Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pesantren

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007

tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 26 Menyatakan

Pesantren (1) Menyelenggarakan Pendidikan dengan tujuan menanamkan keimanan

dan ketaqwaan kepada ALLAH SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk

mengembangkan kemampuan, Pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk

menjadi ahli ilmu agama islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang

memiliki keterampilan atau keahlian untuk membangun kehidupan di islami di

masyarakat. (2) Menyelanggarakan pendidikan diniah atau secara terpadu dengan

jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,

memengah, dan/atau pendidikan tinggi. Peserta didik dan/atau pendidik di pesantren

yang diakui keahliannya di bidang ilmu agama.

Secara sederhana, definisi pondok pesantren AL-Fatah adalah sebuah

pesantren yang menganut sistem tradisional dimana di dalamnya hanya mengajarkan

ilmu-ilmu agama dan sama sekali tidak mengajarkan ilmu umum. Sedangkan pondok

modern ada pesantren yang di dalamnya menganut sistem pendidikan yang diadopsi

dari sistem pendidikan modern dan materi yang dipelajari merupakan kombinasi

antara ilmu agama dan umum. Ciri khas pondok modern adalah penekanan pada

kemampuan bahasa asing secara lisan, sedagkan keunikan pesantren AL-Fatah adalah

lebih menekankan pada kemampuan penguasaan kitab kuning.

7
8

B. Penyakit Scabies

1. Definisi Scabies

Menururt Soekidjo (1997) yang di kutip oleh Zohra (2010) “Scabies adalah

penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau (kutu/mite) yang bernama

Sarcoptes scabei, filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, super famili

Sarcoptes.” Pada manusia oleh S. scabiei var hormonis, pada babi oleh S. Scabiei var

suis, pada kambing oleh S. Scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. Scabiei var ovis.

Gambar 2.1 Kutu/tungau scabies(kiri), penyakit scabies(kanan)

Scabies menyebabkan tanda kemerahan pada kulit dan akan di temukan

pada jari jari, kaki, leher, bahu, bawah ketiak, bahkan daerah kelamin.

Gambaran scabies yang terlihat meliputi kemerahan disertai dengan benjolan

yang kecil. Scabies menular dari kontak secara langsung antara kulit ke kulit,

serta kontak seksual Djuanda, A. (2010).


9

C. Etiologi

Scabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan oleh

tungai kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabei), yang didapatkan melalui

kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini,

seringkali berpegangan tangan dalam waktu yang sangat lama barangkali

penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini. Kontak sesaat tidak cukup

untuk dapat menimbulkan penularan dan semua kelompok umur bisa terkena.

Tungau scabies betina membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan

telur-telurnya didalam liang yang ditinggalkannya.

Gambar 2.2
Tungau Sarcoptes scabei

Tungau scabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya

dan sesudah kawin dengan tungai betina serta pelaksanaan tugasnya selesai,

mereka mati. Mulanya hospes (inang) tidak menyadari adanya aktivitas

penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-6 minggu terjadi


10

reaksi hipersensitivitas terhadap tungai atau bahan-bahan yang dikeluarkannya,

dan mulailah timbul rasa gatal. Setelahnya hidup mereka menjadi penuh bahaya

karena terowongannya akan digaruk, dan tungai-tungai serta telur mereka akan

hancur. Dengan cara ini hospes mengendalikan populasi tungai dan pada

kebanyakan penderita scabies rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada

kulitnya tidak lebih dari selusin (Robin dkk, 2005).

Gambar 2.3

Tungau betina meletakkan telurnya didalam epidermi kulit manusia

D. Cara Penularan

Menurut Kartika (2008) sebagaimana yang dikemukakan oleh Riris dalam

Skripsi Hubungan antara faktor pengetahuan dan perilaku dengan kejadian

Skabies di pondok pesantren al muayyad Surakarta (2010:8) bahwa: Penyakit

scabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan,


11

atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang

relatif sempit. Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu

tempat tidur yang sama dilingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang

menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan serta fasilitas-fasilitas kesehatan

yang dipakai oleh masyarakat luas, dan fasilitas umum lainnya yang dipakai

secara bersama-sama dilingkungan padat penduduk.

