Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

I DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI: POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF DI RUANG EDELWEIS
RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

Di susun oleh :

TRI MULYANI

22030055

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada
Tn.I dengan gangguan kebutuhan dasar oksigenasi di ruang edelweis RSUD dr.
R goeteng taroenadibrata, mulai dari pengkajian sampai diagnose keperawatan.
Pembahasan ini, penulis mencoba untuk mengaitkan antara referensi yang
didapat tentang pasien dengan kondisi pasien.

A. Pengkajian
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada
Tn.I
dengan gangguan kebutuhan oksigenasi di ruang edelweis RSUD dr. R goeteng
taroenadibrata.
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen ke dalam sistem baik
secara
kimin maupun fisika dimana oksigen sendiri merupakan gas tidak berwarna dan
tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan hidup dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel relaksasinya,
menghasilkan energi. Karbondioksida dan air lewat proses bernapas yaitu
peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen (O2) serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung korbondioksida (CO 2)
sebagai sisa dari oksida yang rekur dari tubuh (Kusnanto, 2016). Kebutuhan
oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam
proses metabolisme tubuh.
Masalah kebutuhan Oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti pada seseorang yang
kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan akan terjadi kematian.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena jika kebutuhan oksigen
dalam tubuh berkurang, maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan
apabila hal itu berlangsung lama akan menimbulkan kematian. system yang

39
berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan adalah system pernapaan,
persarafan,dan kardiovaskuler (Andina & Yuni, 2017).

Penulis dalam mendapatkan data dari pasien menggunakan teknik


pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Dalam pengumpulan
data, penulis menggunakan pola fungsional Gordon. Alasan penulis
menggunakan pola fungsional Gordon adalah bahwa pola fungsional Gordon
mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang praktik yang
beragam.
Model pola fungsional kesehatan terbentuk dari hubungan antara pasien
dan lingkungan dan dapat di gunakan untuk perorangan, keluarga dan
komunitas. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang membantu
perawat mengumpulkan mengorganisasikan dan memilah milah data
(Potter,2018). Dalam hal ini penulis juga menggunakan acuan hierarki Maslow
yang membahas tentang lima kebutuhan dasar pada manusia. Kebutuhan dasar
manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis dalam psikologis, yang tentunnya
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Doenges, 2014).
Hasil pengkajian pola Gordon yang di temukan penulis diantaranya
sebagai berikut pola persepsi dan manajemen kesehatan sebelum sakit Pasien
mengatakan tidak terlalu memperhatikan kesehatanya selama sakit Pasien
mengatakan menyadari bahwa kesehatan itu penting pola nutrisi/ metabolic
sebelum sakit pasien mengatakan makan teratur, pagi dan sore 2-3x/hari makan
sayur dan makanan bernutrisi selama sakit pasien mengatakan nafsu makan
menurun, hanya menghabiskan ¼ porsi, 1x/hari karena terasa mual dan muntah.
Intake makanan sebelum sakit pasien mengatakan makan 2x sehari di pagi dan
sore hari porsi habis selama sakit pasien mengatakan makan hanya ¼ porsi, 1x
sehari Intake cairan sebelum sakit pasien mengatakan minum air putih banyak,
kurang lebih 5-6 gelas perhari (1.250-1.500cc/hari) selama sakit Pasien
mengatakan minum air putih dengan secukupnya saja, kurang lebih 3-4 gelas
per hari (750-1.000cc/hari). sebelum dan selama sakit pasien mengatakan BAB
normal 1-2x/ hari dan lancer pasien mengatakan BAK lancar namun warna
keruh, dan BAK tidak tuntas. Pola tidur selama sakit pasien mengatakan tidur
terganggu, tidur hanya 1-2 jam, dan tidur selalu terjaga karena merasa cemas.
40
Pola aktivitas latihan pasien di bantu orang lain dari makan/ minum,
mandi, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi.
pasien mengatakan aktivitasnya menjadi lebih terbatas, karena sakitnya lebih
sering terbaring di tempat tidur. pola persepsual sebelum sakit pasien
mengatakan pengelihatan terganggu karena mata minus. pola persepsi diri
pasien mengatakan merasa cemas dengan sakitnya karena takut tidak bisa
sembuh dan merasa dirinya merepotkan orang lain. pola seksualitas dan
reproduksi selama sakit pasien mengatakan ada masalah di bagian reproduksi
dan seksualitas karena sakit. pola peran hubungan pasien mengatakan
komunikasi dan hubungan dengan orang lain keluarga dan tetangga baik-baik
saja, akrab serta rukun, kondisi keuangan stabil. pola managemen koping-
intoleransi stress sebelum sakit pasien mengatakan kehidupannya baik-baik saja
bebas ingin beraktivitas karena sehat selama sakit pasien mengatakan yang
tadinya kehidupannya normal, bebas bergerak dan beraktivitas, kini hanya bisa
terbaring di tempat tidur saja.
sistem nilai dan keyakinan/ kepercayaan selama sakit pasien mengatakan
melaksanakan sholat 5 waktu hanya bisa dengan terbaring/ tiduran. Didapatkan
hasil pemeriksaan fisik keadaan umum sedang tingkat kesadaran composmentis
E4, M6, V5, 15 tekanan darah 136/81 mmHg respirasi 28x/menit, suhu 36,6°C,
nadi: 79x/menit, SpO2 : 91%, BB 60kg, TB 165cm hidung bersih tidak ada
lendir, terpasang oksigen nasalkanul, keadaan fisik thorax klien menggunakan
nafas bantu dada. Genetalia klien terdapat benjolan di scortum sebelah kiri,
terpasang infus Nacl di tangan kanan, Ekstremitas bawah terdapat edema, akral
hangat.
Dalam kasus ini pasien mengalami diagnosa medis scortum. Abses
merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di
sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi(biasanya oleh bakteri atau
parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau
jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses
adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisinanah
(Zumana, 2019).
Menurut (Zumana, 2019) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara:
41
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain

c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c) Terdapat gangguan sistem kekebalan, Bakteri tersering penyebab abses
adalah Staphylococus Aureus.
Pasien mendapatkan penanganan infus Nacl 0,9 Habis dalam 20 menit, 5
jam kmd, NaCI 0.9 % merupakan cairan infus yang mengandung NaCl 0.9%.
Infus ini digunakan untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi. Ion natrium adalah elektrolit utama pada cairan ekstraselular yang
diperlukan dalam distribusi cairan dan elektrolit lainnya. Injeksi ketorolac 1
amp 2x50g, Ketorolac merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) yang memiliki bentuk sediaan tablet dan suntik, Ketorolac bekerja
dengan cara menghambat produksi senyawa kimia yang bisa menyebabkan
peradangan dan rasa nyeri (National Institute of Health, 2021), Injeksi
Ranitidine 2x1 amp 2x30mg Ranitidine dengan rumus molekul C13H22N4O3S.
HCl merupakan antagonis reseptor histamin H2 yang menghambat produksi
asam lambung (Naim, 2016).
Perawat juga memberikan terapi oksigen nasalkanul 5ltr/menit pada
pasien. Nasal kanula/binasal kanula, nasal kanula merupakan alat yang
sederhana dan dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-6 liter/menit dan
konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%. terapi oksigen adalah tindakan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO 2 >
21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan
mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja
napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO 2 > 60% mmHg atau
SaO2>90% (Tarwoto dan Wartonah, 2015).

42
.
B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan didefinisikan sebagai penilaian klinis tentang


pengalaman/ respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas tehadap
masalah kesehatan/ proses kehidupan aktual atau potensial, dan memberi dasar
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang dapat
dipertanggung jawabkan (Herdman dkk, 2015).

Menurut Gordon diagnosis keperawatan adalah sebuah diagnosis yang di


buat oleh petugas keperawatan profesional, diagnosis menggambarkan tanda
serta gejala yang menunjukan masalah kesehatan yang di rasakan pasien atau
klien.

1. Diagnosa keperawatan yang di temukan pada kasus nyata yang sesuai dengan
teori

a. Pola napas tidak efektif b.d kecemasan (D.0005)

Pola nafas tidak efektif adalah Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat (SDKI, 2016). Untuk etiologi yang ditegakan
penulis menegakan kecemasan karena pada data hasil pengkajian di dapatkan
pasien sesak napas karena takut akan di operasi dibuktikan dengan terlihat
bernapas dengan cepat RR: 28x/menit, pernapasan cuping hidung SpO2 : 91%.
tubuh akan bereaksi dengan respons fight-or-flight. Disampaikan (Fahlevi,
2021) mekanisme respons tubuh saat menghadapi stres tersebut menyebabkan
kelenjar adrenal meningkatkan produksi hormon adrenalin dan hormon stres
kortisol. ketika hormon adrenalin dan kortisol diproduksi secara masif, denyut
jantung ikut meningkat, Hal ini karena organ tersebut memompa darah ke
seluruh tubuh secara lebih cepat.

43
Penyebab pola napas tidak efektif menurut (SDKI,2016) adalah Depresi
pusat pernapasan, hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas tulang dada, gangguan
neuromuscular, gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif,
cedera kepala ganguan kejang), maturitas neurologis, penurunan energi,
obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi,
kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas), cedera pada medula
spinalis, efek agen farmakologis, kecemasan. Gejala dan Tanda Mayor pola
napas tidak efektif menurut SDKI, 2016 Subjektif Dispnea, Objektif
Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-stokes).
Gejala dan Tanda Minor pola napas tidak efektif menurut (SDKI, 2016)
Subjektif Ortopnea, Objektif Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun,
ekskursi dada berubah. Pola napas tidak efektif pada Tn.I di tandai dengan
pasien mengatakan sesak napas karena takut akan di operasi terlihat bernapas
dengan cepat RR: 28x/menit, pernapasan cuping hidung SpO2: 91%.

Adapun alasan penulis mengangkat diagnosa pola napas tidak efektif


sebagai masalah keperawatan utama adalah karena pasien mengeluhkan sesak
napas sebagai masalah utamanya dimana di lakukan pengkajian awal dan saat
dilakukan wawancara pertanyaan apa keluhan utama yang paling dirasakan,
pasien menjawab sesak napas karena takut akan di operasi.

2. Diagnosa keperawatan yang tidak di temukan pada kasus nyata tetapi ada di
konsep teori, terdiri dari :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017) bersihan jalan napas tidak
efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. Penyebab terjadinya bersihan
jalan napas tidak efektif adalah fisiologis, spasme jalan napas, hipersekresi jalan
napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan
napas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding jalan napas, proses
44
infeksi, respon alergi, efek agen farmakologis (mis. anastesi). Situasional
merokok aktif, merokok pasif, terpajan polutan. Pada bersihan jalan napas tidak
efektif terdapat tanda gejala mayor dan minor yaitu gejala tanda mayor dan
minor terdiri dari data objektif batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih, mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering, mekonium di jalan nafas
pada neonatus. gejala dan tanda minor subjektif dyspnea, sulit bicara, ortopnea
objektif gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola
napas berubah.

Alasan penulis tidak menegakan diagnosa bersihan jalan napas tidak


efektif adalah saat dilakukannya pengkajian penulis tidak mendapatkan data
yang mendukung untuk di tegakkannya diagnosa tersebut.

b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi- perfusi

Gangguan pertukaran gas merupakan suatu kelebihan atau kekurangan


oksigenasi dan atau eleminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler
(PPNI, 2016). Dalam buku standar Diagnosis keperawatan indonesia (PPNI,
2016) Penyebab gangguan pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler. gejalan dan tanda mayor subjektif
dyspnea gejalan dan tanda mayor objektif PcO 2 meningkat / menurun, PO2
menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan.
gejala dan tanda minor subjektif pusing, penglihatan kabur gejala dan tanda
minor objektif sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal (cepat / lambat, regular/iregular, dalam/dangkal), warna kulit
abnormal (mis. pucat, kebiruan), kesadaran menurun.

Alasan penulis tidak menegakan diagnosa gangguan pertukaran gas


adalah saat dilakukannya pengkajian penulis tidak mendapatkan data yang
mendukung untuk di tegakkannya diagnosa tersebut.

3. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata tetapi tidak ada di

konsep teori, terdiri dari :

a. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur (D.0055)

45
Gangguan pola tidur adalah Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur
akibat faktor eksternal (PPNI, 2017). Penyebab gangguan pola tidur antara lain
hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan),
kurang kontrol tidur, kurang privasi, restraint fisik, ketiadaan teman tidur, tidak
familiar dengan peralatan tidur. Adapun gejala dan tanda mayor subyektif
mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur,
mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup. gejala dan tanda
minor subjektif mengeluh kemampuan beraktivitas menurun. Dalam diagnosa
tersebut perawat salah mendiagnosa, seharusnya diagnosa yang benar adalah
ansietas. Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menhadapi ancaman (PPNI,
2016).

Penyebab ansietas meliputi krisis situasional, kebutuhan tidak terpenuhi,


krisis maturasional, ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
kekhawatiran mengalami kegagalan, disfungsi sistem keluarga, hubungan orang
tua-anak tidak memuaskan, faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi
sejak lahir, penyalahgunaan zat, terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin,
polutan, dan lain-lain), kurang terpapar informasi. gejala dan tanda mayor
subjektif merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat, sulit berkonsenstrasi.
objektif tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur. gejala dan tanda minor
subjektif mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya. objektif
frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, mekanan darah
meningkat, diaphoresis, tremos, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak
mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu. Karena sesuai dengan
kondisi pasien saat pengkajian didapatkan hasil Pasien mengatakan sulit tidur
dan selalu terjaga, pasien nampak gelisah, anoreksia, frekuensi nadi 28x/menit,
SpO2 : 91%. Hal tersebut yang menyebabkan pasien mengalami ansietas.

b. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)

Menurut (PPNI, 2017) Defisit nutrisi adalah Asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhikebutuhan metabolisme. Penyebab Defisit nutrisi antara lain
ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna makanan,

46
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan metabolism,
faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi), faktor psikologis (mis, stres,
keengganan untuk makan). Gejala dan tanda mayor objektif berat badan
menurun minimal 10% di bawah rentang ideal. Gejala dan tanda minor subjektif
cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun.
objektif bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok
berlebihan, diare.

Dalam diagnosa tersebut perawat salah mendiagnosa, seharusnya diagnosa yang


benar adalah Resiko defisit nutrisi.

Resiko defisit nutrisi adalah beresiko mengalami asupan nutrisi tidak


cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Pada diagnosa keperawatan
resiko defisit nutrisi terdapat faktor resiko ketidakmampua mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme,
faktor ekonomi dan faktor psikologis. karena sesuai dengan kondisi pasien saat
pengkajian didapatkan hasil Pasien mengatakan Pasien mengatakan tidak nafsu
makan karena mual dan muntah Hal tersebut yang menyebabkan pasien
mengalami resiko defisit nutrisi. masalah resiko deficit nutrisi karena tidak
ditemukan tanda berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
untuk memenuhi validasi penegakkan diagnosa defisit nutrisi pada SDKI sekitar
80-100%.

47
BAB V
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Dari hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada Tn.I diperoleh data
bahwa diagnosa medis Tn.I adalah Pola nafas tidak efektif dengan keluhan
saat pengkajian pasien mengatakan Pasien mengatakan sesak napas Diagnosa
keperawatan yang dirumuskan pada kasus Tn.I dengan gangguan Oksigenasi,
ditemukan Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan Gangguan
pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur, Defisit nutrisi
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan. Intervensi
keperawatan yang dirumuskan untuk diagnosa Pola nafas tidak efektif adalah
monitor pola napas (frekuensi), posisikan semi fowler, berikan oksigen
melalui nasal kanul, Implementasi untuk diagnosa Pola nafas tidak efektif
dilakukan selama 2x24 jam Melakukan Memonitor pola napas (frekuensi ).
Memberikan oksigen nasal kanul 5 liter, Memposisikan posisi semi fowler.
Evaluasi pada catatan perkembangan pasien menggunakan SOAP dengan
diagnose Pola nafas tidak efektif, Gangguan pola tidur, Defisit nutrisi.

Adapun penulis mengangkat diagnosa utama Pola napas tidak efektif


dikarenakan keluhan utama pasien sendiri adalah sesak napas terlihat bernapa
dengan cepat, pernapasan cuping hidung. Adapun dua diagnosa lain seperti
Gangguan pola tidur dan defisit nutrisi sendiri kurang memenuhi data penega
yang ada sehingga panulis kesulitan menegakan dua diagnosa tersebut sebagai
diagnosa utama. Adapun penulis mencantumkan dua diagnosa tersebut sebagai
diagnosa pendukung.

B. Saran

1. Rumah Sakit
Perlu adanya kerjasama antara ruangan dengan bagian tenaga
kesehatan yang lain untuk mengatasi masalah yang ada pada pasien.
Perawat dalam melakukan pengkajian kepada pasien hendaknya lebih teliti

48
sehingga data yang didapat benar-benar sesuai dengan yang diharapkan dan
untuk menghindari kesalahan penentuan diagnose keperawatan.

2. Mahasiswa
Lebih termotivasi untuk mencari informasi atau menambah
pengetahuan dan wawasan dari buku atau tenaga kesehatan sehingga dapat
mencegah atau menangani gangguan kenyamanan dan keamanan ini.

49
DAFTAR PUSTAKA

Aslinda, A. (2019). Penerapan askep pada pasien an. R dengan


bronchopneumonia dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi,
Journal of Health, Education and Literacy (J-Healt), 2(1), 35-40.

INDAR ASMARANI, P., Tahir, R., & Muhsinah, S. (2018). Asuhan


Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang
Laikawaraka Rsu Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kendari).

Anggraini, N. P. (2020). Asuhan Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif Soegiri


Lamongan. (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
AIRLANGGA).

Anggarsari, Y. D., Setyorini, Y., & Rifai, A. (2018). Studi Kasus Gangguan
Pola Napas Tidak Efektif Pada Pasien Efusi Pleura. Interest:
Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(2).

Fitriani, R. (2016). Analisis Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Masalah


Pola

Nafas Tidak Efektif Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Semarang

PPNI, (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indnesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PNI.

PPNI (2018). Standar Intervens Keperawatan Indosnesia : Definisi dan


Tindakan Keperawatan,Edisi 1. Jakarta: DPP PNI.

Doengoes, M.E., Moorhouse, M, F., & Geisslar, A. C. (2014). Rencana Asuhan


Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasianerawatan Pasien. Jakarta: EGC.

50

Anda mungkin juga menyukai