Anda di halaman 1dari 43

Makalah ini diajukan sebagai persyaratan untuk tugas mata kuliah

Kebutuhan Dasar Manusaia

Disusun Oleh :
KELOMPOK III
ALIS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, dan
memerlukan kajian yang mendalam, makalah ini berjudul "Konsep Dasar
Kebutuhan Oksigenasi", dengan tujuan makalah ini adalah untuk melengkapi
salah satu tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia.
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Disadari betul bahwa makalah ini belumlah sempurna, mengingat
keterbatasan waktu, pemahaman terhadap kajian teori, dan literatur yang diakses.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Besar harapan, semoga makalah ini kiranya bisa dijadikan sebagai bahan
bacaan guna menambah pengatahuan dan pengalaman serta bahan kajian lebih
mendalam dari para pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih,
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah ilmu
pengetahuan sebagai bekal peningkatan kualitas diri dalam melaksanakan Asuhan
Keperawatan dengan masalah Oksigenasi.

Cirebon, Januari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTARGAMBAR............................................................................................... 3
KATAPENGANTAR............................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................ 6
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................. 6
1.5. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................... 7
2.1 Pengertian Oksigenasi....................................................................................... 7
2.2 Anatomi – fisiologi system pernapasan............................................................ 8
2.3 Fisiologi pernapasan........................................................................................ 14
2.4 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen................................. 17
2.5 Perubahan Fungsi Pernapasan......................................................................... 19
2.6 Masalah Keperawatan Berkaitan Dengan Kebutuhan Oksigen...................... 21
2.7 Beberapa Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigen........................................ 23
BAB III Pengkajian pada Pasien Dengan Ganguan Kebutuhan Oksigen
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 29
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................29
3.2 Saran............................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 30
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Saluran Pernapasan................................................................. 8
Gambar 2 Struktur Saluran Pernapasan Atas ......................................................... 9
Gambar 3 Struktur Paru-paru................................................................................ 11
Gambar 4 Alveoli di Ujung Akhir Jalan Napas Bagian Bawah............................ 13
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Oksigen dibutuhkan untuk memenuhi katabolisme kimia yang terjadi dalam
memproduksi energi selular. Meskipun beberapa energi dapat disimpan, sel-
sel berbeda dalam jumlah energi yang dapat mereka simpan. Neuron,
sebagai contoh, diperkirakan mempunyai lebih sedikit kapasitas untuk
menyimpan energi dari sel otot rangka. Juga, jumlah energi simpanan dapat
berperan sebagai sel cadangan hanya dalam waktu singkat. Kenyataan ini,
sebagian jumlah untuk membatasi waktu yang ada dala resusitasi jantung
paru dapat dilakukan dengan berhasil.
Reaksi katabolik yang menghasilkan energi menghasilkan karbondioksida.
Kadar tinggi produk sisa ini dapat merusak fungsi sel secara serius. Namun
demikian, ada kebutuhan kritis untuk memberikan oksigen pada sel tubuh
dan pada waktu bersamaan membuang karbon diooksida dari tubuh.
Definisi tepat, pernafasan adalah pertukaran dan transportasi oksigen dan
karbon dioksida antara sel-sel (tubuh) dan lingkungan eksternal (atmosfir).
Proses ini pada mahluk bertulang belakang (termasuk manusia) melibatkan
sistem pernafasan dan kardiovaskuler: pembentukan untuk memberikan
pertukaran gas-gas ini antara atmosfir dan darah dan selanjutnya transpoir
gas ke dan sel-sel tubuh. Pada waktu ini sulit untuk membuat perioritas
antara dua sistem ini; lebih baik mempertimbangkan proses ini sebagai
kesimbangan stabilitas dinamis tubuh manusia. Hudak & Gallo, 1997.
Semua penyakit pernafasan dikarakteristikkan oleh adanya kegagalan
pertukaran gas. Adapun penyakit yang terkait pernafasan diantaranya;
penyakit paru obstruksi menahun, penemonia, emboisme paru, kanker paru,
hemotorak/pnemumothorak, laringektomi, sindrom distres pernapasan,
tuberkulosis paru, pnemonia. Marilynn E Doenges, alibahasa Imade
Kariasa, 2000.
Gangguan pada sistem respirasi merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi
dibandingkan dengan dengan infeksi pada sistem organ tubuh lain, dan
berkisar dari salesma biasa (common cold) dengan gejala-gejala serta
gangguan yang relatif ringan sampai pneumonia berat. Pada tahun 1980
tercatat sekitar 101.000 orang meninggal karena kanker paru-paru. Sekarang
ini jumlahnya telah meningkat terus dengan kecepatan yang sangat
mengejutkan yaitu sampai 25 kali lebih menonjoldibandingkan 45 tahun
yang lalu.Lorraine M. Wilson, Sylvia Andreson Prince. Alih bahasa Adji
Dharma. 1991.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat diambil sebagai rumusan
masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian oksigenasi?
2. Bagaimana anatomi-fisiologi sistem pernapasan?
3. Bagaimana fisiologis pernapasan?
4. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pernapasan?
5. Bagaimana gangguan pada fungsi pernapasan?
6. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan masalah oksigenasi?
7. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dada, drainase, postural dan
terapi oksigen?
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, dapat diambil sebagai tujuan masalahnya
sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa khususnya
mahasiswa S1 keperawatan, mampu mengingat kembali (review) mengenai
konsep pemenuhan kebutuhan oksigenasi dan praktek keperawatan yang
bisa diimplementasikan pada klien yang mengalami gangguan oksigenasi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang pengertian oksigenasi.
2. Menjelaskan tentang anatomi-fisiologi sistem pernapasan.
3. Menjelakan tentang fisiologis pernapasan.
4. Menjelakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi
pernapasan.
5. Menjelakan tentang gangguan pada fungsi pernapasan.
6. Menjelakan tentang asuhan keperawatan klien dengan masalah
oksigenasi.
7. Menjelakan tentang penatalaksanaan fisioterapi dada, drainase,
postural dan terapi oksigen.
1.4. Manfaat Penulisan
Dari tujuan masalah diatas, dapat diambil sebagai manfaatnya yaitu dapat
meningkatkan ilmu pengetahuan tentang oksigenasi serta dapat mengetahui
implementasi asuhan keperawatan tentang oksigenasi dalam melakukan
suatu praktek.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan berisikan; Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan, Manfaat Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
2.1 BAB II Tinjauan Teoritis berisikan: pengertian oksigenasi, anatomi fisiologi
sisstem pernapasan, Penyakit gangguan oksigenasi, Faktor-faktor penyebab
gangguan oksigen, Perubahan fugsi jantung, Perubahan fungsi pernafasan.
BAB III Tinjauan Asuhan Keperawatan berisikan; Riwayat perawatan,
Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan diagnostik, Diagnosakeperawatan utama,
Diagnosa keperawatan yang berhubungan, Intervensi keperawatan dan
Evaluasi keperawatan
BAB IV Pembahasan berisikan; atas kajian BAB II dan Bab III
BAB V Penutup berisikan; Kesimpulan dan saran
BAB II TINJAUAN TEORI

2.2 Pengertian Oksigenasi


Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2
ruangan setiap kali bernafas. Tarwanto Wartonah, 2006.
Oksigen merupakan gas yang penting untuk kehidupan. Konsentrasi oksigen
dalam darah yang optimal harus dipertahankan agartidak terjadi hipoksia
dan fungsi selular bekerja terus. Hipoksia merupakan keadaan di mana
kandungan oksigen dalam darah arteri rendah (Potter dan Perry, 1997)
dalam Ratna Hidayati, dkk. 2014. Pada kasus tersebut, pemeberian oksigen
penting dilakukan untuk meningkatkan konsentrasinya dalam darah.
Oksigen murni merupakan suatu agen terapeutik, yang akan memberikan
efek berlawanan apabila diberikan secara tidak tepat. Oleh karena itu
perawat harus terbiasa dengan indikasi-indikasi penggunaan oksigen dan
bermacam-macam peralatan dalam pemberian oksigen. Ratna Hidayati, dkk.
2014
Terapi oksigen paling sering digunakan untuk pasien dengan diagnosisi
keperawatan gangguan pertukaran gas. Ganggunan ini kemungkinan
berhubungan dengan berbagai faktor, diantaranya sekresi yang banyak
dalam paru-paru, hipoventilasi, serta proses penyakit yang menyebabkan
pertukaran gas dalam paru-paru menurun atau kondisi yang menurunkan
sirkulasi darah melalui paru-paru. Ratna Hidayati, dkk. 2014
Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara
melancarkan saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen
(O2) sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi
adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa: Oksigen (O2)
merupakan zat yang sangat vital keberadaanya bagi kelangsungan hidup
manusia, kekuranganatau ketidak seimbangan pemenuhan oksigen dalam
tubuh bisa menimbulkan berbagai gangguan fungsi/kerusakan organ tubuh
dan fatalnya bisa menimbulkan kematian. Hal ini yang membuat kita kenapa
harus dengan serius dalam mempelajari kebutuhan dasar oksigenasi.
2.3 Anatomi – fisiologi system pernapasan
Gambar. 2.1 Anatomi saluran respirasi

Berdasarkan gambar 2.1, menunjukan bahwa jalan pernapasan yang


menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung, pharynx, larynx, trakhea,
bronkhus dan brokhiolus. Saluran respirasi dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk melalui
rongga hidung, maka udara itu disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi, yang
terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Lorreine M.
Wilson Sylvia Andrerson Prince. Alih bahasa Adji dharma, 1993.
2.4 Penyakit gangguan oksigenasi
a. Pnemonia; viral, bakterialis, logionella, mikoplasma
b. Abses paru
c. Tuberkulosis paru, dan dengan maslah khusus
d. Mikrobakterium atipik
e. Penyakit paru karena jamur,
f. Tumor paru,
g. Bronkhitis kronik dan episema paru
h. Bronkiektasis
i. Edema paru
j. Emboli paru
k. Kor-Pulmonal
l. Penyakit mediastinum
m. Penyakit-penyakit pleura
n. Gagal pernapasan
o. Sindrom gagal pernapasan (Ishak Yusup, dkk. Dalam Soeparman
sarwono Waspadji, 1996)
p. Atelektasis
q. Spasme bronkhus
r. Fail chest
s. Hemothoraks/pnemothoraks
t. Penyakit Pulmoner Obstruksi Menahun (PPOM) (Hudak & Gallo,
1997)
u. Bedah leher radikal: Laringektomi (Marilynn E. Doenges, alih bahasa
Imade Kariasa, dkk. 2000)
2.5 Faktor-faktor penyebab gangguan oksigen
Menurut Tarwanto Wartonah, 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebutuhan oksigen antara lain fisiologi, perkembangan, perilaku dan
perkembangan.
a. Faktor fisiologis
1) Menurunya kapasitas pengikatan O2 seperti pada anemia
2) Menurunya konsetrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluran napas bagian atas.
3) Hipovoolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transpor O2 terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hamil, luka dll.
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulo skeletal yang abnormal, penyakit
kronik seperti TBC.
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukkan
surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan
dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-
paru.
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru
menurun.
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi
paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
2) Exercise: exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer dan koroner.
4) Substance abuse (alkohol dan obat-obatan): menyebabkan intake
nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
5) Kecemasan: menyebabkan metabolisme meningkat
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja (polusi)
2) Suhhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut
2.6 Perubahan fugsi jantung
Menurut Tarwanto Wartona, 2006 bahwa perubahan-perubahan fungsi
jantung yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah sebagai
berikut:
1) Gangguan konduksi, seperti disritmia (takikardi/bradikardi)
2) Perubahan cardiac output, seperti pada pasien dokom menimbulkan
hipoksia jaringan.
3) Kerusakan fungsi katup seperti pada stenosis, obstruksi, regurgitasi darah
yang mengakibatkan ventrikel bekerja lebih keras.
4) Myocardial iskemia infark mengakibatkan kekurangan pasokan darah
dari arteri koroner ke miokardium.
2.7 Perubahan fungsi pernafasan
Menurut Tarwanto wartona, 2006. Dikatakan bahwa perubahan fungsi
pernapasan ada tiga diantaranya:
1) Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru
agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan
karena: kecemasan, infeksi/sepsis, keracunan obat-obatan dan ketidak
seimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolik.
Tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri
dada, menurunya konsentrasi, disorientasi, dan tinnitus.
2) Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi olveolar tidak adekuat untuk
memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru). Tanda
dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan
kesadaran, disorientasi, kardiakdisritmia, ketidak seimbangan elektrolit,
kejang dan kardiak arrest.
3) Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhan O2 selular akibat dari defisiensi O2 yang
diinspirasi atau meningkatnya penggunaan O2 pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat disebabkan oleh: menurunya hemoglobin, berkurangnya
konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung, ketidak mampuan jaringan
mengikat O2 seperti pada keracunan, menurunya difusi O2 dari alveoli ke
dalam darah sperti pada pnemonia, menurunya perfusi jaringan seperti
pada syok dan kerusakan atau gangguan ventilasi. Tanda hipoksia antara
lain kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi
meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas dan
clubbing.
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian pada Pasien dengan Gangguan Kebutuhan Oksigen. Silakan Anda


pelajari materi pengkajian pada pasien dengan gangguan kebutuhan oksigen
secara cermat dan penuh motivasi, agar Anda lebih memahaminya! Pengkajian
pada pasien dengan gangguan kebutuhan oksigen meliputi riwayat perawatan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3.1 Riwayat Perawatan
a. Keletihan (Fatigue) Klien melaporkan bahwa ia kehilangan daya
tahan. Untuk mengukur keletihan secara objektif, klien diminta untuk
menilai keletihan dengan skala 1 – 10.
b. Dispnea Dispnea merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi
dengan sesak napas, yaitu pernapasan sulit dan tidak nyaman. Tanda
klinis dispnea, seperti usaha napas berlebihan, penggunaan otot bantu
napas, pernapasan cuping hidung, peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan, napas pendek. Skala analog visual dapat
membantu klien membuat pengkajian objektif dispnea, yaitu garis
vertikal dengan skala 0 – 100 mm. Saat terjadinya dispnea (bernapas
disertai usaha napas, sedang stres, infeksi saluran napas, saat
berbaring datar/orthopnea).
c. Batuk Batuk merupakan pengeluaran udara dari paru yang tiba-tiba
dan dapat didengar. Batuk merupakan refleks untuk membersihkan
trakhea, bronkhus, dan paru untuk melindungi organ tersebut dari
iritan dan sekresi. Pada sinusitis kronis, batuk terjadi pada awal pagi
atau segera setelah bangun tidur, untuk membersihkan lendir jalan
napas yang berasal dari drainage sinus. Pada bronkhitis kronis
umumnya batuk sepanjang hari karena produksi sputum sepanjang
hari, akibat akumulasi sputum yang menempel di jalan napas dan
disebabkan oleh penurunan mobilitas. Perawat mengidentifikasi
apakah batuk produktif atau tidak, frekuensi batuk, putum (jenis,
jumlah, mengandung darah/hemoptisis.
d. Mengi (Wheezing) Wheezing ditandai dengan bunyi bernada tinggi,
akibat gerakan udara berkecepatan tinggi melalui jalan napas yang
sempit. Wheezing dapt terjadi saat inspirasi, ekspirasi, atau keduanya.
Wheezing dikaitkan dengan asma, bronkhitis akut, atau pneumonia.
e. Nyeri Nyeri dada perlu dievaluasi dengan memperhatikan lokasi,
durasi, radiasi, dan frekuensi nyeri. Nyeri dapat timbul setelah latihan
fisik, rauma iga, dan rangkaian batuk yang berlangsung lama. Nyeri
diperburuk oleh gerakan inspirasi dan kadang-kadang dengan mudah
dipersepsikan sebagai nyeri dada pleuritik.
f. Pemaparan Geografi atau Lingkungan Pemaparan lingkungan
didapat dari asap rokok (pasif/aktif), karbon monoksida (asap
perapian/cerobong), dan radon (radioaktif). Riwayat pekerjaan
berhubungan dengan asbestosis, batubara, serat kapas, atau inhalasi
kimia.
g. Infeksi Pernapasan Riwayat keperawatan berisi tentang frekuensi dan
durasi infeksi saluran pernapasan. Flu dapat mengakibatkan bronkhitis
dan pneumonia. Pemaparan tuberkulosis dan hasil tes tuberkulin,
risiko infeksi HIV dengan gejala infeksi pneumocystic carinii atau
infeksi mikobakterium pneumonia perlu dikaji.
h. Faktor risiko Riwayat keluarga dengan tuberkulosis, kanker paru,
penyakit kardiovaskular merupakan faktor risiko bagi klien.
i. Obat-obatan Komponen ini mencakup obat yang diresepkan, obat
yang dibeli secara bebas, dan obat yang tidak legal. Obat tersebut
mungkin memiliki efek yang merugikan akibat kerja obat itu sendiri
atau karena interaksi dengan obat lain. Obat ini mungkin mempunyai
efek racun dan dapat merusak fungsi kardiopulmoner.
3.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
a. Inspeksi
Observasi dari kepala sampai ujung kaki untuk mengkaji kulit dan
warna membran mukosa (pucat, sianosis), penampilan umum, tingkat
kesadaran (gelisah), keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernapasan,
dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi
Dengan palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah kerja thoraks,
daerah nyeri tekan, taktil fremitus, getaran dada (thrill), angkat dada
(heaves), dan titik impuls jantung maksimal, adanya massa di aksila
dan payudara. Palpasi ekstremitas untuk mengetahui sirkulasi perifer,
nadi perifer (takhikardia), suhu kulit, warna, dan pengisian kapiler.
c. Perkusi
Perkusi untuk mengetahui adanya udara, cairan, atau benda padat di
jaringan. Lima nada perkusi adalah resonansi, hiperresonansi, redup,
datar, timpani.
d. Auskultasi
Auskultasi untuk mendengarkan bunyi paru. Pemeriksa harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas.
Auskultasi bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara
di sepanjang lapangan paru : anterior, posterior, dan lateral. Suara
napas tambahan terdengar jika paru mengalami kolaps, terdapat
cairan, atau obstruksi.
3.3 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi
dan oksigenasi.
a. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer.
Klien bernapas melalui masker mulut yang dihubungkan dengan
spirometer. Pengukuran yang dilakukan mencakup volume tidal (Vт),
volume residual (RV), kapasitas residual fungsional (FRC), kapasitas
vital (VC), kapasitas paru total (TLC).
b. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow
Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi
maksimal dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran
jalan napas menjadi besar.
c. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+),
tekanan parsial oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan
saturasi oksihemoglobin (SaO2), pH, HCO3-.
d. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SaO2),
yaitu persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
e. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi
hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah
merah dan sel darah putih.
f. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi
adanya cairan (pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula
dan costae), proses abnormal (TBC).
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan
atau sampel sputum dan untuk mengangkat plak lendir atau benda
asing yang menghambat jalan napas.
h. CT Scann
CT scann dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan
lokasi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.
i. Kultur Tenggorok
Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme patogenik, dan
sensitivitas terhadap antibiotik.
j. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang
berkembang dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
k. Skin Tes
Pemeriksaan kulit untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit
paru viral, dan tuberkulosis.
l. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang
pleura dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan
diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk mengangkat spesimen
untuk biopsi.
3.4 Diagnosa Keperawatan Utama
Diagnosa keperawatan gangguan kebutuhan oksigen mengacu pada fungsi
respirasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (NANDA, 2007).
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada pasien dengan gangguan
kebutuhan oksigen adalah:
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Definisi: Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah keadaan
dimana seseorang tidak mampu untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran pernapasan guna mempertahankan kepatenan
jalan napas.
Berhubungan dengan:
1) Penurunan energi;
2) Kelemahan;
3) Iinfeksi trakheobronkhial;
4) Obstruksi;
5) Sekresi;
6) Kerusakan persepsi atau kognitif;
7) Trauma.
Ditandai dengan:
1) Suara napas abnormal: rales, crackles, ronkhi, wheezing;
2) Perubahan irama dan kedalaman pernapasan;
3) Takhipea;
4) Efektif/inefektif batuk dengan atau tanpa sputum;
5) Dispnea;
6) Kesulitan bersuara.
b. Kerusakan pertukaran gas
Definisi: Kerusakan pertukaran gas adalah keadaan dimana seseorang
mengalami penurunan pertukaran oksigen dan/atau karbon dioksida
antara alveoli paru dan sistem vaskular.
Berhubungan dengan:
1) Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi;
2) Kerusakan alveoli;
3) Pemasukan oksigen tidak adekuat.
Ditandai dengan:
1) Bingung;
2) Somnolen;
3) Gelisah;
4) Iritabilitas;
5) Tidak mampu mengeluarkan sekresi;
6) Hiperkapnea, hipoksia;
7) Sianosis;
8) Nilai gas darah abnormal.
c. Ketidakefektifan pola napas
Definisi: ketidakefektifan pola napas adalah keadaan dimana pola
inhalasi dan/atau ekshalasi seseorang tidak memungkinkan untuk
mengembang atau mengempiskan paru secara adekuat.
Berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuscular;
2) Nyeri;
3) Kerusakan musculoskeletal;
4) Kerusakan persepsi atau kognitif;
5) Kecemasan;
6) Penurunan energi;
7) Kelemahan.
Ditandai dengan:
1) Dispnea;
2) Napas pendek;
3) Takhipnea;
4) Fremitus;
5) Nasal flaring (pernapasan cuping hidung);
6) Perubahan kedalaman pernapasan;
7) Pernapasan pursed-lip atau;
8) Ekspirasi panjang;
9) Peningkatan diameter anteroposterior;
10) Penggunaan otot-otot asesoris;
11) Perubahan bentuk dada;
12) Posisi tubuh.
3.5 Diagnosa Keperawatan Yang Berhubungan
Diagnosa keperawatan lain pada klien yang berhubungan dengan disfungsi
pernapasan adalah :
a. Risiko Infeksi
Definisi: Risiko infeksi adalah suatu kondisi individu yang
mengalami peningkatan risiko terserang organisme patogenik.
Berhubungan dengan:
1) Penyakit kronis;
2) Imunitas tidak adekuat: trauma jaringan, penurunan kerja silia,
perubahan pH pada sekresi, hemoglobin turun, leukopenia,
respons inflamasi tersupresi;
3) Pemaparan terhadap lingkungan dan patogen;
4) Malnutrisi.
b. Perubahan Nutrisi (Kurang dari Kebutuhan Tubuh)
Definisi: Perubahan nutrisi (kurang) adalah keadaan individu yang
mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
Berhubungan dengan:
1) Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan;
2) Penyakit kronis;
3) Kebutuhan metabolik tinggi;
4) Kurangnya pengetahuan dasar tentang nutrisi;
5) Gangguan psikologis.
Ditandai dengan:
1) Berat badan ≥ 20% dari ideal terhadap tinggi badan;
2) Asupan makanan kurang/tidak adekuat;
3) Kehilangan berat badan dengan asupan makanan adekuat;
4) Nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit;
5) Merasa kenyang segera setelah makan;
6) Tidak tertarik untuk makan;
7) Bising usus hiperaktif;
8) Konjungtiva dan membran mukosa pucat;
9) Tonus otot buruk.
c. Nyeri
Definisi: Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial.
Berhubungan dengan:
1) Agen yang menyebabkan cedera (biologis, kimia, fisik,
psikologis).
Ditandai dengan:
1) Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan;
2) Gerakan/posisi menghindari, menjaga, atau melindungi nyeri;
3) Perubahan autonomik tonus otot : tidak berenergi sampai kaku;
4) Respons autonomik : diaforesis, perubahan vital sign, dilatasi
pupil;
5) Perubahan nafsu makan;
6) Ekspresi: merintih, menangis, iritabilitas, menarik napas
panjang;
7) Gangguan tidur.
d. Gangguan Pola Tidur
Definisi: Gangguan pola tidur adalah gangguan jumlah dan kualitas
tidur.
Berhubungan dengan:
1) Demam;
2) Mual;
3) Napas pendek;
4) Cemas, depresi;
5) Pengobatan.
Ditandai dengan:
1) Bangun lebih awal atau lebih lambat;
2) Keluhan : tidur tidak puas, sulit tidur, tidak dapat beristirahat;
3) Penurunan proporsi tidur : emosi labil, mengantuk, penurunan
motivasi;
4) Total waktu tidur kurang;
5) Awitan tidur > 30 menit, Bangun ≥ 3 kali di malam hari.
e. Risiko Intoleran Aktivitas
Definisi: Risiko intoleran aktivitas adalah keadaan individu yang
berisiko mengalami ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis
untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari
yang diinginkan.
Berhubungan dengan:
1) Riwayat intoleran sebelumnya;
2) Tidak berpengalaman terhadap aktivitas;
3) Keadaan penurunan kondisi;
4) Adanya masalah sirkulasi/respirasi.
f. Defisit Self Care
Definisi: Defisit self care adalah suatu keadaan seseorang yang
mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri.
Berhubungan dengan:
1) Penurunan atau kurang motivasi;
2) Kerusakan neuromuscular;
3) Nyeri;
4) Gangguan persepsi atau kognitif;
5) Cemas berat;
6) Kelemahan dan kelelahan.
Ditandai dengan:
1) Ketidakmampuan untuk melakukan tugas: makan,
mandi/higiene, berpakaian/berhias, toileting.
g. Cemas
Definisi: Cemas adalah keresahan/perasaan tidak nyaman/khawatir,
disertai respons autonomis, sumber tidak spesifik/tidak diketahui,
sebagai antisipasi terhadap bahaya.
Berhubungan dengan:
1) Terpapar toksin;
2) Stres;
3) Ancaman kematian;
4) Ancaman atau perubahan pada status kesehatan;
5) Ancaman konsep diri.
Ditandai dengan:
1) Mengekspresikan keluhan;
2) Gerakan berlebihan;
3) Perasaan tidak adekuat : gelisah, ketakutan;
4) Kontak mata yang buruk;
5) Iritabilitas;
6) Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan;
7) Gangguan tidur: Insomnia;
8) Gemetar/tremor;
9) Suara bergetar;
10) Penurunan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi;
11) Gangguan berkemih: frekuensi, urgensi, tidak puas;
12) Muka merah, wajah tegang, berkeringat.
h. Ketidakefektifan Koping Individu
Definisi: Ketidakefektifan koping individu adalah ketidakmampuan
membuat penilaian yang tepat terhadap stresor, pilihan respons untuk
bertindak tidak adekuat, dan/atau ketidakmampuan menggunakan
sumber yang tersedia.
Berhubungan dengan:
1) Gangguan dalam pola penilaian terhadap ancaman;
2) Tingginya derajat ancaman;
3) Tidak adekuatnya dukungan dan/atau sumber yang tersedia;
4) Ketidakpastian;
5) Tidak adekuatnya kesempatan menyiapkan diri menghadapi
stresor;
6) Tidak adekuatnya kepercayaan terhadap kemampuan melakukan
koping;
7) Ketidakmampuan menyimpan energi yang adaptif.
Ditandai dengan:
1) Perubahan dalam kebiasaan pola komunikasi;
2) Kelelahan;
3) Mengungkapkan ketidakmampuan mengatasi atau meminta
bantuan;
4) Penurunan penggunaan dukungan;
5) Tingginya angka kesakitan;
6) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar;
7) Ketidakadekuatan menyelesaikan masalah;
8) Gangguan tidur;
9) Menggunakan bentuk koping yang menyimpang dari perilaku
adaptif.
i. Defisit Pengetahuan tentang Rencana Pengobatan
Definisi: Defisit pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya
informasi pengetahuan tentang topik yang spesifik.
Berhubungan dengan:
1) Pembatasan secara kognitif;
2) Salah dalam memahami informasi yang ada;
3) Kurangnya perhatian di dalam belajar;
4) Kurangnya kemampuan mengingat kembali;
5) Kurangnya pemahaman terhadap sumber informasi.
Ditandai dengan:
1) Mengungkapkan masalahnya secara verbal;
2) Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat;
3) Perilaku tidak tepat atau terlalu berlebihan.
3.6 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan meliputi tujuan dan rencana tindakan keperawatan.
Tujuan:
a. Klien akan menunjukkan pengetahuan tentang pencegahan disfungsi
pernapasan.
b. Jaringan klien akan mempunyai oksigenasi yang adekuat.
c. Klien akan mengeluarkan sekresi pulmonar
d. Klien akan mempunyai koping yang efektif dengan perubahan konsep
diri dan gaya hidup.
Rencana Tindakan Keperawatan
a. Promosi kesehatan dalam lingkungan perawatan primer
Upaya mempertahankan tingkat kesehatan optimal klien adalah
penting dalam upaya menurunkan jumlah dan/atau keparahan gejala
gangguan pernapasan.
Upaya yang dilakukan adalah pencegahan infeksi pernapasan, dan
memberikan penyuluhan tentang informasi kesehatan yang terkait
dengan pernapasan.
1) Vaksin influenza dan pneumokokus
Pemberian vaksin influenza setiap tahun direkomendasikan untuk
klien lansia dan klien yang mengalami penyakit kronik.
Vaksin pneumokokus direkomendasikan untuk klien yang
berisiko tinggi mengidap pneumonia, mengalami penyakit kronis
atau imunosupresi, tinggal di lingkungan khusus, seperti panti
werdha, dan klien berusia di atas 65 tahun.
Vaksin influenza maupun pneumokokus dapat digunakan pada
wanita hamil, dapat diberikan setelah trimester I.
2) Polutan lingkungan
Sangat penting untuk menghindari pemaparan asap rokok dalam
upaya mempertahankan fungsi kardiopulmonar optimal.
Konseling dan dukungan membantu perokok supaya dapat
berhenti merokok atau mengubah perilakunya, misalnya tidak
merokok di tempat umum atau banyak orang, merokok di luar
rumah atau di area merokok.
Pemaparan bahan kimia dan polutan di lingkungan kerja juga
harus dipertimbangkan. Individu atau pekerja yang menggunakan
masker penyaring pertikel sangat terbantu dalam mengurangi
inhalasi partikel.
b. Perawatan akut dan tersier
1) Mempertahankan kepatenan jalan napas
Jalan napas yang paten ketika trakhea, bronkhus, dan jalan napas
yang besar bebas dari obstruksi.
a) Teknik batuk
Batuk efektif untuk mempertahankan kepatenan jalan napas.
Batuk memungkinkan klien mengeluarkan sekresi dari jalan
napas bagian atas dan bawah. Klien yang mengalami
penyakit pulmonar kronik, infeksi saluran napas harus
didorong untuk napas dalam dan batuk efektif sekurang-
kurangnya setiap 2 jam saat terjaga.
Klien dengan sputum jumlah besar harus didorong untuk
batuk setiap jam saat terjaga dan setiap 2-3 jam saat tidur
sampai fase akut produksi lendir berakhir.
Teknik batuk mencakup teknik napas dalam dan batuk untuk
klien paska operasi, batuk cascade, batuk huff, dan batuk
quad.
(1) Batuk cascade
Klien mengambil napas dalam dengan lambat dan
menahannya selama dua detik sambil mengontraksikan
otot-otot ekspirasi. Kemudian klien membuka mulut dan
melakukan serangkaian batuk melalui ekshalasi, dengan
demikian klien batuk pada volume paru yang menurun
secara progresif. Teknik ini meningkatkan bersihan jalan
napas dan meningkatkan kepatenan jalan napas pada
klien dengan volume sputum yang banyak.
(2) Batuk huff
Batuk huff menstimulasi refleks batuk alamiah dan
umumnya efektif hanya untuk membersihkan jalan napas
pusat. Saat mengeluarkan udara, klien membuka glotis
dengan mengatakan kata huff. Dengan batuk ini, klien
menghirup lebih banyak udara dan bahkan mampu
meningkat ke batuk cascade.
(3) Batuk quad
Teknik batuk quad digunakan untuk klien tanpa kontrol
otot abdomen, seperti pada klien yang mengalami cedera
medulla spinalis. Saat klien mengeluarkan napas dengan
upaya ekspirasi maksimal, klien atau perawat mendorong
ke luar dan ke atas pada otot abdomen melalui
diafragma, sehingga menyebabkan batuk.
b) Teknik pengisapan (suction)
Suction dilakukan pada klien yang tidak mampu
mengeluarkan sekresi dari saluran pernapasan dengan batuk.
(1) Suction nasofaring dan orofaring
Suction orofaring dan nasofaring digunakan saat klien
mampu batuk efektif, tetapi tidak mampu mengeluarkan
sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya.
Suction digunakan setelah klien batuk. Apabila sekresi
paru berkurang dan klien tidak terlalu letih, klien
mungkin mampu mencairkan atau menelan lendir
sehingga tidak membutuhkan suction.
(2) Suction nasotrakhea dan orotrakhea
Suction nasotrakhea dan orotrakhea dibutuhkan pada
klien dengan sekresi pulmonar yang tidak mampu batuk
dan tidak menggunakan jalan napas buatan.
(3) Suction jalan napas
Suction jalan napas dilakukan pada jalan napas buatan,
seperti selang endotrakhea atau selang trakheostomi.
c) Jalan napas buatan
Jalan napas buatan diindikasikan untuk klien dengan
penurunan tingkat kesadaran, obstruksi jalan napas,
menggunakan ventilasi mekanik, dan mengangkat sekresi
trakhea-bronkhial.
(1) Jalan napas oral
Jalan napas oral mencegah obstruksi trakhea dengan
memindahkan lidah ke dalam orofaring, sehingga
memungkinkan untuk mempertahankan posisi lidah yang
normal.
(2) Jalan napas trakhea
Karena ada jalan napas trakhea, mukosa trakhea tidak
lagi dihumidifikasi secara normal. Perawat memastikan
bahwa jalan napas dilembabkan dengan melakukan
nebulisasi atau dengan sistem pemberian oksigen.
Humidifikasi bertujuan untuk proteksi dan membantu
mengurangi risiko penyumbatan jalan napas.
2) Mobilisasi sekresi pulmonar
a) Hidrasi
Klien dengan hidrasi adekuat, sekresi paru encer, berwarna
putih, berair, dan mudah dikeluarkan dengan batuk minimal.
Cara yang paling baik untuk mempertahankan sekresi encer
ialah dengan memberi masukan cairan 1500-2000 ml per
hari, kecuali kontra indikasi karena status jantung.
b) Humidifikasi
Humidifikasi adalah proses penambahan air ke gas.
Humidifikasi diperlukan bagi klien yang menerima terapi
oksigen. Oksigen dengan kelembaban relatif tinggi membuat
jalan napas tetap lembab dan membantu melepaskan sekresi
dan dikeluarkan dari paru.
c) Nebulisasi
Nebulisasi merupakan proses menambahkan pelembab atau
obat ke udara yang diinspirasi dengan mencampur partikel
berbagai ukuran dengan udara. Pelembab yang ditambahkan
melalui nebulisasi akan meningkatkan bersihan sekresi
pulmoner. Nebulisasi digunakan untuk pemberian
bronkhodilator dan mukolitik.
3) Mempertahankan atau meningkatkan pengembangan paru
a) Pengaturan posisi
Mengubah posisi akan mempertahankan ventilasi dan
oksigenasi adekuat. Pengubahan posisi bertujuan mengurangi
risiko statis sekresi pulmonar dan mengurangi risiko
penurunan pengembangan dinding dada.
Posisi paling efektif bagi klien dengan penyakit
kardiopulmoner ialah posisi semi fowler (45 derajat), yakni
menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan
paru dan mengurangi tekanan abdomen pada diafragma.
b) Fisioterapi dada
Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dada,
dan vibrassi, yang digunakan untuk memobilisasi sekresi
pulmoner.
Fisioterapi dada diikuti dengan batuk efektif bagi yang
mempunyai kemampuan untuk batuk, dan diikuti suction bagi
yang mengalami penurunan kemampuan untuk batuk.
(1) Perkusi dada (clapping)
Perkusi dilakukan dengan tangan membentuk mangkok
dan mengetuk/memukul dinding dada di atas daerah yang
akan didrainase. Perkusi akan mengirimkan gelombang
berbagai amplitudo dan frekuensi sehingga mengubah
konsistensi dan lokasi sputum. Perkusi dilakukan 1-5
menit tiap area. Kontra indikasi perkusi adalah gangguan
perdarahan, osteoporosis, atau fraktur tulang iga. Perkusi
dihindari daerah skapula, payudara, sternum, collumna
spinal dan ginjal untuk mencegah perlukaan.
(2) Vibrasi
Vibrasi merupakan tekanan halus tangan yang
menggoyang, diberikan pada dinding dada selama
ekshalasi. Vibrasi meningkatkan pengeluaran udara yang
terperangkap, menggoyang mukus sehingga lepas dan
menyebabkan batuk dan pengeluaran sekresi. Vibrasi
dilakukan 4-5 x selama postural drainage.
(3) Postural darainase
Postural drainase adalah penggunaan teknik pengaturan
posisi gravitasi yang mengalirkan sekresi dari segmen
tertentu di paru dan bronkhus ke dalam trakhea. Postural
drainage dilakukan 2-3 kali sehari, tergantung beratnya
sumbatan paru terutama sebelum makan pagi, sebelum
makan siang dan sebelum tidur. Sebelum postural
drainage, perkusi dilakukan 30 menit sebelum diberikan
nebulizer dan napas dalam selama 20 menit.
c) Selang dada (WSD/water sail drainage)
Selang dada adalah kateter yang diinsersi melalui thorak untuk
mengeluarkan udara dan cairan dari ruang pleura, mencegah
udara atau cairan supaya tidak masuk ruang pleura, dan
membentuk kembali tekanan normal pada intrapleura dan
intrapulmoner.
4) Mempertahankan dan meningkatkan oksigenasi
Terapi oksigen digunakan untuk mempertahankan oksigenasi
jaringan yang sehat.
Tujuan terapi oksigen ialah mencegah atau mengatasi hipoksia.
Dosis atau konsentrasi oksigen harus dipantau secara kontinyu.
Diberlakukan lima benar pemberian oksigen.
Metode pemberian oksigen :
a) Kanule nasal
Kedua kanule dengan panjang sekitar 1,5 cm, muncul dari
bagian tengah selang disposibel dan diinsersikan ke dalam
hidung. Oksigen diberikan dengan kecepatan aliran 4-6
liter/menit.
Perawat harus mengetahui kecepatan aliran dan harus
mewaspadai kerusakan kulit di atas telinga dan di hidung
akibat pemasangan nasal kanula yang terlalu ketat.
b) Kateter nasal
Insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai nasofaring.
Fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka
kateter harus diganti minimal 8 jam dan diinsersi ke dalam
notril lain.
c) Oksigen transtrakhea (OTT)
OTT merupakan metode pemberian oksigen dengan kateter
kecil berukuran intravena diinsersi langsung ke dalam trakhea
melalui lubang trakheostomi.
Keuntungan OTT adalah tidak ada oksigen yang hilang ke
atmosfir dan klien memperoleh oksigenasi yang adekuat.
d) Masker oksigen
Masker oksigen merupakan peralatan yang digunakan untuk
memberikan oksigen, kelembaban, atau kelembaban yang
dipanaskan. Masker dirancang supaya dapat benar-benar pas
terpasang menutupi mulut dan hidung dan difiksasi dengan
menggunakan tali pengikat.
Macam-macam masker oksigen :
(1) Masker oksigen sederhana
Masker oksigen ini digunakan untuk terapi oksigen
jangka pendek.
Masker dipasang longgar dan memberikan konsentrasi
oksigen 30-60%.
Masker oksigen ini kontra indikasi bagi klien dengan
retensi karbondioksida karena akan memperburuk
retensi.
(2) Masker oksigen plastik yang berkantung reservoir
Masker oksigen ini memberi konsentrasi oksigen lebih
tinggi.
Klien yang tidak mampu bernapas kembali
(nonrebreather), masker oksigen ini dapat
menghantarkan oksigen 80-90%, dan 70% pada klien
yang mampu bernapas kembali (rebreather) dengan
kecepatan aliran 10 liter/menit.
Kantung oksigen harus diperhatikan untuk memastikan
bahwa kantung mengembang, apabila kantung
mengempis klien akan menghirup sejumlah besar
karbondioksida.
(3) Masker oksigen venturi
Masker oksigen ini digunakan untuk menghantarkan
konsentrasi oksigen 24-55% dengan kecepatan aliran
oksigen 2-14 liter/menit.
5) Memperbaiki fungsi kardiopulmonar
Hipoksia berat dan lama menyebabkan henti jantung, dan harus
segera dilakukan resusitasi jantung paru (RJP). RJP merupakan
prosedur kedaruratan yang berupa pernapasan buatan dan masase
jantung eksternal yang manual.
”ABC” pada RJP adalah upaya membentuk jalan napas yang
lancar, memulai bantuan pernapasan, dan mempertahankan
sirkulasi. Tujuan RJP adalah mengalirkan darah yang
mengandung oksigen ke otak untuk mencegah kerusakan jaringan
permanen.
c. Perawatan restoratif/rehabilitatif
Perawatan restoratif adalah upaya yang menekankan pada
pengkondisian kembali jantung paru sebagai program rehabilitasi
terstruktur.
1) Latihan otot pernapasan
Latihan otot pernapasan meningkatkan kekuatan dan daya tahan
otot, sehingga menghasilkan peningkatan toleransi aktivitas.
Latihan otot pernapasan dapat mencegah kegagalan pernapasan
pada klien yang mengalami penyakit paru obstruktif.
Salah satu metode latihan otot pernapasan ialah alat pernapasan
resistif spirometer yang mendorong (incentive spirometer
resistive breathing device / ISRBD). Pernapasan resistif dilakukan
dengan menempatkan ISRBD ke dalam spirometer yang
mendorong tergantung volume.
Latihan otot dilakukan saat klien menggunakan ISRBD secara
rutin dan terjadwal, misalnya 2-4 kali sehari selama 15 menit.
2) Latihan pernapasan
Latihan pernapasan dilakukan untuk meningkatkan ventilasi dan
oksigenasi.
Tiga teknik dasar yang dilakukan adalah latihan napas dalam dan
batuk, pernapasan pursed-lip, dan pernapasan diafragmatik
Pernapasan pursed-lip meliputi inspirasi dalam dan ekspirasi
yang lama melalui bibir membentuk huruf O untuk mencegah
kolaps alveolar.
Klien duduk dan diinstruksikan mengambil napas dalam dan
kemudian mengeluarkannya dengan perlahan melalui bibir
membentuk huruf O.
Klien perlu memiliki kontrol terhadap fase ekshalasi sehingga
ekshalasi lebih lama dari pada inhalasi.
Klien menghitung waktu inhalasi dan secara bertahap menghitung
selama ekshalasi.
Pernapasan diafragmatik, klien merelaksasikan otot interkosta
dan otot bantu pernapasan saat inspirasi dalam.
Klien mengembangkan diafragma selama inspirasi.
Klien diajarkan menempatkan satu tangan datar di bawah tulang
payudara di atas pinggang dan tangan yang lain 2 atau 3 cm di
bawah tangan yang pertama.
Klien diminta menghirup udara sementara tangan bawah bergerak
ke luar selama inspirasi.
Klien melihat adanya gerakan ke dalam seiring penurunan
diafragma. Mula-mula latihan dalam posisi terlentang, kemudian
posisi duduk dan berdiri.
Latihan ini sering digunakan dengan teknik pernapasan pursed-
lip. Latihan ini meningkatkan efisiensi pernapasan dengan
mengurangi udara yang terperangkap dan mengurangi kerja
pernapasan.
3.7 Evaluasi Keperawatan
Pada Pasien dengan Ganggguan Kebutuhan Oksigen
Evaluasi keperawatan dilakukan dengan cara bekerja sama dengan klien
untuk mengembangkan tujuan dan kriteria hasil individu, tergantung pada
status pernapasan klien saat ini.
a. Tujuan:
Klien akan mendemonstrasikan pengetahuan tentang pencegahan
disfungsi pernapasan. Kriteria hasil:
1) Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, klien mendemonstrasikan
teknik napas dalam dan batuk;
2) Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, klien mendiskusikan efek
fisiologis merokok;
3) Klien bergabung dan secara teratur mengikuti pertemuan program
stop merokok selama 6 bulan.
b. Tujuan:
Klien akan mendemonstrasikan pengetahuan tentang manajemen
disfungsi pernapasan secara optimal. Kriteria hasil:
1) Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, klien membuat daftar
tanda-tanda infeksi pernapasan dan mengetahui kapan memanggil
dokter;
2) Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, pada beberapa
pengobatan yang diberikan untuk masalah pernapasan, klien
menggambarkan nama, cara kerja, dan efek samping obat, dosis
yang diberikan, dan beberapa pertimbangan khusus untuk
pemberian;
3) Sebelum pulang, klien mendemonstrasikan penggunaan peralatan
oksigen di rumah secara aman; d. setelah mengikuti pendidikan
kesehatan, klien mendemonstrasikan pernapasan pursed-lip.
c. Tujuan:
Klien akan mengeluarkan sekresi pulmonar Kriteria hasil:
1) Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, klien mendemonstrasikan
teknik batuk yang tepat;
2) Klien minum paling sedikit 6 gelas air sehari, sebagai indikasi
dalam catatan sehari-hari;
3) Pemberi perawatan atau orangtua mendemonstrasikan teknik
fisioterapi dada secara tepat, meliputi perkusi, vibrasi, dan postural
drainase, pada home visit berikutnya;
4) Klien mendemonstrasikan teknik suction sendiri dengan benar
sebelum pulang.
d. Tujuan:
Klien akan menggunakan koping secara efektif dengan perubahan
konsep diri dan gaya hidup Kriteria hasil:
1) Dalam 6 bulan diagnosis, klien secara verbal mengatakan
bagaimana kondisi pernapasan telah menyebabkan perubahan
dalam gaya hidup;
2) Selama 1 minggu diagnosis, klien mengidentifikasi dukungan
orang-orang untuk memberikan kekuatan emosi;
3) Di akhir pendidikan kesehatan, klien membuat daftar agen dan
pelayanan komunitas yang ia rencanakan akan digunakan;
4) Sebelum pulang, klien mendemonstrasikan cara menghemat
oksigen antara lain duduk selama mengenakan baju dan
merencanakan periode istirahat;
5) Sebelum pulang, klien secara verbal mengatakan posisi seksual
yang membutuhkan pengeluaran sedikit oksigen.
BAB IV PEBAHASAN

Bernapas membawa udara ke paru, dimana terjadi pertukaran gas. Udara


masuk ke paru melalui saluran pernapasan. Organ saluran pernapasan atas terdiri
dari mulut, hidung, dan pharing. Ketiganya dihubungkan dengan nasopharing,
yang membawa udara melalui mulut dan hidung ke pharing. Organ saluran
pernapasan bawah terdiri dari trakhea, lobus bronkhus, segmen bronkhus, dan
paru. Bronkhus berlanjut ke bronkhiolus, yang menghubungkan jalan napas
dengan parenkhim paru. Pertukaran gas di paru terjadi di alveoli. Struktur epitel
berdinding tipis dihubungkan dengan kapiler. Oksigen masuk alveoli menembus
epitel, masuk darah menuju jantung dan dari jantung ke jaringan tubuh.
Bernafas adalah pergerakan udara dari atmosfir ke sel tubuh dan
pengeluaran CO2 dari sel tubuh ke luar tubuh. Proses pernafasan mencakup
ventilasi, difusi, transportasi dan perfusi. Jenis pernapasan; Pernafasan Eupnoe:
pernafasan normal, tenang dan teratur. Pernafasan Kussmaul: Pernafasan kadang-
kadang cepat dan kadang-kadang lambat sehingga frekuensi tidak teratur.
Pernafasan Cheyene stokes: Pernafasan kadang-kadang apnoe (berhenti),
frekuensi pernafasan di bawah 20x/menit. Pernafasan Biot: Pernafasan yang tidak
teratur iramanya dan kadang-kadang diikuti apnoe
Organ saluran pernapasan atas, yaitu mulut, hidung, dan pharing, ketiganya
dihubungkan dengan nasopharing, organ saluran pernapasan bawah, yaitu trakhea,
lobus bronkhus, segmen bronkhus, dan paru. Proses pernafasan mencakup
ventilasi, difusi, transportasi dan perfusi.
Pola pernapasan normal tergantung pada usia. Rata-rata pernapasan normal
adalah 12 sampai 20 kali per menit pada anak yang lebih tua dan dewasa. Jenis
pernapasan diantaranya pernafasan eupnoe, yaitu pernafasan normal, tenang dan
teratur, pernafasan kussmaul, yaitu pernafasan kadang cepat dan kadang lambat
sehingga frekuensi tidak teratur.
Pernafasan cheyene stokes, yaitu pernafasan kadang apnoe, frekuensi
pernafasan di bawah 20x/menit, dan pernafasan biot, yaitu pernafasan tidak teratur
iramanya dan kadang diikuti apnoe. Pernapasan dipengaruhi oleh, posisi tubuh,
lingkungan, gaya hidup dan kebiasaan.
Peran dan kompetensi perawat dalam pemenuhan kebutuhan oksigen pada
klien mutlak diperlukan, karena perawatlah satu-satunya tenaga kesehatan yang
24 jam mendampingi klien. Pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan
dasar manusia yang paling utama karena oksigen tidak dapat disimpan dalam
tubuh sehingga kekurangan oksigen dalam waktu singkat dapat menimbulkan
kematian otak dan berakibat fatal. Dengan tindakan pemenuhan kebutuhan
oksigen secara benar maka risiko maupun dampak akibat kekurangan atau
ketidakakuratan terapi oksigen dapat dicegah atau diatasi secara cepat dan tepat.
Pengkajian pada pasien dengan gangguan kebutuhan oksigen meliputi
riwayat perawatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Riwayat
perawatan meliputi keletihan, dispnea, batuk, mengi (wheezing), nyeri, pemaparan
geografi atau lingkungan, infeksi pernapasan, faktor risiko, obat-obatan.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
Pemeriksaan diagnostik untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan
oksigenasi. Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan fungsi paru, kecepatan
aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate/PEFR), pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, hitung darah lengkap, pemeriksaan sinar X dada, bronkoskopi,
CT scann, kultur tenggorok, spesimen sputum, skin tes, torasentesis.
Tujuan rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan
kebutuhan oksigen meliputi:
1. klien menunjukkan pengetahuan tentang pencegahan disfungsi pernapasan;
2. jaringan klien akan mempunyai oksigenasi yang adekuat;
3. klien akan mengeluarkan sekresi pulmonar;
4. klien mempunyai koping efektif dengan perubahan konsep diri/gaya hidup.
Rencana tindakan keperawatan meliputi:
1. Promosi kesehatan/perawatan primer: upaya mempertahankan kesehatan
optimal untuk menurunkan jumlah dan/atau keparahan gejala gangguan
pernapasan.
2. Perawatan akut dan tersier: a. Mempertahankan kepatenan jalan napas:
teknik batuk, teknik suction, jalan napas buatan b. Mobilisasi sekresi
pulmonar: hidrasi, humidifikasi, nebulisasi c. Mempertahankan atau
meningkatkan pengembangan paru: pengaturan posisi, fisioterapi dada,
pemasangan selang WSD d. Mempertahankan dan meningkatkan
oksigenasi: pemberian oksigen e. Memperbaiki fungsi kardiopulmonar:
resusitasi jantung paru (RJP)
3. Perawatan restoratif/rehabilitatif a. Latihan otot pernapasan b. Latihan
pernapasan
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan
Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi
(pernafasan), kardiovaskuler dan hematology. Sistem pernafasan terdiri dari
organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa ventilasi yang
terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak.
Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3
langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi.
Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Kebutuhan Oksigen
meliputi riwayat perawatan terdiri dari: Keletihan (Fatigue), dispnea, batuk,
mengi (Wheezing), nyeri dada, pemaparan geografi atau lingkungan, infeksi
pernapasan, faktor risiko, obat-obatan .
Pemeriksaan fisik; Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi Observasi dari kepala sampai
ujung kaki, palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah kerja thoraks,
daerah nyeri tekan, taktil fremitus, getaran dada (thrill), perkusi untuk
mengetahui adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan, auskultasi
untuk mendengarkan bunyi paru, pemeriksa harus mengidentifikasi lokasi,
radiasi, intensitas, nada, dan kualitas.
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi
dan oksigenasi. Pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometer.
Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR).
Pemeriksaan Gas Darah Arteri. Oksimetri untuk mengukur saturasi oksigen
kapiler (SaO2), Hitung Darah Lengkap Darah vena untuk mengetahui
jumlah darah lengkap meliputi hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit,
dan perbedaan sel darah merah dan sel darah putih. Pemeriksaan sinar X.
Bronkoskopi. CT Scann. Kultur Tenggorok. Spesimen Sputum. Skin Tes.
Torasentesis.
Diagnosa keperawatan gangguan kebutuhan oksigen mengacu pada fungsi
respirasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (NANDA, 2007).
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada pasien dengan gangguan
kebutuhan oksigen adalah: Ketidakefektifan bersihan Jjlan napas, kerusakan
pertukaran gas, ketidakefektifan pola napas.
Diagnosa keperawatan lain pada klien yang berhubungan dengan disfungsi
pernapasan adalah: Risiko infeksi, perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan
tubuh), nyeri, gangguan pola tidur, risiko intoleran aktivitas, defisit self
care, cemas, ketidakefektifan koping individu, defisit pengetahuan tentang
rencana pengobatan.
Rencana tindakan keperawatan dan inflementasi. Evaluasi keperawatan
dilakukan dengan cara bekerja sama dengan klien untuk mengembangkan
tujuan dan kriteria hasil individu, tergantung pada status pernapasan klien
saat ini dengan meperhatikan tujuan dan kriteria hasil.
5.2 Saran
a. Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar
dapat lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang pemenuhan
kebutuhan oksigeni pada Rumah Sakit serta dapat mengaplikasikannya
dalam dunia keperawatan.
b. Diharapkan perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu memahami
dan mendalami Kebutuhan fisiologis oksigenasi yang merupakan
kebutuhan dasar manusia yang sangat mendasar
DAFTAR PUSTAKA

1 Allen, CarolVestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan


Latihan,, alih A.Aziz Alimul H.Pengantar Kebutuhan DasarManusia.
SalembaMedika. 2006 . Jakarta.
2 Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Euko
Jambusari No 7A: Yogyakarta.
3 Greven, Ruth, 1999, fundamental of nursing: human health and function,
Philadelphia: lippincott. bahasa Cristantie Effendy, Jakarta: EGC Situs
Internet:
4 http://eblogmakalah.blogspot.com/2012/04/makalah-tentang-
oksigen.html/Diakses Pada Tanggal 17 Januari 2018, Pukul 11.30 WIB.
Pariaman.
5 http://juliardisyah.blogspot.com/2013/11/askep-kebutuhan-
oksigenasi_16.html/ Diakses Pada Tanggal 17 Januari 2018, Pukul 11. 00
WIB. Pariaman.
6 Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, volume I,
EGC, Jakarta Lorreine M. Wilson Sylvia Andrerson Prince. Alih bahasa Adji
dharma, 1993. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, Edisi 2
Bagian 1, EGC, Jakarta.
7 Marilynn E. Doenges, alih bahasa Imade Kariasa, dkk. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokemnetasian
Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
8 Potter,P.A., Perry,A.G., 2006., Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik., Edisi 4., Volume 2., Jakarta : EGC
9 Ratna Hidayati, dkk. 2014. Praktik Laboratorium Keperawatan, Jilid 2.
Erlangga, Jakarta.
10 Smeltzer, S.C., Bare, B.G., 2002, Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth, Alih Bahasa: Monica Ester, Jakarta : EGC.
11 Soeparman Sarwono Waspdji, 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI,
Jakarta
12 Tarwanto Wartonah, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 3, Salemba
Medika, Jakarta.
13 Wilkinson,J.M., 2007., Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC., Edisi 7., Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai