PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow bahwa setiap manusia
memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan, nutrisi,
keseimbangan tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan
seksual), kebutuhan rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman, kebutuhan rasa
cinta serta rasa memiliki dan dimiliki, kebutuhan aktualisasi diri (Alimul Hidayat,
yang tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam metabolisme sel.
jaringan tubuh. Kehidupan sel membutuhkan energy yang cukup untuk menjalankan
fungsi jaringan, karena itu oksigenasi diperlukan untuk proses metabolism tubuh
Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernafas (Tarwoto dan Wartonah,
2015). Bernafas (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh melalui mekanisme
ekpirasi dan inspirasi. Unsur ini dibutuhan manusia untuk tetap mempertahankan
untuk kemudian dieksresi. Hal ini yang menjdi alasan bahwa sistem pernapasan
sangat penting karena dalam organ paru terjadinya pertukaran gas oksigen dan
untuk kelangsungan metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Sistem pernapasan
seseorang pada keadaan normal, umumnya berirama teratur, lembut, dan memiliki
frekuensi yang bervariasi tergantung dari umur dan aktivitas dengan factor
Gaya hidup dan kebiasaan, Gangguan pergerakan paru dan Obstruksi saluran
pernapasan. Orang dewasa memiliki frekuensi antara 12-20 kali permenit dan lama
inspirasi lebih pendek dari ekspirasi. Pada bayi baru lahir dan bayi frekuensi
pernapasan lebih tinggi yaitu 30-60 kali per menit dengan karakteristik pernapasan
nafas.Keadaan ini diperparah apabila terdapat tumpukan mucus yang kental dan
mengendap menyebabkan obstruksi jalan nafas, sehingga asupan oksigen yang tidak
adekuat dan proses difusi terganggu dan menyebabkan penurunan perfusi. Oleh sebab
intervensi serta program yang terapeutik seperti perilaku peningkatan kesehatan dan
upaya pencegahan, pengaturan posisi fowler atau semifowler, teknik batuk efektif,
dan intervensi tidak mandiri, seperti pengisapan lendir (suction), fisioterapi dada,
hidrasi, dan inhalasi serta terapi oksigen (Potter dan Perry, 2010).
padabagian organ pernapasan. Salah satu penyakit pada sistem pernapasan manusia
yaitu efusi pleura.Efusi pleura merupakan kondisi cairan pada rongga paru-paru
diantara lapisan visceral dan parietal diproduksi secara berlebihan dan mempengaruhi
recoil dan complianc organ paru. Efusi pleura merupakan kondisi medis yang
pleura disebabkan oleh berbagai kelainan.Efusi pleura yang disebabkan infeksi yaitu
paru.Pasien dengan efusi pleura menunjukkan gejala klinis yang beragam mulai dari
efusi pleura tanpa gejala hingga efusi pleura masif yang menunjukkan berbagai gejala
serius yang mengganggu pernapasan.Pada kasus efusi pleura tanpa gejala, biasanya
Prevalensi efusi pleura di dunia diperkirakan sebanyak 320 kasus per 100.000
ditemukan sekitar 1,5 juta kasus per tahunnya dengan penyebab tersering gagal
jantung kongestif, pneumonia bakteri, penyakit keganasan, dan emboli paru (Rubins,
2013). Hasil penelitian di salah satu rumah sakit di India pada tahun 2013-2014
mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainnya dan Kelompok umur
terbanyak terkena efusi pleura antara 40-59 tahun, umur termuda 17 tahun dan umur
yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang adekuat. Oleh karena
itu, peran perawat sangatlah diperlukan terutama dalam bentuk promotif, kuratif dan
rehabilitative, untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia,
peneumothoraks, gagal nafas dan kolaps paru sampai dengan kematian. Tindakan
keperawatan juga berperan penting untuk menjamin ventilasi dan perfusi yang
pada pasien efusi pleura adalah pengkajian berupa monitor status pernapasan meliputi
frekuensi pernapasan, auskultasi suara paru, monitor status mental, dispnea, sianosis,
dan saturasi oksigen dan pengaturan posisi untuk meningkatkan ekspansi paru.
oksigen tersebut dengan tindakan yang tepat terutama pada pasien dengan efusi
pleura, maka dalam studi kasus akan dibahas lebih jauh pada pasien Ny A.T yang
dirawat di Ruangan Teratai RSUD Prof. Dr W.Z Johannes dengan judul “ ASUHAN
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a) Agar mahasiswa mampu mengindentifikasi pengkajian kasus gangguan
C. MANFAAT
1. Bagi mahasiswa
kebutuhan oksigenasi.
