Anda di halaman 1dari 14

1

Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan


Teori Henderson pada Pasien dengan Gangguan Sistem Respirasi: Tuberkulosis
dengan Pneumotoraks Spontan Sekunder di RSUP Persahabatan Jakarta

Resti Yulianti Sutrisno1, Ratna Sitorus2, dan I Made Kariasa2

1. Program Studi Ilmu Keperawatan, Kampus FKIK UMY, Bantul Yogyakarta, 55183
2. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Depok, Jawa Barat, 16424

E-mail: restiyulianti@yahoo.co.id

Abstrak

Praktik residensi keperawatan medikal bedah merupakan bagian dari proses pendidikan yang berfokus pada
pengembangan kemampuan klinik, khususnya pada area respirasi di RSUP Persahabatan Jakarta. Peran yang
diterapkan sebagai pemberi asuhan keperawatan, edukator, peneliti, dan inovator. Peran sebagai pemberi asuhan
keperawatan dengan mengelola 30 pasien gangguan sistem respirasi dengan menggunakan pendekatan Teori
Henderson. Masalah keperawatan yang sering muncul yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas. Peran sebagai
peneliti ditunjukkan dalam penerapan evidence based nursing practice berupa penerapan breathing retraining
untuk mengurangi sesak napas pada pasien kanker paru. Peran sebagai inovator dan edukator yaitu melakukan
pendidikan kesehatan dengan diskusi interaktif kelompok untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi serta
telenursing dengan sms reminder untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis di
poliklinik paru.

Kata kunci : Praktik Keperawatan Medikal Bedah, Sistem Respirasi, Teori Kebutuhan Dasar Henderson,
Breathing Retraining, Pendidikan Kesehatan, Telenursing, Tuberkulosis, Kanker Paru

Abstract

Residency practice is a part of clinical education in medical surgical nursing specialist programme, especially
for respiratory nursing. It was conducted at Persahabatan Hospital Jakarta. Residents based their practice on
Henderson Nursing Theory with role modes as care provider, educator, researcher, and innovator. Role as a care
provider was held on 30 cases with Henderson theory approach. The main nursing problem found during the
clinical practice was ineffective airway clearance. Role as a researcher was conducted through clinical research
which investigates the effectiveness breathing retraining to minimize dyspnea. Role as an innovator that is
conducted health education with interactive group discussion to increase knowledge and motivation, and
telenursing with sms reminder to increase medication adherence in patient with tuberculosis.

Keyword: Medical Surgical Nursing Practice, Respiratory System, Henderson Nursing Theory, Breathing
Retraining, Dyspnea, Lung Cancer, Health Education, Telenursing

Pendahuluan dunia. Berdasarkan laporan Global


Tuberculocis Control WHO tahun 2009 ada
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang lima negara yang menduduki lima utama
disebabkan oleh infeksi dari bakteri dalam jumlah orang dengan tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis yang umumnya (kasus baru untuk semua bentuk tuberkulosis)
menyerang paru-paru (Widiyanto, 2009). yaitu India (1,6-2,4 juta ), Cina (1,1-1,6 juta),
Penyakit tuberkulosis masih menjadi ancaman Afrika Selatan (0,4-0,59 juta), Nigeria (0,37-
serius bagi kesehatan masyarakat di seluruh 0,55 juta) dan Indonesia (0,35-0,52 juta), dan
2

berangsur jumlah penderita tuberkulosis di pneumotoraks yang paling besar adalah


Indonesia membaik menjadi peringkat kelima tuberkulosis (46,15%).
(429.730 kasus). Penderita tuberkulosis di
Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 5,8% Penatalaksanaan untuk mengatasi berbagai
dari total jumlah pasien tuberkulosis di dunia, masalah kesehatan di area respirasi tersebut
dan diperkirakan setiap tahunnya terdapat membutuhkan kinerja kolaborasi tenaga
430.000 kasus tuberkulosis baru di Indonesia kesehatan. Perawat sebagai salah satu tenaga
dengan perkiraan angka kematian 169 orang kesehatan dalam mengelola pasien dengan
setiap hari dan 61.000 orang meninggal per gangguan sistem respirasi memiliki peran
tahun (Kemenkes, 2011). penting dalam membantu mengatasi
penanganan terhadap masalah yang dihadapi
Walaupun telah diketahui obat-obat untuk pasien sebagai akibat gangguan sistem
mengatasi tuberkulosis serta penyakit tersebut respirasi tersebut, yang merupakan salah satu
dapat disembuhkan, penanggulangan dan area spesifik pelayanan keperawatan yang
pemberantasannya sampai saat ini belum membutuhkan peran dari seorang perawat
memuaskan. Pasien yang drop out (mangkir, spesialis yang juga spesifik dibidang
tidak patuh berobat), pengobatan tidak keahliannya yaitu respirasi.
adekuat, dan resitensi terhadap Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) merupakan kendala Peran perawat spesialis Keperawatan Medikal
utama yang serinng terjadi dalam Bedah meliputi antara lain pemberi perawatan
pengendalian tuberkulosis. Kegagalan sesuai dengan asuhan keperawatan, pendidik,
penderita dalam pengobatan tuberkulosis dapat advokasi, pemimpin, manajer, peneliti,
diakibatkan oleh banyak faktor seperti obat, pembaharu atau inovator (Le Mone & Burke,
penyakit, dan penderitanya sendiri. Faktor obat 2008 ; Ignatavicius & Workman, 2010).
terdiri dari panduan obat yag tidak adekuat, Beberapa peran perawat spesialis tersebut,
dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur difasilitasi dalam praktek residensi spesialis
minum obat, jangka waktu pengobatan yang respirasi yang dijalani penulis. Peran-peran
kurang dari semestinya, dan terjadinya tersebut kemudian yang dhiarapkan terpenuhi
resistensi obat. Faktor penyakit biasanya selama menjalani praktik residensi
disebabkan oleh lesi yang terlalu uas, adanya keperawatan medikal bedah kekhususan
penyakit lain yang mengikuti, adanya respirasi, yaitu menjalankan peran sebagai
gangguan imunologis. Faktor penderitanya pemberi asuhan keperawatan , sebagai
sendiri seperti kurangnya pengetahuan pendidik bagi pasien dan keluarga serta teman
mengenai penyakit, kekurangan biaya, malas sejawat profesi keperawatan, sebagai
berobat, dan merasa sudah sembuh (Amin & pembaharu (inovator), dan sebagai peneliti
Bahar, 2006 ; Upke, 2007) dengan menerapkan tindakan keperawatan
berbasis bukti (evidence based nursing
Tuberkulosis yang tidak menjalani pengobatan parctice).
dengan baik dapat menyebabkan beberapa
komplikasi, salah satu diantaranya yaitu Praktik residensi keperawatan medikal bedah
pneumotoraks. Menurut penelitian di Pakistan kekhususan respirasi ini dijalankan selama 2
oleh Khan dkk (2009), tuberkulosis semester dalam kurun waktu kurang lebih satu
merupakan penyebab tertinggi pneumotoraks. tahun yaitu tanggal 16 Februari 2015 11
Selain itu penelitian di Jepang oleh Nakamura Desember 2015 di RSUP Persahabatan
dkk (1986) menyebutkan bahwa penyebab Jakarta. Selama praktik residensi, penulis
tertinggi pneumotoraks pada perempuan menjalankan peran sebagai pemberi asuhan
adalah tuberkulosis sebesar 54%. Menurut keperawatan dengan mengelola 30 pasien
penelitian Subagio dkk (2009) penyebab gangguan sistem respirasi. Asuhan
3

