standar, situasi lainnya berdasarkan penilaian risiko local yang ditetapkan oleh tim
penyelidikan epidemiologi setempat (Kemenkes, 2020).
Menurut pedoman P2 COVID-19 revisi kelima, penemuan kasus di wilayah secara umum
dilakukan dengan:
 Peningkatan kegiatan surveilans ILI (Influenza Like Illness) di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) melalui Puskesmas
 Kunjungan pasien ke fasyankes yang memenuhi kriteria kasus.
 Laporan yang bersumber dari masyarakat
 Hasil penelusuran kontak erat di masyakarat dan fasyankes (Kemenkes, 2020).
Pada Puskesmas Blahbatuh II didapatkan penemuan kasus melalui kunjungan pasien
ke fasyankes dengan memenuhi kriteria kasus dan hasil penelusuran kontak erat. Pada
kunjungan pasien ke fasyankes, penemuan kasus suspek dilakukan dengan skrining suhu
tubuh. Skrining dilakukan oleh salah satu petugas puskesmas yang berjaga di pintu masuk
puskesmas. Jika pasien dicurigai, selanjutnya pasien akan diberi pelayanan umum berupa
layanan triase awal di ruang depan unit gawat darurat dan selanjutkan dirujuk untuk
dilakukan tes swab RT-PCR di Rumah Sakit (RS) Rujukan serta isolasi mandiri hingga
hasil RT-PCR keluar. Pasien dengan hasil positif, dan tanpa gejala atau dengan gejala
ringan akan diinstruksikan untuk melakukan isolasi mandiri dirumah apabila rumah
dalam keadaan layak untuk digunakan sebagai tempat isolasi. Namun apabila rumah tidak
layak, maka akan dikirim untuk melakukan karantina ditempat yang disediakan oleh
pemerintah. Apabila pasien dengan gejala berat akan dirujuk untuk mendapatkan
perawatan di Rumah Sakit Rujukan yang memiliki ruangan perawatan untuk pasien
COVID-19.
Pada penelusuran kontak erat, unit surveilans melakukan tracing kepada orang-orang
yang kontak erat dengan pasien terkonfirmasi. Tracing dilakukan oleh petugas yaitu
dokter, suster, dan petugas lab yang berjumlah 10 orang, dan serta bersama petugas
tracing dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang berjumlah 5 orang. Petugas
juga sudah dilengkapi dengan APD level 3 saat melakukan tracing. Sebelum di tracing,

3
pasien diwawancara mengenai riwayat kontaknya dengan orang lain dalam 2 hari
sebelum timbul gejala hingga 14 hari setelah timbul gejala. Adapaun informasi yang
ditanyakan kepada pasien yaitu:
 Semua orang yang berada di lingkungan tertutup yang sama dengan kasus (rekan
kerja, satu rumah, sekolah, pertemuan).
 Semua orang yang mengunjungi rumah kasus baik saat di rumah maupun saat
berada di fasilitas layanan kesehatan.
 Semua tempat dan orang yang dikunjungi oleh kasus seperti kerabat, dll.
 Semua fasilitas layanan kesehatan yang dikunjungi kasus termasuk seluruh
petugas kesehatan yang berkontak dengan kasus tanpa menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang standar.
 Semua orang yang berkontak dengan jenazah dari hari kematian sampai dengan
penguburan.
 Semua orang yang berpergian bersama dengan segala jenis alat angkut/kendaraan
(kereta, angutan umum, taxi, mobil pribadi, dan sebagainya). Informasi terkait
paparan ini harus selalu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan
konsistensi dan keakuratan data untuk memperlambat dan memutus penularan
penyakit (Kemenkes, 2020).
Pada kegiatan pelacakan kasus kontak erat (tracing) di Puskesmas Blahbatuh II
dilakukan kepada anggota rumah yang tinggal bersama pasien. Apabila pasien
mengatakan sempat kontak erat dengan yang lain maka dilakukan tracing pada tempat
lain juga seperti tempat pasien bekerja.
Setelah didapatkan kasus kontak erat, orang tersebut kemudian dimintai
identitasnya dan data lainnya sesuai dengan formulir pelacakan kontak erat. Tindak
lanjut untuk kasus kontak erat adalah karantina mandiri selama 2 minggu serta
pemberian KIE berupa mengenali gejala COVID-19, cara melakukan monitoring
(pemantauan), tindakan observasi rumah, penggunaan APD dan tindakan pencegahan
penularan penyakit lain serta promosi kesehatan. Laporan dilaporkan setiap hari untuk
menyampaikan perkembangan dan kondisi terakhir dari kontak erat. Selain hal
tersebut, kasus kontak erat juga dirujuk untuk melakukan tes swab rapid antigen yang
merupakan kebijakan dari Bulan Januari 2021. Pada kasus kontak erat dengan hasil
rapid antigen negatif, akan dilanjutkan isolasi mandiri dirumah dan akan dipantau
keadaannya oleh petugas tracing. Jika hasilnya positif, apabila tanpa gejala atau gejala

