Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

R
DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG IGD
RSUD RAA. SOEWONDO PATI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pembimbing Lapangan: Ika W., S.Kep.Ners
Dosen Pembimbing Klinik: Ns. Henni Kusuma, M.Kep., Sp. Kep.MB

Disusun Oleh:

Nurul Inayati (22020114120058)


Hanifah Dian A (22020114120027)
Anisa Dyah Nur K (22020114130065)
Meita Astriati K.D (22020114130073)
Dika Ekivalent (22020114130124)

A.14.1
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan
(penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru (pernafasan luar). Dengan
bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang
sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan
hidrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses
metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon
dioksida dan air dihilangkan (Pearce, 2008).
Sistem respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang merupakan
parameter kesehatan manusia. Jika salah satu sistem respirasi terganggu maka secara
system lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal ini dapat menimbulkan
terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit.
Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia
khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut
laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian
pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab
kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila
diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap
jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat pneumonia,
yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia. Insiden pneumonia di
negara berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun (10-20%).
Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima
dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control, 2013). Dan insiden asma menurut
WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma.
Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia,
prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5 %5 (3-8%2
dan 5-7%7) penduduk Indonesia menderita asma.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan dasar
klien secara holistik memiliki tanggung jawab untuk membantu pemenuhan kebutuhan
oksigen klien yang tidak adekuat.
Dalam tindakannya, seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan harus
melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
dan evaluasi. Diagnosa keperawatan adalah suatu bagian integral dari proses
keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi
data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan
memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual)
dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem respirasi dapat berupa
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah
ketidak-mampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan ketidak
efektifan bersihan jalan nafas.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui konsep gangguan sistem pernafasan.
b. Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian keperawatan pada pasien dengan
ketidak efektifan bersihan jalan nafas.
c. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada
gangguan sistem pernafasan berbasis data pengkajian fokus.
d. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan.
e. Mahasiswa mampu menganalisis perencanaan, implementasi, serta evaluasi
pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.
1.3 Manfaat
Mahasiswa memiliki kompetensi (kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam
melakukanasuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan kegawatan pada sistem
pernafasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Menurut Nanda 2015-2017, ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu ketidak-
mampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas.
2.2 Etiologi
Menurut Nanda (2015-2017), faktor yang berhubungan dari masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas meliputi:
a) Lingkungan; perokok aktif, perokok pasif, dan terpajan asap.
b) Obstruksi jalan napas; adanya jalan nafas buatan, terdapat benda asing dijalan napas,
eksudat dalam alveoli, hiperplasia pada dinding bronkus, mukus berlebihan,
menyakit paru obstruksi kronis, sekresi yang tertahan, dan spasme jalan nafas.
c) Fisiologis; asma, disfungsi neuro muskular, infeksi, dan jalan nafas alergik.
2.3 Patofisiologi/Pathways
Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih
dari faktor berikut ini :
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.
3. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam
paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin,
prostaglandin, serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas
menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan
mukus yang sangat banyak.Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot
bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma
idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti:
infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi, dan polutan. Jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat.Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan
hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan
pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri
(pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila
serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut
sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia
bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang
meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam
darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita
kenal dengan gagal nafas.Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan
asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya
menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa
melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni
sehingga akan memperburuk keadaan.
Pathways

Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik

Infeksi kuman
Alergen dan faktor genetik

Infeksi saluran
pernapasan

Pengaktifan respon imun

Pengaktifan mediator kimiawi


histamin, serotonin , kinin

Dx: Ketidak
Penyempitan jalan napas Penurunan ekspansi paru Sesak napas efektifan pola napas Inflamasi

Sekresi
Edema mukosa Dx: Gangguan
pertukaran gas Intervensi:
- Fisioterapi dada
Reflek batuk Sputum Bronkospasme Terdengar Dx: Ketidakefektifan - Batuk efektif
wheezing, ronki bersihan jalan napas - Pemberian nebul, nasal kanul 3 tpm
- Kolaborasi dengan obat
2.4 Manifestasi Klinis
Subjektif
 Dispnea
Objektif
 Suara napas tambahan(jenis:  Penurunan suara napas
wheezing, ronki)  Ortopnea
 Perubahan pada irama dan  Gelisah
terjadi peningkatan frekuensi  Sputum berlebihan(sputum
pernapasan yang kental dan lengket,
 Batuk tidak ada atau tidak warna putih kekuningan,
efektif tertahan)
 Sianosis  Mata terbelalak
 Kesulitan untuk berbicara
(Nanda 2015-2017)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Clover Felix, (2012) pemeriksaan penunjang pada pasien gangguan pernafasan
meliputi:
1. Skin test
Interpretasi: Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik
selular seseorang karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan
anamnesis dan keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur
diagnostik yang lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa
kemungkinan terdapat gangguan pada sistem imunitas selular, maka dapat
dipertimbangkan pemberian imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya
pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara in vivo.
2. Chest X-ray
Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa pulmonaty
shadows dengan allergic bronchipulmonary aspergilosis.
Gambar Chest X-Ray pada allergic bronchipulmonary aspergilosis
3. Histamin bronchial provocation test
Untuk mengindikasikan adanya airway yang hiperresponsif, biasanya ditemukan
pada seluruh penyakit asma, terutama pada pasien dengan gejala utama batuk.
Test ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang mempunyai fungsi paru yang buruk
(FEV1<1,5L).
4. Blood and sputum test
Pasien dengan asma mungkin memiliki peningkatan eosinofil di darah perifer
(>9,4x109/L) dan sputum dalam jumlah banyak yang menyebabkan sumbatan pada
jalan napas.

