B P1 A0 GRAVIDA 38
MINGGU DENGAN KEADAAN IBU KETUBAN PECAH DINI
(KPD) DI RUANG AMARILIS RSUD R.A. KARTINI JEPARA
Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menysun
tugas ini yang berjudul “MakalahPostnatal Pada Ny. B P1 A0 Gravida 38
Minggu Dengan Keadaan Ibu Ketuban Pecah Dini (Kpd) Di Ruang
Amarilis RSUD R.A. Kartini Jepara” tepat pada waktunya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Post partum merupakan suatu periode dalam minggu-minggu pertama
setelah kelahiran. Lamanya “periode” ini tidak pasti, sebagian besar
mengganggapnya antara 4 sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa
yang relatif tidak komplek dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai
oleh banyaknya perubahan fisiologi. Beberapa dari perubahan tersebut
mungkin hanya sedikit mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius
juga sering terjadi (Cunningham, F,et al, 2013).
Asuhan keperawatan pasca persalinan diperlukan untuk meningkatkan
status kesehatan ibu dan anak. Masa nifas di mulai setelah dua jam lahirnya
plasenta atau setelah proses persalinan kala 1 sampai IV selesai.
Berakhirnya proses persalinan bukan berarti ibu terbebas dari bahaya atau
komplikasi. Berbagai komplikasi dapat dialami ibu pada masa nifas dan bila
tidak tertangani dengan baik akan memberi kontribusi yang cukup besar
terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Ketuban pecah
dini (KPD) merupakan pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan terjadi
pada fase laten yaitu pembukaan < 4 cm. Ketuban pecah dini termasuk
dalam kehamilan beresiko tinggi, kesalahan dalam mengelola KPD akan
membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun
bayinya ( Nugroho,T, 2012).
Komplikasi potensial KPD yang sering terjadi adalah resiko infeksi,
prolaps tali pusar, gangguan janin, kelahiran premature dan pada usia
kehamilan 37 minggu sering terjadi komplikasi syndrom distress pernafasan
(RDS, Respiratory Distrees Syndrome) yang terjadi pada 10-40% bayi baru
lahir. Apabila terjadi pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu dan belum
ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan persalinan induksi. Pada kasus
tertentu bila induksi partus gagal, maka dilakukan tindakan operasi caesaria.
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan
bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah
226/100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target tujuan
pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs), yakni hanya
4
102/100.000 kelahiran tahun 2015. Rendahnya kesadaran masyarakat
tentang kesehatan ibu hamil menjadi factor penentu angka kematian,
meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani
masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim
muncul, yakni 28 % pendarahan, 5% aborsi, 24% eklamsi, 5% persalinan
lama/macet, 8% komplikasi masa nifas, 11% infeksi dan 14% lain-lain.
Menurut Depkes RI tahun 2011 menjelaskan sekitar 30% kejadian mortalitas
pada bayi preterm dengan ibu yang mengalami ketuban pecah dini adalah
akibat infeksi, biasanya infeksi saluran pernafasan (asfiksia). Selain itu, akan
terjadi prematuritas. Sedangkan, prolaps tali pusat dan malpresentrasi akan
lebih memperburuk kondisi bayi preterm dan prematurita.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Laporan pendahuluan post natal disusun sebagai dasar teori
dalam penyusunan laporan kasus post natal dengan ketuban pecah dini.
2. Tujuan Khusus
Mampu melakukan pengkajian pada pasien post partum spontan
dengan ketuban pecah dini.
Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien post
partum spontan dengan ketuban pecah dini.
Mampu menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan pada
pasien post partumspontan dengan ketuban pecah dini.
Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana
keperawatan pada pasien post partum spontan dengan ketuban
pecah dini.
Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien post
partum spontan dengan ketuban pecah dini.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
berkembangnya paru. Air ketuban penting untuk menghilangkan friksi
kinetik yang terjadi pada persalinan akibat tidak bullet shape-nya janin.
Pada kehamilan preterm pecahnya ketuban akan merangsang
persalinan dan kelahiran (50% persalinan preterm dengan KPD akan
berakhir dengan kelahiran).
B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum : Dalam 24 jam pertama. Pada fase ini dapat
memastikan involasi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
2. Immediate post partum : Minggu pertama post partum. Pada masa ini
sering terdapat masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.
Oleh karena itu bidan harus tetarur melakukan pemeriksaan kontraksi
uterus, pengeluaran lochea, teknan darah, dan suhu.
3. Late post partum : Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
Pada priode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling keluarga berencana. (Saleha 2009).