4
ringan dan keadaan rumah pasien layak untuk isolasi mandiri, maka akan dilakukan
isolasi mandiri dirumah, apabila keadaan rumah tidak layak maka pasien akan
melanjutkan karantina selama 14 hari di hotel tempat isolasi telah disedikan Pemda.
Jika pada saat karantina pasien bergejala maka akan dilakukan pemeriksaan PCR dan
akan berubah status menjadi terkonfirmasi bila hasilnya positif.
Pelaksanaan Surveilans COVID-19 di Puskesmas Blahbatuh II memiliki hasil
yaitu kasus terkonfirmasi covid sebanyak 192 orang dengan jumlah kematian
sebanyak 11 orang dari bulan Januari hingga Maret tahun 2021. Untuk pengumpulan
data yang positif dicatat di puskesmas dan kemudia dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin dan berdasarkan desa yang ada di Kecamatan Blahbatuh. Data Kemudian
diolah dan dijabarkan secara deskriptif melalui perangkat lunak Microsoft excel. Hasil
surveilans kasus terkonfirmasi COVID-19 tersebut kemudian dilaporkan ke pusat
dengan menginput data kasus COVID-19 secara online ke sistem aplikasi terpadu
Single Sign On (SSO) dan melaporkan hasil data ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Gianyar.

Tabel 2.1 DATA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19 DI WILAYAH KECAMATAN


BLAHBATUH PERIODE JANUARI-MARET 2021
NO DESA PASIEN L P MENINGGAL
TERKONFIRMAS
I
1. Bedulu 49 20 29 1
2. Saba 38 22 16 2
3. Buruan 37 19 18 0
4. Blahbatuh 68 37 31 8

2.2 Pemantauan Kasus


Pemantauan kasus dilakukan tergantung dari jenis karantina yang dilakukan oleh
pasien. Pada kasus terkonfirmasi, pasien akan dipantau oleh tenaga kesehatan RS dan
kemudian pasien dilaporkan kembali bila pasien telah dinyatakan sembuh (selesai isolasi)
atau meninggal. Pada kasus suspek dan probable hanya dipantau selama hasil dua kali tes
PCR sudah terbit. Pasien kontak erat dengan hasil positif pada rapid test juga dipantau oleh
petugas yang berada ditempat isolasi hotel dan akan diberitahukan kembali ke puskesmas
apabila pasien sudah selesai di isolasi. Unit Surveilans Puskesmas Blahbatuh II hanya
melakukan pemantauan secara langsung pada kasus kontak erat COVID-19 yang melakukan