2.6 Pengkajian Primer


Menurut Nurhasanah, (2013) pengkajian primer meliputi:
A (Airway)
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
B (Breathing)
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, wheezing---spesifik asma
bisa diperincidari etiologi lainnya, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
C (Circulation)
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut(apakah ada pada derajat status asmatikus/tingkat berat atau
bgmn dijelaskan?).
D (Disability)
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau sama
sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelas dan
cepat adalah:
E (Exposure)
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang mungkin
ada(untuk pasien asma bgmn?bila pada pasien trauma tumpul/tajam area thorax atau
cervical ya ada jejas), jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
2.7 Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post Illness, Last Meal, dan Event/
Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari
kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik. (Nurhasanah,
2013)
a. Pengkajian SAMPLE
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut : (Nurhasanah, 2013)
S : Sign and Symptom
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu ada jejas pada thorak,
nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi, pembengkakan lokal dan
krepitasi pada saat palpasi, pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
dispnea(jenisnya untuk asma ekspirasi memanjang disertai mengi!),
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, penurunan tekanan darah.
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan
ataupun kebutuhan akan makan/minum.---status asmatikus bs disebabkan
allergen debu, bulu hewan, makanan udang (kandungannya apa?), dll)
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan
klien dan tidak menimbulkan reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai
dengan riwayat pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.—asma yang
berulang bisa memperberat kondisi gangguan keb dasar oksigenasi pasien saat
ini!
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan—reaksi alergi! atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened—
apakah rumah lembab, banyak bulu hewan, atau bekerja di area berdebu/asbes, dll!
b. Tanda-tanda vital---bgmn kemungkinan data yang muncul?
 Suhu  Berat Badan beserta usia
 Nadi  Respiratory Rate
c. Pengkajian Fisikbgmn kemungkinan data yang muncul?
 Kepala meliputi; mata, hidung,
telinga, mulut
 Leher
 Dada dan Jantung
 Paru-paru
 Abdomen
 Genitalia
 Ekstremitas
 Kulit
2.8 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
(00031)
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme (00032)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (00030)
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama atau imunitas (00004)
(Nanda, 2015-2017)

2.9 Intervensi Keperawatan


a. Bersihan jalan napas tidak efektifberhubungan dengan peningkatan produksi
sekret(00031)
NOC:
 Status pernapasan: kepatenan jalan nafas (0410)
NIC:
 Pengaturan posisi (0840)
 Terapi oksigen (3320)
 Monitor pernafasan (3350)
 Terapi intravena (4200)
 Penghisapan lendir pada jalan napas
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme (00032)
NOC:
 Status pernapasan (0415)
 Status pernapasan: ventilasi (0403)
NIC:
 Manajemen asma (3210)
 Pemberian obat (2300)
 Fisioterapi dada (2330)
 Pengaturan posisi (0840)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (00030)
NOC:
 Status pernapasan: pertukaran gas (0402)
NIC:
 Interpretasi data laboratorium (7690)
 Terapi oksigen (3320)
 Monitor penapasan (3350)
 Monitor tanda-tanda vital (6680)
 Penghisapan lendir pada jalan napas (3160)
 Manajemen asma (3210)
 Fisioterapi dada (2330)
 Terapi intravena (4200)
 Pengaturan posisi (0840)
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama atau imunitas (00004)
NOC:
 Keparahan infeksi (0703)
NIC:
 Kontrol infeksi (6540)
 Manajemen jalan napas (3140)
 Manajemen lingkungan (6480)
 Pengaturan posisi (0840)
 Monitor pernapasan (3350)
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Masuk : 2 Oktober 2017, pukul 10.25 WIB


No. Rekam Medis : 173392
Tanggal Pengkajian : 2 Oktober 2017, pukul 10.27 WIB
Triase judgement : Klien sadar, terdapat sumbatan jalan napas, klien sesak napas dengan
RR 32 x/menit, nadi adekuat dengan HR 112 x/menit

A. Pengkajian
1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
Identitas Klien:
a. Nama : An. R
b. Umur : 1 Mei 2006 (11 th)
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Kristen
e. Alamat : Sidoharjo RT.1/RW.2, Pati
f. Suku/ bangsa : Jawa/Indonesia
g. Pekerjaan : Pelajar
h. Pendidikan : SD
i. Status Perkawinan : Belum kawin

Identitas Penanggung Jawab:


a. Nama : Ny. T
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Hubungan dengan pasien : Ibu kandung
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas
3. Pemeriksaan Primer
a. Airway
Terdapat suara tambahan saat bernafas berupa ronchi pada bagian
thorak,wheezing,serta klien batuk dan pilek.
b. Breathing
Klien mengalami dipsnea, RR : 32 x/menit, tidak ada pernapasan cuping hidung,
klien tidak terlihat menggunakan otot bantu pernapasan, terlihat retraksi dinding
dada. Pengembangan dada simetris.
c. Circulation
Nadi klien 112x/menit (takikardi), nadi klien teraba kuat, SpO2 94%, klien
sianosis, mukosa bibir klien kering, turgor kulit elastis, CRT >2 detik, akral teraba
dingin.
d. Disability
GCS klien 15 yaitu E: 4, M: 6, V: 5.
e. Exposure
Tidak terdapat cidera, jejas, lesi maupun oedem.

4. Pemeriksaan Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh sesak nafas sejak ± 1 hari sebelum masuk RSUD RAA
Soewondo Pati. Selain mengeluh sesak klien juga mengeluh batuk, pilek dan
dahaknya tidak bisa keluar. Saat tiba di IGD rumah sakit kondisi pasien sesak
napas dengan SpO2 94%, demam 37 0C.
 Riwayat kesehatan lalu
Klien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan.Klien memiliki keluhan
sesak sejak usia 2 tahun. Setiap sesaknya kambuh klien dibawa ke puskesmas
dan mendapat terapi nebulizer. Klien tidak mengkonsumsi obat khusus asma.
 Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien tidak memiliki penyakit keturunan. Tidak ada riwayat asma
pada keluarga klien.
b. Pemeriksaan antropometri
TB : -, BB : 40 kg, pemeriksaan antropometri dilakukan karena pada anak tidak
dianjurkan melakukan pemeriksaan tekanan darah sehingga dilakukkan
pemeriksaan antopomrti sebagai data penunjang.
c. Pemeriksaan fisik
1. Kepala : bentuk kepala mesochepal, tidak ada luka pada kepala, rambut
berwarna hitam, dan penyebaran rambut merata.
 Mata : Kedua mata simetris, reaksi terhadap cahaya bagus, klien mampu
membuka mata sendiri, konjungtiva anemis, tidak terdapat kemerahan pada
mata.
 Hidung : Kedua lubang hidung simetris, tidak terdapat luka pada hidung,
terdapat sekret pada hidungdengan warna putih kekuningan dan kental tidak
terpasang NGT, terpasang nasal kanul O2 3 lpm, belum ada perubahan
setelah 2 menit pemasangan O2.
 Telinga : Kedua daun telinga simetris, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, tidak terdapat luka pada telinga, cairan dalam telinga dalam
batas normal.
 Mulut : bibir kering, bibir klien terlihat sianosis, gigi klien nampak bersih,
tidak ada yang berlubang dan tanggal.
2. Leher
Inspeksi : tidak terdapat luka pada leher, tidak ada kaku kuduk, tidak terdapat
tonjolan vena jugularis.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada leher, tidak ada perbesaran kelenjar tiroid
3. Jantung
Inspeksi : tampak ictus cordis
Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS 5, denyutan aorta teraba kuat
Perkusi : Pekak, tidak ada pembesaran pada jantung
Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan (mur-mur) maupun gallop, bunyi si
dan s2 reguler.
4. Paru-paru:
Inspeksi : Bentuk dada simetris. Tidak terdapat jejas pada kulit dada,
terlihat perubahan kedalaman saat inspirasi yaitu dipsneu.
Palpasi : Gerakan dinding dada antara kanan dan kiri simetris selama
bernafas.
Perkusi : Perkusi paru terdengar sonor
Auskultasi : Terdapat bunyi tambahan ronchidi thorak yaitu pertemuan
antara trakea trakea dan bronkusdan wheezing
5. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen cembung, warna kulit sawo matang dan tidak
terdapat lesi.
Auskultasi : Bising usus normal 8x/ menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa di perut.
Perkusi : Terdengar suara timpani.
6. Genetalia : Tidak terkaji.
7. Ekstremitas
Atas : tidak terdapat lesi, oedem, terdapat sianosis pada kuku tangan, akral
teraba dingin, CRT > 2 detik
Bawah : tidak terdapat lesi, oedem, tidak terdapat sianosis pada kuku kaki,
akral teraba dingin, CRT > 2 detik
5555 5555
5555 5555
5. Pemeriksaan Penunjang
Pelayanan yang ditawarkan, cek darah rutin, cek sputum
5. Terapi

Jenis Dosis Rute Indikasi & Cara Kerja Kontra Indikasi Efek Samping
Terapi pemberia
n
Pamol 3x1 oral Indikasi:  Jangan diberikan  Obat ini bisa menyebabkan kerusakan hati
tablet  Pamol tablet untuk pasien yang terutama jika penggunaanya melebihi dosis
(paracetamol) memiliki riwayat yang dianjurkan. Potensi efek samping ini
digunakan untuk hipersensitif meningkat pada orang-orang yang
menurunkan terhadap mengkonsumsi alkohol.
demam pada paracetamol.  Efek samping ringan pada saluran
segala usia. pencernaan misalnya mual dan muntah.
Namun obat ini (https://mediskus.com/p Pada penggunaan dosis yang lebih tinggi
sebaiknya aracetamol) diketahui meningkatkan resiko terjadinya
digunakan bila perdarahan lambung.
suhu tubuh sudah  Efek samping pada ginjal relatif jarang.
benar-benar tinggi Namun pada penggunaan jangka panjang,
dan membutuhkan dapat meningkatkan resiko kerusakan
terapi obat ginjal termasuk gagal ginjal akut.
penurun panas.  Efek samping pada kulit kejadiannya
Rekomendasi jarang. Pada tahun 2013, FDA (US Food
WHO: and Drug Administration) memperingatkan
penggunaan obat kemungkinan terjadinya efek pada kulit
penurun panas seperti sindrom stevens-johnson dan
dilakukan bila nekrolisis epidermal toksik akibat
suhu tubuh lebih pemakaian paracetamol, meski hal ini
besar dari 38.5 °C sangat jarang namun bisa fatal jika terjadi.
(101.3 °F).  Beberapa ahli menyarankan untuk
 Untuk meredakan menghindari penggunaan obat ini pada
sakit kepala, sakit penderita asma terutama anak-anak, karena
gigi dan nyeri ada kemungkinan menyebabkan
ringan lainnya. peningkatan resiko asma ataupun
Pada nyeri yang memperburuk penyakit asma yang telah
lebih berat seperti diderita sebelumnya.
nyeri pasca  Reaksi hipersensitivitas akibat pemakaian
operasi biasanya obat ini sangat jarang, namun jika terjadi
dikombinasikan pertolongan medis harus segera diberikan
dengan NSAID karena bisa menyebabkan syok anafilaksis
atau analgetic yang berakibat fatal.
opioid.  Beberapa ahli mengaitkan penggunaan
 Kombinasi paracetamol oleh ibu hamil, dengan resiko
paracetamol terjadinya asma pada anak-anak dan
dengan kafein peningkatan ADHD. Namun paracetamol
adalah obat lini tetap dianjurkan sebagai obat pilihan
pertama pada pertama untuk nyeri dan demam selama
pengobatan kehamilan, meski tetap harus
migrain. memperhatikan resikonya.
 Paracetamol bisa
dipilih untuk (https://mediskus.com/paracetamol)
meredakan nyeri
pada arthritis
ringan, dengan
efek yang
sebanding dengan
aspirin tetapi efek
samping yang
lebih ringan.
 Obat ini adalah
komponen utama
pada obat flu dan
pilek yang beredar
luas di pasaran.

(https://mediskus.co
m/paracetamol)
Salbutam 2 mg Indikasi: Penderita yang  Nausea
ol Salbutamol hipersensitif terhadap  Sakit kepala
merupakan obat salbutamol.  Palpitasi
bronkodilator untuk  Tremor
menghilangkan gejala (https://bukusakudokter  Vasodilatasi periferal
sesak napas pada .org/2013/11/15/salbuta  Takikardi
penderita asma mol/)  Hipokalemi yang kadang-kadang timbul
bronkial, bronkitis sesudah pemberian dosis tinggi.
asmatis dan emfisema
pulmonum. (https://bukusakudokter.org/2013/11/15/salbut
amol/)
(https://bukusakudokt
er.org/2013/11/15/sal
butamol/)
Ambroxol ½ tablet Indikasi: Pasien dengan reaksi Ambroksol umumnya ditoleransi dengan baik.
Penyakit saluran alergi atau hipersensitif Efek samping yang ringan pada saluran
pernapasan akut dan terhadap ambroxol. pencernaan dilaporkan pada beberapa pasien.
kronis yang disertai Reaksi alergi.
sekresi bronkial yang (https://bukusakudokter
abnormal, khususnya .org/2012/10/07/ambro (https://bukusakudokter.org/2012/10/07/ambr
pada eksaserbasi dan xol/) oxol/)
bronkitis kronis,
bronkitis asmatik,
asma bronkial.
(https://bukusakudokt
er.org/2012/10/07/am
broxol/)
Cetirizine 3 mg Indikasi:  Jangan menggunakan  Efek samping yang paling umum dari obat
 Obat ini digunakan obat ini untuk pasien golongan anti histamin adalah sedasi dan
untuk mengobati yang memiliki retardasi psikomotor. Namun karena obat ini
rhinitis alergi (hay riwayat hipersensitif termasuk golongan anti histamin non sedatif,
fever), efektif pada Cetirizine. efek samping ini relatif jarang namun tetap
untuk mengurangi harus diwaspadai.
gejala baik pada (https://www.farmasian  Efek samping yang lain misalnya
mata maupun a.com/cetirizine/cetirizi mengantuk, insomnia, kelelahan, pusing,
hidung seperti : ne/) sakit kepala, faringitis, sakit perut, batuk,
bersin, hidung diare, epistaksis, bronkospasme, mual,
meler, rasa gatal muntah, dan mulut kering.
atau terbakar pada
mata. (https://www.farmasiana.com/cetirizine/cetiriz
 Obat pilihan untuk ine/)
mengobati urtikaria
akut maupun
kronis. Cetirizine
diketahui lebih
efisien daripada
antihistamin
generasi kedua
lainnya. Obat ini
juga lebih dipilih
daripada
diphenhydramine
karena cetirizine
mempunyai efek
samping yang lebih
kecil terhadap
sistem saraf pusat.
 Seperti loratadine,
Obat ini bisa
digunakan untuk
mengurangi gejala-
gejala pada
penyakit Kimura
(kimura’s disease).
Kimura’s disease
adalah suatu
penyakit yang
mempengaruhi
kelenjar getah
bening dan
jaringan lunak
pada kepala dan
leher dalam bentuk
lesi seperti tumor.

(https://www.farmasi
ana.com/cetirizine/cet
irizine/)
Cefotaxim 1 gr Indikasi: Hipersensitif terhadap  Kulit: rash, pruritus.
e Digunakan untuk: sefotaksim, komponen  Saluran cerna: kolitis, diare, mual dan
 Infeksi saluran lain dalam sediaan dan muntah.
napas sefalosporin lainnya.  Lokal: sakit pada tempat suntikan.
 Kulit dan struktur  Anafilaksis dan aritmia (setelah pemberian
kulit (http://www.mipa- injeksi I.V kateter pusat), peningkatan
 Tulang dan sendi farmasi.com/2016/05/c BUN, kanidiasis,kreatinin meningkat,
 Saluran urin efotaxime.html) eusinophilila, erythema multiforme,
 Ginekologi demam, sakit kepala, interstitial nephritis,
seperti, neutropenia, phlebitis, pseudomembranous
septisemiam colitis, sindrom Stevens-Johnson,
dugaan meningitis trombositopenia, transaminases meningkat,
 Aktif terhadap toxic epidermal necrolysis, urtikaria,
basil Gram vaginitis.
negative (kecuali  Dilaporkan juga adanya reaksi ESO dari
Pseudomonas sefalosporin lainnya: Agranulositosis,
 Gram positif cocci anemia hemolitik, pendarahan,
(kecuali pancytopeni, disfungsi ginjal, pusing,
enterococcus superinfeksi, toxic nephropathy.
 Aktif terhadap
beberapa (http://www.mipa-
penicillin yang farmasi.com/2016/05/cefotaxime.html)
resisten
pneumococcus.

(http://www.mipa-
farmasi.com/2016/05
/cefotaxime.html)
O2 (Nasal 3 Indikasi: Kontra indikasi pada a. Langsung.
kanul) liter/men  Klien dengan nasal kanul yaitu:  Keracunan oksigen.
it kadar oksigen  Pada klien yang  CO2 naskosis
arteri rendah dari terdapat obstruksi  Atelektasis (tindakan langsung
hasil analisa gas nasal. diintubasi)
darah  Pada klien yang  Retrolethal fibroplasia, kebutaan
 Klien dengan membutuhkan  Gangguan neurologis
peningkatan kerja kecepatan aliran >6  Gangguan gerakan silia dan selaput
nafas, dimana L/menit dan lendir
tubuh berespon konsentrasi >44% b. Tidak langsung
terhadap keadaan  Nasokomial infection
hipoksemia (http://nursingbegin.co  Mucous plug
melalui m/terapi-  Kembung
peningkatan laju oksigen/#!/tcmbck)  Barotrauma paru
dan dalamnya
pernafasan serta (http://nursingbegin.com/terapi-
adanya kerja otot- oksigen/#!/tcmbck)
otot tambahan
pernafasan.
 Klien dengan
peningkatan kerja
miokard, dimana
jantung berusaha
untuk mengatasi
gangguan oksigen
melalui
peningkatan laju
pompa jantung
yang adekuat.
Berdasarkan
indikasi utama
tersebut maka
terapi pemberian
oksigen di
indikasikan
kepada klien
dengan gejala:
1. Klien dengan
keadaan tidak
sadar
2. Sianosis
3. Hipovolemia
4. Perdarahan
5. Anemia berat
6. Keracunan gas
karbondioksida
7. Asidosis
8. Selama dan
sesudah
pembedahan.

Pada indikasi nasal


kanul diberikan pada
pasien PPOK (Paru-
Paru Obstruksi
Kronik).

(http://nursingbegin.c
om/terapi-
oksigen/#!/tcmbck)
Metil 4 mg Indikasi:  Tukak lambung  Mual
Prednisol  Artritis reumatoid  Osteoporosis  Anoreksia (kehilangan nafsu makan)
on  Asma bronkhial  Diabetes melitus  Nyeri otot
 Lupus  Penyakit infeksi  Gelisah
eritematosus sistemik  Edema
sistemik  Gagal ginjal kronis  Hipernatremia
 Demam reumatik  Hipokalemia
 Uremia
 Iritasi lambung
yang berhubungan  Hamil
dengan karditis.  Tuberkulosa aktif
(https://bukusakudokter.org/2013/03/28/predn
 Hipersensitif.
(https://bukusakudok isone/)
ter.org/2013/03/28/pr (https://bukusakudokter
ednisone/) .org/2013/03/28/predni
sone/)
Nebulizer 2 menit Indikasi:  Tekanan darah Henti nafas
 Rasa tertekan di tinggi autonomic  Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat
dada hiperrefleksi) dalam menggunakan alat atupun tekniknya
 Peningkatan  Nadi yang Kurang dalam pemberian obat karena
produksi sekret meningkat / malfungsi dari alat tersebut
 Pneumonia takikardi  Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan
(kongesti) dan  Riwayat reaksi yang menyebabkan efek yang tidak baik pada
atau atelektasis tidak baik dari sistem sekunder atau ventricular disritmia
pengobatan dapat ditemui pada pasien dengan kelebihan
(http://www.alatnebu dosis
lizer.com/2014/12/fu (http://www.alatnebuliz  Spasme bronkus atau iritasi pada saluran
ngsi-nebulizer.html) er.com/2014/12/fungsi- pernapasan
nebulizer.html)  Alat aerosol atau adapter yang digunakan
dan teknik penggunaan dapat
mempengaruhi penampilan karakter dari
ventilator terhadap sensitifitas sistem alarm
 Penambahan gas pada circuit ventilator dari
nebulizer dapat meningkatkan volume,
aliran dan tekanan puncak saluran udara
 Penambahan gas pada ventilator dari
nebulizer juga dapat menyebabkan kipas
ventilator tidak berjalan selama proses
nebulasi

(http://www.alatnebulizer.com/2014/12/fungsi
-nebulizer.html)
Flixotide 0,5 mg Indikasi:  Bronkospasme akut  Reaksi lokal: mungkin kandidiasis rongga
Nebule  Terapi anti-  Status asma (sebagai mulut dan faring, suara serak,
inflamasi Dasar prioritas sarana) bronkospasme paradoks.
asma (termasuk.  Sifat Bronchitis  Reaksi alergi: dalam beberapa kasus –
pada penyakit neastmaticheskoy ruam kulit, angioedema, dyspnea atau
parah dan  Anak-anak sampai bronkospasme, reaksi anafilaksis.
ketergantungan usia 1 tahun  Reaksi sistemik: hilangnya fungsi dari
pada  Penderita yang korteks adrenal, osteoporosis, retardasi
kortikosteroid hipersensitif pertumbuhan pada anak-anak, Katarak,
sistemik) pada terhadap obat. peningkatan tekanan intraokular,
orang dewasa dan glaukoma, Sindrom Cushing, Gejala
anak-anak 1 dan (http://omedicine.info/i Cushingoid. Ada juga laporan yang sangat
lebih tua d/fliksotid.html) langka hiperglikemia.
 Pengobatan  Ada: gangguan mental (kegelisahan,
penyakit paru gangguan tidur, perubahan perilaku,
obstruktif kronik termasuk. hiperaktif dan mudah
pada orang tersinggung / kebanyakan anak-anak /);
dewasa. sering – memar, pneumonia pada pasien
dengan PPOK.
(http://omedicine.info
/id/fliksotid.html) (http://omedicine.info/id/fliksotid.html)
B. Analisa Data
NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1. Data Objektif: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Fisiologis: asma, obstruksi jalan napas:
- RR: 32 x/menit (00031) spasme jalan nafas
- Klien terlihat menggunakan otot bantu pernafasan
- Dispnea
- Klien bernafas mnggunakan mulut
- Klien terlihat susah bernafas
- Terdengar bunyi ronky dan wheezing

Data Subjektif:
- Klien menggatakan susah bernafas
- Klien mengatakan sesak dada
- Klien mengatakan batuk dan pilek sejak 5 hari
yang lalu

C. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI

Ketidakefektifan besihan jalan nafas (00031) Status pernapasan: kepatenan jalan nafas Pengaturan posisi (0840)
b.d fisiologis: asma, obstruksi jalan napas: (0410) 1. Beri klien posisi fowler
spasme jalan nafas Setelah dilakukkan tidakan keperawatan selama Terapi oksigen (3320)
`15 menit ketidakefektifan besihan jalan nafas 2. Beri klien terapi O2 3 liter/menit melalui nasal
klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: kanul
1. Klien tidak terlihat menggunakan otot bantu 3. Monitor aliran O2
pernafasan 4. Pantau tanda-tanda vital klien (RR, HR)
2. Respiratory rate menurun dari 32 x/menit 5. Kaji saturasi O2 klien
menjadi 16-24 x/menit Kolaborasi
3. Tidak terdengar bunyi napas tambahan 6. Beri klien terapi nebulizersaat di IGD
(ronkhi dan wheezing) Monitor pernafasan (3350)
4. Tidak ada lagi sekret yang tertahan 7. Monitor suara nafas tambahan (Wheezing,
Ronkhi)
8. Monitor pola nafas (dispnea)
Terapi intravena (4200)
9. Memasang infus sesuai dengan yang
diresepkan dan monitor hasilnya
10. Ajarkan klien cara batuk efektif

D. Implementasi Keperawatan, Evaluasi


NO HARI, TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
DX JAM: FORMATIF SUMATIF
1 Senin, 2 Oktober 1. Memposisikan klien fowler S: Klien berkata, “udah nyaman”. S: Mahas
2017 O: - Klien berkata, “sesak nafas iswa
Jam: 10.28 - Klien terlihat lebih nyaman berkurang”.
- Klien terlihat menganggukkan - Klien berkata,
kepala saat perawat bertanya “tenggorokannya udah lega
“apakah posisi saat ini sudah tapi dahaknya belum keluar
nyaman?”. semua”.
1 Senin, 2 Oktober 2. Memberikan klien terapi oksigen S: - O: Mahas
2017 sesuai advice dokter sebesar 3 O: Klien terlihat lebih tenang - Klien tidak terlihat otot bantu iswa
Jam: 10.28 liter/menit melalui nasal kanul ditandai dengan tidak adanya pernafasan.
retraksi dinding dada. - Klien terpasang oksigen 3
1 Senin, 2 Oktober 3. Memonitor aliran oksigen S: Klien berkata, “oksigennya udah lpm melalui nasa kanul. Mahas
2017 kerasa”. - Masih terdengar suara ronkhi iswa
Jam: 10.29 O: Klien merasakan aliran oksigen dan wheezing
yang diberikan. - RR klien menurun dari 32
1 Senin, 2 Oktober 4. Memantau tanda-tanda vital klien S: - menjadi 24x/menit. Mahas
2017 (RR, HR) O: A: Masalah belum teratasi iswa
Jam: 10.27 - RR klien menurun dari 32 P: Lanjutkan pemberian
menjadi 24x/menit.45 intervensi seperti batuk efektif
- HR klien 112x/menit
1 Senin, 2 Oktober 5. Mengkaji saturasi oksigen klien S: - Mahas
2017 O: SpO2 klien tidak mengalami iswa
Jam: 10.27 peningkatan yaitu tetap 94%.
1 Senin, 2 Oktober 6. Memberikan klien terapi S: - Mahas
2017 nebulizer O: Klien terpasang nebulizer dan iswa
Jam: 10.31 dapat menghirup obat dengan
baik
1 Senin, 2 Oktober 7. Memonitor suara nafas tambahan S: - Mahas
2017 (Wheezing, Ronkhi) O: Masih terdengar suara nafas iswa
Jam: 10.33 wheezing dan ronki saat
dilakukan auskultasi.
1 Senin, 2 Oktober 8. Memonitor pola nafas (dispnea) S: Klien berkata, “udah mendingan Mahas
2017 sesaknya”. iswa
Jam: 10.33 O: Nafas klien belum stabil.
1 Senin, 2 Oktober 9. Memasang infus sesuai dengan S: Klien berkata, “ya” ketika Mahas
2017 yang diresepkan dan monitor perawat bertanya untuk iswa
Jam: 10.34 hasilnya persetujuan pemasangan infus.
O: infus terpasang, klien terlihat
menahan sakit.
1 Senin, 2 Oktober 10. Mengajarkan klien cara batuk S: Klien berkata, “dahaknya masih Mahas
2017 efektif sebelum klien dibawa ke belum keluar semua nanti saya iswa
Jam: 10.35 ruang rawat inap coba lagi”.
O: klien mengikuti instruksi batuk
efektif dari perawat dengan
benar.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada An. R
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD RAA Soewondo Pati. Masalah
keperawatan diagnosa keperawatan yang muncul pada An. R sesuai dengan prioritas
masalah keperawatan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
asma dan spasme jalan nafas, dibawah ini adalah pembahasan dari diagnosa di atas :
Diagnosa keperawatan: ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
asma dan spasme jalan napas. Menurut Nanda 2015-2017, ketidakefektifan bersihan
jalan nafas yaitu ketidak-mampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Penulis melakukan pengkajian
dengan menggunakan format yang telah ada pada format pengkajian asuhan keperawatan
ilmu penyakit dalam. Selama proses pengkajian penulis tidak menemukan hambatan,
pasien dan keluarga kooperatif sehingga mempermudah penulis untuk mengumpulkan
data. Penulis mengkaji dari semua aspek meliputi: biopsiko-sosial-kultural-spiritual. Dari
pengkajian pada tanggal 02 Oktober 2017 pada pukul 10.25 WIB didapatkan data dari
pengkajian data bio: data subjektif hasil dari pengkajian yang saya lakukan adalah pasien
mengeluh sesak nafas. Pengkajian primer yang ditemukan dari An. R adalah terdapat
suara nafas tambahan ronkhi dan wheezing, serta klien mengalami batuk dan pilek pada
pengkajian Airway. Pada pengkajian Breathing diketahui RR : 32 x/mnt, terlihat retraksi
dinding dada. Pengkajian Circulation diketahui Nadi : 112 x/menit teraba kuat, SpO2
94%, CRT 3 detik, akral teraba dingin. Pengkajian Disability diketahui GCS klien 15
yaitu E: 4, M: 6, V: 5 dan klien tampak melokalisir sakit. Serta pengkajian Exposure
tidak ditemukan adanya cidera, jejas, lesi maupun oedem. Hasil pengkajian yang
ditemukan penulis dalam melakukan pengkajian tanggal 02 Oktober 2017 sudah sesuai
dengan apa yang ada di teori, sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
praktik.
Keadaan kegawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas yang menyebabkan
pasien sesak harus ditangani secara cepat dan tepat yaitu terapi oksigen yang diberikan
sebesar 3 liter/menit bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap
adekuat. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Nur & Musta’in (2014) terdapat
peningkatan saturasi oksigen karena fraksi inspirasi yang cukup berpengaruh terhadap
tekanan parsial oksigen dalam arteri. Pemberian intervensi berupa pengkajian saturasi
oksigen juga sangat penting pada pasien sesak napas guna mengetahui kadar oksigen
yanga ada didalam tubuh tercukupi atau belum. Saturasi oksigen dipengaruhi beberapa
faktor, antara lain jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi
dan kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen (Potter & Perry,2006 dikutip dari
Widiyanto & Yasmin,2014).
Pemberian posisi pada pasien sesak napas juga harus diperhatikan guna
mendukung keefektifan pemberian terapi yang diberikan. Posisi yang dapat diberikan
yaitu posisi semi fowler. Pada kasus An. R di posisikan semi fowler guna mengurangi
tekanan pada dada. Penelitian yang dilakukan oleh Boki, dkk (2013) terbukti frekuensi
pernapasan setelah diberikan posisi semi fowler sebagian besar termasuk frekuensi
pernapasan normal, serta terdapat pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap
kestabilan pola napas. Tujuan serta kriteria hasil yang akan dicapai penulis dan intervensi
untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu: pasien mengatakan sesak
nafas berkurang, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit bersihan jalan
nafas kembali efektif. Kriteria hasil yang diharapkan klien tidak menggunakan otot bantu
pernafasan, Respiratory rate menurun dari 32 x/menit menjadi 24 x/menit, tidak
terdengar bunyi napas tambahan (ronkhi dan wheezing), dan tidak ada lagi sekret yang
tertahan. Intervensi yang diberikan yaitu memberi klien posisi fowler, memberi klien
terapi O2 advice dokter sebesar 3 liter/menit melalui nasal kanul, memonitor aliran O2,
memantau tanda-tanda vital klien (RR, HR), mengkaji saturasi O2 klien, memasang infus
sesuai dengan yang diresepkan dan monitor hasilnya, mengajarkan klien cara batuk
efektif dan memonitor suara nafas tambahan (Wheezing, Ronkhi) serta memonitor pola
nafas (dispnea). Terapi kolaborasi juga dilakukan yaitu memberi klien terapi nebulizer.
Terapi nebulizer merupakan bagian dari fisioterapi paru (chest physiotherapy).
Tepatnya, cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada
alat pernapasan menuju paru. sejak ditemukannya nebulizer pada tahun 1859 di Perancis,
nebulizer menjadi pilihan terbaik pada kasus-kasus yang berhubungan dengan inflamasi
atau obstruksi bronkus seperti pada penderita asma. Sebagai bronkodilator, terapi ini
memberikan onset yang lebih cepat dibandingkan obat oral atau intravena. Terapi
inhalasi pertama kali memang ditujukan untuk target sasaran di saluran napas. Terapi ini
lebih efektif, kerjanya lebih cepat dan dosis obat lebih kecil sehingga efek samping ke
organ lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk di saluran napas dan paru,
sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Adapun cara kerja
dari pemberian nebulizer adalah dengan penguapan.

Silahkan dibahas bagaimana diagnosa keperawatan utama ditegakkan dan diatasi


dengan NIC apa saja tunjang secara konsep dan hasil riset hasil atau NOC bgmn!—
cantumkan sitasi referensi pembahasan!!!---dari mulai triage jenis pasien jalur warna
apa?hijau/kuning/merah
BAB V
KESIMPULAN

5.1 KESIMPULAN
Asma adalah penyempitan saluran pernapasan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat
sementara. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma. Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe,
dan wheezing.
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada An.R menggunakan pendekatan
proses keperawatan yaitu mulai dari pengkajian ABCDE, SAMPLE, dan head to toe
hingga evaluasi sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan ketidakefektifan
bersiihan jalan napas b.d asma, dan spasme jalan nafas. Penentuan diagnosa
keperawatan berfokus pada data-data sebagai hasil pengkajian berdasarkan keluhan
utama pada klien secara aktual.

5.2 SARAN
1. Bagi pasien dan keluarga
Keluarga diharapkan selalu mendampingi klien langsung untuk memantau dan
menghindari faktor-faktor pencetus yang dapat membuat penyakit asma pada klien
kambuh.
2. Bagi perawat
Perawat diharapkam mampu memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada
klien secara komprehensif dan aktif dalam peningkatan pengobatan bagi pasien
penyait asma.
3. Bagi mahasiswa
Mahasiwa diharapkan mampu menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat pada
klien dengan asma sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul, sehingga
lebih tepat dalam pemberian intervensi keperawatan sesuai dengan perkembangan
IPTEK.
DAFTAR PUSTAKA

Boki, dkk. (2013). Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler terhadap Kestabilan Pola Napas
pada Pasien TB Paru di Irina C5 RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. ejournal
Keperawatan. 3 (1), 1-7
Nur, S. Q., & Musta’in, M. (2014). Pemberian Oksigen Pra Anestesi Meningkatkan Saturasi
Oksigen Pada Riwayat Perokok. Journals of Ners Community. 5 (1), 70-75
Evelyn C. Pearce. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT. Gramedia.
WHO Global Tuberculosis Control. 2013. Global Tuberculosis Report. WHO Library
Cataloguing in Publication Data.
Nurhasanah. 2013. Pengkajian Primer dan Sekunder. Makasar: Universitas Muslim
Indonesia.
Herdman, TH., Kamitsuru, S. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Bulechek, G.(2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6 th. Edition. Missouri:
Elseiver
Clover Felix, 2012. Pemeriksaan Penunjang Asma. Diakses pada 10 Oktober 2017 melalui:
https://www.scribd.com/doc/95813327/Pemeriksaan-Penunjang-ASMA
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC
Setiawan,dody. 2017. Buku Panduan dan Evaluasi Pembelajaran Klinuk Keperawatan Gawat
Darurat. Semarang : Departemen Keperawatan FK Undip

Anda mungkin juga menyukai