E. Gejala Klinis Scabies

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah

keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula

dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di

pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang

oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota

keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat

sebagai pembawa (carrier).

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata

panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.

Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,

ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat

dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
12

tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),

umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada

bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan

satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit

yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha,

dan muncul gelembung berair pada kulit. (Mawali dalam Tolibi, 2000).

F. Diagnosa scabies

Dasar diagnosis scabies adalah gejala klinis, diagnosis scabies

dipertimbangkan bila terdapat riwayat gatal yang persisten dengan gejala-gejala

klinis seperti gatal terutama pada malam hari (pruritis nokturna), yang dapat

mengganggu ketenangan tidur. Gatal-gatal ini disebabkan karena sensitasi

terhadap ekskret dan sekret tungau pada bagian yang terinfeksi yang didahului

dengan timbulnya bintik-bintik merah (rash). Tempat predileksi terutama terjadi

pada lapisan kulit yang tipis seperti jari tangan, pergelangan tangan bagian

dalam, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, pusar, daerah pantat, alat kelamin

bagian bagian luar laki-laki dan areola pada wanita. Pada bayi dapat menyerang

telapak tangan dan telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan

terowongan berwarna putih abu abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata

1cm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Terowongan ini ditemukan bila belum
13

terdapat infeksi sekunder, diujung terowongan terdapat ditemukan fesikel atau

papula kecil (Iskandar, 2000).

Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun

yang baru. Hasil kerokan diletakkan diatas kaca objek dan ditetesi dengan

alkohol 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa dibawah kaca

mikroskop. Diagnosis scabies positif jika ditemukan tungau, nimpa, larva telur

atau kotoran S.scabei (Wardhana, 2006).

Diagnosis scabies ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Apabila ditemukan dua dari empat tanda kardinal scabies, maka diagnosis sudah

dapat dipastikan. Diagnosis dapat dipastikan bila menemukan Sarcotes scabei.

Beberapa cara untuk menemukan tungai tersebut adalah kerokan kulit,

mengambil tungai dengan jarum, membuat biopsi eksisional, dan mebuat biopsi

irisan. Apabila ditemukan gambaran terowongan yang masih utuh, kemungkinan

dapat ditemukan pula tungai dewasa, larva, nimfa, maupun skibala (fecal pellet)

yang merupakan poin diagnosis pasti (Firza, 2016).

G. Klasifikasi Scabies

Pada umunya semua jenis penyakit memiliki jenis dan klasifikasinya

masing-masing, berikut klasifikasi scabies berdasarkan yang dipaparkan oleh

Nanda(2014) yaitu:

1. Scabies pada orang bersih yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dan

terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.


14

2. Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus

biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genetila laki-laki. Nodus

ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau scabies.

3. Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai

seluruh tubuh termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki dan

sering terjadi infeksi sekunder impetigo sehingga terowongan jarang

ditemukan.

4. Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang

penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanjut usia yang terpaksa harus

tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita scabies

dengan lesi yang terbatas.

5. Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai dengan lesi yang luas

dengan krusta, skuama generaisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat

predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku, lutut,

telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak

terlalu menonjol tetapi sangat menular akrena jumlah tungau yang

menginfeksi sangat banyak.

H. Pengobatan Scabies

Terapi scabies dilakukan dengan memberikan skabisida, tetapi sampai saat

ini obat pilihan yang paling tepat masih dalam perdebatan. Salep sulfur 5-10%

telah digunakan selama satu abad dengan hasil yang memuaskan. Salep sulfur

terdiri dari campuran sulfur dan jeli petroleum atau krim dingin. Campuran ini
15

diberikan secara topikal pada malam hari selama tiga malam. Efek samping

penggunaan sulfur adalah menyebabkan iritasi kulit, kotor dan berbau,

membutuhkan penggunaan yang berulang-ulang sehingga tidak disukai oleh

penderita. Maka saat ini salep sulfur tidak digunakan lagi (Tias, 2013).