5
isolasi mandiri. Petugas Surveilans melakukan pemantauan setiap hari baik dengan
kunjungan ataupun secara virtual melalui media social seperti Whatsapp atau via telepon
untuk menanyakan apakah ada keluhan atau tidak dan kemudian dicatat pada formulir
pemantauan harian. Pemantauan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan suhu tubuh dan
skrining gejala harian. Jika pasien memiliki gejala COVID-19, maka status pasien akan naik
menjadi kasus suspek. Pasien akan diarahkan untuk melakukan pemeriksaan swab RT-PCR.
Jika hasilnya positif maka pasien dengan gejala ringan akan dilakukan isolasi dirumah jika
keadaan rumah layak atau diisolasi di hotel yang disediakan oleh pemerintah. Jika pasien
memiliki gejala yang berat, maka akan dirujuk ke rumah sakit rujukan yang memiliki ruang
perawatan untuk pasien COVID-19. Jika ada yang menjadi kasus terkonfirmasi, puskesmas
akan menghubungi satgas kabupaten untuk dilakukan penjemputan dan isolasi di rumah sakit.
Apabila pasien kontak erat dengan hasil RT-PCR negative, maka akan dilakukan isolasi
mandiri dirumah hingga berstatus kasus discarded.

2.3 Program Penanggulan COVID-19 di Puskesmas Blahbatuh II


Berikut adalah langkah-langkah penangulangan yang dilakukan Puskesmas Blahbatuh II:
a. Melakukan promosi kesehatan berupa sosialisasi mengenai COVID-19 di lingkungan
puskesmas dan sosialisasi tentang PHBS kepada masyarakat.
b. Melakukan skrining COVID-19 terhadap pasien rawat jalan di Puskesmas Blahbatuh
II dengan cara pengecekan suhu tubuh sebelum pasien menjalani pemeriksaan.
c. Melaksanakan surveilans COVID-19 dari penemuan kasus, pengumpulan data, hingga
pelaporan data.
d. Bekerjasama dengan desa di wilayah kerja puskesms Blahbatuh II dengan membentuk
satgas gotong royong yang bertugas melakukan sosialisasi dan advokasi ke desa
mengenai protokol kesehatan di era pandemi COVID-19.

2.4 Hambatan Terkait Surveilans


a. Terdapat stigma pada masyarakat terdahap COVID-19 sehingga membuat masyarakat
enggan untuk memeriksakan dirinya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Kurang taatnya masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan dan kurangnya
kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit COVID-19.
c. Beberapa masyarakat menolak untuk melakukan isolasi, dikarenakan mereka tidak
dapat bekerja, sehingga tidak mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kehidupan

6
sehari-hari seperti sembako, dan beberpa masyarakat meminta untuk diberikan
sembako jika mereka harus diisolasi.

BAB III

PENUTUP

Alur pelacakan kontak yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sudah
dilakukan dengan baik oleh Puskesmas Blahbatuh II, dan telah bekerjasama dengan pihak
Dinas Kesehatan Kabupaten serta satgas di tingkat desa hingga kabupaten. Kegiatan
surveilans ini bertujuan untuk mendeteksi dini, mengetahui gejala dan tindak lanjut yang
akan dilakukan sehingga daoat diketahui yang berisiko, tertular, mencegah penularan dan
memutus rantai penularan serta dapat dilakukan penanggulangan yang sesuai. Hasil
surveilans menunjukan 192 kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan kasus meninggal
sebanyak 11 orang. Pelayanan yang diberikan oleh puskesmas Blahbatuh II terkait COVID-
19 sudah baik. Namun masih dapat beberapa hambatan yang terjadi seperti munculnya stigma
dimasyarakat terkait COVID-19 sehingga masyarakat enggan untuk memeriksakan dirinya ke
pelayanan kesehatan, hingga beberapa masyarakat menolak untuk dilakukan isolasi dengan
alasan tidak bisa bekerja sehingga tidak mendapatkan penghasilan.

7
Lampiran 1. Form Pelacakan Kontak Erat

8
9
10
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease


(Covid-19).

Susilo A, Rumende, C. M, Pitoyo, C.W. (2020). Coronavirus Disease 2019: Review of


Current Literatures. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 7(1), 45-64.

Tosepu, R., Gunawan, J., Effendy, D.S., Ahmad, L.O.A.I., Lestari, H., Bahar, H., As fi an, P.,
(2020). Correlation between weather and Covid- 19 pandemic in Jakarta, Indonesia. Sci. Total
Environ., 138436 https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.138436

11
LAPORAN SURVEILANS
SURVEILANS KASUS DIARE
PUSKESMAS BLAHBATUH II

Oleh :

I Gusti Bagus Mulia Agung Pradnyaandara (1902612148)


Ni Kadek Dwi Karlina (1902612149)
Xena Laveda (1902612183)

Pembimbing :

dr. Putu Cintya Denny Yuliyatni, MPH

dr. Made Eni Candrawati

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, Laporan Surveilans Kasus Diare di Puskesmas Blahbatuh II ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan Program ini disusun dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya Ilmu Kedokteran Masyarakat/Ilmu
Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Semua tahapan penyusunan laporan ini dapat diselesaikan berkat dukungan
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Putu Cintya Denny Yuliyatni, MPH selaku dosen pembimbing, atas
segala nasihat, bimbingan, dan masukannya untuk menyelesaikan
laporan ini.
2. dr. Made Eni Candrawati selaku Kepala Puskesmas Blahbatuh II yang
senantiasa membimbing.
3. Seluruh staff Puskesmas Blahbatuh II, atas segala informasi dan kerja
sama terkait dengan penyusunan laporan ini.
Diharapkan laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan dapat
menjadi inspirasi dalam perencanaan kegiatan dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia dan khususnya di Bali.

Denpasar, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II SURVEILANS DIARE DI PUSKESMAS BLAHBATUH II...............3

2.1 Sistem Jejaring Surveilans Puskesmas Blahbatuh II......................................3

2.2 Alur Pelaporan................................................................................................3

2.3 Pengumpulan Data Surveilans........................................................................4

2.3.1 Tipe Surveilans........................................................................................4

2.3.2 Definisi Kasus..........................................................................................5

2.3.3 Cara Pengumpulan Data..........................................................................6

2.3.4 Formulir Pencatatan dan Pelaporan.........................................................7

2.4 Hasil Data Surveilans.....................................................................................7

BAB IV KESIMPULAN........................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Diare atau gastroenteritis didefinisikan sebagai buang air besar (BAB)


encer lebih dari tiga kali sehari selama dua hari berturut-turut, yang dapat terkait
atau tidak terkait dengan kondisi patologis. Diare dapat diakibatkan oleh
penggunaan antibiotik dan dapat berlangsung selama pengobatan dengan
antibiotik tersebut. Diare juga dapat disebabkan oleh gastroenteritis virus,
keracunan makanan, sindrom malabsorpsi, yang meliputi intoleran laktosa,
malabsorpsi gluten, penyakit usus inflamatori atau penyakit Crohn, kolitis
ulseratif dan sindrom usus rengsa (Muharry dkk, 2017)
Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia hinggsa saat ini
adalah penyakit diare, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya angka kesakitan
diare setiap tahunnya. Sebanyak 6 juta anak di dunia meninggal karena diare
Sebagian dari kasus tersebut terjadi di negara berkembang. Di negara berkembang
diperkirakan terjadi kematian balita sebanyak 1,87 juta anak balita karena diare, 8
dari 10 kematian tersebut terjadi pada balita umur < 2 tahun. Berdasarkan data
riskesdas pada tahun 2018, Provinsi dengan prevalensi diare klinis tertinggi terjadi
di Provinsi Sulawesi Tengah (11%) dan terendah di Kepulauan Riau (2,5%)
(Kemenkes, 2018).
Penyakit diare merupakan 10 penyakit yang sering menimbulkan kejadian
luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB
(STP KLB) tahun 2010, diare berada diurutan ke 6 frekuensi KLB terbanyak
setelah DBD, chikungunya, Difteri keracunan makanan, dan Campak. Jumlah
kasus KLB diare pada tahun 2010, tertinggi terjadi di provinsi Sulawesi Tengah
(27 kali) dan Jawa Timur (21 kali). Jumlah kasus KLB Diare pada tahun 2010
sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar 77 kasus (Kemenkes, 2011)
Terdapat 114.656 kasus diare di Provinsi Bali pada tahun 2017
berdasarkab profil kesehatan tahun 2017. Kota Denpasar merupakan kota dengan
kasus tertinggi di Bali yaitu sebanyak 24.686 kasus, diikuti kabupaten Buleleng
sebesar 17.647 kasus, kabupaten badung 17.374 kasus dan kabupaten gianyar
13.605 kasus (Dinkes Bali, 2018). Puskesmas Blahbatuh II merupakan puskesmas

1
yang berada di wilayah Gianyar, di mana kasus diare pada balita yang ditemukan
cukup tinggi, pada tahun 2017 yaitu sebesar 511 kasus.
Tingginya kasus diare di Indonesia bukan berarti pemerintah tidak
melakukan berbagai upaya yang komprehensif dalam pengendaliannya, namun
karena kompleksitas dari masalah diare termasuk di dalamnya sistem
surveilansnya membuat diare terus-menerus menjadi masalah di Indonesia. Dalam
pengedalian program diare, pemerintah telah melakukan beberapa upaya
diantaranya melalui surbeilans epidemiologi diare disamping dengan
penatalaksanaan sesuai dengan standar. Selain itu pemerintah juga suah
melakukan promosi kesehatan, kegiatan pencegahan dan juga pemantauan dan
evaluasi program diare
Tujuan evaluasi sistem surveilans kesehatan masyarakat adalah untuk
menjamin bahwa pentingnya masalah kesehatan masyarakat untuk dimonitoring
atau dipantau secara efektif dan efisien. Dengan latar belakang masalah di atas,
maka perlu dilakukan pembahasan sistem surveilans diare di Puskesmas
Blahbatuh II Kecamatan Gianyar, dengan tujuan khusus memperoleh gambaran
mengenai sistem surveilans diare yang ada di instansi setempat dan mempelajari
masalah sistem surveilans diare.

2
BAB II
SURVEILANS DIARE DI PUSKESMAS BLHABATUH II

2.1. Sistem Jejaring Surveilans Puskesmas Blahbatuh II


Surveilans diare merupakan kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit diare atau masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi
guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien. Surveilans
diare diselenggarakan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara
efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan (Permenkes,
2014)
Surveilans epidemiologi penyakit Diare di Puskesmas Blahbatuh II dipegang
oleh petugas surveilans dan berkolaborasi dengan koordinator program Diare.
Menurut informasi dari petugas surveilans, Puskesmas bekerja sama dengan RS
Swasta, Dokter Praktek Swasta, serta kader yang berada diwilayan kerja
Puskesmas Blahbatuh II untuk melakukan pencatatan dan pelaporan terkait kasus
diare ini
Penyelenggaraan jejaring kerja Surveilans Epidemiologi Kesehatan
dalam pengendalian diare dilakukan oleh unit penyelenggara surveilans kesehatan
meliputi setiap instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi,
instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara
fungsional atau struktural. Jejaring kerja surveilans dilakukan untuk memperbaiki,
mempertahankan dan meningkatkan koordinasi kemitraan dengan unit-unit terkait
dalam hal berbagi data dan informasi, upaya peningkatan kewaspadaan, serta
pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi Diare (Trifena, 2014)
2.2. Alur Pelaporan
Berdasarkan informasi dari petugas surveilans, kasus diare akan dicatat
terlebih dahulu di masing masing RS Swasta, Praktek Dokter, dan Kader,
kemudian akan dilaporkan ke pustu terlebih dahulu. Kemudian pustu akan

