Anda di halaman 1dari 63

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow bahwa setiap manusia

memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan, nutrisi,

keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan

seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman, kebutuhan rasa

cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, kebutuhan aktualisasi diri (Alimul Hidayat,

2009). Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas yang tertinggi diantara semua

kebutuhan dasar yang lain.Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan

yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya

dibandingkan dengan kebutuhan yang lain

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.Oksigen merupakan gas

yang tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme sel.

Dan diperlukan untuk kelangsungan hidupdan berkaitandengan survival sel dan

jaringan tubuh. Kehidupan sel membutuhkan energy yang cukup untuk menjalankan

fungsi jaringan, karena itu oksigenasi diperlukan untuk proses metabolism tubuh

dalam menghasilkan energy secara terus-menerus.

Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernafas (Tarwoto dan Wartonah,

2015). Bernafas (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh melalui mekanisme

ekpirasi dan inspirasi. Unsur ini dibutuhan manusia untuk tetap mempertahankan

hidupnya.Beberapa organ yang berperan penting dalam menghirup oksigen dan

mengangkutnya keseluruh tubuh untuk kepentingan metabolisme adalah paru-paru,

jantung, dan pembuluh darah.Sedangkan untuk pengangkutan sisa metabolisme

berupa karbondioksida akan diangkut oleh sistem kardiovaskuler menuju paru-paru

untuk kemudian dieksresi. Hal ini yang menjdi alasan bahwa sistem pernapasan

sangat penting karena dalam organ paru terjadinya pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida untuk kelangsungan hidup dimana melalui tiga mekanisme proses

yaitu ventilasi, difusi dan tranporaktiv (Lasar, A. M.,2019).

Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen

untuk kelangsungan metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Sistem pernapasan

seseorang pada keadaan normal, umumnya berirama teratur, lembut, dan memiliki

frekuensi yang bervariasi tergantung dari umur dan aktivitas dengan factor

mempengaruhi fungsi pernapasan yakni Posisi tubuh, . Lingkungan, Zat allergen,

Gaya hidup dan kebiasaan, Gangguan pergerakan paru dan Obstruksi saluran

pernapasan. Orang dewasa memiliki frekuensi antara 12-20 kali permenit dan lama

inspirasi lebih pendek dari ekspirasi. Pada bayi baru lahir dan bayi frekuensi

pernapasan lebih tinggi yaitu 30-60 kali per menit dengan karakteristik pernapasan

ada beberapa detik fase berhenti diantara napas (Fitriyana, . 2020).


Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia untuk

mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ.Dampak yang terjadi

dengan kekurangan oksigenasi dimanifestasikan adanya batuk dan sesak

nafas.Keadaan ini diperparah apabila terdapat tumpukan mucus yang kental dan

mengendap menyebabkan obstruksi jalan nafas, sehingga asupan oksigen yang tidak

adekuat dan proses difusi terganggu dan menyebabkan penurunan perfusi. Oleh sebab

itu diperlukan intervensi keperawatan untuk meningkatkan dan mempertahankan

oksigenasi tercakup dalam domain keperawatan, yaitu pemberian dan pemantauan

intervensi serta program yang terapeutik seperti perilaku peningkatan kesehatan dan

upaya pencegahan, pengaturan posisi fowler atau semifowler, teknik batuk efektif,

dan intervensi tidak mandiri, seperti pengisapan lendir (suction), fisioterapi dada,

hidrasi, dan inhalasi serta terapi oksigen (Potter dan Perry, 2010).

Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab mengalami penyakit

padabagian organ pernapasan. Salah satu penyakit pada sistem pernapasan manusia

yaitu efusi pleura.Efusi pleura merupakan kondisi cairan pada rongga paru-paru

diantara lapisan visceral dan parietal diproduksi secara berlebihan dan mempengaruhi

recoil dan complianc organ paru. Efusi pleura merupakan kondisi medis yang

dilatarbelakangi oleh berbagai Penyebab.Data WHO menunjukkan bahwa Efusi

pleura disebabkan oleh berbagai kelainan.Efusi pleura yang disebabkan infeksi yaitu

tuberkulosis, pneumonitis, abses paru, perforasi esophagus, abses

subfrenik.Sedangkan untuk non infeksi disebabkan oleh karsinoma paru, karsinoma


pleura, karsinoma mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung, gagal jantung,

perikarditis konstriktiva, gagal hati, gagal ginjal, hipotiroidisme, kilotoraks, emboli

paru.Pasien dengan efusi pleura menunjukkan gejala klinis yang beragam mulai dari

efusi pleura tanpa gejala hingga efusi pleura masif yang menunjukkan berbagai gejala

serius yang mengganggu pernapasan.Pada kasus efusi pleura tanpa gejala, biasanya

efusi pleura terlihat dari gambaran X-Ray thorak (Wedro, 2014).

Prevalensi efusi pleura di dunia diperkirakan sebanyak 320 kasus per 100.000

penduduk di negara-negara industri dengan penyebarannya tergantung dari etiologi

penyakit yang mendasarinya. Angka kejadian efusi pleura di Amerika Serikat

ditemukan sekitar 1,5 juta kasus per tahunnya dengan penyebab tersering gagal

jantung kongestif, pneumonia bakteri, penyakit keganasan, dan emboli paru (Rubins,

2013). Hasil penelitian di salah satu rumah sakit di India pada tahun 2013-2014

didapatkan prevalensi efusi pleura sebanyak 80 kasus dengan penyebab terbanyak

tuberkulosis paru (Jamaluddin, 2015). Sedangkan prevalensi efusi pleura di Indonesia

mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainnya dan Kelompok umur

terbanyak terkena efusi pleura antara 40-59 tahun, umur termuda 17 tahun dan umur

tertua 80 tahun (Depkes RI, 2006).

Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang

maksimum.Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk mencapai pertukaran gas

yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang adekuat. Oleh karena

itu, peran perawat sangatlah diperlukan terutama dalam bentuk promotif, kuratif dan
rehabilitative, untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia,

peneumothoraks, gagal nafas dan kolaps paru sampai dengan kematian. Tindakan

keperawatan juga berperan penting untuk menjamin ventilasi dan perfusi yang

adekuat. Beberapa tindakan keperawatan utama untuk mengatasi masalah pernapasan

pada pasien efusi pleura adalah pengkajian berupa monitor status pernapasan meliputi

frekuensi pernapasan, auskultasi suara paru, monitor status mental, dispnea, sianosis,

dan saturasi oksigen dan pengaturan posisi untuk meningkatkan ekspansi paru.

Berdasarkan uraian diatas terkait masalah pemenuhan kebutuhan oksigen dan

perluuntuk diperhatikan tentang intervensi penanganan gangguan pemenuhan

oksigen tersebut dengan tindakan yang tepat terutama pada pasien dengan efusi

pleura, maka dalam studi kasus akan dibahas lebih jauh pada pasien Ny A.T yang

dirawat di Ruangan Teratai RSUD Prof. Dr W.Z Johannes dengan judul “ ASUHAN

KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA”

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa meningkatkan pola pikir yang ilmiah dalam melaksanakan

asuhan keperawatan pada pasienGangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

2. Tujuan Khusus
a) Agar mahasiswa mampu mengindentifikasi pengkajian kasus gangguan

pemenuhan kebutuhan oksigenasi

b) Agar mahasiswa mampu menganalisa data dan menetapkan diagnosa

keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

c) Agar mahasiswa mampu menentukan intervensi berdasarkan diagnosa

keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

d) Agar mahasiswa mampu mengimplementasikan tindakan sesuai rencana pada

pasien gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

e) Agar mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

C. MANFAAT

Adapun manfaat penulisan studi kasus ini adalah

1. Bagi mahasiswa

Diharapkan mahasiswa dapat memperoleh pengalaman dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien efusi pleura dengan gangguan pemenuhan

kebutuhan oksigenasi.

2. Bagi Institusi

Diharapkan dapat menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan di bidang

keperawatan dalam pembelajaran di Prodi Ners mengenai pelaksanaan asuhan

keperawatan pada pasien efusi pleura dengan gangguan pemenuhan kebutuhan

oksigenasi.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. KONSEP OKSIGENASI

1. Defenisi Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

Oksigenasi adalah proses penambahan O2 kedalam sistem (kimia atau

fisika) Penambahan oksigen kedalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan

cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara

individu dan lingkungannya. Pada saat bernapas, tubuh menghirup udara untuk

mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Depisari, 2019). Oksigen (O2)

merupakan gas tidak bewarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam

proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan

air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan

memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel (Wahit &Nurul ).

Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan oksigen

yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup

dan aktivitas berbagai organ atau sel. (Potter & Perry, 2005). Tanpa oksigen dalam

waktu tertentu sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan

menimbulkan kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap

kekurangan oksigen.Otak masih mampu mentoleransi kekurangan oksigen hanya 3-

5 menit.Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari 5 menit, dapat terjadi

kerusakan sel otak secara permanen (Kozier dan Erb).


Fisiologi Sistem Pernapasan dengan mekanisme Oksigen masuk kesaluran

pernapasan melalui hidung dan mulut. Oksigen kemudian diedarkan melauli saluran

pernapasan (faring,trakea, dan bronkus) ke alveolus, yang merupakan pundi-pundi

udara yang dikelilingi pembuluh kapiler. Pembuluh kapiler merupakan pembuluh

darah kecil dengan dinding halus yang mempermudah pergantian gas.Pergantian gas

dimulai ketika oksigen yang dihirup masuk melalui dinding kapiler yang dikelilingi

alveolus dan dibawa oleh sel-sel darah yang bersirkulasi didalam pembuluh

kapiler.Oksigen yang dibawa sel-sel darah melalui dinding kapiler diedarkan ke

jantung lalu dipompa keseluruh tubuh melalui aorta.Aorta bercabang menjadi arteri-

arteri kecil dan bahkan arterioles yang lebih kecil, pada akhirnya menjadi pembuluh

kapiler.Dinding kapiler yang paling tipis membiarkan terjadinya difusi oksigen ke

dalam sel-sel dalam berbagai jaringan tubuh (Vaughans, 2011).

2. Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) banyak faktor yang mempengaruhi fungsi

pernafasan misalnya yang berkaitan dengan kemampuan ekspansi paru dan

diafragma, kemampuan transportasi atau perfusi. Faktor – faktor tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Posisi tubuh

Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan pergerakan diafragma

lebih baik dari pada posisi datar atau tengkurap sehingga pernafasan lebih
mudah. Ibu hamil atau tumor abdomen dan makan sampai kenyang akan

menekan diafragma ke atas sehingga pernafasan lebih cepat.

b. Lingkungan

Oksigen di atmosfer sekitar 21 %, namun keadaan ini tergantung dari tempat

atau lingkungannya, contohnya : pada tempat yang tinggi, dataran tinggi, dan

daerah kutub akan membuat kadar oksigen menjadi kurang, maka tubuh akan

berkompentensasi dengan meningkatkan jumlah pernafasan. Lingkungan yang

panas juga akan meningkatkan pengeluaran oksigen.

c. Polusi

udara Polusi udara yang terjadi baik karena industry maupun kendaraan

bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru dan kadar oksigen karena

mengandung karbon monoksida yang dapat merusak ikatan oksigen dengan

hemoglobin.

d. Zat allergen

Beberapa zat allergen dapar mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti makanan,

zat kimia, atau benda sekitar yang kemudian merangsang membrane mukosa

saluran pernafasan sehingga mengakibatkan vasokontriksi atau vasodilatasi

pembuluh darah, seperti pada pasien asma.

e. Gaya hidup dan kebiasaan Kebiasaan

merokok dapat menyebabkan penyakit pernafasan seperti emfisema, bronchitis,

kanker, dan infeksi paru lainnya. Penggunaan alcohol dan obat-obatan


mempengaruhi susunan saraf pusat yang akan mendepresi pernafasan sehingga

menyebabkan frekwensi pernafasan menurun.

f. Nutrisi

Nutrisi mengandung unsure nutrient sehingga sumber energy dan untuk

memperbaiki sel-sel yang rusak.Protein berperan dalam pembentukan

hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk disebarkan ke seluruh

tubuh. Jika hemoglobin berkurang atau anemia, maka pernafasan akan lebih

cepat sebagai kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

g. Peningkatan aktivitas tubuh

Aktivitas tubuh membutuhkan metabolism untuk menghasilkan energy.

Metabolism membutuhkan oksigen sehingga peningkatan metabolism akan

meningkat kebutuhan lebih banyak oksigen.

h. Gangguan pergerakan paru

Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap kemampuan

kapasitas dan volume paru.Penyakit yang mengakibatkan gangguan

pengembangan paru di antaranya adalah pneumotoraks dan penyakit infeksi

paru menahun.

i. Obstruksi saluran pernafasan

Obstruksi saluran pernafasan seperti pada penyakit asma dapat menghambat

aliran udara masuk ke paru-paru

3. Manifestasi klinik
a. Sesak napas

b. Rasa berat pada dada

c. Lemas yang progresif

d. Berat badan menurun

e. Batukyang kadang – kadang berdarah (pada pasien yang mengalami gangguan

pernapasan kronik)

4. Patofisiologi

Permasalahan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak

terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistim respirasi, baik pada anatomi

maupun fisiologis dari orga-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan

masalah tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem tubuh

lain, seperti sistem kardiovaskuler (Abdullah, 2014).

Gangguan respirasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya

peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degenerative, dan lain-lain. Gangguan

tersebut akan menyebabkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak terpenuhi

secara adekuat.
PATHWAY GANGGUAN OKSIGENASI
Gangguan pergerakan paru akibat
penyakit paru
Peningkatan aktivitas Kurangnya konsentrat darah Gaya hidup hipovolemia alergi Gangguan jantung

Gangguan Oksigenasi

ventilasi difusi Tranporaktiv

Pertukaran udara dari atmosfir- Pertukaran gas dari kapiler paru-


alveoli alveoli Transport O2 ke sel tubuh
melalui darah dan
GANGGUAN POLA NAPAS
pengangkutan CO2 ke paru
Ketebalan membrane alveoli

Dipengaruhi oleh jalan napas yang bersih, recoil dan


compliance paru Penurunan difusi alveoli

sianosis

BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF GANGGUAN VENTILASI SPONTAN


GANGGUAN PERTUKARAN GAS
5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah Rutin untuk melihat peningkatan jumlah sel darah putih

dalam darah yang merupakan tanda infeksi.

b. Pemeriksaan Dahak atau Sputum, untuk mendeteksi kuman, termasuk bakteri

penyebab infeksi saluran pernapasan, termasuk pneumonia atau TBC.

c. Pemeriksaan Molekular, seperti tes PCR untuk mendeteksi penyakit akibat

infeksi virus, seperti : COVID-19.B. Pemeriksaan NON Laboratorium

d. Pemindaian dengan Rontgen dan CT scan, untuk memeriksa kondisi paru-paru

serta jalan napas.

e. Pemeriksaan Pulse Oximetry, untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan

dan memeriksa banyaknya oksigen yang masuk ke paru-paru

f. Penatalaksanaan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan

pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21

%.Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah

respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja

otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.

Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :

a. Perubahan frekuensi atau pola napas

b. Perubahan atau gangguan pertukaran gas

c. Hipoksemia
d. Menurunnya kerja napas

e. Menurunnya kerja miokard

f. Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode,

diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas

dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan terhadap status oksigenasi terdiri atas pengkajian

riwayat, pemeriksaan fisik, tinjauan data diagnostik yang relevan (Kozier dan Erb).

a) Riwayat Keperawatan

Sebuah riwayat keperawatan komprehensif yang relevan dengan status

oksigenasi harus mencakup data tentang masalah pernapasan saat ini dan masa

lalu, gaya hidup, apakah ada batuk, sputum (material yang dibatukkan, nyeri,

pengobatan untuk pernapasan, dan apakah ada faktor resiko gangguan status

oksigenasi.

1) Masalah pada pernapasan (dulu dan sekarang)

2) Riwayat penyakit atau masalah pernapasan

 Nyeri

 Paparan lingkungan atau geografi

 Batuk
 Bunyi napas mengi

 Faktor resiko penyakit paru (mis. Perokok aktif/pasif)

 Frekuensi infeksi pernapasan

 Masalah penyakit masa lalu

 Penggunaan obat

3) Adanya batuk dan penanganan

4) Kebiasaan merokok

5) Masalah pada fungsi sistem kardiovaskular

6) Faktor risiko yang memperberat masalah oksigenasi

 Riwayat hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit CVA

 Merokok

 Usia paruh baya atau lanjut

 Obesitas

 Diet tinggi-lemak

 Peningkatan kolesterol

 Riwayat penggunaan medikasi

 Stresor yang dialami

 Status atau kondisi kesehatan

b) Pemeriksaan Fisik

Untuk menilai status oksigenasi klien, perawat menggunakan keempat teknik

pemeriksaan fisik, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.


1) Inspeksi

Pada saat inspeksi yang harus diamati yaitu, tingkat kesadaran klien,

penampilan umum, postur tubuh, kondisi kulit, dan membran mukosa,

dada (kontur rongga interkosta; diameter anteroposterior (AP); struktur

thoraks; pergerakan dinding dada), pola nafas (frekuensi dan kedalaman

pernafasan; durasi inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum,

adanya sianosis, adanya deformitas dan jaringan parut pada dada.

2) Palpasi

Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar

di atas dada pasien.Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil

pada dada dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan

“tujuh-tujuh” secara berulang. Jika pasien mengikuti instruksi tersebut

secara tepat, perawat akan merasakan adanya getaran pada telapak

tangannya. Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang

sehat, dan akan meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu palpasi

juga dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada,

adanya nyeri tekan, thrill, titik impuls maksimum, abnormalitas masa

dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisian kapiler

3) Perkusi

Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk

organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnorminalis, cairan atau


udara di dalam paru.Perkusi sendiri dilakukan dengan menekankan jari

tengah (tangan non-dominan) pemeriksa mendatar di atas dada

pasien.Kemudian jari tersebut di ketuk-ketuk dengan menggunakan

unjung jari tengah atau jari telunjuk tangan sebelahnya.Normalnya, dada

menghasilkan bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit tertentu

(mis: pneumotoraks, emfisema), adanya udara pada dada dan paru-paru

menimbukan bunyi hipersonan atau bunyi drum. Sedangkan bunyi pekak

atau kempis terdengar apabila perkusi dilakukan di atas area yang

mengalami atelektasis

4) Auskultasi

Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang di hasilkan di dalam

tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan stetoskop.Bunyi

yang terdengar digambarkan derdasarkan nada, intensitas, durasi, dan

kualitasnya.Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat,

auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi nafas vesikular,

bronkial, bronkovesikular, rales, ronkhi; juga untuk mengetahui adanya

perubahan bunyi nafas serta lokasi dan waktu terjadinya.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan SDKI

a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas

b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


c) Risiko aspirasi berhubungan dengan Penurunan refleks muntah dan/atau batuk

d) Gangguan pertukarn gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus -

kapiler

3. Intervensi Keperawatan

Menurut SIKI DPP PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala treatment

yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

krisis untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapkan, sedangkan tindakan

keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat

untuk mengimpementasikan intervensi keperawatan. Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia menggunakan sistem klasifiksai yang sama dengan SDKI.

1991. Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas yang dikerjakan

oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. tindakan-

tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, teraupetik, edukasi dan

kolaborasi.
SDKI, SLKI, SIKI

a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas

SDKI SLKI SIKI


Bersihan jalan napas tidak Setelah 1.Monitor
efektif berhubungan dengan dilakukantindakan TTV(TD,Nadi,Suhu,RR)
spasme jalan napas Definisi : keperawatan 2. Manajemen jalan
Ketidakmampuan diharapkan klien napas
membersihkan secret atau menunjukkan jalan -Monitor pola napas,
obstruksi jalan napas untuk napas bersih dengan bunyi napas tambahan
mempertahankan jalan napas criteria hasil sebagai dan sputum
teta paten berikut : -pertahankan kepatenan
Penyebab -Tidak ada secret jalan napas -posisikan
 Fisiologis -klien mampu semifowler atau fowler
1. Spasme jalan napas mengeluarkan secret 3. Latih batuk efektif
2. Hipersekresi jalan napas -RR dalam batas -Identifikasi kemampuan
3. Disfungsineuromuskuler normal. batuk
4. Benda asing dalam jalan -Kepatenan jalan -monitor adanya retensi
napas napas -tidak ada sputum
5. Adanya jalan napas buatan suara napas tambahan -atur posisi fowler
6. Sekresi yang tertahan -Tidak ada otot bantu -Jelaskan tujuan batuk
7. Hyperplasia dinding jalan napas efektif
napas -TTV normal -pasang perlak dan
8. Proses infeksi -Klien tampak bengkok
9. Respon alergi nyaman -anjurkan tarik napas
10. Efek agen farmakologis melalui hidung elama 4
(mis. Anastesi) detik, ditahan selama 2
 Situasional detik, kemudian
1. Merokok aktif dikeluarkan dari mulut
2. Merokok pasif dengan bibir mencucu
3. Terpajan polutan selama 8 detik
Gejala dan Tanda -anjurkan mengulangi
 Tanda mayor tarik napas dalam 3 kali
1. Batuk tidak efektif dan anjurkan batuk
2. Tidak mampu batuk dengan keras setelah
3. Sputum berlebih tarik napas dalam yang
4. Mengi, wheezing dan ke-3.
ronki kering 4.Fisioterapi dada
5.Mekonium di jalan -Identifikasi indikasi
napas(pada neonates) dilakukan fisioterapi
 Tanda minor dada (hipersekresi
Subjektif sputum)
1. Dispnea -Monitor jumlah dan
2. Sulit bicara karakteristik sputum
3. Ortopnea -posisikan klien sesuai
Objektif dengan area paru yang
1. Gelisah mengalami penumpukan
2.Sianosis sputum
3. Bunyi napas menurun -lakukan perkusi dengan
4. Frekuensi napas berubah telapak tangan selama 3
5. Pola napas berubah -5 menit -lakukan
vibrasi dengan telapak
tangan ratbersamaan
dengan ekspirasi melalui
mulut -jelaskan tujuan
dan prosedur fisioterapi
dada -anjurkan batuk
segera setelah prosedur
selesai. -ajarkan
inspirasi perlahan dan
dalam
5.Pemberian obat
inhalasi
-periksa tanggal
kadaluwarsa obat
-monitor efek samping
obat.
-lakukan prinsip 6 benar
-kocok inhaler 2-3 detik
-Anjurkan bernapas
lambat dan dalam
selama penggunaan
nebulizer
-Anjurkan menahan
napas selama 10
-Anjurkan ekspirasi
lambat dengan bibir
mengerucut.

b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

SDKI SLKI SIKI


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi:
hambatan upaya nafas. diharapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas
klien membaik dengan (frekuensi, kedalaman,
Definisi: Inspirasi atau kriteria hasil : usaha nafas);
ekspirasi yang tidak -fentilasi semenit 2. Monitor bunyi nafas
memberikan ventilasi meningkat tambahan (missal:
adekuat. Setelah dilakukan -kapasitas fital gurgling, mengi,
tindakan keperawatan meningkat whezzing, ronkhi
diharapkanpola nafas pasien -diameter torax kering); dan
teratur dengan kriteria hasil anterior-posterior 3. Monitor sputum
sebagai berikut: 1. meningkat (jumlah, warna,
Mendemonstrasikan batuk -tekanan ekspirasi dan aroma). Teraupetik :
efektif dan suara nafas yang inspirasi meningkat 1.
bersih, tidak ada sianosis dan -dspnea menurun Pertahankankepatenan
dyspneu (mampu -penggunaan otot jalan nafasdengan
mengeluarkan sputum, bantu nafas menurun head-tilt dan chin-lift
mampu bernafas dengan -pernafasan cuping (jaw-thrust jika curiga
mudah, tidak ada pursed hidung menurun trauma servikal); 2.
lips); 2. Menunjukkan jalan -frekuensi nafas Posisikan Semi-Fowler
nafas yang paten (klien tidak membaik atau Fowler;
merasa tercekik, irama nafas, -kedalaman membaik 3. Lakukan fisioterapi
frekuensi pernafasan dalam -ekskursi dada dada jika perlu;
rentang normal, tidak ada 4. Lakukan
suara nafas abnormal; dan membaik penghisapan lendir
3. Tanda-tanda vital dalam kurang dari 15 detik;
rentang normal (tekanan 5. Lakukan
darah, nadi, pernafasan). hiperoksigenasi
Penyebab: sebelum penghisapan
1. Depresi pusat pernafasan; endotrakeal;
2. Hambatan upaya nafas 6. Keluarkan sumbatan
(misal: nyeri saat bernafas, benda padat dengan
kelemahan otot pernafasan); forsep McGill; dan
3. Deformitas dinding dada; 7. Berikan oksigen jika
4. Deformitas tulang dada; perlu.
5. Gangguan neuromoskular; Edukasi:
6. Gangguan neurologi 1. Anjurkan asupan
(misal: elektroensefalogram cairan 2000 ml/hari,
(EEG) positif, cedera kepala, jika tidak
gangguan kejang); kontraindikasi; dan
7. Imaturitas neurologis; 2. Ajarkan teknik batuk
8. Penurunan energi; efektif.
9. Obesitas; Kolaborasi:
10. Posisi tubuh yang 1. Kolaborasi
menghambat ekspansi paru; pemberian
11. Sindrom hipoventilasi; bronkodilator,
12. Kerusakan intervasi ekspektoran, mukolitik,
diafragma (kerusakan syaraf jika perlu.
C5 ke atas); Pemantauan Respirasi
13.Cedera pada medula Observasi:
spinalis; 1. Monitor frekuensi,
14. Efek agen farmakologi; irama, kedalaman, dan
dan upaya nafas;
15. Kecemasan. 2. Monitor pola nafas
Gejala dan tanda mayor (seperti bradipnea,
Subjektif: takipnea, hiperventilasi,
1. Dyspnea. kussmaul, Cheyne-
Objektif: stokes,biot, ataksik);
1. Penggunaan otot bantu 3. Monitor
pernafasan; kemampuan batuk
2. Fase ekspirasi memanjang; efektif;
3. Pola nafas abnormal 4. Monitor adanya
(misal: takipnea, bradipnea, produksi sputum;
hiperventilasi, kusmaul, 5. Monitor adanya
cheyne-stokes). sumbatan jalan nafas;
Gejala dan tanda minor 6. Palpasi kesimetrisan
Subjektif: ekspansi paru;
1. Ortopnea. 7. Auskultasi bunyi
Objektif: nafas;
1. Pernafasan pursed-lip; 8. Monitor saturasi
2. Pernafasan cuping hidung; oksigen;
3. Diameter thoraks anterior- 9. Monitor nilai AGD;
posterior meningkat; dan
4. Ventilasi semenit 10. Monitor X-ray
menurun; 5. Kapasitas vital toraks.
menurun; Teraupetik:
6. Tekanan ekspirasi 1. Atur interval
menurun; pemantauanrespitrasi
7. Tekanan inspirasi sesuai kondisi pasien;
menurun; dan dan
8. Ekskursi dada berubah 2. Dokumentasi hasil
pemantauan.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan;
dan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

c) Risiko aspirasi berhubungan dengan refleks muntah dan atau batuk

SDKI SLKI SIKI


Resiko aspirasi berhubungan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
dengan refleks muntah dan tindakan keperawatan Observasi:
atau batuk tigkat aspirasi menurun 1. Monitor pola nafas
dengan kriteria hasil (frekuensi, kedalaman,
Definisi: beresiko sebagai berikut : usaha nafas);
mengalami masuknya -tingkat kesadaran 2. Monitor bunyi nafas
sekresi gastrointestinal, meningkat tambahan (missal:
sekresi orofaring, benda cair -kemampuan menelan gurgling, mengi,
atau padat ke dalam saluran meningkat whezzing, ronkhi
trakeobrnchial akibat -kebersihan mulut kering); dan
disfungsi mekanisme meningkat 3. Monitor sputum
protektif saluran nafas. -dispnea menurun (jumlah, warna,
1. Pasien dapat bernafas -kelemahan otot aroma). Teraupetik:
dengan mudah, tidak irama, menurun 1. Pertahankan
frekuensi pernafasan normal; -akumulasi sekret kepatenan jalan nafas
2. Pasien mampu menelan, menurun dengan head-tilt dan
mengunyah tanpa terjadi -wheezing menurun chin-lift (jaw-thrust
aspirasi dan mampu -batuk menurun jika curiga trauma
melakukan oral hygine; dan -sianosis menurun servikal); 2. Posisikan
3. Jalan nafas paten, mudah -gelisah menurun Semi-Fowler atau
bernafas, tidak -frekuensi nafas Fowler;
merasatercekik dan tidak ada membaik 3. Berikan minum
suara nafas abnormal. hangat;
Faktor resiko: 4. Lakukan fisioterapi
1. Penurunan tingkat dada jika perlu;
kesadaran; 5. Lakukan
2. Penurunan refleks muntah penghisapan lendir
dan batuk; kurang dari 15 detik;
3. Gangguan menelan 6. Lakukan
disfagia; hiperoksigenasi
4. Kerusakan mobilitas fisik; sebelum penghisapan
5. Peningkatan residu endotrakeal;
lambung; 7. Keluarkan sumbatan
6. Peningkatan tekanan benda padat dengan
intragastik; forsep McGill; dan
7. Penurunan mobilitas 8. Berikan oksigen jika
gastrointestinal; perlu.
8. Sflngter esofagus bawah Edukasi:
inkompeten; 1. Anjurkan asupan
9. Perlambatan pengosongan cairan 2000 ml/hari,
lamnbung; jika tidak
10. Terpasang selang kontraindikasi; dan
nasogenik; 2. Ajarkan teknik batuk
11. Terpasang trakeostomi efektif.
atau endotracheal tube; Kolaborasi:
12. Trauma atau 1. Kolaborasi
pembedahan leher, mulut, pemberian
dan wajah; bronkodilator,
13. Efek agen farmakologis; ekspektoran, mukolitik,
dan jika perlu.
14. Ketidakmatangan Pencegahan Aspirasi
koordinasi menghisap, Observasi:
menelan dan bernafas. 1. Monitor tingkat
Kondisi klinis terkait : kesadaran, batuk,
1. Cedera kepala; muntah, dan
2. Stroke; kemampuan menelan;
3. Cedera medula spinalis; 2. Monitor status
4. Guillain barre syndrome; pernafasan;
5. Penyakit parkinson; 3. Monitor bunyi nafas,
6. Keracunan obat dan trutama setelah makan
alkohol; dan minum;
7. Pembesaran uterus; 4. Periska residu gaster
8. Miestenia gravis; sebelum member
9. Fistula trakeoesofagus; asupan oral; dan
10. Striktura esofagus; 5. Periksa kepatenan
11. Sklerosis multipel; selang nasogastrik
12. Labiopalatoskizi; sebelum memberi
13. Atresia esofagus; asupan oral.
14. Laringomalasia; dan Teraupetik:
15. Prematuritas 1. Posisikan semi
Fowler (30 − 400 ) 30
menit sebelum member
asupan oral;
2. Pertahankan posisi
semi fowler (30 − 400 )
pada pasien tidak
sadar; 3. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
(misal: teknik head tilt
chin, jaw thrust, in
line);
4. Pertahankan
pengembangan balon
Endotracheal tube
(ETT);
5. Lakukan
penghisapan jalan
nafas, jika produksi
secret meningkat;
6. Sediakan suction
diruangan;
7. Hindari member
makan melalui selang
gastrointestinal, jika
residu banyak;
8. Berikan makanan
dengan ukuran kecil
atau lunak; dan
9. Berikan obat oral
dalam bentuk cair.
Edukasi:
1. Ajarkan makan
secara perlahan;
2. Ajarkan strategi
mencegah aspirasi; dan
3. Ajarkan teknik
mengunyah atau
menelan, jika perlu

d) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler

SDKI SLKI SIKI


Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan PEMANTAUAN
berhubungan dengan tindakan keperawatan 3 x RESPIRASI (I.01014)
perubahan membran 24 jam pertukran gas Observasi
alveolus kapiler meningkat, dengan 1. Monitor frekuensi,
Definisi : Kelebihan atau kriteria hasil : irama, kedalaman, dan
kekurangan oksigenasi  Dispneu menurun upaya napas
dan/atau eliminasi  Bunyi napas 2. Monitor pola napas
karbondioksida pada tambahan (seperti bradipnea,
membrane alveolus-kapiler menurun takipnea,
Penyebab  Pusing menurun hiperventilasi,
 Ketidakseimbangan  Pola napas Kussmaul, Cheyne-
ventilasi-perfusi membaik Stokes, Biot, ataksik
 Perubahan 3. Monitor kemampuan
membrane alveolus- batuk efektif
kapiler 4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi
napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-
ray toraks
Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

e) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme


SDKI SLKI SIKI
D.0004 L.01007 1.01002 Dukungan
Gangguan Ventilasi Ventilasi Spontan Ventilasi
Spontan Definisi : Setelah dilakukan Definisi: Memfasilitasi
Penurunan cadangan intervensi keperawatan dalam memepertahankan
energi yang selama 3x 24 jam, maka pernapasan spontan untuk
mengakibatkan individu status kenyamanan memkasimalkan
tidak mampu bernapas meningkat dengan pertukaran gas di paru –
secara adekuat. kriteria hasil : paru.
Etiologi : 1. Volume tidal menurun Tindakan :
1. Gangguan metabolisme 2. Dyspnea menurun Observasi
2.Kelelahan otot 3. Penggunaan otot bantu - Identifikasi adanya
pernapasan napas menurun kelelahan otot bantu napas
Gejala dan Tanda Mayor - 4. Gelisah menurun - Identifikasi efek
Subjektif 5. PCO2 membaik perubahan posisi terhadap
1. Dispnea - 6. PO2 membaik status pernapasan
Objektif 7. Takikardia membaik - Monitor status respirasi
1. Penggunaan otot dan oksigenasi (mis.
bantu napas meningkat frekuensi dan kedalaman
2. Volume tidal napas, penggunaan otot
menurun bantu napas, bunyi napas
3. PCO2 meningkta tambahan, saturasi
4. PO2 menurun oksigen)
5. SaO2 menurun
Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor - Pertahankan kepatenan
Subjektif jalan napas
(tidak tersedia ) -Berikan posisi semi
Objektif. Fowler atau Fowler
1. Gelisah - Fasilitasi engubah posisi
2. Takikardia sennyaman mungkin
Kondisi Klinis Terkait - Berikan oksigenasi
1. Penyakit paru sesuai kebutuhan (mis.
obstruktif kronis (PPOK) nasal kanul, maser wajah,
2. Asma masker rebreathing atau
3. Cedera kepala non rebreathing )
4. Gagal napas - Gunakan bag
5. Bedah jantung -valve mask, jika perlu
6. Adult respiratory Edukasi
distress syndrome (ARDS) - Ajarkan melakukan
7. Persistent pulmonary teknik relaksasi napas
hypertension of newborn dalam
(PPHN) - Ajarkan mengubah posisi
8. Prematuritas secara mandiri
9. Infeksi saluran napas - Ajarkan teknik betuk
efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkhodilator, jika perlu

1.01014 Pemantauan
Respirasi
Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis data
untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan
keefektifan pertukaran gas
Tindakan :
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas.
- Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul,
CheyneStokes, Biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya sumbatan
jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai A G D
- Monitor hasil x-ray
toraks

Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumtasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantaun
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

4. IMPLEMENTASI

Disesuaikan dengan intervensi

5. EVALUASI

Disesuaikan dengan implementasi


BAB III

TINJAUAN KASUS

A. BIODATA IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A.T

TTL : Kab. Kupang 01/4/1954

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Oelboin, Desa Camplong. Kec, Fatuleu

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Kristen Protestan

Warga Negara : Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Diagnosa Medis : Efusi pleura

Tanggal Masuk RS :13/11/2021

No. Register : 548700

Ruangan/kamar : Ruang Teratai

Tanggal pengkajian :23/11/2021


B. STATUS KESEHATAN SAAT INI

Pasien masuk rumah sakit di IGD RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang dengan

keluhan batuk dan sesak napas dan nyeri bekas pungsi. Riwayat sebelum masuk pasien

pasien 2 minggu sebelum MRS dipungsi paru di klinik Kamiliyane dengan cairan

pleura yang keluar berwarna merah. Pasien melaporka pernah mengalami riwayat jatuh

kurang lebih 1 tahun yang lalu dan terbentur keras pada sisi kanan tubuh, setelah itu

hanya berobat kampong.Diklinik pasien didapati DM tipe 2.

Saat pasien masuk IGD RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang diberika terapi lasix

40mg/iv, O2 3 L/ menit dan NS 0,9% 20 tpm. Dengan frekuensi napas saat masuk 30

dan SpO2 93%.

Saat dikaji pasien mengeluh napas terasa sesak dan batuk berdahak dan susah utnuk

mengeluarkan dahak. Pasien mengeluh apabila beraktivitas cepat merasa lelah dan

terasa sakit pada area pungsi jika bernapas dan terjadi sesewaktu.

C. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

Klien mengatakan tidak memiliki penyakit yang serius sebelumnya dan jarang

mengontrolkan diri ke FASKES, ketika sakit ringan biasa membeli obat sendiri atau

dengan ramuan tradisional.Kemudian pasien tidak pernah mengalami alergi terhadap

obat. Untuk riwayat penyakit , pasien baru mengetahui ada Diabetes Melitus saat

pemeriksaan di Klinik pada tanggal 2-11-2021.


D. Riwayat Penyakit Kelurga

Pasien mengatakan didalam keluarga tidak pernah menderita penyakit yang serius.

Saudara kandung pasien 3 orang yang telah meninggal karena factor usia dan tidak ada

penyakit keturunan.

E. PENGKAJIAN POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN

2. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Ketika sakit pasien akan mencari fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan

pengobatan.

3. Pola Nutrisi dan Metabolik

a. Sebelum sakit.

Berat badan pasien 50 kg dan Tinggi badan 152 cm. Frekuensi makan 3x sehari

dengan jenis makanan nasi, sayur, jagung dan daging. Nafsu makan baik, untuk

pantangan dan alergi tidak ada. Frekuensi minum 5-7X/hari dengan jenis

minuman air putih, pantangan dan alergi tidak ada.

b. Perubahan setelah sakit Sakit.

Berat badan pasien setelah sakit 47 kg, perubahan berat badan 3 kg, jenis diet

tinggi kalori tinggi protein, nafsu makan cukup baik, porsi makan sedikit,

intake cairan 500 ml - 1200 ml

4. Pola Eliminaasi

a) Sebelum sakit.
Tidak ada keluhan saat buang air besar dengan frekuansi 1X/hari,
b) Perubahan setelah sakit Sakit.
Pasien pernah susah buang air besar saat dirawat namun setelah diberikan
dulcolax supp extra II, pasien dapat buang air besar.
Pasien menggunakan pampers yang diganti saat pagi dan siang.
5. Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit pasien mampu untuk merawat diri sendir secara mandiri namun

setelah sakit, pasien dibantu oleh keluarga.

6. Pola tidur dan istirahat

Pasien mengatakan saat sebelum sakit waktu tidur malam dari pukul 22:00 sampai

pukul 05:00. Kebiasaan sebelum tidur adalah berdoa dan kesulitaan saat tidur jika

ada suara berisik. Setelah sakit pasien susah tidur karna sesak napas.

7. Pola Persepsual

Pasien mengatakan sebelum sakit fungsi penglihatan baik, tidak ada gangguan

fungsi pendengaran baik, fungsi penciuman baik tidak ada kelainan fungsi

penciuman, fungsi pengecapan baik dan tidak ada kelainan

Setelah sakit pasien mengatakan penglihatan agak kabur dan dapat membaca jika

memakai kacamata.

8. Pola persepsi diri.

Pasien menerma keadaan sakit dan mencari upaya untuk sembuh, pasien ingin

cepat sembuh dan berkumpul dengan keluarga.

9. Pola seksual dan reproduksi.

Tidak dapat dikaji karna hal yang privasi


10. Pola peran dan hubungan.

Sebelum sakit komunikasi pasien terjalin baik, keluarga saling mengunjungi tidak

ada konflik.

Perubahan setelah sakit pasien jarang menemui kerabatnya yg lain karna masih

dirawat di rumah sakit

11. Pola managemen koping-stres.

Pengambilan keputusan sebelu sakitt dilakukan dengan cara berunding, pasien

berdoa dan membaca Alkitab jika mengalam stres.

12. Sistem nilai dan keyakinan

Pasien yakin dengan adanya Tuhan dengan sumber kekuatan saat sakit hanya

dengan berdoa dan membaca Alkitab serta beribadah di gereja setiap hari minggu.

Ketika sakit pasien sulit untuk berdoa dan tidak bisa ke gereja karna dirawat di

Rumah Sakit.

F. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum lemah, GCS : E 4, V 5, M 6. Nilai GCS : 15, Composmentis

2. TTV : TD: 110/70mmHg, Nadi: 85x/mnt, Suhu: 36,2°C. RR: 32x/mnt, SpO2 98 %

dengan canul O2 4 L/mnt

3. Kepala

Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada oedema pada kepala, bentuk kepalasimetris.

Palpasi : turgor kulit elastis, tidak ada benjolan di kepala, tekstur halus, tidak ada

nyeri tekan dikepala.


4. Mata

Inspeksi : bentuk mata simetris, tidak ada lesi di kelopak

mata,reflekkedipbaik,konjungtivaanemis,pupilisokor,miosis pada saat terkena

cahaya, pergerakan bola matanormal.

Palpasi : tidak ada TIO (tekanan intra okuler) dengan cara ditekan secara ringan

jika ada peningkatan akan teraba keras, tidak ada nyeri tekan pada mata.

5. Telinga

Inspeksi : telinga simetris, bentuk dan ukuran telinga normal/sama besar, tidak ada

lesi, terdapat serumen, tidak terpasang alat bantu pendengaran.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada telinga, tidak ada benjolan pada tulang

mastoid, kartilago terabalentur.

6. Hidung

Inspeksi : hidung simetris, hidung kotor, tidak ada lesi, tidak ada inflamasi pada

hidung, tidak ada sekret, kemampuan membau baik, tidak ada polip, terpasang alat

bantu napas, pernapasan cuping hidung.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada sinus.

7. Mulut dan Tenggorokan

Inspeksi : tidak ada kelainan kongenital seperti bibirsumbing, tidak ada stomatitis,

tidak ada labiaskisis, mulut simetris,


mukosabibirkering,tidakadalesi,jumlahgigilengkap,terdapat karang gigi, mulut bau,

uvula berada tepat ditengah, tidak ada pembengkakan padatonsil.

Palpasi : tidak ada massa/tumor pada mulut, tidak ada nyeri tekan pada daerah

mulut dan pipi.

8. Dada:

Inspeksi: bentuk dada mencembung, terdapat retraksi dinding dada, pergerakan

dada klien efusi pleura asimetris sebelah kanan dan kiri berbeda pada bagian yang

sakit pergerakannya tertinggal/lambat, respiratory rate (RR) meningkat 32x/menit.

Palpasi:vocal fremitus menurun kanan.

Perkusi: suara paru redup sampai pekak di lapang paru tergantung banyaknya

jumlahcairan.

Auskultasi: terdapat suara nafas ronchi tapi melemah bisa sampaimenghilang.

9. Abdomen:

Inspeksi: bentuk perut datar, perut simetris, tidak ada lesi, tidak ada asites

padaperut.

Auskultasi : suara bising usus normal (normal 5 – 35 x/menit).

Palpasi : tidak ada massa di perut, tidak ada nyeri tekan di perut.

Perkusi: suara peruttympani.

10. Genitalia: tidak dikaji


11. Ekstremitas:

Inspeksi : ekstremitas kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, tidak ada cyanosis,

akral hangat, tidak ada edema, kekuatanotot lemah.

Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pada ekstremitas atas dan

bawah.

55 55
5 5
5 5
KekuatanOtot Edema Fraktur Atropi

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Radiologi

 Foto Thorax : Menyatakan efusi pleura bagian kanan

 USG Thorax : Efusi pleura dextra

b. Laboratorium

 Kultur Darah : Steril

 Pemeriksaan darah lengkap : HB : 10.00 g/dL, GDS: 377 mmol

 Sitologi Eksfoliati : tidak tampak tanda keganasan


No Hari/Tgl Data (DS/DO) Masalah Etiologi

1. Selasa DS : pasien mengeluh napas sesak dan Bersihan jalan Sekresi yang
23/22/2021 susah membuang dahak. napas tidak efektif tertahan
DO : ku lemah, terpasang O2 4 ltr/mnt,
RR : 32 x/mnt, auskultasi paru terdapat
ronchi.
2. Selasa Pola napas tidak Hambatan upaya
23/22/2021 DS : Pasien mengatakan sesak dan tidur efektif napas
hanya miring kekanan jika terlalu sesak
DO : ku lemah, tampak sesak terpasang
O2 4ltr/ment, RR : 32x/mnt, pada
ekspirasi ada penggunaan otot
intercostalis internus dan rectus
abdominalis dan pada inspirasi terlihat
penggunaan otot sternocloideo
mastoideus.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO HARI/TGL DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN

1 23/11/2021 (D.0001) (L.01001) (I.01006)


Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
efektif berhubungan keperawatan 3x 24 jam kemampuan batuk.
dengan sekresi yang bersihan jalan napas meningkat 2. Monitor adanya
tertahan ditandai dengan dengan kriteria hasil retensi sputum.
DS : pasien mengatakan 1. Batuk efektif meningkat 3. Monitor tanda dan
sesak napas dan susah 2. Ronchi menurun gejala infeksi saluran
mengeluarkan dahak 3. Frekuensi napas membaik napas.
DO : Ku lemah, terpasang 4. Atur posisi semi
O2 4 ltr/mnt, RR: 30x/mnt, fowler atau fowler.
auskultasi paru terdapat 5. Jelaskan tujuan dari
ronchi. batuk efektif.
6. Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, di
tahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik.
7. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam
selam 3 kali.
8. Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik napas
dalam yang ke 3.
9. Kolaborasi pemberian
mukolitik.

2. 23/11/2021 D.0005) (L.01004) (I.01012)


Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola napas
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam (frekuensi,
hambatan upaya napas diharapkan pola napas kedalaman, usaha
ditandai dengan. membaik dengan kriteria hasil napas).
DS : Pasien mengatakan 1. Dispnea menurun. 2. Monitor bunyi napas
sesak napas dan nyeri saat 2. Penggunaan otot bantu (gurgling, mengi,
menarik napas dan ketika napas menurun. wheezing, ronkhi
tidur terlentang. 3. Pemanjangan fase kering).
DO : Ku lemah, retraksi ekspirasi membaik. 3. Posisikan semi fowler
dada (+), ada penggunaan 4. Frekuensi napas atau fowler.
otot bantu napas. membaik. 4. Berikan minuman
5. Kedalaman napas hangat.
meningkat. 5. Kolaborasi pemberian
O2.
6. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukoli
IMPLEMENTASI DAN ASUHAN KEPERAWATAN

No Hari/ Diagnosa Implementasi Evaluasi


tangga SOAP
l
1. Selasa Bersihan jalan 09.50 S : Pasien mengatakan
,  Mengkaji psien dan sesak agak berkurang
napas tidak
23 mengidentifikasi namun kadang timbul
Nove efektif kemampuan batuk O : KU lemah,
mber  Mengukur TTV. TD. kesadaran
berhubungan
2021 110/70 mmHg, RR : komposmentis, GCS
dengan sekresi 28x/mnt, SPO2 : 4,5,6, mobilisasi di
97%, Suhu : 36,6 bantu, penggunaan oto
yang tertahan
 Mempertahankan O2 bantu pernapasan
ditandai dengan nasal 4 ltr/mnt berkurang terutama
10.00 otot intercostalist
DS : pasien
 Menempatkan pasien internus dan
mengatakan posisi Fowler. sternocloideo
 Memberikan dan mastoideus, pasien
sesak napas dan
menganjurkan minum nampak rilex
susah air hangat. terpasang O2 4ltr/mnt,
 Mengajakan pasien RR:28x/mnt
mengeluarkan
teknik batuk efektif SpO2: 97%, N:
dahak dengan bantuan 89x/mnt, posisi
keluarga. semifowler. Ronchi
DO : Ku lemah,
 Memotivasi pasien berkurang
terpasang O2 4 umtuk membuang A : Masalah bershan
dahak pada tempat jalan napas belum
ltr/mnt, RR:
dahak yang diisi teratasi
30x/mnt dengan air sabun atu P: Intervensi
tisu lalu dibuang dilanjutkan
ditemoat sampah
infeksius.
 Memotivasi pasien
dan keluarga apabila
ada darah pada
sputum langsung
dilaporkan.
 Melayani injeksi
Ceftriaxone 1 gr.
12.00
 Mengobservasi TTV.
TD: 110/70, S:36,2,
N:82x/mnt,
SPO2:98%,
RR:20x/mnt
12.30
 Melayani obat Oral
Nace 200 mg.
13.00
 Memposisikan pasien
semifowler dengn
posisi miring
kekanan.
14.00
 Mengobservasi pasien
tidur.
 Terpasang O2 4
ltr/mnt.
 Mengganti infus Nacl
dengan Futrolit 14
Tpm
17.00
 Mengobservasi TTV,
TD:110/70, Suhu:
36,4, N : 82x/mnt,
SPO2 : 98%,
RR:22x/mnt
18.00
 Melakukan tindakan
Nebiliezer dengan
Combiven.
 Motivasi pasien untuk
minum air hangat.
 Melayani injeksi
Ceftriaxone 1 gr/iv
20.00
 Melayani obat oral
Nace 200 mg.
21.00
 Melayani Injeksi
Moxifloxazone
 Motivasi pasien untuk
istirahat malam.
22.00
 Mengganti cairan
infus futrolit dengn
Nacl 0,9% 14 Tpm
 Mengobservasi pasien
tidur terpasang O2 4
ltr/mnt
02.00
Rabu  Melayani Injeksi
24/11/ Ceftriaxone 1gr/iv
2021 05.00
 Mengobservasi TTV,
TD: 110/70, Nadi :
90. RR: 28x/mnt.
Suhu:36,6, SpO2:
97%
06.00
 Melakukan tindakan
Nebuliezer dengan
combivent
 Mengganti Infus Nacl
0,9% dg Infus Nacl
0,9% yg baru.

2 Selasa Pola napas tidak 09.50 S : Pasien


,  Mengidentifikasi pola mengaatakan masih
efektif
23 napas RR: 28x/mnt terasa sesak.
Nove berhubungan  Pasien menggunakan O : KU lemah,
mber pernapasan perut dan kesadaran
dengan
2021 terlihat menggunakan komposmentis,
hambatan upaya otot dada. terpasang O2 4ltr/mnt,
 Auskultasi paru RR:28x/mnt
napas ditandai
ronchi (+). SpO2: 98%, N:
dengan. 10.00 89x/mnt, posisi
 Menempatkan pasien semifowler.pasien
DS : Pasien
pada posisi fowler. tidur dan rilex
mengatakan  Memberikan dan kedalaman napas
menganjurkan minum membaik, auskultasi
sesak napas dan
air hangat. paru ronchi berkurang.
nyeri saat  Mempertahankan O2 A : Masalah Pola
4ltr/mnt Napas belum teratasi
menarik napas
 Mengajarkan dan P: Intervensi
dan ketika tidur mempraktekkan dilanjutkan
teknik napas dalam.
terlentang.
12.30
DO : Ku lemah,  Melayani obat Oral
retraksi dada Nace 200 mg.
(+), ada 13.00
penggunaan  Memposisikan pasien
otot bantu semifowler dengn
napas. posisi miring
kekanan.
14.00
 Mengobservasi pasien
tidur.
 Terpasang O2 4
ltr/mnt.
 Mengganti infus Nacl
dengan Futrolit 14
Tpm
17.00
 Mengobservasi TTV,
TD:110/70, Suhu:
36,4, N : 82x/mnt,
SPO2 : 98%,
RR:22x/mnt
18.00
 Melakukan tindakan
Nebiliezer dengan
Combiven dan
pulnicord
 Motivasi pasien untuk
minum air hangat.
 Melayani injeksi
Ceftriaxone 1 gr/iv
20.00
 Melayani obat oral
Nace 200 mg.
21.00
 Melayani Injeksi
Moxifloxazone
 Motivasi pasien untuk
istirahat malam.
22.00
 Mengganti cairan
infus futrolit dengn
Nacl 0,9% 14 Tpm
 Mengobservasi pasien
tidur terpasang O2 4
ltr/mnt
CATATAN PERKEMBANGAN

HARI/TGL DIAGNOSA (SOAPIE) TTD


KEPERAWATAN
Rabu Bersihan jalan 02.00
24/11/2021  Melayani Injeksi Ceftriaxone
napas tidak efektif
1gr/iv
berhubungan 05.00
 Mengobservasi TTV, TD:
dengan sekresi
110/70, Nadi : 90. RR:
yang tertahan 28x/mnt. Suhu:36,6, SpO2:
97%
06.00
 Melakukan tindakan Nebuliezer
dengan combivent
 Mengganti Infus Nacl 0,9% dg
Infus Nacl 0,9% yg baru.
 Memotivasi pasien untuk
minum air hangat
 Menempatkan pasien pada
posisi fowler
 Menganjurkan pasien dan
mengawasi dalam melakukan
teknik batuk efektif
07:00
 Mengganti tabung oksigen
yang baru dan melayani
oksigen 4 liter per menit.
11:15

 Mengukur tanda vital :


TD : 130/80 Mmhg
Nadi : 103 x/m
Frekuensi napas 30x/m
SPO2 : 99%
12:30

 Melayani Nace 200mg peroral


13:40
 Melakukan auskultasi paru
 Menciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman
 Menempatkan pasien dengan
semifowler

S: : Pasien mengatakan sesak napas


agak berkurang
O : ku lemah, mobilisasi dibantu, SpO2
99%, RR 30x/mnt, retraksi dada
berkurang, ronchi berkurang
A : Masalah Bersihan Jalan napas tidak
efektif belum teratasi.
P: Intervensi Lanjutkan
I: pertahankan O2
Pertahanakan posisi fowler maupun
semifowler
Monitor adanya retensi sputum
E : sesak pasien berkurang dan pada
auskultasi ronchi berkurang.
a.

Rabu Pola napas tidak 05.00


24/11/2021  Mengobservasi TTV, TD:
efektif
110/70, Nadi : 90. RR:
28x/mnt. Suhu:36,6, SpO2:
97%
06.00
 Melakukan tindakan Nebuliezer
dengan combivent
 Mengganti Infus Nacl 0,9% dg
Infus Nacl 0,9% yg baru.
 Memotivasi pasien untuk
minum air hangat
 Menempatkan pasien pada
posisi fowler
 Menganjurkan pasien dan
mengawasi dalam melakukan
teknik batuk efektif
07:00
 Mengganti tabung oksigen
yang baru dan melayani
oksigen 4 liter per menit.
08:00
 Menempatkan pasien pada
posisi fowler
 Mendemonstrasikan kembali
teknik napas dalam
 Mengajarkan dan menganjurkn
pasien untuk melakukan teknik
napas dalam
11:15

 Mengukur tanda vital :


TD : 130/80 Mmhg
Nadi : 103 x/m
Frekuensi napas 30x/m
SPO2 : 99%
12:30

 Melayani Nace 200mg peroral


13:40
 Melakukan auskultasi paru
 Menciptakan lingkungan yang
tenang dan nyaman
 Menempatkan pasien dengan
semifowler

S: : Pasien mengatakan sesak napas


berkurang
O : ku lemah, retraksi intercostalis
berkurang, penggunaan otot rektus
abdominalis berkurag, ronchi
berkurang, RR : 30 x/mnt, SPO2 : 99%
A : Masalah Pola napas belum teratasi.
P: Intervensi Lanjutkan
I: - Pertahankan O2.
 Pertahankan posisi
fowler/semifowler
 Monitor adanya secret
 Monitor penggunaan otot bantu
pernapasan
E : sesak berkurang dan penggunaan
otot bantu pernapasan minimal

HARI/TGL DIAGNOSA (SOAPIE) TTD


KEPERAWATAN
Kamis Bersihan jalan 07 : 40
25/11/2021
napas tidak efektif  Memonitor oksigen pada pasien
berhubungan  Mengukur saturasi oksigen 98%
dengan sekresi  Mengganti Oksigen yang baru
yang tertahan  Mengatur posisi semifowler
08:10
 Mengganti infus NACl 0,9% degan
cairan yang sama yaitu NACl 0,9%
 Mengatur tetesan infus permenit
yaitu 14tpm
 Mengukur SPO2 : 98%
09:15
 Mengauskultasi pasru : adanya
ronchi pada bagian kanan
11:30
 Mengukur tanda – tanda vital
Suhu : 36,4 °C, Nadi : 110
x/m,TD : 130/80 Mmhg, SPO2 :
98%.
 Melayani NACE 20mg peroral
S: : Pasien mengatakan sesak napas
berkurang dan dahak sudah mulai
hilang
O : ku lemah, sesak napas berkurang,
secret minimal ada, RR : 20x/mnt
A : Masalah Bersihan Jalan napas
teratasi
P: Intervensi pertahankan
I: - Pertahankan O2.
b. Pertahankan posisi
fowler/semifowler
c. Monitor adanya secret
E : Pasien tampak sesak mulai
berkurang da mulai latihan melepaskan
Oksigen
d.

Kamis Pola napas tidak 07 : 40


25/11/2021
efektif  Memonitor oksigen pada pasien
 Mengukur saturasi oksigen 98%
 Mengganti Oksigen yang baru
 Mengatur posisi semifowler
08:10
 Mengganti infus NACl 0,9% degan
cairan yang sama yaitu NACl 0,9%
 Mengatur tetesan infus permenit
yaitu 14tpm
 Mengukur SPO2 : 98%
 Memotivasi pasien untuk napas
dalam
08:15
 Mengauskultasi paru : adanya
ronchi pada bagian kanan
11:30
 Mengukur tanda – tanda vital
Suhu : 36,4 °C, Nadi : 110
x/m,TD : 130/80 Mmhg, SPO2 :
98%.
 Melayani NACE 20mg peroral
13:10
 Penyuluhan panas dalam

S: : Pasien mengatakan sesak napas


O : ku lemah, sesak napas (+),RR :
20x/mnt, SpO2: 97%, terpasang O2 2
ltr/mnt
A : Masalah Pola napas teratasi.
P: Intervensi dipertahankan
I: - Pertahankan O2.
e. Pertahankan posisi
fowler/semifowler
E : Pasien tampak sesak mulai
berkurang da mulai latihan melepaskan
Oksigen
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang

disajikan untuk menjawab tujuan khusus. Setiap temuan perbedaan di uraikan dengan

konsep pembahasan disusun sesuai dengan tujuan khusus

A. Pengkajian

Hasil pengkajian secara wawancara ,observasi dan pemeriksaan fisik diperoleh

data subjektif Ny A.T yang mengeluhkan sesak dan sulit membuang dahak dengan

data objektif respirasi 32x/menit, klien terpasang nasal canul 4 lpm, terdengar suara

ronchi, nadi 85x/menit, SpO2 98 % dengan menggunakan Oksigen, auskultasi

adanya ronchi. Dan pada vremitus vocal terdapat penurunan pada paru-paru kanan.

Oksigenasi adalah proses penambahan O2 kedalam sistem (kimia atau fisika).

Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau .

Penambahan oksigen kedalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara
bernapas . Sebagai kebutuhan dasar oksigen yang digunakan untuk kelangsungan

sel tubuh terutama dalam proses metabolisme sel. Tanpa oksigen dalam waktu

tertentu sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan

kematian.

Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi dalam tubuh seperti

hal-nya penyakit saluran pernapasan, penyakit kardiovaskular, serta penyakit kronis.

Pada keadaan efusi pleura yang dialami oleh Ny A.T akan mempengaruhi proses

ventilasi dimana Ventilasi merupakan proses pertukaran gas dari atmosfer ke alveoli

dan sebaliknya. Proses ventilasi dipengaruhi oleh jalan napas yang bersih serta

sistem pernapasan yang utuh, dan kemampuan paru untuk mengembang

(Comlience) dan menyempit (Recoil).

Adanya efusi pleura pada Ny A.T maka dapat diasumsikan bahwa sesak yang

alami oleh pasien dikarenakan adanya penurunan kemampuan mengembang dan

mengempis paru karena terjadi penumpukan cairan yang patologis pada rongga

pluara yaitu diantara ruang parietal dan visceral. Hal ini juga akan menurunkan

kemampuan batuk pasien karena berkurangnya tekanan pada rongga dada sehingga

dengan penurunan kemampuan batuk akan berpotensi terjadinya penumpukan

secret/sputum yang dapat menyebabkan bersihan jalan napas pasien terganggu dan

mengganggu proses ventilasi.

B. Diagnosa keperawatan
Pada Ny A.T diagnose keperawatan yang ditegakkan yaitu Bersihan jalan napas

tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dimana data masalah

tersebut didukung dengan data subyektif : pasien mengeluh napas sesak dan susah

membuang dahak dan data Obyektif : ku lemah, terpasang O2 4 ltr/mnt, RR : 32


x/mnt, auskultasi paru terdapat ronchi. Sedangkan Pola napas tidak efektif

berhubungan dengan hambatan upaya napas dimana data masalah tersebut didukung

data subyektif Pasien mengatakan sesak dan tidur hanya miring kekanan jika terlalu

sesak dan data obyektif ku lemah, tampak sesak terpasang O2 4ltr/ment, RR :

32x/mnt, pada ekspirasi ada penggunaan otot intercostalis internus dan rectus

abdominalis dan pada inspirasi terlihat penggunaan otot sternocloideo mastoideus.

Kelompok memproritaskan diagnose pola nafas tidak efektif karena merupakan

keburuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, hal ini jika tidak segera dilakukan

akan terjadi kolab paru. Menurut kelompok penetapan diagnose keperawatan

tersebut sudah sesuai dengan beberapa kriteria yang di syaratkan pada diagnosa

tersebut.

Pada diagnose pola napas tidak efektif kelompok berasumsi akan

mempengaruhi proses ventilasi dimana ventilasi memerlukan kerjasama antara otot

dan elastisitas dari paru-paru serta torak. Pada keadaan dengan efusi pleura,

elastisitas paru berkurang yang disebabkan rongga paru dipenuhi dengan cairan

sehingga O2 yang masuk tidak maksimal dan hal ini berpotensi mengganggu proses

metabolisme sel.

C. Intervensi keperawatan
Intervensi yang akan dilakukan oleh kelompok disesuaikan dengan kebutuhan
dan respon klien, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan Spesifikasi
(jelas), measurable (dapat diukur), acceptance, rasional, dan timing. Di dalam
standar intervensi keperawatan indonesi dan standar luaran keperawatan Indonesia
pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yang
terbagi lagi menjadi observasi, nursing treatment, edukasi dan kolaborasi.
Pada pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas, intervensi
yang dilakukan adalah manajemen jalan napas dimana penekanannya untuk
mengevaluasi dan memonitoring perubahan yang terjadi pada frekuensi napas, pola
napas dan bunyi napas serta melakukan dan mengajarkan teknik napas dalam,
penempatan posisi fowler maupun ssemifowler dan pemasangan oksigen serta
pemberian mukolitik baik peroral maupun melalui inhalasi. Kriteria hasil yang
diharapkan dalam 3 hari setelah tindakan tersebut maka sesak pasien menurun,
penggunaan otot bantu pernapasan menurun, frekuensi napas membaik dan
kedalaman napas membaik. Beberapa hal yang disebutkan diatas telah sesuai
dengan pedoman yang tertera didalam buku SIKI dan SLKI yang dikeluarkan oleh
tim Pokja PPNI.
Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien dengan masalah oksigenasi
adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kenyamaan dan kemudahan saat
bernafas, mempertahankan dan meningkatkan ventilasi dan oksigenasi paru,
meningkatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik, serta
mencegah berbagai resiko yang terkait dengan masalah oksigenasi (misal :
kerusakan jaringan, gangguan keseimbangan asam-basa) (Mubarak, 2007).
Penentuan waktu pencapaian selama tiga hari mengkin terlalu singkat untuk
mencapai hasil sesuai dengan criteria hasil mempertimbangkan efusi pleura yang
dialami pasien. Karena itu didalam intervensi ditambahkan edukasi terhadap
keluarga dalam memotivasi pasien melakukan napas dalam sehingga dengan
demikian da[at mengurangi sesak dan kecemasan serta meningkatkan relaksasi
pasien.

D. Implementasi keperawatan
Implementasi yang dilakukan mengacu pada intervensi yang di programkan
sebelumnya. Implementasi yang dilakukan pada klien dengan diagnose pola napas
tidak efktif yaitu : memposisikan klien pada posisi fowler maupun semifowler untuk
memaksimalkan ventilasi, mengasukultasi suara nafas catat adanya suara tambahan
(suara ronchi), memonitor kecepatan irama kedalaman dan kesulitan bernafas
( irama nafas ireguler, dyspnea), memonitor tanda-tanda vital (Tekanan darah :
110/70 mmHg, RR : 28x/mnt, SPO2 : 97%, Suhu : 36,6 derajat celcius.
berkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi oksigen yang tepat
(terpasangan nasa canul 4 lpm), Berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat
yang tepat (Parenteral infus NS berbanding futrolit :14tpm/menit, injeksi ceftazidin
1 g, , NACe 200 mg, dan nebuliasasi dengan combiven dan pulmicort. Serta
mengajarkan teknik napas dalam.
Pada implementasi bersihan jalan napas pada pasien Ny A.T hamper persis sama
namun ditambah dengan latihan batuk efektif, serta pemantauan karakteristik
sputum dan isolasi sputum.
Teknik napas dalam dapat mengefektifkan pola pernapasan pasien. Diman
fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan non farmakologi bagi penderita
penyakit paru obstruktif kronik bertujuan memulihkan fisiknya dan memperbaiki
pola napas. Salah satu metode chest fisioterapi yang dapat diaplikasikan
adalah Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) yang mempunyai tujuan
utama membersihkan jalan napas dari sputum (NHS, 2009).
Ronchi yang terjadi pada pasien mengindikasikan adanya penumpukan sputum.
Sputum merupakan produk dari infeksi atau proses patologi penyakit tersebut yang
harus dikeluarkan dari jalan napas agar diperoleh hasil pengurangan sesak napas,
pengurangan batuk dan perbaikan pola napas (NHS, 2009). Latihan napas dalam
dan batuk efektif yang dilakukan akan meningkatkan kapasitas inspirasi dan
merangsang kerja otot-otot pernapasan. Selain itu membuka sistem colateral saluran
napas sehingga sputum mudah dikeluarkan.
Pada diagnosa medis efusi pleura memiliki beberapa problematika yaitu sesak
napas, perubahan pola pernapasan, retensi sputum, penurunan ekspansi thoraks, dan
keterbatasan aktivitas dan kemampuan fungsional. Karena ada penurunan ekspansi
paru oleh karena itu tekanan rongga dada akan berkurang. Hal ini akan
mempengaruhi latihan batuk efektif yang dilakukan karena ketika dipaksakan akan
menyebabkan keletihan pada pasien dan sesak akan bertambah. Kerena itu didalam
kasus Ny A.T dilakukan latihan batuk efektif dengan pemantauan dan waktu
seminimal mungkin untuk mengevaluasi jika terjadi perubahan dalam keadaan
pasien.
Kelompok berasumsi dengan teknik napas dalam dan batu efektif kemudian
ditambah dengan penempatan posisi dan masukan cairan yang adekuat dan obat-
obatan mukolitik dan eskpektoran dapat membantu pasien untuk mengatasi keluhan
sesak yang dialami. Dalam implementasi pola napas sejak hari pertama sampai
catatan perkembangan hari terakhir dilakukan dengan maksud mendidik kembali
pola pernapasan tenang dan ritmis sehingga pasien dapat menghemat energi untuk
bernapas serta penderita akan terbiasa melakukan pernapasan yang teratur ketika
serangan sesak napas.

E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi hari pertama klien yaitu Ny.A.T mengeluhkan Pasien mengatakan sesak
agak berkurang namun kadang timbul, kesadaran komposmentis, GCS : 456, ,
mobilisasi di bantu, penggunaan oto bantu pernapasan berkurang terutama otot
intercostalist internus dan sternocloideo mastoideus, pasien nampak rilex terpasang
O2 4ltr/mnt, RR:28x/mnt
SpO2: 97%, N: 89x/mnt, posisi semifowler, ronchi berkurang. Intervensi
dilanjutkan.
Pada hari kedua Ny.A.T mengeluhkan sesak berkurang, kesadaran komposmentis,
GCS : 456, kesadaran komposmentis, terpasang O2 4ltr/mnt, RR:28x/mnt SpO2:
98%, N: 89x/mnt, posisi semifowler.pasien tidur dan rilex kedalaman napas
membaik, auskultasi paru ronchi berkurang intervensi dipertahankan.

Dalam implementasi keperawatan yang dilakukan oleh kelompok berdasarkan


waktunya dilakukan oleh setiap individu ketika berada didalam shif dinas. Pada hari
ketiga implementasi pasien telah latihan melepas oksigen selama 2-3 jam dengan
SpO2 93-95 %. Saat melepas oksigen pasien rutin melakukan teknik napas dalam
untuk mensupport ventilasi sehingga kebutuhan oksigen dapat terpenuhi dengan
baik. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien dimana pasien mengatakan sesak sudah
lebih berkurang ketika belum belajar melakukan napas dalam.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2009).Kebutuhan dasar manusia. Salemba

Medika, Jakarta.

Lasar, A. M. (2019). Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Ny. C. L Yang

Menderita Tumor Paru Di Ruangan Teratai RSUD Prof. Dr. W. Z

Johannes Kupang Mei 2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes

Kemenkes Kupang).

Fitriyana, l. (2020). Asuhan keperawatan gangguan kebutuhan oksigenasi pada

anak dengan efusi pleura di ruang anak rsud jend.Ahmad yani metro

tahun 2020 (doctoral dissertation, poltekkes tanjungkarang).

Potter, Patricia A dan Perry Anne Griffin. 2010. Buku Ajar Fudamental

Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC


Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Wedro, B. (2014). Pleural Effusion. Medicine Net: Diakses pada tanggal 29 november

2021 pada: http://www.onhealth.com/pleural_effusion/article.htm

Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2009).Kebutuhan dasar manusia. Salemba Medika,

Jakarta.

Lasar, A. M. (2019). Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Ny. C. L Yang Menderita

Tumor Paru Di Ruangan Teratai RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang Mei

2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).

Fitriyana, l. (2020). Asuhan keperawatan gangguan kebutuhan oksigenasi pada anak

dengan efusi pleura di ruang anak rsud jend.Ahmad yani metro tahun

2020 (doctoral dissertation, poltekkes tanjungkarang).

Potter, Patricia A dan Perry Anne Griffin. 2010. Buku Ajar Fudamental Keperawatan:

Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC

Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Wedro, B. (2014). Pleural Effusion. Medicine Net: Diakses pada tanggal 29 november

2021 pada: http://www.onhealth.com/pleural_effusion/article.htm

Depisari, r. (2019). Asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen pada

pasien gagal ginjal kronik di ruang kenanga rsud dr. H. Abdul moeloek
provinsi lampung tahun 2019 (doctoral dissertation, poltekkes

tanjungkarang).

Anda mungkin juga menyukai