7
tinggi fundus uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram, dan
8 minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri kembali normal
dengan berat 30 gram (Mochtar, 2008).
2. Lochea Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina dalam masa nifas.
a. Locea Rubra (Cruenta) : berasal dari kavum uteri dan berisi darah
segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik
kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lochea Sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir. Hari ke 3 – 7 pasca pesalinan.
c. Lochea Serosa : berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan
tidak berdarah lagi. Pada hari ke 7 – 14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba : berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda
bahaya jika setelah lochea rubra berhenti warna darah tidak muda,
bau seperti menstruasi. Lochea Purulenta jika terjadi infeksi, keluar
cairan seperti nanah berbau busuk, Locheostiasis Lochea tidak
lancar keluarnya. Pengeluran rata-rata lochea 240 – 270 ml.
(Mochtar, 2008).
3. Servik dan Vagina
Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui
oleh 2 jari, sisinya tidak rata karena robekan saat melahirkan.
Bagaimanapun juga servik tidak dapat kembali secara sempurna ke
masa sebelum hamil. Osteum externum akan menjadi lebih besar
karena adanya. Dalam beberapa hari bentuk servik mengalami
distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu. Struktur eksternal
melebar dan tampak bercelah. Sedangkan vagina akan menjadi
lebih lunak dengan sedikit rugae dan akan kembali mengecil tetapi
akan kembali ke ukuran semula seperti sebelum hamil dalam 6 – 8
minggu meskipun bentuknya tidak akan sama persis hanya
mendekati bentuk awalnya saja.
4. Perineum
Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang
besar, yang kemudian setelah persalinan menjadi edema. Perawat
perlu mengkaji tingkat kenyamanan sehubungan dengan adanya
luka episiotomi, laserasi dan hemoroid. Perawat perlu melaporkan
8
adanya edema, khimosis, kemerahan dan pengeluaran (darah, pus,
serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji tanda-tanda infeksi
dan luka episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu. (Hacker,
2009).
5. Proses Laktasi
Di awal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi
oleh placenta menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada hari
pertama post partum terdapat perubahan pada mammae ibu post
partum. Semenjak masa kehamilan kolostrum telah disekresi. Pada
3 hari pertama post partum mammae terasa penuh atau membesar
oleh karena kelahiran plasenta diikuti dengan meningkatnya kadar
prolaktin menstimulasi produksi susu. (Hacker, 2009).
6. Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda Vital
Jumlah denyut nadi normal antara 50 – 70 x/menit.
Takikardi mengidentifikasi perdarahan penyakit jantung infeksi
dan kecemasan. Tekanan darah terus selalu konsisten dengan
keadaan sebelum melahirkan. Penurunan tekanan darah secara
drastis dicurigai adanya peradarahan. Kenaikan tekanan darah
sistole 30 mmHg dan distol 15 mmHg atau keduanya dicuriagi
kehamilan dengan hipertensi atau eklamsi. Kenaikan suhu tubuh
hingga 38o C pada 24 jam pertama atau lebih diduga terjadi
infeksi atau karena dehidrasi. Perawat perlu mengkaji tanda-
tanda vital, karena sebagai petunjuk adanya peradarahan, infeksi
atau komplikasi post partum lainnya.
Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4
minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
Perubahan hematologic
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3
minggu.
9
7. Sistem Pernafasan
Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum
melahirkan dalam 6 – 8 minggu post partum. Respiratory rate 16 –
24 kali per menit. Keseimbangan asam basa akan kembali normal
dalam 3 minggu post partum. Dan metabolisme basal akan
meningkat selama 14 hari post partum. (Hacker, 2009).
8. Sistem Muskuloskeletal
Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada
oedema atau perubahan vaskular. Ekstermitas bawah harus
diobservasi akan adanya udema dan varises. Jika ada udema
observasi apakah ada pitting udema, kanaikan suhu, pelebaran
pembuluh vena, kemerahan yang diduga sebagai tanda dari
tromboplebitis (Hacker, 2009).
9. Sistem Persyarafan
Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan
dengan hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat
harus mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria,
udema, nyeri epigastritik dan sakit kepala. (Hacker, 2009).
10. Sistem Perkemihan
Pada umumnya dalam 4 – 8 jam setelah melahirkan ibu
post partum, mempunyai dorongan untuk mengosongkan kandung
kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu post partum akan sering
berkemih tiap 3 – 4 jam sekali untuk menghidari distensi kandung
kemih. (Hacker, 2009).