3
melaporkan kasus diare ke Puskesmas. Pelaporan rutin di tingkat puskesmas,
sudah harus ditutup pada tanggal 25. Laporan yang sudah dibuat oleh semua
petugas, dikumpulkan ke petugas sistem informasi puskesmas, kemudian petugas
tersebut yang akan mengumpulkan ke Dinkes. Laporan mingguan dikirim setiap
minggu yang dilakukan oleh tenaga surveilans, sedangkan laporan bulanan
dikirim pada awal bulan oleh pemegang program diare.
Pada penelitian yang dilakukan Rukmini (2011) di Puskesmas Tambakrejo
kota Surabaya, semua data diperoleh dari bidan pustu dan poli MTB dikumpulkan
oleh petugas puskesmas. Puskesmas akan membuat laporan W2, laporan LB3,
laporan LB1, laporan STP dan laporan P2KPusk yang akan dilaporkan ke dinas
kesehatan kota Surabaya.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menyatakan
apabila terjadi kejadian luar biasa (KLB)/wabah yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu maka puskesmas wajib melaporkan dalam periode 24 jam (W1) dan
dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi kronologi kejadian KLB, cara
penyebaran serta faktor-faktor yang memengaruhi, keadaan epidemiologi
penderita, hasil penyelidikan yang telah dilakukan dan hasil penanggulangan KLB
dan rencana tindak lanjut.
2.3. Pengumpulan Data Surveilans Diare
2.3.1 Tipe Surveilans
Tipe surveilans yang diterapkan di Puskesmas Blahbatuh II adalah
surveilans tipe pasif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah
dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan
melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan
surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional.
Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi
kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena
tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu,
tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu
petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan kesehatan di

4
fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen
pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.
Pelaksanaan surveilans kasus di Puskesmas Tambakrejo Kota Surabaya,
menggunakan surveilan pasif yaitu berasal dari data kunjungan penderita yang
dilaporkan rutin puskesmas. Pengumpulan data secara aktif seperti berdasarkan
studi kasus atau survey dan investigasi penderita diare pada saat KLB belum
pernah dilakukan karena pelum pernah terjadi kejadian luar biasa diare (Rukmini,
2011)
2.3.2 Definisi Kasus
1. Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja), dengan tinja berbentuk
cair/setengah padat, dan disertai dengan frekuensi yang meningkat (lebih dari
3x sehari). Diare terbagi menjadi dua berdasarkan mula dan lamanya, yaitu
diare akut dan diare konis (Aziz, 2006)
2. Jenis Diare
Berdasarkan lama sakit:
a. Diare Akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (pada
umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut dapat terjadi dehidrasi
yang merupakan penyebab utama kematian (Depkes, 2011)
b. Diare kronik/persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan
dan gangguan metabolism (Depkes, 2011)
3. Gejala Klinis
Gejala utama: buang air besar lembek/cair yang frekuensinya lebih sering dari
biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Astika, 2014).

Kuman Masa Gejala klinis Cara penularan


tunas
V. Cholera Beberapa Mencret mendadak, cair Melalui makanan
jam sampai seperti cucian beras, dan minuman yang
5 hari terus menerus, dehidrasi, terkontaminasi
kadang-kadang muntah,

5
asidosis, dan shock
V.Para- Biasanya Diare, sakit perut, mual Ikna (makanan) laut
hemolyticus 2-3 hari muntah, demam, sakit yang
kepala terkontaminasi
Stap. aureus 2-6 jam Mual, muntah, sakit Daging, telur,
perut, mencret, suhu makanan kaleng
badan tinggi dan roti

Salmonella sp. 12-24 jam Mencret, demam, sakit Daging unggas,


perut. susu, dan telur yang
terkontaminasi
2-3 hari Mencret, sakit perut, Makanan saus dan
Shigella spp tenesmus, tinja lender makanan kaleng
darah yang
terkontaminasi

2.3.3 Cara Pengumpulan data


Proses pengumpulan data surveilans diare di Puskesmas Blahbatuh II
bersifat pasif, yaitu berasal dari data kunjungan penderita yang dilaporkan rutin
puskesmas, dan juga Laporan dari RS Swasta dan Praktek Swasta yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II, sera Laporan oleh kader yang akan
dilaporkan oleh puskesmas pembantu. Pengumpulan data diare di puskesmas
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan laporan ke Dinas Kesehatan. Pengumpulan
data diare yang dilakukan oleh petugas program diare dengan melakukan
rekapitulasi penderita diare yang berobat di puskesmas, Pustu maupun yang
dirujuk oleh bidan wilayah melalui buku register pengobatan. Untuk penderita
diare dewasa melalui buku register pengobatan di poliklinik umum di Puskesmas
dan Pustu, sedangkan untuk penderita diare balita melalui register poliklinik
MTBS.
Berdasarkan penelitian di Puskesmas Tambekrejo kota Surabaya pada
tahun 2011, pengumpulan data dilakukan oleh pustu dan bidan, dikumpulkan ke
puskesmas, kemudian petugas surveilans puskesmas mengirim laporan ke Dinas
Kesahatan Kota Suarabaya. Laporan-laporan tersebut ditulis dalam bentuk
formular (Depkes, 2004)

6
2.3.4 Formulir Pencatatan dan Pelaporan
Petugas surveilans di Puskesmas Blahbatuh II menyatakan bahwa formulir
yang ada di pusksesmas hanya formulir W1 untuk Kejadian Luar Biasa dan W2
untuk data mingguan. Untuk pencatatan lainnya dalam bentuk file dengan format
excel.
Menurut data di Puskesmas Tembakrejo kota Surabaya, Data yang
terkumpul dilakukan rekap melalui formulir pelaporan seperti laporan mingguan
(W2), Laporan bulanan P2M diare (LB3), Laporan surveilans terpadu puskesmas
(STP), Laporan SP2TP/LB1, Laporan P2KPusk

2.4 Hasil Data Surveilans


Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab program diare per
Januari 2021 ditemukan 73 kasus diare, dimana 33 kasus didapatkan dari sarana
kesehatan dan 40 kasus merupakan Laporan dari kader.

7
8
BAB IV
SIMPULAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja), dengan tinja berbentuk
cair/setengah padat, dan disertai dengan frekuensi yang meningkat (lebih dari 3x
sehari). Diare terbagi menjadi dua berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut
dan diare konis.
Keberhasilan upaya pemberantasan rabies di suatu wilayah sangat
tergantung pada efektivitas kegiatan surveilans yang dilaksanakan. Surveilans
diare merupakan kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap
data dan informasi tentang kejadian penyakit diare atau masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien. Surveilans diare
diselenggarakan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif
dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan
diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang membutuhkan

9
Surveilans epidemiologi penyakit diare adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit diare. Surveilans epidemiologi
sangat penting untuk mengetahui besar masalah kesehatan/penyakit di
masyarakat. Surveilans kasus diare di Puskesmas Blahbatuh II sudah berjalan baik
namun angka kasus diare masih dikatakan tinggi karena termasuk dalam 10 besar
penyakit terbanyak di Puskesmas Blahbatuh II sehingga diperlukannya evaluasi
lebih lanjut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Astika, R. I. 2014. Analisis Pelaksanaan Program Diare di Puskesmas Medan Deli


kecamatan Medan Deli tahun 2014. Universitas Sumatera Utara; Medan.

Aziz. Diare pembunuh utama balita. Jakarta: Graha Pustaka; 2006.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang


Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan; Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas Diare
Lima langkah Tuntaskan Diare. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan; Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Bali 2017. Dinas
Kesehatan Provinsi Bali; Denpasar.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Utama Riskesda 2019. Kementerian


Kesehatan RI; Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Kementerian


Kesehatan RI; Jakarta

Muharry A, Stella Amalia I, Dwihayati A.Analisis Kejadian Diare Pada Tatanan


Rumah Tangga. Jurnal Ilmu Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Kuningan.
2017;06(02).

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.25 Tahun 2014

Rukmini, dan Syahrul, F. 2011. Analisis Sistem Surveilans Diare Puskesmas


Tambakrejo Kota Surabaya. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan; 14 (2);
136-145

Trifena, F. P. R. 2014. Evaluasi Surveilans Epidemiologi. Universitas Pattimura;


Ambon.

11

Anda mungkin juga menyukai