Anda di halaman 1dari 20

PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA MEMERANGI BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA

Disusun Oleh :

SUCIATI (1814401022)

LUCY ANGGUN (1814401023)

SUTRI SARIF HIDAYATULLAH (1814401024)

HESTY ASMA SAFITRI (1814401025)

NI WAYAN AYUDYA SARASWATI (1814401026)

RENDA DENATA (1814401048)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA MEMERANGI
BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA” dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
menjadikan referensi bagi kita sehinga lebih mengenal tentang apa itu KORUPSI dan lebih
peduli untuk mencegah,mengawasi KORUPSI baik dilingkungan Masyarakat maupun Instansi
pemerintahan. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi Para Mahasiswa,
Pelajar, Umum dan semua yang membaca makalah ini semoga bisa di pergunakan dengan
semestinya.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................II

Dafta Isi..................................................................................................................................III

BAB I : PENDAHULUAN

- Latar Belakang...........................................................................................................1

- Maksud dan Tujuan...................................................................................................1

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Pengertian Korupsi secara Teoritis................................................................................3

B. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang.........................................................3

I. Korupsi Aktif.................................................................................................................3

II. Korupsi Pasif.................................................................................................................5

C. Teori Budaya Korupsi.....................................................................................................6

D. Faktor Penyebab Korupsi...............................................................................................7

E. Gerakan Anti Korupsi.....................................................................................................9

BAB III : PEMBAHASAN

A. Peran Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi .................................................1O

B. Keterlibatan Mahasiswa..............................................................................................11

C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini di Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah


Terjadinya Tindak Korupsi.................................................................................................11

D.Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsui di Lingkungan Kampus...........12

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.........................................................................................................................14

Saran-Saran........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh
masyarakat nasional maupun internasional. Korupsi sering dikaitkan dengan politik, juga
dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan
sosial, dan pembangunan nasional. Korupsi di tanah air kita ibarat “warisan haram” tanpa
surat wasiat.

Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor
penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri aspek
moral, aspek sikap atau perilaku dan aspek sosial. Faktor eksternal dilacak dari aspek
ekonomi, aspek politis, aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum dan lemahnya
penegakkan hukum, serta aspek social yaitu lingkungan atau masyarakat kurang
mendukung perilaku anti korupsi.

Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi
menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Korupsi
memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai
pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu
ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namum disertai dengan maraknya
praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif yang semakin tertata, namun
memberikan efek negative bagi perekonomian secara umum. Salah satu upaya jangka
panjang yang terbaik mengatasi korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi
dini kepada kalangan generasi muda sekarang khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi.
Karena mahasiswa adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para
penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan
lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda
supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum

A. Tujuan

Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

a) Mengetahui pengertian dari korupsi.

b) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.

c) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.

d) Mengetahui peran serta Mahasiswa mencegah korupsi

e) Mengetahui dampak dari korupsi

1
f) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.

g) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.

h) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi secara Teoritis

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington(1968) adalah
perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh
masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan
pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan
Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa
dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang
sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus
dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan
negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan
alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi
atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa
seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang
pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-
orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.
Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi
adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi
dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

B. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang

3
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan
Korupsi Pasif.

I. Korupsi Aktif

- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)

- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau
perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)

- Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau


wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau
janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)

- Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana


Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara


Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)

- Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun
2001)

- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk


mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1)
huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)

- Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan


bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
(Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

4
- Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional
Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara


nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001)

- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-
buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001)

- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang Dengan maksud menguntungkan


diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran
dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang
Nomor 20 tahun 2001) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan hutang (huruf f) Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima
pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g) Pada waktu menjalankan
tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang
berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta

5
dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk
seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)

- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau


wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau
janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999).

II. Korupsi Pasif

- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat
atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)

- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia,
atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat
(2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.

- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

- Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan
berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12
huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).

6
C. Teori Budaya Korupsi

Di Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman lampau. Korupsi menjadi budaya
dalam sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi harga mati bagi kalangan ningrat dan
golongannya.

Korupsi merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya,


kemasyarakatan, dan kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi dimana-mana. Antara
pengusaha dan pejabat birokrat yang mempunyai kekuasaan atau antara warga bertaraf
ekonomi menengah ke bawah. Sepertinya dalam berbagai perbincangan, kata korupsi
merupakan kata yang sudah tidak aneh lagi. Seolah telah menjadi bahasa lumrah dalam
perbincangan.

Korupsi sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran etika individual melainkan dianggap
sebagai pelanggaran etika sosial sebagai kesepakatan umum. Para anggota dewan, birokrasi,
dan penegak hukum masih menganggap bahwa korupsi merupakan tindakan pelanggaran
etika individual yang harus dihindari. Berkembangnya sikapsemacam ini justru
membahayakan. Jika terjadi di kalangan anggota dewan dan berkaitan erat dengan penegak
hukum. Hal ini disebabkan karena korupsi di DPR dilakukan dalam peraturan perundang-
undangan yang sah sebagai kebijakan negara (corruption by policy).Hal ini tentu akan
merusak cita-cita dan tujuan bangsa.

Terungkapnya berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR, telah membuktikan bahwa korupsi
sudah menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah lembaga yang memegang kedaulatan
rakyat. Dimana rakyat menaruh harapan banyak kepada para DPR. Namun tidak semua DPR
melakukan korupsi, tetapi dengan adanya DPR yng melakukan korupsi akan mengubah
persepsi masyarakat sehingga menjadi tidak percaya lagi terhadap kinerja DPR.

Masalah lain yaitu korupsi di tingkat pegawai negeri. Dalam hal ini salah satu pemicunya
adalah gaji pegawai yang rendah. Dengan gaji pegawai yang rendah danbanyaknya
kepentingan partai politik maka semua ini akan mendorong pada tindakan korupsi dalam
birokrasi dan dalam masyarakat.

Selain itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar juga sering melakukan
tindakan korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala desa, para calon memberikan uang
kepada para warga dengan maksud agar warga memilih calon kepala desa tersebut. hal ini
juga termasuk dalam tidakan suap. Perilaku korupsi juga tak hanya berlaku pada siapa yang
menerima uang pelicin, tetapi juga pada siapa yang memberikan uang pelicin tersebut.
(Semma, 2008:36). Jadi, terhadap pemberi suap maupun penerima suap sama-sama telah
melakukan perilaku korupsi.

7
Di lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang membocorkan kuncijawaban UNAS
kepada murid-muridnya agar bisa lulus semua dengan nilai yang memuaskan. Tentu hal ini
juga terbilang korupsi dalam tingkat yang kecil. Murid sudah diajarkan terlebih dahulu untuk
berbuat kecurangan yaitu seperti tidak jujur dalam mengerjakan soal UNAS. Semestinya
dalam lingkup pendidikan anak sudah mulai diajarkan sejak dini untuk selalu berperilaku
jujur.

Melihat hal di atas memang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua orang di negeri ini
sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang rendah hingga sampai taraf
tinggi. Korupsi memang sudah menjadi budaya di negeri ini. suatu upaya untuk
menghilangkan korupsi tersebut dari masyarakat sama saja memusnahkan kebudayaan
masyarakat yang merupakan warisan. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan cara
mengubah budaya pada masyarakat yang masih mengagungkan kebudayaan lama yang
dianut. Seberapa kuat kebudayaan lama, jika kita lama-lama mampu mengikis secara terus
menerus akan terlihat dampak dengan mulai berkurangnya perilaku korupsi.

D. Faktor Penyebab Korupsi

Menurut Yamamah, ketika perilaku konsumtif dan materialistic masyarakat serta sistem
politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan
uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009).

Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan korupsi
adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu
ditahannya. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang
salah dalam mengakses kekayaan. Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi
karena faktor politik, hukum, ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen
dalam Membasmi Korupsi (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan empat factor penyebab
korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor
transnasional.

1. Faktor Politik

Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika terjadi instabilitas
politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan bahkan ketika meraih dan
mempertahankan kekuasaan. Menurut Susanto (2002) korupsi level pemerintahan adalah
dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-
barang publik untuk kepentingan pribadi, disebabkan suatu hal yang disebut konstelasi
politik. Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya perilaku curang (politik uang)

8
pada pemilihan anggota legislatif atau pejabat-pejabat eksekutif, dana illegal untuk
pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara illegal dan teknik
lobi yang menyimpang (De Asis: 2000). Dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari
adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar tanpa
keterbukaan dan pertanggungjawaban.

2. Faktor Hukum

Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi
lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam
aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga
menjadi multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain, sanksi yang tidak
equivalen dengan perbuatan yang dilarang, sehingga tidak tepat sasaran, dan sebagainya,
memungkinkan peraturan tidak kompatibel dengan realitas di masa mendatang akan
mengalami resistensi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi bagi
berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan dan
mengakumulasi kekuasaan. Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima hal yang dianggap
berpotensi menjadi penyebab timbulnya korupsi.

Pertama, sistem politik; kedua, intensitas moral seseorang atau kelompok; ketiga,
remunerasi (pendapatan) yang minim; keempat, pengawasan baik bersifat internal-
eksternal; kelima, budaya taat aturan. Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk
(Basyaib: 2002) yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang-undangan
memberikan peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di samping itu, praktik
penegakan hukum juga masih dililiy berbagai permasalahan yang menjauhkan hukum dari
tujuannya.

3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dijelaskan
dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak
benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya dilakukan orang untuk
memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan hanya dilakukan oleh komunitas
masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun di saat ini korupsi dilakukan oleh
orang kaya dan berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004). Pendapat lain menyatakan
kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri merupakan faktor paling menonjol
menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan
yang tidak adil, ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi orang kekuasaan,
anggota parlemen termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korup.

9
4. Faktor Organisasi

Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut pandang
organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur
organisasi yang benar, (c) system akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, (d)
manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Melalui tujuan organisasi
para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang segala kegiatan dan tentang apa saja
yang tidak, serta apa yang dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tujuan organisasi dapat
berfungsi menyediakan pedoman-pedoman praktis bagi anggotanya. Tujuan organisasi
menghubungkan anggota dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Standar tindakan
anggota organisasi akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan. Sebuah
organisasi berfungsi baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah sebuah
pola tingkah laku (yang normatif), sehingga dapat dikatakan kehidupan bersama mungkin
apabila anggota-anggota bersedia memenuhi aturan yang telah ditentukan.

E. Gerakan Anti Korupsi

Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum dapat menunjukkan hasil
maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya angka Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) Indonesia. Berdasarkan UU No.30 Tahun 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dirumuskan sebagai rangkaian tindakan untuk mencegah dan memberanas tindak pidana
korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga) unsur utama,
yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat. Salah satu upaya
pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan suatu Gerakan Anti-Korupsi di
masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya anti-korupsi di masyarakat diharapkan dapat
mencegah munculnya perilaku koruptip. Gerakan anti-korupsi adalah suatu gerakan jangka
panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, yaitu
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pada dasarnya korupsi yang terjadi jika ada
pertemuan antara tiga factor utama, yaitu: niat, kesempatan, dan kewenangan. Sehingga
upaya memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau
setidaknya meminimalkan ketiga faktor tersebut. Karena, gerakan anti korupsi adalah suatu
gerakan yang memperbaiki perilaku individu dan sistem untuk mencegah

10
terjadinya perilaku koruptif, sehingga dapat memperkecil peluang berkembang luasnya
korupsi di negeri ini. Upaya perbaikan perilaku manusia antara lain dapat dimulai dengan
menanamkan nilai-nilai yang mendukung terciptanya perilaku anti-koruptif. Nilai-nilai yang
dimaksud antara lain adalah kejujuran, kepedulian, kerja keras, kemandirian, kedisiplinan,
tanggungjawab, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Penanaman nilai-nilai ini kepada
masyarakat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Penanaman nilai-nilai ini juga penting dilakukan kepada mahasiswa.

A. Peran Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[1].

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:

· perbuatan melawan hukum,

· penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

· memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

· merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

· memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),

· penggelapan dalam jabatan,

· pemerasan dalam jabatan,

· ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan

· menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)

Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling menentukan kondisi zaman


tersebut dimasa depan. Mahasiswa salah satu bagian dari gerakan pemuda. Belajar dari
masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran
kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda 1928
telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu
Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-

11
gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Peranan tokoh-tokoh pemuda lainnya
adalag Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi
tahun 1998. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar tersebut
mahasiswa tampil di depan sebagai motor penggerak dengan berbagai gagasan, semangat
dan idealisme yang mereka miliki dan jalankan. Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-
masa yang akan dating yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama
Korupsi. Peran penting mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang
mereka miliki, yaitu: intelektualitas, jiwa muda dan idealisme.

Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan
idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting
dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini
telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of change).
Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, ide-ide
kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan
kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen
perubahan, mereka mampu menyuarakan kepentingan`rakyat, mampu mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara
dan penegak hukum.

B. Keterlibatan Mahasiswa

1. Di Lingkungan Keluarga

Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari lingkungan
keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat ketaatan
seseorang terhadap aturan/tata tertib yang berlaku. Substansi dari dilanggarnya aturan/tata
tertib adalah dirugikannya orang lain karena haknya terampas.

Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa yang diawali dari
lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan. Justru karena anggota keluarga adalah
orang-orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul, maka pengamatan
terhadap adanya perilaku korupsi yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.

2. Di Lingkungan Kampus

Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus dapat dibagi ke
dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas
mahasiswa. Untuk konteks individu, seseorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar

12
dirinya sendiri tidak akan berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks
komunitas seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesame
mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan kampus untuk tidak berperilaku koruptif dan
tidak korupsi.

3. Di Masyarakat Sekitar

Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk mengamati
lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.

4. Di Tingkat Lokal dan Nasional

Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader) dalam
gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional. Kegiatan-kegiatan anti
korupsi yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi akan mampu membangunkan kesadaran
masyarakat akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu Negara.

C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini di Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah


Terjadinya Tindak Korupsi

Pendidikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk bekal hidup
setiap orang. Disini ‘murid’ belajar memahami nilai-nilai yang diterima dan harus ditaati
dalam masyarakat tempat dia tinggal dan dalam masyarakat dunia. Dalam mempelajari
nilai-nilai ini akan ditemui manfaat jika kita mematuhi pagar aturan tersebut dan apa
akibatnya jika kita melanggarnya. Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah
bagaimana penanaman kembali nilai-nilai universal yang baik yang harus dimiliki oleh setiap
orang agar dapat diterima dan bermanfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungannya. Di
antara sifat-sifat itu ada jujur, bertanggung jawab, berani, sopan, mandiri, empati, kerja
keras, dan masih banyak lagi. Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk
ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke
depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak
pemikir besar, termasuk koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah
seseorang menjadi koruptor atau tidak.

Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang


madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu
yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi
dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa.
Karena pada dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah
bangsa. Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana
korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya

13
menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah
adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral. Pelajaran akhlak penting
guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi memiliki nilai
penting guna mencegah aksi korupsi.

Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Seperti yang
dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan
antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun
2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan
tinggi. Jika hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa
optimis di masa depan kasus korupsi bisa diminimalisir.

D. Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsui di Lingkungan Kampus

1. Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan kurangnya
political-will dari pemerintah untuk mengurangi korupsi.

2. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.

3. Karena beberapa perilaku sosial yang terlalu toleran terhadap korupsi.

4. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasiyang


cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi strukturdan kultur.

5. Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak pernah
memiliki roh sama sekali.

6. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas ataupengontrol, sehingga


tidak ada check and balance.

7. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsipada sistem


politik dan sistem administrasi Indonesia.

8. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga daricontoh-contoh


kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang
diajukan oleh jaksa.

9. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat yang


semakin canggih.

10. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan
amanah yang diemban.

14
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi
yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan berimplikasi terhadap kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.

2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang
Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.

3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap
generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme).

4. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang


madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu
yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi
dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa.
Karena pada dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah
bangsa.

5. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan
idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting
dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini
telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of change).

Saran-Saran

1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini
sebagai figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling awal
didapatkan generasi muda berasal dari keluarga.

15
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan pendidikan anti
korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.

3. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan Tinggi


sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai salah satu bagian
dari generasi penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide inovatif, kebijakan,
dan pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen perubahan pembelajaran
kehidupan kebangsaan.

4. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan pembelajaran


lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas sosial, masalah-masalah
yang berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dll. Sehingga termotivasi untuk kreatif dan
mandiri mengajak dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk proaktif memberantas
korupsi.

5. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari


tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

6. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk
dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala aspek
kehidupan.

7. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khusus menangani korupsi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Indah wahyu utami : http://library.stmikdb.ac.id/files/disk1/1/--indahwahyu-46-1-- indahw-


i.pdf

http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html (24/11/2014)

http://nurulayuislam.blogspot.com/2014/01/budaya-korupsi-di-indonesia.html

Razib, Rizal : 2013. Peran Pemuda dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia; Internalisasi
Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara. http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-
dalampemberantasan.html

Khoiri, Mishad : 2013. Pendidikan Anti Korupsi.


http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-antikorupsi.html

http://ridwanmuslim.wordpress.com/2013/04/03/makalah-korupsi-indonesia/

Rizani, Ahmad. 2013. Peran serta Pemuda sebagai Agen Pemberantasan

Korupsi.http://kompasiana.com/post/hukum/2011/01/29/peran-sertapemuda-sebagai-
agen-pemberantasan-korupsi/

http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html

(diakses tanggal 24 November 2014 )

17

Anda mungkin juga menyukai