11. Sistem Pencernaan
Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising
usu 5 – 35 /menit. Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama
post partum adalah hal yang biasa terjadi. Sebagai akibat terjadinya
udema saat kelahiran, kurang asupan makan (puasa) sesaat
sebelum melahirkan selanjutnya pada beberapa hari pertama post
partum. (Hacker, 2009).
Perubahan Psikologis
1. Taking in Phase
Timbul pada jam pertama kelahiran 1 – 2 hari selama
masa ini ibu cenderung pasif, ibu cenderung dilayani dalam
10
memenuhi cenderung sendiri. Hal ini disebabkan rasa tidak nyaman
pada perineal, nyeri setelah melahirkan.
2. Taking Hold Phase
Ibu post partum mulai berinisiatif untuk melakukan
tindakan sendiri, telah suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai
mempunyai ketertarikan yang kuat pada bayinya pada hari 4 – 7
hari post partum.
3. Letting Go Phase
Ibu post partum dapat menerima keadaan dirinya apa
adanya. Proses ini perlu menyesuaikan diri terjadi pada hari terakhir
minggu pertama.
11
3. Pemberian Nutrisi
Nutrisi ibu diberikan harus memenuhi gizi seimbang porsinya lebih
banyak daripada waktu hamil, disamping untuk mempercepat
pulihnya kesehatan setelah kelahiran juga untuk meningkatkan
produksi ASI.
4. Aktivitas Seksual
Pasangan dianjurkan untuk menunggu sampai terdapat
pengeluaran lochea akhir minggu ke 4. Perhatikan posisi, sebaiknya
wanita pada posisi atas untuk menghindari adanya penetrasi yang
telalu dalam.
12
Patologis ). KPD adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam
keadaan normal 8-10% wanita hamil aterm akan mengalami ketuban
pecah dini (Prawirohardjo, 2010). Ketuban pecah dini didefinisikan
sebagai pecahnya ketuban sebelum waktu nya melahirkan,hal ini
dapat terjadi pada akhirnya kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan(Sujiyati, 2009).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput
amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau
pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37
minggu dengan atau tanpa kontraksi (mitayani,2011).
B. ETIOLOGI
1. ketuban yang abnormal
2. infeksi vagina / serviks
3. kehamilan ganda
4. polihidramnion
5. trauma
6. distensi uteri
7. serviks yang pendek
8. prosedur medis ( Fadlun, dkk. 2011).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. kencang-kencang (nyeri ringan dibagian bawah)
2. keluarnya cairan ketuban dari vagina
3. dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
4. tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering
5. Berbau anyir - Warna cairan putih agak keruh seperti santan
encer. ( Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis ).
D. PATHOFISIOLOGI
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketubn pecah
13
karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh bukan karena luruh
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintetis dan degradasi
ekstrakuler matriks. Perubahan struktur jumlah sel dan katabolisme
kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah.selaaput ketuban sangat kuat pada kehamilan
muda trimester ke 3 selaput ketuban pecah. Melemahnya kekuatan
selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus
kontraksi rahim dan gerakan janin. Pada trimester terakir terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada
kehamilan aterm merupakan hal fisiologis disebabkan oleh adanya
faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.
Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion
inkompeten serviks. ( Prawiharjo Sarwono. 2013. Buku Ajar
Keperawatan).
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi pada ketuban pecah dini
sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress
pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Resiko infeksi
meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil dengan
ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan
terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada ketuban
pecah dini. ( Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis )
Komplikasi Potensial Ketuban Pecah Dini
1. Resiko infeksi
2. Prolabs tali pusat
3. Gangguan janin (penurunan gerakan pernafasan, dan
gangguan perkembangan struktur janin yang disebabkan oleh
sabuk amnion akibat penurunan cairan amnion; afiksia
janinakibat kompresi tali pusat yang disebabkan oleh
penurunan cairan amnion). Apabila KPD prater mini terjadi
pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
14
1. infeksi intra uterine
2. tali pusat menumbung
3. prematuritas
15
hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi
emosi ibu.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
sekunder terhadap atonia uteri.
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan perineum dan kontraksi uterus berlebih.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya kuman pada
luka episiotomi
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan setelah
melahirkan.
e. Potensial terhadap perubahan peran orang tua yang berhubungan
dengan transisi pada masa menjadi orang tua dan perubahan
peran.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko syok hipovolemik b.d. perdarahan sekunder terhadapatonia
uteri.
Tujuan : Syok hipovolemi tidak terjadi.
Kriteria hasil:
- Tekanan darah siastole 110-120 mmHg, diastole 80-85
mmHg.
- Nadi 60-80 kali/menit.
- Akral hangat, tidak keluar keringat dingin
- Perdarahan post partum kurang dari 100 cc
Intervensi :
- Monitor vital sign
- Kaji adanya tanda-tanda syok hipovelomik
- Monitor pengeluaran pervagina.
- Lakukan massage segera mungkin pada fundus uteri.
- Susukan bayi sesegera mungkin.
16
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d trauma jaringan perineum,
kontraksi uterus berlebih.
Tujuan :Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
- Skala nyeri kurang dari 4.
- Nadi antara 60-80 kali permenit.
Intervensi :
- Kaji sebab-sebab nyeri pada klien.
- Ajarkan pada klien tentang metode distraksi dan relaksasi.
- Anjurkan pada klien untuk melakukan kompres dingin pada
daerah perineum.
- Kolaborasi pemberian analgesic sesuai advis dokter.
17
- Tingkatan partisipasi klien secara bertahap dan optimal.
- Beri dorongan untuk mengungkapkan persaan tentang
perawatan diri.
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN POSTNATAL
KEPERAWATAN MATERNITAS
I. DATA UMUM
Inisial Klien : Ny. B Inisial Suami : Tn. K
Usia : 21 tahun Usia Suami : 27 thn
Status Perkawinan : Kawin Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Tengguli 7/1 Bangsri
19
C. Riwayat Ginekologi
1. Masalah Ginekologi : tidak memiliki riwayat miom, kanker,
tumor. kista
2. Riwayat KB : Belum pernah KB
20
3. Diastasi Rektus Abdominis :Pemisahan otot rektus abdominalis
> 2,5 tepat setinggi umbilikus
4. Fungsi Pencernaan : Bising usus 12 kali/menit
F. Perineum dan Genital
1. Vagina : Integritas Kulit : Baik Edema : Tidak
ada
Memar : Tidak Hematoma :
Tidak
2. Perineum : Utuh/episiotomi/ruptur
Tanda REEDA : R : Kemerahan : Ya/Tidak
E : Bengkak : Ya/Tidak
E : Echimosis : Ya/Tidak
D : Discharge : Ya/Tidak
A : Approximate : Ya/Tidak
Kebersihan : Bersih, ganti pembalut 4-5 jam hari
3. Lokia
Jumlah : 6 pembalut penuh/hari
Jenis/Warna : Rubra/merah
Konsistensi : Bau anyir terdapatstesol
4. Hemoroid
Derajat : Tidak ada Lokasi : Tidak ada
Berapa Lama : Tidak ada Nyeri/Tidak : Tidak ada
G. Ekstermitas
1. Ekstermitas Atas : Edema : Ya/Tidak
2. Ekstermitas : Nyeri : Ya/Tidak
Varises : Ya/Tidak, Lokasi :
Tanda Homan (Homan’s Sign) +/-
H. Eliminasi
1. Urine : Kebiasaan BAK : 5-6 kali/hari
BAK saat ini :2 kali (dari jam 03.00-09.00 WIB)
2. BAB : Kebiasaan BAB : 1 kali/hari
BAB saat ini : Belum BAB Konstipasi : Ya/Tidak
I. Istirahat dan Kenyamanan
1. Pola Tidur : Pasien tidur 6-8 jam/hari
Pola Tidur Saat : Pasien tidur 3-4 jam/hari
21
2. Keluhan Ketidaknyamanan : Ya/Tidak, Lokasi : Perineum
Sifat : Nyeri seperti di sayat-sayat
Intensitas : Tiap pergerakan
Nyeri : P : Nyeri pada jahhitan perineum
Q : Di sayat-sayat
R : Perineum
S:4
T : Saat begerak
J. Mobilisasi dan Latihan
1. Tingkat Mobilisasi : Pasien belum mampu berjalan
2. Latihan Senam : Pasien tidak latihan
K. Nutrisi dan Cairan
1. Asupan Nutrisi : Pasien makan 3 kali/hari
2. Asupan Cairan : Pasien minum ± 8 gelas/hari
L. Keadaan Mental
1. Adaptasi Psikologi : Pasien mengatakan bahagia karena
anaknya sudah lahir dengan selamat
2. Penerimaan Terhadap Bayi : Pasien menerima kehadiran bayi dan
terlihat bahagia
M. Kemampuan Menyusui :
Pasien sudah mulai menyusui, refleks hisap bayi baik
N. Obat-obatan :
19//2/2019 : Injeksi ampicilin 1 gr/8 jam
O. Keadaan Umum Ibu
TTV : TD : 110/80 mmHg Nadi : 85 x/menit
S : 36,5 ͦc RR : 20 x/menit
P. Jenis Persalinan
Spontan dengan KPD
III. KEADAAN BAYI SAAT LAHIR
A. Lahir tanggal : 18/2/2019
B. Kelahiran : Tunggal/Gemeli
C. Tindakan resusitasi : -
D. Plasenta : Berat : 400 gr Tali pusat : Panjang 31 cm
Ukuran : Bulat Jumlah Pembuluh Darah : -
22
NILAI APGAR
23
IV. ANALISA DATA
24
R : Ada kemerahan
E : bengkak
E : tidak terdapat
kebiruan pada luka
D : tidak terdapat
cairan pada luka
A : tidak ada jahitan
yang tidak menyatu
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
2. Resiko infeksi b.d proses persalinan (adanya luka episiotomi)
Tujuan&
No.DX Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
1. Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Mengidentifikasi
tindakan 1. Kaji skala nyeri kebutuhan dan
keperawatan selama intervensi yyang
1x24 jam tepat
diharapkan nyeri 2. Anjurkan untuk 2. Untuk
berkurang dengan menggunakan mengalihkan
KH : teknik relaksasi perhatian ibu
1. Skala nyeri 0-1 dari nyeri yang
2. Ekspresi dirasakan
wajah tampak 3. Motivasi untuk 3. Memperlancar
rileks mobilisasi sesuai pengeluaran
3. Tidak merasa indikasi lochea,
nyeri saat mempercepat
mobilisasi involusi dan
4. Keluhan nyeri mengurangi
berkurang nyeri secara
5. Tanda-tanda bertahap.
vital dalam
25
rentang 4. Kolaborasikan 4. Mempercepat
normal (TD : dengan tim medis proses
120/80 mmHg, lain untuk penyembuhan
N : 60-100 pemberian
x/menit, RR : analgetik
16-20 x/menit,
S : 36,5-37,5
26
VII. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
27
perineumnya.
09. 50 3. Memotivasi untuk Ds: pasien
mobilisasi sesuai bersedia untuk
indikasi mobilisasi
Do: pasien
mobilisasi
dengan
berjalan ke
kamar mandi.
10.00 4. Mengkolaborasikan Ds: Pasien
dengan tim medis bersedia diberi
lain untuk obat
pemberian Do: pemberian
analgetik analgetik
28
memakan 1
porsi makanan
dari RS dan
cemilan-
cemilan yg di
bawa dari
rumah.
10.25 3. Melakukan Ds: Pasien
perawatan luka bersedia untuk
dengan teknik di lakukan
aseptik. perawatan
luka.
Do: Dilakukan
perawataan
luka pada area
perineum.
10.35 4. Melakukan vulva Ds: Pasien
hygiene dan bersedia
anjurkan klien untuk dilakukan
selalu perawatan
membersihkan area vulva hygine
perineum jika mandi dan
membersihkan
area perineum
jika mandi.
Do: pasien
dilakukan vulva
hygine, Lokea:
Rubra
R : Ada
kemerahan
E : bengkak,
E : tidak
terdapat
kebiruan pada
29
luka
D : tidak
Rabu, 20 terdapat cairan
Febuari pada luka
2019 A : tidak ada
jahitan yang
tidak menyatu
11.00 5. Menganjurkan klien Ds: Pasien
untuk banyak minum bersedia untuk
dan diet tinggi banyak minum
protein dan diet tinggi
protein.
Do: Pasien
memakan 2
butir tiap
harinya, dan
meminum air
kurang lebih 2
liter
30
08.10 2. Mengkaji status Ds: pasien
nutrisi pasien. mengatakan
nafsu
makannya
baik
Do: Pasien
memakan 1
porsi makanan
dari RS dan
cemilan-
cemilan yg di
bawa dari
rumah.
31
hygine, Lokea:
Rubra
R : Ada
kemerahan
E : bengkak,
E : tidak
terdapat
kebiruan pada
luka
D : tidak
terdapat cairan
pada luka
A : tidak ada
jahitan yang
tidak menyatu
08. 30 5. Menganjurkan klien Ds: Pasien
untuk banyak minum bersedia untuk
dan diet tinggi banyak minum
protein dan diet tinggi
protein.
Do: Pasien
memakan 2
butir tiap
harinya, dan
meminum air
kurang lebih 2
liter
32
VIII. EVALUASI KEPERAWATAN
33
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
34
DAFTAR PUSTAKA
Gulardi Hanifa Wiknjosastro. (2012). Ilmu Kebidanan. Edisi 6. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Hacker, Moore. (2009). Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Mochtar, Rostam. (2008). Sinopsis Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
35