2. Bagi Institusi
oksigenasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KONSEP OKSIGENASI
fisika) Penambahan oksigen kedalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan
cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara
individu dan lingkungannya. Pada saat bernapas, tubuh menghirup udara untuk
merupakan gas tidak bewarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan
air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel (Wahit &Nurul ).
dan aktivitas berbagai organ atau sel. (Potter & Perry, 2005). Tanpa oksigen dalam
waktu tertentu sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan
pernapasan melalui hidung dan mulut. Oksigen kemudian diedarkan melauli saluran
darah kecil dengan dinding halus yang mempermudah pergantian gas.Pergantian gas
dimulai ketika oksigen yang dihirup masuk melalui dinding kapiler yang dikelilingi
alveolus dan dibawa oleh sel-sel darah yang bersirkulasi didalam pembuluh
jantung lalu dipompa keseluruh tubuh melalui aorta.Aorta bercabang menjadi arteri-
arteri kecil dan bahkan arterioles yang lebih kecil, pada akhirnya menjadi pembuluh
2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) banyak faktor yang mempengaruhi fungsi
a. Posisi tubuh
Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan pergerakan diafragma
lebih baik dari pada posisi datar atau tengkurap sehingga pernafasan lebih
mudah. Ibu hamil atau tumor abdomen dan makan sampai kenyang akan
b. Lingkungan
atau lingkungannya, contohnya : pada tempat yang tinggi, dataran tinggi, dan
daerah kutub akan membuat kadar oksigen menjadi kurang, maka tubuh akan
c. Polusi
udara Polusi udara yang terjadi baik karena industry maupun kendaraan
hemoglobin.
d. Zat allergen
zat kimia, atau benda sekitar yang kemudian merangsang membrane mukosa
f. Nutrisi
tubuh. Jika hemoglobin berkurang atau anemia, maka pernafasan akan lebih
paru menahun.
3. Manifestasi klinik
a. Sesak napas
pernapasan kronik)
4. Patofisiologi
terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistim respirasi, baik pada anatomi
masalah tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem tubuh
secara adekuat.
PATHWAY GANGGUAN OKSIGENASI
Gangguan pergerakan paru akibat
penyakit paru
Peningkatan aktivitas Kurangnya konsentrat darah Gaya hidup hipovolemia alergi Gangguan jantung
Gangguan Oksigenasi
sianosis
a. Pemeriksaan Darah Rutin untuk melihat peningkatan jumlah sel darah putih
f. Penatalaksanaan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21
respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja
otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.
c. Hipoksemia
d. Menurunnya kerja napas
f. Trauma berat
dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).
1. Pengkajian Keperawatan
riwayat, pemeriksaan fisik, tinjauan data diagnostik yang relevan (Kozier dan Erb).
a) Riwayat Keperawatan
oksigenasi harus mencakup data tentang masalah pernapasan saat ini dan masa
lalu, gaya hidup, apakah ada batuk, sputum (material yang dibatukkan, nyeri,
pengobatan untuk pernapasan, dan apakah ada faktor resiko gangguan status
oksigenasi.
Nyeri
Batuk
Bunyi napas mengi
Penggunaan obat
4) Kebiasaan merokok
Merokok
Obesitas
Diet tinggi-lemak
Peningkatan kolesterol
b) Pemeriksaan Fisik
Pada saat inspeksi yang harus diamati yaitu, tingkat kesadaran klien,
2) Palpasi
sehat, dan akan meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu palpasi
3) Perkusi
mengalami atelektasis
4) Auskultasi
2. Diagnosa Keperawatan
a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
kapiler
3. Intervensi Keperawatan
Menurut SIKI DPP PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala treatment
yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat
1991. Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas yang dikerjakan
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, teraupetik, edukasi dan
kolaborasi.
SDKI, SLKI, SIKI
a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
1.01014 Pemantauan
Respirasi
Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis data
untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan
keefektifan pertukaran gas
Tindakan :
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas.
- Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul,
CheyneStokes, Biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya sumbatan
jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai A G D
- Monitor hasil x-ray
toraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumtasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantaun
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
TINJAUAN KASUS
Umur : 66 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Pasien masuk rumah sakit di IGD RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang dengan
keluhan batuk dan sesak napas dan nyeri bekas pungsi. Riwayat sebelum masuk pasien
pasien 2 minggu sebelum MRS dipungsi paru di klinik Kamiliyane dengan cairan
pleura yang keluar berwarna merah. Pasien melaporka pernah mengalami riwayat jatuh
kurang lebih 1 tahun yang lalu dan terbentur keras pada sisi kanan tubuh, setelah itu
Saat pasien masuk IGD RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang diberika terapi lasix
40mg/iv, O2 3 L/ menit dan NS 0,9% 20 tpm. Dengan frekuensi napas saat masuk 30
Saat dikaji pasien mengeluh napas terasa sesak dan batuk berdahak dan susah utnuk
mengeluarkan dahak. Pasien mengeluh apabila beraktivitas cepat merasa lelah dan
terasa sakit pada area pungsi jika bernapas dan terjadi sesewaktu.
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit yang serius sebelumnya dan jarang
mengontrolkan diri ke FASKES, ketika sakit ringan biasa membeli obat sendiri atau
obat. Untuk riwayat penyakit , pasien baru mengetahui ada Diabetes Melitus saat
Pasien mengatakan didalam keluarga tidak pernah menderita penyakit yang serius.
Saudara kandung pasien 3 orang yang telah meninggal karena factor usia dan tidak ada
penyakit keturunan.
Ketika sakit pasien akan mencari fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan
pengobatan.
a. Sebelum sakit.
Berat badan pasien 50 kg dan Tinggi badan 152 cm. Frekuensi makan 3x sehari
dengan jenis makanan nasi, sayur, jagung dan daging. Nafsu makan baik, untuk
pantangan dan alergi tidak ada. Frekuensi minum 5-7X/hari dengan jenis
Berat badan pasien setelah sakit 47 kg, perubahan berat badan 3 kg, jenis diet
tinggi kalori tinggi protein, nafsu makan cukup baik, porsi makan sedikit,
4. Pola Eliminaasi
a) Sebelum sakit.
Tidak ada keluhan saat buang air besar dengan frekuansi 1X/hari,
b) Perubahan setelah sakit Sakit.
Pasien pernah susah buang air besar saat dirawat namun setelah diberikan
dulcolax supp extra II, pasien dapat buang air besar.
Pasien menggunakan pampers yang diganti saat pagi dan siang.
5. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien mampu untuk merawat diri sendir secara mandiri namun
Pasien mengatakan saat sebelum sakit waktu tidur malam dari pukul 22:00 sampai
pukul 05:00. Kebiasaan sebelum tidur adalah berdoa dan kesulitaan saat tidur jika
ada suara berisik. Setelah sakit pasien susah tidur karna sesak napas.
7. Pola Persepsual
Pasien mengatakan sebelum sakit fungsi penglihatan baik, tidak ada gangguan
fungsi pendengaran baik, fungsi penciuman baik tidak ada kelainan fungsi
Setelah sakit pasien mengatakan penglihatan agak kabur dan dapat membaca jika
memakai kacamata.
Pasien menerma keadaan sakit dan mencari upaya untuk sembuh, pasien ingin
Sebelum sakit komunikasi pasien terjalin baik, keluarga saling mengunjungi tidak
ada konflik.
Perubahan setelah sakit pasien jarang menemui kerabatnya yg lain karna masih
Pasien yakin dengan adanya Tuhan dengan sumber kekuatan saat sakit hanya
dengan berdoa dan membaca Alkitab serta beribadah di gereja setiap hari minggu.
Ketika sakit pasien sulit untuk berdoa dan tidak bisa ke gereja karna dirawat di
Rumah Sakit.
F. PEMERIKSAAN FISIK
2. TTV : TD: 110/70mmHg, Nadi: 85x/mnt, Suhu: 36,2°C. RR: 32x/mnt, SpO2 98 %
3. Kepala
Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada oedema pada kepala, bentuk kepalasimetris.
Palpasi : turgor kulit elastis, tidak ada benjolan di kepala, tekstur halus, tidak ada
Palpasi : tidak ada TIO (tekanan intra okuler) dengan cara ditekan secara ringan
jika ada peningkatan akan teraba keras, tidak ada nyeri tekan pada mata.
5. Telinga
Inspeksi : telinga simetris, bentuk dan ukuran telinga normal/sama besar, tidak ada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada telinga, tidak ada benjolan pada tulang
6. Hidung
Inspeksi : hidung simetris, hidung kotor, tidak ada lesi, tidak ada inflamasi pada
hidung, tidak ada sekret, kemampuan membau baik, tidak ada polip, terpasang alat
Inspeksi : tidak ada kelainan kongenital seperti bibirsumbing, tidak ada stomatitis,
Palpasi : tidak ada massa/tumor pada mulut, tidak ada nyeri tekan pada daerah
8. Dada:
dada klien efusi pleura asimetris sebelah kanan dan kiri berbeda pada bagian yang
Perkusi: suara paru redup sampai pekak di lapang paru tergantung banyaknya
jumlahcairan.
9. Abdomen:
Inspeksi: bentuk perut datar, perut simetris, tidak ada lesi, tidak ada asites
padaperut.
Palpasi : tidak ada massa di perut, tidak ada nyeri tekan di perut.
Inspeksi : ekstremitas kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, tidak ada cyanosis,
bawah.
55 55
5 5
5 5
KekuatanOtot Edema Fraktur Atropi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
b. Laboratorium
1. Selasa DS : pasien mengeluh napas sesak dan Bersihan jalan Sekresi yang
23/22/2021 susah membuang dahak. napas tidak efektif tertahan
DO : ku lemah, terpasang O2 4 ltr/mnt,
RR : 32 x/mnt, auskultasi paru terdapat
ronchi.
2. Selasa Pola napas tidak Hambatan upaya
23/22/2021 DS : Pasien mengatakan sesak dan tidur efektif napas
hanya miring kekanan jika terlalu sesak
DO : ku lemah, tampak sesak terpasang
O2 4ltr/ment, RR : 32x/mnt, pada
ekspirasi ada penggunaan otot
intercostalis internus dan rectus
abdominalis dan pada inspirasi terlihat
penggunaan otot sternocloideo
mastoideus.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang
disajikan untuk menjawab tujuan khusus. Setiap temuan perbedaan di uraikan dengan
A. Pengkajian
data subjektif Ny A.T yang mengeluhkan sesak dan sulit membuang dahak dengan
data objektif respirasi 32x/menit, klien terpasang nasal canul 4 lpm, terdengar suara
adanya ronchi. Dan pada vremitus vocal terdapat penurunan pada paru-paru kanan.
Penambahan oksigen kedalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara
bernapas . Sebagai kebutuhan dasar oksigen yang digunakan untuk kelangsungan
sel tubuh terutama dalam proses metabolisme sel. Tanpa oksigen dalam waktu
tertentu sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan
kematian.
Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi dalam tubuh seperti
Pada keadaan efusi pleura yang dialami oleh Ny A.T akan mempengaruhi proses
ventilasi dimana Ventilasi merupakan proses pertukaran gas dari atmosfer ke alveoli
dan sebaliknya. Proses ventilasi dipengaruhi oleh jalan napas yang bersih serta
Adanya efusi pleura pada Ny A.T maka dapat diasumsikan bahwa sesak yang
mengempis paru karena terjadi penumpukan cairan yang patologis pada rongga
pluara yaitu diantara ruang parietal dan visceral. Hal ini juga akan menurunkan
kemampuan batuk pasien karena berkurangnya tekanan pada rongga dada sehingga
secret/sputum yang dapat menyebabkan bersihan jalan napas pasien terganggu dan
B. Diagnosa keperawatan
Pada Ny A.T diagnose keperawatan yang ditegakkan yaitu Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dimana data masalah
tersebut didukung dengan data subyektif : pasien mengeluh napas sesak dan susah
berhubungan dengan hambatan upaya napas dimana data masalah tersebut didukung
data subyektif Pasien mengatakan sesak dan tidur hanya miring kekanan jika terlalu
32x/mnt, pada ekspirasi ada penggunaan otot intercostalis internus dan rectus
keburuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, hal ini jika tidak segera dilakukan
tersebut sudah sesuai dengan beberapa kriteria yang di syaratkan pada diagnosa
tersebut.
dan elastisitas dari paru-paru serta torak. Pada keadaan dengan efusi pleura,
elastisitas paru berkurang yang disebabkan rongga paru dipenuhi dengan cairan
sehingga O2 yang masuk tidak maksimal dan hal ini berpotensi mengganggu proses
metabolisme sel.
C. Intervensi keperawatan
Intervensi yang akan dilakukan oleh kelompok disesuaikan dengan kebutuhan
dan respon klien, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan Spesifikasi
(jelas), measurable (dapat diukur), acceptance, rasional, dan timing. Di dalam
standar intervensi keperawatan indonesi dan standar luaran keperawatan Indonesia
pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yang
terbagi lagi menjadi observasi, nursing treatment, edukasi dan kolaborasi.
Pada pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas, intervensi
yang dilakukan adalah manajemen jalan napas dimana penekanannya untuk
mengevaluasi dan memonitoring perubahan yang terjadi pada frekuensi napas, pola
napas dan bunyi napas serta melakukan dan mengajarkan teknik napas dalam,
penempatan posisi fowler maupun ssemifowler dan pemasangan oksigen serta
pemberian mukolitik baik peroral maupun melalui inhalasi. Kriteria hasil yang
diharapkan dalam 3 hari setelah tindakan tersebut maka sesak pasien menurun,
penggunaan otot bantu pernapasan menurun, frekuensi napas membaik dan
kedalaman napas membaik. Beberapa hal yang disebutkan diatas telah sesuai
dengan pedoman yang tertera didalam buku SIKI dan SLKI yang dikeluarkan oleh
tim Pokja PPNI.
Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien dengan masalah oksigenasi
adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kenyamaan dan kemudahan saat
bernafas, mempertahankan dan meningkatkan ventilasi dan oksigenasi paru,
meningkatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik, serta
mencegah berbagai resiko yang terkait dengan masalah oksigenasi (misal :
kerusakan jaringan, gangguan keseimbangan asam-basa) (Mubarak, 2007).
Penentuan waktu pencapaian selama tiga hari mengkin terlalu singkat untuk
mencapai hasil sesuai dengan criteria hasil mempertimbangkan efusi pleura yang
dialami pasien. Karena itu didalam intervensi ditambahkan edukasi terhadap
keluarga dalam memotivasi pasien melakukan napas dalam sehingga dengan
demikian da[at mengurangi sesak dan kecemasan serta meningkatkan relaksasi
pasien.
D. Implementasi keperawatan
Implementasi yang dilakukan mengacu pada intervensi yang di programkan
sebelumnya. Implementasi yang dilakukan pada klien dengan diagnose pola napas
tidak efktif yaitu : memposisikan klien pada posisi fowler maupun semifowler untuk
memaksimalkan ventilasi, mengasukultasi suara nafas catat adanya suara tambahan
(suara ronchi), memonitor kecepatan irama kedalaman dan kesulitan bernafas
( irama nafas ireguler, dyspnea), memonitor tanda-tanda vital (Tekanan darah :
110/70 mmHg, RR : 28x/mnt, SPO2 : 97%, Suhu : 36,6 derajat celcius.
berkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi oksigen yang tepat
(terpasangan nasa canul 4 lpm), Berkolaborasi dengan dokter pemberian terapi obat
yang tepat (Parenteral infus NS berbanding futrolit :14tpm/menit, injeksi ceftazidin
1 g, , NACe 200 mg, dan nebuliasasi dengan combiven dan pulmicort. Serta
mengajarkan teknik napas dalam.
Pada implementasi bersihan jalan napas pada pasien Ny A.T hamper persis sama
namun ditambah dengan latihan batuk efektif, serta pemantauan karakteristik
sputum dan isolasi sputum.
Teknik napas dalam dapat mengefektifkan pola pernapasan pasien. Diman
fisioterapi merupakan bentuk pelayanan kesehatan non farmakologi bagi penderita
penyakit paru obstruktif kronik bertujuan memulihkan fisiknya dan memperbaiki
pola napas. Salah satu metode chest fisioterapi yang dapat diaplikasikan
adalah Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) yang mempunyai tujuan
utama membersihkan jalan napas dari sputum (NHS, 2009).
Ronchi yang terjadi pada pasien mengindikasikan adanya penumpukan sputum.
Sputum merupakan produk dari infeksi atau proses patologi penyakit tersebut yang
harus dikeluarkan dari jalan napas agar diperoleh hasil pengurangan sesak napas,
pengurangan batuk dan perbaikan pola napas (NHS, 2009). Latihan napas dalam
dan batuk efektif yang dilakukan akan meningkatkan kapasitas inspirasi dan
merangsang kerja otot-otot pernapasan. Selain itu membuka sistem colateral saluran
napas sehingga sputum mudah dikeluarkan.
Pada diagnosa medis efusi pleura memiliki beberapa problematika yaitu sesak
napas, perubahan pola pernapasan, retensi sputum, penurunan ekspansi thoraks, dan
keterbatasan aktivitas dan kemampuan fungsional. Karena ada penurunan ekspansi
paru oleh karena itu tekanan rongga dada akan berkurang. Hal ini akan
mempengaruhi latihan batuk efektif yang dilakukan karena ketika dipaksakan akan
menyebabkan keletihan pada pasien dan sesak akan bertambah. Kerena itu didalam
kasus Ny A.T dilakukan latihan batuk efektif dengan pemantauan dan waktu
seminimal mungkin untuk mengevaluasi jika terjadi perubahan dalam keadaan
pasien.
Kelompok berasumsi dengan teknik napas dalam dan batu efektif kemudian
ditambah dengan penempatan posisi dan masukan cairan yang adekuat dan obat-
obatan mukolitik dan eskpektoran dapat membantu pasien untuk mengatasi keluhan
sesak yang dialami. Dalam implementasi pola napas sejak hari pertama sampai
catatan perkembangan hari terakhir dilakukan dengan maksud mendidik kembali
pola pernapasan tenang dan ritmis sehingga pasien dapat menghemat energi untuk
bernapas serta penderita akan terbiasa melakukan pernapasan yang teratur ketika
serangan sesak napas.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi hari pertama klien yaitu Ny.A.T mengeluhkan Pasien mengatakan sesak
agak berkurang namun kadang timbul, kesadaran komposmentis, GCS : 456, ,
mobilisasi di bantu, penggunaan oto bantu pernapasan berkurang terutama otot
intercostalist internus dan sternocloideo mastoideus, pasien nampak rilex terpasang
O2 4ltr/mnt, RR:28x/mnt
SpO2: 97%, N: 89x/mnt, posisi semifowler, ronchi berkurang. Intervensi
dilanjutkan.
Pada hari kedua Ny.A.T mengeluhkan sesak berkurang, kesadaran komposmentis,
GCS : 456, kesadaran komposmentis, terpasang O2 4ltr/mnt, RR:28x/mnt SpO2:
98%, N: 89x/mnt, posisi semifowler.pasien tidur dan rilex kedalaman napas
membaik, auskultasi paru ronchi berkurang intervensi dipertahankan.
Medika, Jakarta.
Kemenkes Kupang).
anak dengan efusi pleura di ruang anak rsud jend.Ahmad yani metro
Potter, Patricia A dan Perry Anne Griffin. 2010. Buku Ajar Fudamental
Wedro, B. (2014). Pleural Effusion. Medicine Net: Diakses pada tanggal 29 november
Jakarta.
Tumor Paru Di Ruangan Teratai RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang Mei
dengan efusi pleura di ruang anak rsud jend.Ahmad yani metro tahun
Potter, Patricia A dan Perry Anne Griffin. 2010. Buku Ajar Fudamental Keperawatan:
Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Wedro, B. (2014). Pleural Effusion. Medicine Net: Diakses pada tanggal 29 november
pasien gagal ginjal kronik di ruang kenanga rsud dr. H. Abdul moeloek
provinsi lampung tahun 2019 (doctoral dissertation, poltekkes
tanjungkarang).