Selain itu, syarat obat yang ideal menurut Al-Falakh yang dikutip oleh Riris

(2010) yaitu :

Obat harus efektif terhadap semua stadium tungau, harus tidak menimbulkan

iritasi ataupun toksik, tidak berbau, tidak kotor dan tidak merusak pakaian, serta

cara pengobatannya adalah seluruh anggota keluarga harus diobati termasuk

penderita yang hiposensitisasi.

I. Pencegahan Scabies

Menurut Muzakir (2008) penyakit scabies sangat erat kaitannya dengan

kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah

penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur

minimal 2 kali dalam seminggu

3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali

4. Tidak slaing bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain

5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai

terinfeksi tungau scabies

6. Menjaga kebersihan di area pondok dan berventilasi cukup


16

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.

Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan

penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini

hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun

penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.

J. Faktor lingkungan dan Faktor prilaku yang berhubungan dengan

Kejadian Scabies

1. Faktor Lingkungan

a. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian pondok pesantren dianggaap kriteria hunian tinggi

jika ruangan kurang dari 8 meter persegi dihuni untuk 2 orang,

sedangkan kepadatan hunian rendah jika lebih dari 8 meter persegi untuk

2 orang. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal 3

meter persegi per tempat tidur (1,5m x 2m). Kepadatan hunian

merupakan syarat mutlak untuk kesehatan rumah pemondokan termasuk

pondok pessantren (Hilal, 2013).

b. Kelembaban

Menurut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nanda

(2014) bahwa “ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian

scabies pada santri pondok pesantren”.


17

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 persyaratan rumah tinggal tentang kelembaban

menyatakan bahwa kelembaban udara dalam rumah yang memenuhi

syarat berkisar antara 40-60%. Kelembaban yang terlalu tinggi maupun

rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme.

Faktor risiko terjadunya kelembaban adalah konstruksi rumah yang tidak

baik seperti atap yang bocor, lantai dan dinding rumah yang tidak kedap

air seta kurangnya pencahayaan alami maupun buatan. Upaya

penyehatan untuk kelembaban adalah sebagai berikut : (Kemenkes RI,

2011).

1) Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan

upaya penyehatan antara lain :

a) Menggunakan alat untuk meningkatkan (seperti alat pengatur

kelembaban udara)

b) Membuka jendela rumah

c) Menambah luas dan jumlah jendela rumah

d) Memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan dan

sirkulasi udara).

2) Bila kelembaban udara lebih dari 60% , maka dapat dilakukan upaya

penyehatan antara lain :

a) Memasang genteng kaca

b) Menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti

humidifer.
18

c. Suhu

Suhu dalam ruangan terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan

kesehatan hingga hypotermia, sedangkan suhu terlalu tinggi dapat

menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke. Perubahan suhu

dalam ruangan dipengaruhi oleh ventilasi tidak memenuhi syarat,

kepadatan hunian, kondisi geografis serta kondisi topografi. Bila suhu

udara diata 300C diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi udara

dengan menambah ventilasi mekanik/buatan. Bila suhu kurang dari

180C, maka perlu menggunakan sumber energi yang aman bagi

lingkungan dan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkana hasil penelitian terdahulunya, “ditunjukan ada

hubungan antara suhu dengan kejadian scabies pada santri pondok

pesantren, suhu ruangan yang tidak baik merupakan salah satu faktor

yang memeiliki risiko terhadap ekajdian scabies. Responden dengan

suhu ruangan yang tidak baik memiliki risiko 10x mengalami scabies

dibanding responden dengan suhu dalam ruangan yang baik (Nanda,

2014).

d. Ventilasi

Dalam SNI 03-6572-2001 yang dikutip oleh Lathifa (2014) dijelaskan

bahwa ventilasi merupakan proses untuk mengambil udara segar

kedalam bangunan atau gedung dalam jumlah yangs esuai kebutuhan.

Ventilasi bertujuan untuk :


19

1) Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang

ditimbulkan oleh keringat dan sebagainya dan gas-gas

pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernapasan dan

proses-proses pembakaran.

2) Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak,

mandi,dsb.

3) Menghilangkan kalor yang berlebihan

4) Membantu mendapatkan kenyamanan termal.

Suatu ruangan harus dilengkapi dengan ventilasi baik alami dan

mekanis atau sistem pengkondisian udara. Menurut peraturan

persyaratan perumahan (KepMenKes No.829/MENKES/SK/VII/1999)

Persyaratan ventilasi yang memunuhi syarat adalah 10% dari total luas

lantai.

e. Pencahayaan

Berdasarkan Permenkes RI nomor 1077/MENKES/PER/V/2011

nilai pencahayaan (Lux) yang terlalu rendah akan berpengaruh terhadap

proses akomodasi mata yang terlalu tinggi, sehingga akan berakibat

terhadap kerusakan retina pada mata, selain itu cahaya yang terlalu tinggi

akan mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan. Pencahayaan dalam

ruangan rumah diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan untuk melihat

benda sekitar dan membaca berdasarkan persyaratan minimal 60 Lux.


20

f. Kebersihan kamar

Kebiasaan santri dalam hal mencuci dan menjemur pakaian, sprei,

sarung bantal, alat solat dan tidak mengganti pakaian yang telah dipakai

mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kejadian scabies. Oleh

karena itu pihak pesantren harus lebih meningkatkan kebersihan

lingkungan dan perorangan kepada setiap santri dan memberikan

pemahaman bahwa suatu penyakit terutama scabies dapat ditularkan

melalui pakaian, sprei, alat solat dan sarung bantal (Titi, 2013).

“Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk diantara

nya debu, sampah dan bau. Kebersihan adalah lambang kepribadian

seseorang, jika tempa tinggalnya terlihat bersih maka dipastikan orang

tersebut adalah manusia yang bersih dan sehat” (Riris, 2010).

g. Kondisi Fisik air

Air merupakan Komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan

manusia, karena tanpa air manusia tidak bisa hidup. Namun demikian air

dapat menjadi malapetaka, bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang

benar baik kuantitas maupun kualitasnya. Pertumbuhan penduduk dan

kegiatan manusia menyebabkan pencemaran sehingga kualitas air yang

baik dan memenuhi persyaratan tentu sulit diperoleh (Raini, 2004).

Selain sebagai komponen lingkungan, air juga merupakan zat yang

paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat

bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat
21

bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu air juga

digunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan

kotoranyang ada di sekitar rumah.

Air yang diperuntukan bagi konsumsi manusia harus berasal dari

sumber yang bersih dan aman, yang kualitasnya memenuhi memenuhi

syarat kesehatan. Dimana kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang

diukur dan atau diuji berdasarkan syarat-syarat tertentu dan metode

tertentu berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

416/Menkes/Per/IX/1990. Syarat-syarat kualitas air bersih meliputi:

Syarat Fisik

a. Tidak berwarna

Air untuk rumah tangga harus jernih, air yang berwarna berarti

mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.

b. Tidak berbau

Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh

bahan-bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan

air baik yang hidup maupun sudah mati.

c. Tidak berasa

Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang berasa asam,

manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak

baik. Rasa asin disebabkan oleh garam-garam tertentu yang larut di

dalam air, sedangkan rasa asam di akibatkan adanya asam organik

maupun asam anorganik.


22

d. Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak

partikel bahan padatan sehingga memberikan warna yang berlumpur

dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi

tanah liat, lumpur, dan bahan-bahan anorganik.

2. Faktor Perilaku

a. Menggunakan Handuk Bergantian

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muslih yang dikutip

dalam Lathifa (2014) mengatakan bahwa:

Kejadian scabies lebih tinggi pada responden handuk yang

digunakan bersamaan (66,7%), dibandingkan dengan responden

yang tidak menggunakan handuk bersama (30,4%), dan dari hasil

uji statistik perilaku ini mempunyai hubungan dengan kejadian

scabies. Hasil POR menunjukan responden yang menggunakan

handuk bersamaan 4,588 kali berpeluang untuk menderita scabies

dibanding responden yang tidak menggunakan handuk bersamaan.

b. Menggunakan pakaian dan alat solat bergantian

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Handayani yang

dikutip dalam Riris (2010) mengatakan bahwa:

Menunjukan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian

sabun mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian,

kebiasaan tidur bersama, kebiasaan, kebiasaan pemakaian selimut tidur


23

dan kebiasaan mencuci pakaian bersama dengan penderita skabies

dengan kejadian skabies.

Berdasarkan penelitian dari Azizah (2013) yang menunjukan ada

hubungan frekuensi berganti pakaian dengan kejadian scabies.

K. Kerangka Teori

a. Simpul 1 : Sumber penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agen penyakit. Agent penyakit

adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit

melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga

komponen lingkungan). Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama

dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu :

1) Mikroba, seperti virus, amuba, jammur, bakteri, parasit, dan lain-lain.

2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan kekuatan radiasi, energi kebisingan,

kekuatan cahaya

3) kelompok bahan kimia toksik, misalnya Pestisida, Merkuri, Cadmium, CO,

H2S dan lain-lain.

Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-kadang

mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup.

b. Simpul 2 : media transmisi penyakit

Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media

transmisi penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga,


24

manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika

di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit

C. Simpul 3 : Kejadian penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk dengan

lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang

dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan

dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya.

d. Simpul 4 : Variabel suprasistem

Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5, yakni

variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni keputusan

politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua simpul.

(Achmadi, 2013).

e.Simpul 5 : perilaku pemajanan (behavioural exposure)

Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain,

maasuk ke dalam tubuh melaluisatu proses yang kita kenal dengan hubungan

interaktif. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk

berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku

pemajanan atau behavioral exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah

kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung

potensi bahaya penyakit (agent penyakit). Masing-masing agent penyakit

yang masuk ke dalam tubuh dengan cara-cara yang khas. Ada 3 jalan masuk

kedalam tubuh manusia, yakni :

1) Sistem pernafasan
25

2) Sistem pencernaan

3) Masuk melalui permukaan kulit

Manajemen
Kesehatan
-Hygiene

-Pengetahuan

- Air -Prilaku:
- Pakaian a.Menggunakan Sakit
Sarcoptes handuk bergantian
- Alat Solat
Scabei b.Menggunakan
- Handuk Sehat
pakaian bergantian
- Manusia
c.Menggunakan alat
solat bergantian

Suhu, Pencahayaan, Ventilasi,


Kelembaban.
Kepadatan hunian, Kebersihan Kamar,

Kondisi fisik air

1 2 3 4
Sumber : (Umar Fahmi Achmadi, 2009)

Gambar 2.5Modifikasi kerangka Teori Achmadi,2009


26

L. Kerangka Konsep

Penelitian ini meliputi variabel yang berisi faktor lingkungan dan factor

prilaku yang berhubungan dengan kejadian scabies diantaranya tingkat

pengetahuan santri, faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian,

kelembaban, suhu, ventilasi, pencahayaan, kebersihan kamar, dan kondisi fisik

air dan faktor prilaku meliputi menggunakan handuk bergantian, menggunakan

pakaian bergantian, menggunakan alat solat bergantian. Kerangka konsep yang

dibuat yakni:

Faktor yang
menyebabkan scabies

- Kepadatan hunian
- Kelembaban
- Suhu
- Ventilasi
- Pencahayaan
- Kebersihan kamar
Kejadian Penyakit
- Kondisi fisik air Scabies Pada santri

Faktor Prilaku
-Menggunakan
handuk bergantian
-Menggunakan
pakaian bergantian
-Menggunakan alat
sholat bergantian
Gambar 2.6 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai