Anda di halaman 1dari 15

“Pedoman pemilihan humidifier dan non humidifier pada tata laksana pemberian terapi

low flow oxygen”

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata kuliah : Evidance based Nursing

Disusun Oleh :
Wenny trisnaningtyas
Theodora rosaria
Arif mujiono
Khamid khanafi
Muh. Firman yudiatma

Program Studi Magister Keperawatan Peminatan Dewasa


Departemen Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu kebutuhan pokok manusia untuk tetap hidup adalah bernafas,bernafas
merupakan proses pertukaran oksigen dan karbondioksida dari dalam dan keluar paru paru.
Perawat dalam menjalankan perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
manusia,salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah oksigen (Harahap, 2005). Dewasa ini
pasien dengan gangguan sistem pernafasan terus mengalami peningkatan. Biasanya pada
orang yang mengalami gangguan pernapasan, pemenuhan kebutuhan oksigenasi mejadi hal
dasar yang harus segera mungkin diatasi. Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang
paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam
proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan berdampak yang bermakna bagi tubuh,
salah satunya kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar
kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik. Penanganan pasien dengan gangguan sistem
pernafasan salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian terapi oksigen.
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan dengan memberikan aliran gas > 20% pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah (Fulmer & *These authors are
equally contributed to this work. Snider, 1984). Terapi oksigen merupakan sesuatu hal yang
biasa diberikan pada instalasi rawat inap, IGD, ICU maupun ruang rawat lainnya. Dilihat dari
segi keuntungan terapi oksigen dapat meningkatkan jumlah oksigen dalam plasma darah,
yang berfungsi meningkatkan suplai oksigen dalam jaringan, sehingga meningkatkan
metabolisme dalam tubuh manusia. Beberapa studi menunjukkan bahwa terapi oksigen
memiliki peran penting dalam rehabilitasi pasien. Perawat harus lebih peduli dengan pasien
terhadap rencana keperawatan yang telah disusun (out 1) dan pengetahuan pemberian terapi
oksigen tentang indikasi dan kontra indikasi , dosis pemberian oksigen, efek samping, dan
pencegahan bahaya diperlukan dalam mengidentifikasi pasien yang menerima pemberian
terapi oksigen. Selain itu perawat harus senantiasa memonitor saturasi pasien dan
mengusahakan target saturasi oksigen dapat tercapai.
Nasal Canul merupakan alat yang paling banyak digunakan dalam pemberian terapi
oksigen pada pasien yang berada di rumah sakit. Namun ada kekurangan dalam penggunaan
nasal canul dalam pemberian terapi oksgen yaitu menghirup oksigen menggunakan nasal
canul menyebabkan mukosa pernapasan kering, menjadikan pasien merasa tidak nyaman dan
menghambat aktivitas pernapasan. (Dery, Pelletier, Acques, Clavet, & Haude, 1967).
Permasalah ini dalam rumah sakit biasanya diatasi dengan penggunaan alat pelembab udara
atau Humidifier.
Humidifier adalah suatu alat yang digunakan untuk melembabkan oksigen sebelum di
terima oleh pasien. Humidifikasi bertujuan untuk mencegah terjadi iritasi pada mukosa
saluran nafas pasien, Secara umum pengaplikasian humidifikasi dengan menggunakan
larutan air pada pemberian oksigen menggunakan nasal canul baik dengan aliran rendah
ataupun tinggi dapat mencegah ketidaknyamanan pasien terkait dengan pengeringan mukosa
saluran napas bagian atas (Campbell et al., 1988). Oksigen yang diberikan melalui nasal
canul yang disambungkan ke botol humidifier (Alat pelembap udara) dapat melembabkan
aliran udara yang diterima oleh pasien. Di Cina dan Jepang, pemakaian humidifier pada
terapi pemberian oksigen dapat diberikan terus menerus tanpa memandang aliran oksigen
yang diberikan apakah aliran rendah atau tinggi (Li, Wang, Zhong, dkk., 2010; Miyamoto,
2004). Namun, di Eropa dan Amerika Utara, penggunaan humidifier tidak digunakan dalam
pemberian terapi oksigen dengan aliran rendah (<5 L / menit) (O`Driscoll, Howard, &
Davison, 2008; American Thoracic Society, 1995). Panduan praktik klinis AARC
menyatakan bahwa humidifikasi oksigen tidak diperlukan jika nasal canul diberikan kepada
orang dewasa dengan aliran ≤ 4 L/menit (AARC. 2007). Meskipun demikian, beberapa
pedoman mengatakan pemberian terapi oksigen aliran rendah tetap harus menggunakan
humidifikasi jika terapi oksigen yang diberikan ke pasien bersifat jangka panjang
(Magnussen et al., 2001; O’Reilly & Bailey, 2007). Panduan juga telah dikembangkan di
Amerika Serikat dan Inggris dengan merekomendasikan terapi oksigen yang telah ditetapkan
dan diimplementasikan (Kallström, 2002; O'Driscoll, Howard, & Davison, 2008), Ada dasar
obyektif untuk menentukan penggunanaan humidifikasi dan non-humidifikasi untuk
memenuhi pasokan oksigen ke aliran rendah. Namun sejauh ini masih belum ada studi atau
pedoman tentang kriteria, karena standar aplikasi humidifikasi diterapkan secara tidak
konsisten.
Healthcare-Assosiate Infection( HAI) adalah salah satu complikasi medis yang di
dapatkan saat perawatan dirumah sakit. Dari studi yang di lakukan pada 183 rumah sakit di
Amerika Serikat dengan sampel 11.282 sampel pasien rawat inap menunjukkan bahwa
sebanyak 452 ( 4 % ) pasien rawat inap terkena infeksi saat perawatan ( HAI ). Ada sebanyak
21,8% kasus pneumonia dan perawatan luka, Infeksi gastrointestinal sebanyak 17,1% dan
ISK sebnayak 12,9%. Berdasarkan beberapa penelitian,transmisi kuman dapat melalui
permukaan benda mati yang di anggap sebagai sumber pathogen nosocomial. Termasuk
peralatan bantuan pernafasan seperti ventilator, oxygen humidifier, alat nebulizer yang semua
alat tersebut teridentifikasi menjadi tempat colonisasi kuman bakteri pathogen.
Pemakaian humidifier perlu dicermati dan di awasi karena terisi oleh air yang dapat
menjadi reservoir infeksi yang baik untuk bakteri. Bakteri dapat tumbuh dengan baik di
reservoir karena lembab. (V.LA Fauci,et al 2017). Pertumbuhan kuman dapat terjadi bahkan
sejak hari pertama penggunaan reusable water humidifier (Kobayashi et al, 2006). Todar
(2008) menyebutkan bahwa bakteri dapat melakukan pembelahan secara umum 15 menit
sampai 1 jam, meski ada yang lebih cepat atau lebih lambat. Sementara Thiel (1999)
menyebutkan bahwa bakteri akan membelah menjadi dua kali lipat tiap 20 menit. Bakteri
yang yang sering ditemukan dalam water humidifier adalah Staphylococcus Epidermidis dan
Enterobakter Aeruginosa yang merupakan bakteri flora normal, bakteri ini dapat menjadi
patogen bila masuk ke individu yang sangat lemah sehingga menjadi infeksi nosokomial
(Thelabrat, 2005). Pada penggunaan humidifier berulang/re-use kemungkinan migrasi bakteri
dari water humidifier ke selang oksigen cukup tinggi. Bakteri akan mudah masuk kedalam
struktur paru paru terkecil melalui pernapasan pasien. Beberapa faktor yang dihubungkan
dengan kontaminasi bakteri adalah tidak adekuatnya kebersihan tangan petugas kesehatan
saat menangani peralatan, peralatan pernapasan yang terinfeksi, oksigen dari wall outlet yang
terkontaminasi, serta adanya kontaminasi retrograd dari respirasi pasien. (Yamashita et al,
2004) Kondisi ini diperparah pada keadaan penggunaan oksigen yang tidak kontinyu dan
selang oksigen tidak dilepas. Kondisi ini akan mempermudah migrasi bakteri ke dalam paru
paru. Kondisi lain yaitu kebersihan selang oksigen, botol humidifier yang tidak terjaga
kebersihannya memberikan kontribusi nyata dalam munculnya infeksi pneumoni
nosokomial.
Pertumbuhan bakteri di humidifier sudah di ketahui dari tahun 1987 dari penelitian
Cammeron, Reese at al. yang menemukan banyak bakteri tumbuh di humidifier ambulance.
Selain itu, Dari PenelitianV.LA.Fauci 2017 menemukan kontaminasi bakteri pada
humidifier reusable yang ada di bangsal dalam sebanyak 41 dari 50 sampel( 82 %), Kejadian
serupa juga terjadi di bangsal Pulmonology sebanyak 42 dari 50 sampel ( 84 %) di bangsal
bedah sebanyak 40 dari 50 sampel(80 % ),bangsal bedah thorac dan jantung sebanyak 37 dari
50 sampel( 74%),di ICU sebayak 20 dari 50 sampel ( 40%)dan Nicu sebanyak 30 dari 50
sampel( 60 %),sedangkan di IGD sebanyak 50 dari 100 sampel(50%). Adapun jenis bakteri
yang di temukan terdeteksi antara lain bakteri gram Negatif seperti pseudomonas
aeruginosa,Acinetobacter baumanni, serretia marcesnes, proteus mirabilis,Citrobacter
freundii. Dll. Sedangkan bakteri gram positif terdeteksi Stapylococus aureus,Coagulase -
negativ stapylococi, Enterococus SPP, Bcillus SPP, Candida Albicans. Pada penelitian stage
2 dengan menggunakan disposable oxygen humidifier di dapatkan bahwa tidak ada
pertumbuhan kuman pada humidifier (Koichi yamhasita, et al 2005) Senada dengan
penelitian diatas, penelitian Nobuharu kobayasi yang di publikasi oleh The University of
Chicago Press menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan dan kolonisasi bacteri pada
reuseable humidifier. Bakteri berasal dari saluran nafas pasien yang menuju reservoir.
Berdasarkan survey awal di beberapa RS di daerah, masih menggunakan modifikasi pada
setiap pemberian oksigen. Hal ini dilaksanakan karena SPO RS masih memberikan
humidifikasi pada setiap pemberian oksigen. Selain itu persepsi perawat tentang penggunaan
humidifikasi hanya terbatad pada fungsi untuk melembabkan udara,mencegah kekekringan
mukosa hidung dan pendaraahn hidung, tanpa mengetahui resiko infeksi nososkomial yang
disebaakan oleh pertumbuaha bakteri dari reservoir humidifier. Oleh karena itu,penting
artinya untuk mengetahui apakah lebih baik pemberian humidifikasi dan non humidifikasi
pada pemberian oksigen aliran rendah.

1.2 Perumusan evidence ke praktik


Pencegahan lebih utama dari pengobatan. Penyakit nosokomial salah satunya adalah
infeksi pernapasan/pneumoni sebagai pengaruh negatif pemberian oksigenasi baik secara
mekanik maupun non mekanik melalui kontaminasi peralatan medis. Humidifier adalah
suatu alat untuk melembabkan oksigen sebelum diterima oleh pasien (Pavlovic, 2000).
Humidifikasi bertujuan untuk mencegah terjadinya iritasi mukosa saluran nafas pasien
(Kozier et al, 2004). Penggunaan humidifier pada terapi oksigen memungkinkan adanya
pertumbuhan bakteri karena kelembaban di reservoir. Dalam kondisi kelembaban inilah
diperlukan pencegahan sehingga pertumbuhan bakteri dapat dikendalikan. Praktik di
lapangan pada pemberian terapi oksigen aliran rendah masih tetap menggunakan humidifier
tanpa memandang resiko infeksi nosocomial yang mungkin terjadi. Berdasarkan
permasalahan diatas,kami kemudian merancang sebuah inovasi baru berdasarkan evidance
yaitu penggunaan Non humidifikasi pada praktik pemberian terapi oksigen pada penyusuan
SOP Penyusunan SOP standar penggunaan dan perawatan humidifier dan peralatan terapi
oksigen, meliputi :
i. Pada instalasi gawat darurat di sarankan terapi oksigen menggunakan non humidifier
karena mobilitas pasien yang tinggi dan lama perawatan tidak lebih dari 4 jam.
ii. Pemakaian non humidifier dapat di berikan pada pemberian oxygen kurang dari 5 liter.
Bila pemakaian lebih dari 5 liter bisa di berikan non humidifier asalkan kurang dari 4
jam.
iii. Pemakaian oxygen lebih dari 5 liter dalam waktu lama menggunakan humidifier.

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
i. Mengetahui efektifias penggunaan humidifier dan non humidifier pada pemberian
terapi oksigen aliran rendah.

Tujuan khusus

ii. Menganalisa literature terkait dengan prosedur pencegahan infeksi dan kolonialisasi
bakteri pada pemberian terapi oksigen aliran rendah
iii. Menganalisa literature terkait dengan signifikansi kejadian mukosa hidung kering
dan berdarah pada pemberian terapi oksigen aliran rendah.
iv. Menganalisa literature review apakah lebih baik penggunaan humidi atau non humidi
pada pemberian terapi oksigen aliran rendah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Review evidance yang akan diterapkan


Healthcare-assosiate infection( HAI) adalah salah satu komplikasi medis yang di
dapatkan saat perawatan dirumah sakit. Dari studi yang di lakukan pada 183 rumah sakit
di amerika serikat dengan sampel 11.282 sampel pasien rawat inap menunjukkan bahwa
sebanyak 452 ( 4 % ) pasien rawat inap terkena infeksi saat perawatan ( HAI ). Dari
angka infeksi tersebut terdapat 21,8% kasus pneumonia, Infeksi gastrointestinal sebanyak
17,1% dan ISK sebnayak 12,9%. Berdasarkan penelitian diatas, Infeksi nosokomial yang
angka prevalensinya paling tinggi adalah infeksi saluran pernafasan pernapasan /
pneumoni. penyebab dari infeksi pernafasan salah satunya adalah sebagai pengaruh
negatif pemberian oksigenasi baik secara mekanik maupun non mekanik melalui
kontaminasi peralatan medis. Ada tiga jenis infeksi saluran pernafasan/pneumoni terkait
perawatan di rumah sakit,yaitu :
1. HAP (Hospital Aquired Pneumonia)
Terjadinya pneumoni setelah 48 jam atau lebih masuk rumah sakit.
2. VAP (ventilator Associated Pneumonia)
Adalah jenis pneumonia didapat di rumah sakit yang terjadi lebih dari 48 sampai 72
jam setelah intubasi endotrakeal
3. HCAP (Health Care Associated Pneumoni)
Penyakit infeksi yang dimana pada pasien ditemukan kultur positif bakteri pernafasan
selama 2 hari setelah perawatan di pelayanan kesehatan, hemodialisis jangka panjang,
atau perawatan di rumah sakit 30 hari sebelumnya tanpa penggunaan ventilator.

Berdasarkan beberapa penelitian, transmisi kuman dapat melalui permukaan benda mati
yang di anggap sebagai sumber pathogen nosocomial termasuk peralatan atau alat bantu
pernafasan seperti oxygen humidifier, yang dimana alat tersebut teridentifikasi menjadi
tempat colonisasi kuman bakteri pathogen. Humidifier adalah suatu alat untuk melembabkan
oksigen sebelum diterima oleh pasien (Pavlovic, 2000). Humidifikasi bertujuan untuk
mencegah terjadinya iritasi mukosa saluran nafas pasien (Kozier et al, 2004). Penggunaan
humidifier pada terapi oksigen memungkinkan adanya pertumbuhan bakteri karena
kelembaban di reservoir. Dalam kondisi kelembaban inilah diperlukan pencegahan sehingga
pertumbuhan bakteri dapat dikendalikan. Pertumbuhan kuman dapat terjadi bahkan sejak hari
pertama penggunaan reusable water humidifier (Kobayashi et al, 2006). Pada penggunaan
humidifier berulang/re-use kemungkinan migrasi bakteri dari water humidifier ke selang
oksigen cukup tinggi sehingga bakteri akan mudah masuk kedalam struktur paru paru terkecil
melalui pernapasan pasien. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kontaminasi bakteri
ini salah satunya adalah botol humidifier yang tidak terjaga kebersihannya dapat memberikan
kontribusi nyata dalam munculnya infeksi pneumoni nosokomial (Yamashita et al, 2004).
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat/US Center for Diseases
Controle and Prevention (CDC) merekomendasikan pedoman pencegahan penyakit
pneumonia nosokomial, salah satunya adalah upaya pemeliharaan secara seksama dan
berkala terhadap botol humidifikasi oksigen. Namun implementasi pada Rumah sakit masih
belum ada standar baku yang ditetapkan untuk pemeliharaan, perawatan dan standar
penggunaan terhadap humidifier. Oleh Karena itu,kami kemudian mengajukan protap SOP
sebagi standar pemeliharaan dan penggunaan botol humidifier pada jenis humidifier reusable.
Adapun standar protap SOP yang kami maksud adalah dengan memperhatikan tabung
humidifier harus dalam kondisi bersih, air dalam humidifier harus air steril dan diganti setiap
12 jam, bila cairan hendak ditambahkan sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu,perawatan
tabung dilakukan dengan teknik desinfeksi yaitu dicuci dengan fenol 5% dan dibilas dengan
air mengalir kemudian dikeringkan, setelah kering bagian dalam dicuci ulang dengan
menggunakan alkohol 70%, kemudian dibilas dengan cairan aquades steril, Pemakaian
selang oksigen harus digunakan untuk satu pasien, Humidifier yang tidak terpakai harus
segera di disinfectan dan disimpan di tempat yang bersih dan kering,pada instalasi gawat
darurat di sarankan terapi oksigen menggunakan non humidifier karena mobilitas pasien
yang tinggi dan lama perawatan tidak lebih dari 4 jam,Pemakaian non humidifier dapat di
berikan pada pemberian oxygen kurang dari 5 liter, Bila pemakaian lebih dari 5 liter bisa di
berikan non humidifier asalkan kurang dari 4 jam, Pemakaian oxygen lebih dari 5 liter dalam
waktu lama menggunakan humidifier. Selain itu solusi dari permasalahan ini yaitu
penggunaan sterile humidifier oksigen sekali pakai/single use. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa humidifier sekali pakai/single use lebih aman untuk pasien daripada
yang dapat digunakan kembali/re-use (Fauci et al.2017). Dan studi lain yang dilakukan oleh
Meehan et al. telah menunjukkan bahwa humidifier sekali pakai bisa tetap steril hingga 77
hari (Fauci et al.2017).

1.2 Ringkasan hasil penelusuran jurnal


Pencarian literatur dilakukan pada beberapa database seperti PubMed, Science
Direct dan Cochrane central register of controlled trials, dengan istilah kata kunci
pencarian yang meliputi Terapi inhalasi oksigen, terapi oksigen, inhalasi oksigen, terapi
oksigen,humidifikasi, non humidifikasi, oksigen aliran rendah. Batasan tahun literture
yang kami gunakan dari 1997-2018, dengan kriteria inklusi sebagai berikut: (1) desain:
randomized controlled trials, (2) populasi: pasien usia dewasa (≥18 tahun). Penelusuran
jurnal dilakukan dengan meninjau daftar referensi pada artikel ulasan dan uji coba yang
memenuhi syarat. Berikut dalam tabel terlampir hasil pencarian literture.
Pencarian Jumlah jurnal ditemukan Kata kunci
PubMed 40 Non humidified low flow
PubMed 845 Non humidified
Science Direct 48.714 Non humidified low flow
PubMed 31 Humidifiers for oxygen therapy

Jurnal yang terkumpul kemudian di evaluasi dan di pilih kembali sesuai dengan
kriteria kecocokan penerapan tujuan evidance. Sehinga di temukan 21 jurnal yang
mendukung pemilihan pedoman humidi dan non humidi . Dari 21 jurnal tersebut
kemudian dipilih juranl dengan desain random control trials sebanyak 2 jurnal meta
analyze sistematic review. Kesimpulan akhir jurnal tersebut dikatakan bahw dari 27
randomized control trials yang dilakuakan daapat diketahun bahwa penggunaan non
humidi lebih baik dari pada penggunaan humidi pada pemberian terapi oksigen dengan
aliran rendah dalam menurunkan angka kontaminasi bakteri, dan tidak ditemukan
signifikansi yang kuat terhadap angka kejadian mukosa hidung kering,tenggorokan
kering, dan hidung berdarah.
BAB III

RANCANGAN PROJECT

3.1 Inovasi yang akan diterapkan berdasarkan evidence


Berdasarkan hasil telaah jurnal yang dilakukan oleh kelompok, maka gaps of study yang
dapat disimpulkan oleh kelompok adalah masih belum adanya standar baku dalam
pemberian terapi oksigen kapan menggunakan humidifier ataupun non humidifier yang
dilakukan di Rumah sakit. Tidak adanya standar baku dan deficit pengetahuan perawat
dalam penggunanan dan perawatan humidifier khususnya pada pemberian terapi oksigen
yang menggunakan humidifier yang dapat menyebabkan infeksi pernafasan/pneumoni dari
hasil kolonialisasi bakteri pada cairan yang digunakan dalam humidifier tersebut. Oleh
karena itu, maka inovasi yang akan diajukan oleh kelompok berdasarkan evidence yaitu
penyusunan protap SOP penggunaan humidifier dan non humidifier.
Adapun protap SOP yang akan dijadikan sebagai pedoman atau standar baku dalam
penggunaan humidifier dan non humidifier yaitu :
i. Pada instalasi rawat inap dan gawat darurat disarankan penggunaan terapi oksigen non
humidifier, dikarenakan mobilisasi pasien yang tinggi dan lama perawatan tidak lebih
dari 4 jam.
ii. Pemakaian non humidifier dapat di berikan pada pemberian oxygen kurang dari 5 liter.
Bila pemakaian lebih dari 5 liter bisa di berikan non humidifier asalkan kurang dari 4
jam.
iii. Pemakaian oxygen lebih dari 5 liter dalam waktu lama menggunakan humidifier.

Sedangkan inovasi kedua yang diajukan adalah peggunanan terapy oxygen dengan non
humidifier. Rancangan inovasi ini terlebih dahulu dilakukan dengan melakukan sosialisasi
pada perawat yang ada pada RS, selanjutnya dilakukan tahap intervensi dan di akhir tahap
dilakukan evaluasi tentang penggunakan terapi oksigen dengan non humidifier.

3.2 Identifikasi sumber daya


Hal yang menjadi kendala saat pelaksanaan inovasi adalah ketidaksesuaian kemampuan
inovator untuk melanjutkan penerapan inovasi saat pelaksanaan sedang dilakukan. Oleh
karena itu penting untuk melakukan identifikasi sumber daya sebelum penerapan evidance
dilakukan untuk memperkirakan apakah inovasi yang akan diterapkan dapat terlaksana
sampai selesai tanpa memberatkan pihak manapun. Sumber daya yang diidentifikasi dapat
berupa kesiapan dari inovator itu sendiri ataupun dari tempat akan dilakukan inovasi
tersebut.
Identifikasi kesiapan dari inovator sendiri dapat berupa ketersediaan waktu dan tenaga,
ketersediaan budgeting, ketersediaan peralatan dan perlengkapan serta ketersediaan
knowledge yang mendalam tentang inovasi yang akan diterapkan. Pada aspek ketersediaan
waktu dan tenaga dapat diidentifkasi hal ini sudah terpenuhi karena bentuk pelaksanaan dari
inovasi ini adalah bentuk kerja sama tim yang memungkinkan pembagian tugas dan
wewenang serta tugas pokok fungsi yang dibagi rata pada masing masing anggota
kelompok. Pada aspek ketersediaan budgeting juga sudah terdetifikasi dapat terpenuhi
karena sebelum pelaksanaan kelompok sudah meyesuaikan serta memperkirakan dan
menyusun perencanaan budget yang akan dihabiskan selama pelaksanaan inovasi. Dari
aspek ketersediaan peralatan dan perlengkapan pun inovasi ini tidak membutuhkan begitu
banyak sarana dan prasarana, kebutuhan akan peralatan dan perlengkapan telah disesuaikan
dengan kemampuan kelompok dan terlampir pada bab selanjutnya dari outline proposal
rencana pelaksanaan inovasi ini. Dari segi knowledge yang mendalam tentunya sudah
terpenuhi karena kelompok sendirilah yang menyusun rencana inovasi yang akan diterapkan
berdasarkan pada hasil literature review dan evidence yang telah ada dan dilaksanakan
sebelumnya.
Sedangkan identifikasi kesiapan dari tempat pelaksanaan inovasi lebih ditekankan pada
kesediaan lapangan (RS) sebagai lahan trial penerapan inovasi tersebut. Kesediaan lapangan
yang dimaksud yaitu kesediaan pada tingkat manajerial dan pada tingkat pelaksana (dalam
hal ini perawat). Kesediaan pada tingkat manajerial maksudnya adalah perizinan dari pihak
RS untuk memberikan kewenangan untuk melakukan trial inovasi dan penggunaan sumber
daya yang ada berdasarkan kesepakatan rentan waktu yang ditetapkan bersama. Kelompok
sudah merencanakan “RS dr. Loekomonohadi Kudus” sebagai lahan trial inovasi, pemilihan
RS tersebut dikarenakan merupakan tempat bekerja salah satu anggota kelompok sehingga
memudahkan proses perizinan, komunikasi dan pelaksanaan inovasi yang akan diajukan.
Sedangkan kesediaan pada tingkat pelaksana maksudnya adalah kesediaan pada perawat itu
sendiri sebagai objek sekaligus partisipan dalam pelaksanaan inovasi. Oleh karena itu,
sosialisasi sebelum pelaksanaan inovasi kepada perawat penting dilakukan untuk
menyampaikan tujuan, arti penting dan tingkat urgensi dari inovasi yang akan diterapkan.

3.3 Tahapan penerapan inovasi


1. Tujuan
a. Tujuan untuk pasien
 Menurunkan angka kejadian infeksi saluran pernafasan/pneumoni (Health care
associated pneunomoni)
 Meningkatkan rasa aman dan keselamatan pasien (Patient safety)
b. Tujuan bagi petugas kesehatan
 Menambah knowledge serta hard skill dan soft skill perawat perawat terhadap
asuhan pemberian terapi oksigen dengan humidifier ataupun non humidifier
 Rancangan program inovasi yang kami ajukan bisa menjadi sebuah inovasi yang
bisa diterapkan secara kontinu dan berkelanjutan dalam asuhan keperawatan pada
kasus pemberian terapi oksigen
c. Tujuan bagi manajemen (Rumah sakit)
 Rancangan program inovasi yang kami ajukan dapat dijadikan sebagai bentuk
pengimplementasian dari IPSG khususnya pada point ke empat pencegahan resiko
infeksi
 Meningkatkan mutu pelayanan Rumah sakit kepada pasien
 Menurunkan length of stay pasien
2. Material dan prosedur
a. Material
i. Sosialisasi penerapan inovasi
 LCD
 Laptop
 Sound system
 ATK
ii. Pelaksanaan inovasi
 Humidifier
 Handscoon
 Lap/kasa bersih
 Selang oksigen/nasal canul

b. Prosedur pelaksanaan inovasi


i. Mencari artikel terkait evidence yang mendukung inovasi
ii. Menyusun pelaksanaan inovasi
iii. Mengajukan surat perizinan sosialiasasi dan pelaksanaan inovasi kepada Rumah
sakit
iv. Melakukan sosialisasi rancangan inovasi kepada perawat di departemen/ bangsal
yang sudah dipilih
v. Melakukan tahap implementasi inovasi pertama tentang standar penggunaan dan
standar perawatan humidifier reusable pada asuhan keperawatan pemberian
terapi oksigen
vi. Melakukan tahap implementasi inovasi kedua penggunaan non humidifier
vii. Mengevaluasi inovasi yang diterapkan

c. Standar Protap SOP penggunaan dan perawatan humidifier reusable


i. Pada instalasi rawat inap dan gawat darurat disarankan penggunaan terapi
oksigen non humidifier, dikarenakan mobilisasi pasien yang tinggi dan lama
perawatan tidak lebih dari 4 jam.
ii. Pemakaian non humidifier dapat di berikan pada pemberian oxygen kurang dari
5 liter. Bila pemakaian lebih dari 5 liter bisa di berikan non humidifier asalkan
kurang dari 4 jam.
iii. Pemakaian oxygen lebih dari 5 liter dalam waktu lama menggunakan humidifier.
3. Rancangan Anggaran Belanja
No Nama Bahan Harga Jumlah Total
1 Snack sosialisasi @ Rp 10.000 30 kotak Rp 300.000
2 Alat tulis @ Rp 10.000 30 orang Rp 300.000
3 Handscoon @ Rp 0 - Rp 0
4 Nasal kanul @ Rp 20.000 Selama 1 Rp
minggu

4. Timeline
Rencana kegiatan Oktober November Desember
Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Analisis jurnal dan
perancangan Inovasi

Persiapan seminar penerapan


Inovasi

Seminar penerapan inovasi

Koordinasi perizinan
pelaksanaan Inovasi dengan
pihak RS
Sosialisasi materi penerapan
Inovasi
Pelaksanaan Inovasi
Evluasi hasil pelaksanaan dan
penerapan Inovasi

Anda mungkin juga menyukai