keperawatan yang diberikan dikelola dengan TB. Hal ini menjadi menarik bagi penulis
menggunakan pendekatan model konsep teori karena berdasarkan studi pendahuluan penulis
Virginia Henderson yang dikenal dengan pada pasien TB banyak ditemukan kurang
model 14 pemenuhan kebutuhan dasar pengetahuan terkait penyakit maupun
manusia. Pasien dengan gangguan sistem pengobatannya.
respirasi, kebutuhan fisiologis adalah hal
utama yang harus dicapai tanpa mengabaikan Selain menjalankan peran sebagai pemberi
kebutuhan psikologis dan spiritual. Virginia asuhan keperaawatan, pendidik, dan inovator,
Henderson melalui model konsep teorinya penulis juga dituntut untuk menjalankan peran
telah menguraikan kebutuhan pasien secara sebagai peneliti dengan melaksanakan
rinci, dimana komponen kebutuhan dasar penerapan tindakan keperawatan berbasis
fisiologis, psikologis, spiritual, dan sosial bukti (evidence based nursing practice atau
sudah tercakup didalamnya. Dalam analisis EBNP). EBNP yang diterapkan saat residensi
kegiatan residensi ini, penulis memilih adalah latihan napas breathing retraining pada
tuberkulosis dengan pneumotoraks spontan pasien kanker paru di ruang rawat inap. Hal ini
sekunder sebagai kasus kelolaan utama. Kasus menarik bagi penulis karena selama praktik
tersebut menjadi menarik untuk penulis angkat residensi melihat bahwa kanker paru banyak
sebagai kasus utama karena masih tingginya ditemukan pada saat praktik residensi, selain
kasus tuberkulosis baik di Indonesia maupun itu keluhan sesak napas merupakan masalah
RSUP Persahabatan Jakarta, serta selama kronik yang banyak ditemui pada pasien
praktik residensi penulis banyak menemukan kanker paru.
komplikasi akibat penyakit tuberkulosis yaitu
salah satunya pneumotoraks. Jumlah pasien Berdasarkan uraian tersebut, dalam analisis
tuberkulosis yang terpasang WSD pada bulan praktek residensi ini penulis akan memaparkan
januari-desember 2015 di Ruang Soka Atas analisis dari kegiatan paktik residensi dalam
RSUP Persahabatan yaitu 101 pasien, yang menjalankan peran sebagai pemberi asuhan
mana 47 pasien adalah tuberkulosis dengan keperawatan, sebagai pendidik dan inovator
pneumotoraks. dengan pelaksanaan proyek inovasi, dan
sebagai peneliti dalam pelaksanaan EBNP.
Peran lain perawat yang juga dijalankan
selama praktik residensi yaitu sebagai Metode
pendidik. Penulis menjalani peran sebagai
pendidik dengan memberikan pendidikan Pengelolaan kasus utama dan kasus resume
kesehatan kepada pasien dan keluarga untuk Pengelolaan kasus utama meliputi 1 (satu)
memberikan pemahaman tentang penyakit, kasus yang akan dilaporkan secara lengkap
proses perjalanan penyakit, rencana tindakan yaitu tuberkulosis dengan pneumotraks
keperawatan, efektivitas dari implementasi spontan sekunder, sedangkan kasus resume
keperawatan yang diberikan. Peran sebagai meliputi pengelolaan terhadap 30 kasus
pendidik tersebut diberikan kepada pasien dan gangguan pada sistem respirasi seperti kasus
keluarga. tuberkulosis, pneumotoraks tuberkulosis,
hidropneumotoraks tuberkulosis, hemoptysis
Pelaksanaan peran sebagai pendidik juga tuberkulosis, kanker paru, PPOK, dan asma.
digabungkan dalam peran sebagai inovator. Metode yang digunakan penulis dalam
Penulis menjalankan proyek inovasi berupa pengelolaan kasus utama dan kasus resume
pendidikan kesehaatan pasien tuberkulosis adalah pemberian asuhan keperawatan dengan
dengan diskusi interkatif kelompok dan pendekatan teori kebutuhan dasar Virginia
telenursing untuk meningkatkan pengetahuan, Henderson. Virginia Henderson (1960)
motivasi, dan kepatuhan minum obat pasien mendefinisikan keperawatan dengan
4

pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia, yang adalah melakukan Breathing Retraining pada
mana perawat memiliki fungsi yang unik yaitu pasien kanker paru di ruang rawat inap.
untuk membantu klien, baik yang sakit Breathing Retraining dilaksanakan dua kali
maupun yang sehat dalam melaksanakan sehari selama 2 hari, masing-masing sesi 10
aktivitasnya untuk kesehatan klien, menit. Evaluasi dilakukan sebelum intervensi
penyembuhan, maupun meninggal dengan dan sesudah intervensi; 3) Comparasion: Pada
tenang, yang mana individu tersebut akan saat pelaksanaan pasien yang sudah masuk
mampu mengerjakannya tanpa bantuan bila ia rawat inap yang terdiagnosis kanker paru.
memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan Pasien yang masih mengeluh sesak napas,
yang dibutuhkan. Dan hal tersebut dilakukan mendapatkan terapi oksigen nasal kanul 1-4
dengan cara membantu mendapatkan kembali lpm; 4) Output: hasil dari penelitian ini dilihat
kemandiriannya secepat mungkin (Kozzier, dari beberapa aspek yaitu: 1) saturasi oksigen;
1991). 2) skala sesak napas; 3) arus puncak ekspirasi.
Kemudian, stelah memperoleh literatur/artikel
Evidence Based Nursing yang mendukung maka dilakukan critical
Penerapan praktik keperawatan berbasis bukti appraisal terhadap artikel tersebut, kemudian
dilakukan setelah dilakukan analisa masalah dilanjutkan dengan membuat rencana
klinik dengan PICO (Problem, Intervention, implementasi penerapan EBN dimana sample
Comparasion, Output) dan studi literatur diambil berdasarkan total sampling yaitu
melalui jurnal yang terkait terkait latihan napas sesuai keberadaan sample yang ditemui
breathing retraining untuk mengurangi sesak dengan kriteria sample adalah pasien-pasien
napas pada pasien kanker paru. Berikut kanker paru yang mengeluh sesak napas.
penjelasananya. Berikut PICO yang
ditemukan: 1) Problem: jumlah kasus kanker Inovasi
paru di Rumah Sakit Persahabatan selalu Kegiatan inovasi diawali dengan pengkajian
meningkat dengan rata-rata peningkatan awal data kunjungan pasien dan penyebaran
sebanyak 21,9 %. Pada tahun 2013 jumlah kuesioner tentang tingkat pengetahuan pasien
kasus kanker paru di unit rawat inap Rumah terkait penyakit dan pengobatan TB. Data
Sakit Persahabatan sebanyak 400 kasus dan di kunjungan pasien TB di RSUP Persahabatan
unit rawat jalan sebanyak 671 kasus (Rekam tahun 2014 tercatat pada triwulan I jumlah
Medik, 2013). Penyakit kanker paru kunjungan pasien TB di Poli DOTS sebanyak
merupakan salah satu penyakit kronis yang 256 orang, dan pada evaluasi triwulan I pasien
membutuhkan perawatan yang lama dan yang menyelesaikan pengobatan sebanyak 87
kompleks dengan berbagai manifestasi (33,9 %) orang sedangkan yang tidak
(LeMone & Burke, 2008). Sesak napas menuntaskan pengobatan sebanyak 38 orang
merupakan gejala yang paling umum terjadi (14,84 %). Pada triwulan II tahun 2014 jumlah
pada pasien kanker paru. Menurut penelitian kunjungan pasien TB di Poli DOTS sebanyak
Hately dkk (2003) menyebutkan 97 % pasien 400 orang, dan pada evaluasi triwulan II
kanker paru mengelukan sesak napas satu atau pasien yang menyelesaikan pengobatan
dua kali sehari, 73% beberapa kali sehari, dan sebanyak 230 orang (57,5 %) dan yang tidak
27% sesak napas sepanjang hari. Mengatasi menuntaskan pengobatan sebanyak 74 orang
sesak napas menjadi salah satu hal penting (18,5 %). Dari data tersebut terdapat
yang perlu dilakukan, selain dengan intervensi peningkatan prosentase jumlah pasien yang
farmakologi. Dengan melakukan latihan napas tidak menuntaskan pengobatan dari triwulan I
secara teratur, banyak studi telah menunjukkan ke triwulan II sebanyak 48,6%. Sementara itu
dapat mengurangi sesak napas, meningkatkan jumlah pasien yang menjalani pengobatan TB
kapasitas aktivitas dan meningkatkan kualitas Paru tahun 2014 dengan riwayat tidak
hidup; 2) Intervensi dalam penelitian ini
5

menyelesaikan pengobatan pada pengobatan dengan metode diskusi interaktif di Poli Paru
sebelumnya sebanyak 70 pasien (28,46 %). pada pasien tuberkulosis fase intensif dan
lanjutan yang akan mengambil obat. Sebelum
Berdasarkan analisa data yang diambil dari dan sesudah edukasi diberikan kuesioner untuk
DOTS TB RSUP Persahabatan pada triwulan melihat itngkat pengetahuan dan motivasi
III prosentase pasien yang datang kembali pasien. Tahap kedua, penulis memberikan
untuk mengambil obat sebesar 72,3%, Short Massage Service (SMS) reminder
prosentase kasus khusus (Drug Induce dengan metode SMS gateway. Kelompok juga
Hepatotoxic , alergi, Multi Drug Resistent) memberikan kartu minum obat (KMO) kepada
sebesar 2,7%. Prosentase jumlah pasien yang semua responden. SMS reminder merupakan
tidak datang kembali untuk mengambil obat sms yang dikirimkan kepada pasien setiap hari
sebesar 25%. Dari data tersebut dapat selama dua minggu dengan metode sms
disimpulkan bahwa ada kecenderungan pasien gateway. Secara periodik SMS Gateway akan
untuk tidak patuh menjalankan program mengirimkan sms reminder sesuai dengan
pengobatan. Hal ini penting menjadi perhatian jadwal dan konten yang sudah dibuat. Adapun
bagi tenaga kesehatan khususnya keperawatan sms yang akan dikirimkan berupa : SMS
dalam mengurangi kejadian droup out dan reminder minum obat dan SMS reminder
pengobatan yang tidak adekuat yang dapat ambil obat. SMS reminder minum obat
menjadi kendala dalam keberhasilan merupakan pesan yang dikirimkan kepada
pengobatan TB paru. peserta pada pagi hari (jam 06.00) dan siang
hari (jam 11.00) selama dua minggu dengan
Hasil pengkajian awal berdasarkan kuesioner tujuan untuk mengingatkan minum obat. SMS
yang dibagikan kepada 30 responden pasien reminder ambil obat merupakan pesan yang
TB yang pernah putus obat adalah sebagai dikirimkan dua hari sebelum obat pasien habis
berikut semua responden memiliki keinginan pada, untuk mengingatkan mengingatkan
untuk sembuh (100%). Akan tetapi ada 20% jadwal pengambilan obat.
responden yang tidak yakin bahwa minum
obat TB dapat menyembuhkan penyakitnya.
70% responden berhenti minum obat ketika Hasil
keluhan berkurang. Terdapat 10% responden
yang tidak memahami definisi dan gejala Hasil pengelolaan kasus
penyakit TB. 20% responden tidak memahami Berdasarkan hasil pelaksanaan pengelolaan
tentang lama pengobatan TB yaitu minimal 6 kasus utama, pada proses pengkajian terhadap
bulan. 30% responden tidak memahami bahwa Tn. M, laki-laki, usia 61 tahun, ditemukan 4
pengobatan yang tidak tuntas dapat (empat) diagnosa keperawatan pada klien yaitu
menyebabkan kuman TB menjadi kebal. 50 % Ketidakefektifan pola napas berhubungan
responden tidak memahami pencegahan dengan ekspansi paru yang tidak optimal
penularan TB. 80% responden tidak karena udara pada rongga pleura yang
memahami efek samping obat. Terdapat 80% mendesak paru; Ketidakseimbangan nutrisi :
PMO yang tidak mendapatkan penjelasan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
terkait dengan pengobatan TB. 70% responden dengan intake tidak adekuat,
mengatakan perlu adanya kelompok pasien hipermetabolisme; Intoleransi aktivitas
TB. berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen dan kebutuhan oksigen;
Kemudian penulis membuat rencana kegiatan Ansietas berhubungan dengan penurunan
inovasi. Penerapan kegiatan inovasi ini terdiri kesehatan pasien. Setelah dilakukan intervensi
dari dua tahap yaitu pada tahap pertama keperawatan selama 22 hari maka dari 4
kelompok memberikan edukasi tentang TBC (empat) diagnosa keperawatan yang telah
6

ditegakkan pada kasus, 3 (tiga) diantaranya breathing retraining adalah 4,73 dengan
sudah teratasi dan 1 (satu) sudah teratasi standar deviasi 1,68. Skala sesak napas
sebagian, yaitu pada ketidakseimbangan terendah adalah 3 (sedikit sesak) dan tertinggi
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh. Evaluasi adalah 8 (berat). Sedangkan rata-rata skala
merujuk intake nutrisi meningkat, makanan sesak napas sesudah dilakukan intervensi
dari rumah sakit habis, berat badang adalah 2,64 dengan standar deviasi 1,57. Skala
meningkat 0,5 kg dari sejak masuk, tetapi sesak napas terendah adalah 1 (berasa sesak)
monitoring evaluasi kadar albumin tidak ada. dan tertinggi adalah 6 (agak berat).

Hasil penerapan Evidence Based Nursing Terdapat peningkatan nilai arus puncak
Practice (EBNP) ekspirasi (APE) setelah dilakukan latihan
Penerapan EBNP breathing retraining ini napas breathing retraining pada pasien kanker
dilakukan pada 11 responden. Adapun paru. Rerata nilai APE sebelum dilakukan
karakteristik respondennya sebagai berikut latihan napas breathing retraining adalah
mayoritas responden yang terlibat dalam 130,9 dengan standar deviasi 40,36. Nilai APE
penerapan EBNP ini adalah laki-laki yaitu terendah adalah 100 dan tertinggi adalah 230.
sebanyak 10 orang (90,9%) sedangkan Sedangkan rata-rata nilai APE sesudah
perempuan sebanyak 1 orang (9,1%). dilakukan intervensi adalah 165 dengan
Berdasarkan stadium kanker, 10 responden standar deviasi 53,62. Nilai APE terendah
menderita kanker paru stadium IV (90,9 %) adalah 120 dan tertinggi adalah 255.
dan 1 responden menderita kanker paru
stadium III. Rata-rata kadar hemoglobin Perbedaan sebelum dan sesudah intervensi
responden dengan kanker paru adalah 10,9 juga terlihat bermakna secara statistik setelah
g/dL dengan standar deviasi 0,81 g/dL . Kadar dilakukan uji wilcoxon pada ketiga variabel
hemoglobin terendah adalah 10,6 g/dL dan evaluasi tersebut. Terdapat perbedaan yang
tertinggi adalah 13,4 g/dL. Dari hasil estimasi bermakna antara nilai saturasi oksigen
interval dapat disimpulkan bahwa 95% sebelum latihan dengan sesudah latihan
diyakini rata-rata kadar hemoglobin responden breathing retraining (p value 0,003). Terdapat
kanker paru berada pada rentang 10,6 13,4 perbedaan yang bermakna antara skala sesak
g/dL. napas sebelum latihan dengan sesudah latihan
breathing retraining (p value 0,000). Terdapat
perbedaan yang bermakna antara nilai APE
Setelah diberikan breathing retraining terdapat
sebelum latihan dengan sesudah latihan
peningkatan saturasi oksigen Rerata nilai
breathing retraining (p value 0,003).
saturasi oksigen sebelum dilakukan latihan
napas breathing retraining adalah 93,36 %
Hasil pelaksanaan inovasi
dengan standar deviasi 2,11 %. Nilai saturasi
Karakteristik reponden pada penerapan
oksigen terendah adalah 91 % dan tertinggi
kegiatan inovasi ini yaitu rata-rata usia
adalah 97 %. Sedangkan rerata nilai saturasi
responden adalah 46,27 tahun dengan standar
oksigen sesudah dilakukan latihan napas
deviasi 14,66 tahun. Umur responden termuda
breathing retraining adalah 96,55 % dengan
adalah 21 tahun dan tertua adalah 77 tahun.
standar deviasi 2,21 %. Nilai saturasi oksigen
Rata-rata lama pengobatan yang sudah dijalani
terendah adalah 93 % dan tertinggi adalah
responden adalah 13,77 minggu dengan
99%.
standar deviasi 11,61 minggu. Lama
pengobatan paling sedikit yang sudah dijalani
Terdapat penurunan skala sesak napas setelah
adalah 2 minggu dan terlama adalah 36
dilakukan latihan napas breathing retraining
minggu. Mayoritas responden yang terlibat
pada pasien kanker paru. Rerata skala sesak
dalam pelaksanaan kegiatan inovasi ini adalah
napas sebelum dilakukan latihan napas
7

laki-laki yaitu sebanyak 20 orang (66,7,%) pada kasus dengan menggunakan penerapan
sedangkan perempuan sebanyak 10 orang model 14 kebutuhan dasar manusia menurut
(33,3 %). Berdasarkan tingkat pendidikan, Henderson adalah kemandirian pasien.
mayoritas berpendidikan SMA yaitu sebanyak Henderson menggambarkan fungsi masing-
14 orang (46,7%), sedangkan paling sedikit masing profesi kesehatan dan keluarga sebagai
berpendidikan D3 yaitu 1 orang (3,3%). suatu irisan dalam suatu lingkaran, besarnya
Berdasarkan fase pengobatan, 17 responden ukuran dari irisan tersebut sangat tergantung
(56,7%) berada pada fase lanjutan, sedangkan pada apa yang dibutuhkan pasien. Besarnya
fase intensif ada 13 responden (43,3%). ukuran irisan akan berubah sesuai dengan
Berdasarkan kategori kasus, mayoritas kasus kondisi kemajuan pasien. Diharapkan semakin
baru yaitu 25 responden (83,3%), sedangkan lama, porsi irisan untuk keluarga dan pasien
kasus kambuh 3 responden (10%), dan kasus akan semakin besar atau bahkan seluruh
putus obat 2 responden (6,7%). Berdasarkan lingkaran tersebut. Yang artinya dengan
riwayat pernah lupa minum obat, 10 responden kondisi demikian berarti bahwa pasien dan
(33,3%) responden mengatakan pernah lupa keluarga akan semakin mandiri dalam
minum obat. membantu dan memelihara kesehatannya
sendiri.
Hasil evaluasi setelah penerapan inovasi yaitu
terdapat peningkatan skor motivasi responden Konsep ini menekankan pentingnya memenuhi
sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan. kebutuhan dasar pasien dengan meningkatkan
Rerata skor motivasi sebelum pendidikan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan. Hal
kesehatan adalah 20,73 dengan standar deviasi ini berarti seorang individu dituntut untuk
2,33. Skor motivasi terendah adalah 16 dan memenuhi kebutuhannya sendiri apabila ia
tertinggi adalah 24. Sedangkan rerata skor mampu melakukan dan apabila ia menemui
skor motivasi responden sesudah pendidikan hambatan dalam memenuhi kebutuhannya
kesehatan adalah 22,80 dengan standar maka individu tersebut membutuhkan perawat
deviasi 2,06. Skor motivasi terendah adalah 18 atau tenaga kesehatan lainnya. Perlunya
dan tertinggi adalah 24. Dari total 30 kesadaran pasien yang tinggi untuk
partisipan penerapan inovasi ini, sekitar 10 meningkatkan pengetahuan, kemauaan, dan
orang belum mengembalikan KMO dan belum kemampuannya untuk mencapai kemandirian
kembali ke poli untuk mengambil obat karena dan mencegah komplikasi maupun
belum waktunya untuk mengambil obat. kekambuhan.
Sedangkan 20 responden yang sudah masuk
periode ambil obat di poli, seluruhnya sudah Pada Tn. M, terdapat beberapa masalah yang
kembali untuk mengambil obat dan menyebabkan kemandiriaan untuk memenuhi
mengembalikan KMO. kebutuhan dasar menjadi terganggu.
Kebutuhan untuk bernapas spontan terganggu
Pembahasan karena ketidakmampuan paru untuk
mengembang secara optimal. Kebutuhan untuk
Pembahasan Kasus makan dan minum secara adekuat terganggu
Penerapan model 14 kebutuhan dasar manusia karena ketidakmampuan untuk meningkatkan
menurut Henderson dapat dipraktekkan untuk asupan makanan, yang ada penurunan intake
mengelola asuhan keperawatan pada pasien makanan. Kebutuhan untuk aktivitas dan
Tuberkulosis dengan pneumotoraks. Dalam mobilisasi serta kebutuhan untuk
mengelola kasus ini, residen sebagai perawat menngunakan pakaian sendiri, kebersihan diri,
dapat menjalankan perannya pada saat makan minum sendiri juga terganggu karena
implementasi sebagai pengganti pasien, ketidakmampuan pasien melakukan aktivitas
penolong pasien, dan mitra pasien. Evaluasi tersebut karena sesak napas yang dialaminya
8

sebagai akibat ketidakseimbangan suplai dan napas (Djojodibroto, 2007). Pada Tn. M
kebutuhan oksigen, sehingga terjadi intoleransi keluhan yang muncul yaitu sesak napas, dan
aktivitas. Kebutuhan rasa aman terganggu berdasarkan haisl pemeriksaan fisik
karena kurang pengetahuan terkait dengan didapatkan pergerakan dinding dada tidak
intervensi WSD dan pengobatan pneumotoraks simetris, dada kanan tertinggal, terdapat
serta TB yang harus dijalani, sehingga pasien tarikan dinding dada dan otot bantu
cemas dengan kondisinya. Sehingga dapat pernapasan, frekuensi pernapasan 28x/menit,
disimpulkan kebutuhan dasar Tn. M vocal fremitus kanan melemah dinbandingkan
mengalami gangguan karena adanya kiri. Perkusi pada paru kanan hipersonor,
ketidakmampuan dan kurang pengetahuan. Auskultasi pada paru kanan vesikuler
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama menurun. Berdasarkan pemeriksaan rontgen
22 hari, perawat dan keluarga pada awalnya toraks 1 oktober 2015 ditemukan Tb paru
banyak memberikan bantuan, hinngga dengan pneumotoraks kanan.
akhirnya berangsur pasien bisa memenuhi
semua kebutuhannya secara mandiri. Penatalaksanaan yang didapatkan pada saat
pengkajian yaitu pasien terpasang WSD di
Diganosa keperawatan yang utama yang intercosta VI posterior kanan. Undulasi WSD
terjadi pada Tn. M yaitu, ketidakefektifan pola positif, panjang 10 cm, buble positif, warna
napas berhubungan dengan pengembangan cairan bening, tidak ada produksi. Water seal
paru yang tidak optimal akibat adanya udara di drainage (WSD) merupakan suatu alat drain
rongga pleura (pneumotoraks), hal ini invasive yang menghubungkan rongga pleura
dibuktikan dari hasil anamnesa, pemeriksaan dengan chamber diluar rongga thorak untuk
fisik, dan hasil rontgen dada. Pneumotoraks mengeluarkan udara, cairan, darah, atau nanah.
adalah suatu keadaan dimana terdapatnya Hal ini juga membantu dalam
udara pada rongga potensial diantara pleura mempertahankan tekanan negatif intrapleural
visceral dan pleura parietal (De Jong dkk, dan ekspansi paru (Black & Hawk, 2013 ;
2009 ; Sharma & Jindal, 2008). Pada keadaan Chawla, Jain, Kansal, 2012). Tujuan utama
normal rongga pleura dipenuhi oleh paru dari water sealed adalah membiarkan udara
paru yang mengembang pada saat inspirasi keluar dari rongga pleura dan mencegah udara
disebabkan karena adanya tegangan dari atmosfer masuk ke rongga pleura. Botol
permukaaan (tekanan negative -5 cmH2O) diisi dengan cairan steril yang di dalamnya
antara kedua permukaan pleura, adanya udara terdapat selang yang ujungnya terendam
pada rongga potensial di antara pleura visceral sekurang-kurangnya 2 cm dibawah permukaan
dan pleura parietal menyebabkan paru-paru air untuk mencegah hubungan langsung antara
terdesak sesuai dengan jumlah udara yang rongga pleura dengan udara luar, sehingga
masuk kedalam rongga pleura tersebut, memberikan batasan antara tekanan atmosfer
semakin banyak udara yang masuk kedalam dengan subatmosfer (normal 754 758
rongga pleura akan menyebabkan paru-paru mmHg).
menjadi kolaps karena terdesak akibat udara
yang masuk meningkat tekanan pada Implementasi keperawatan yang diberikan
intrapleur (Idress dkk, 2003). Secara otomatis pada Tn. M untuk mengatasi ketidakefektifan
terjadi juga gangguan pada proses perfusi pola napas adalah monitoring pernapasan,
oksigen kejaringan atau organ akibat darah terapi oksigen, manajemen wsd yaitu dengan
yang menuju kedalam paru yang kolaps tidak mengaji frekuensi napas, monitor pergerakan
mengalami proses ventilasi, menyebabkan dinding dada, ekspansi dada, penggunaan otot
proses oksigenasi tidak terjadi (American bantu pernapasan, suara paru, monitoring
College of Surgeons Comitte on Trauma, sesak napas, manajemen wsd dengan
2010) sehingga penderita mengeluhkan sesak mengganti balutan wsd dan botol wsd setiap
9

hari, memonitoring pengembangan paru (76,7%) sedangkan pasien berjenis kelamin


dengan melihat adanya buble, undulasi, dan perempuan ada 7 orang (23,3%). Sebagian
rontgen dada, memberikan posisi semifowler besar adalah perokok aktif yaitu 70% pasien,
atau sembilan puluh derajat untuk diikuti perokok pasif 20%, dan bukan perokok
mengoptimalkan ventilasi dan mengurangi 10%.
sesak napas, memberikan terapi oksigen nasal
kanul 3-5 lpm untuk menurunkan beban napas, Berdasarkan pengkajian 14 kebutuhan dasar
mengelola pemberian obat anti tuberkulosis manusia menurut teori Henderson, terdapat
(OAT) Kategori II fase lanjutan bulan ke-4 tujuh kebutuhan dasar yang mengalami
dengan dosis 3 tablet 2 KDT (R150H150) dan 3 gangguan, yaitu: 1) bernapas secara normal; 2)
tablet Etambutol (E400) yang diminum tiga kali makan dan minum secara adekuat; 3) aktivitas
seminggu. dan mobilisasi; 4) istirahat dan tidur; 5)
mempertahankan suhu tubuh; 6) kebersihan
Setelah hasil perawatan selama 22 hari di diri; 7) kemampuan belajar.
RSUP Persahabatan paru Tn. M didapatkan
pada WSD sudah tidak ada undulasi dan buble, Pada pengelolaan kasus resume ini,
pasien sudah tidak sesak napas, tidak ada berdasarkan analisa yang dilakukan,
tarikan dinding dada dan otot bantu ditegakkan 19 diagnosa keperawatan yang
pernapasan, serta berdasarkan hasil rontgen mengacu pada NANDA. Diagnosa
toraks sudah terjadi pengembangan paru, keperawatan yang diangkat pada saat
sehingga WSD dicabut. Masalah teratasi. mengelola 30 kasus resume tersebut yaitu 1)
ketidakefektifan pola napas; 2)
ketidakefektifan bersihan jalan napas; 3)
Pembahasan Resume gangguan pertukaran gas; 4) resiko
Selama kegiatan praktik residensi keperawatan perdarahan; 5) nyeri akut; 6) nausea; 7)
medical bedah peminatan respirasi di RSUP kerusakan ventilasi spontan; 8) tidak
Persahabatan Jakarta, asuhan keperawatan berfungsinya respon penyapihan ventilator; 9)
telah diberikan kepada 30 kasus respirasi kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
dengan pendekatan Self-Care Orem. Adapun tubuh; 10) gangguan elektrolit; 11) resiko
30 kasus tersebut terdiri dari kanker paru ada 9 ketidakseimbangan gula darah; 12) intoleransi
orang (30%), Pneumotoraks karena TB ada 5 aktivitas; 13) kurang pengetahuan; 14)
pasien (16,7%), PPOK ada 5 pasien (16,7%), regimen terapeutik tidak efektif; 15) perfusi
Hidropneumotoraks karena TB, Hemoptisis jaringan perifer tidak efektif; 16) deficit self
karena TB, TB Kasus Putus Obat masing- care; 17) resiko infeksi; 18) gangguan
masing 3 pasien (10%), TB kasus baru dan komunikasi verbal; 19) hipertemi. Masalah
asma masing-masing 1 pasien (3,3%).Keluhan keperawatan yang paling banyak terjadi pada
utama saat masuk rumah sakit atau saat pasien yang mengalami gangguan system
pengkajian, sebagian besar disebabkan oleh respirasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan
sesak napas yaitu 21 pasien (70%), kemudian napas.
untuk ambil obat atau menjalani terapi ada 4
orang (13,3%), batuk darah ada 3 pasien Pembahasan Evidence Based Nursing
(10%), dan sisanya nyeri dada dan mual Practice (EBNP)
muntah masing-masing 1 orang (1%). Pada penerapan EBNP ini didapatkan
peningkatan saturasi oksigen setelah latihan
Rata-rata usia pasien pada kasus kelolaan yaitu napas breathing retraining. Selain itu, juga
46,43 tahun dengan usia termuda 20 tahun dan didapatkan penurunan skala sesak napas
tertua 77 tahun. Mayoritas pasien kelolaan setelah dilakukan latihan napas breathing
berjenis kelamin laki-laki yaitu 23 pasien retraining. Penurunan skala sesak napas
10

setelah breathing retraining pada pasien meningkatkan relaksasi dan mencegah


kanker paru ini sejalan dengan penelitian yang terjadinya kekambuhan dan sesak napas
dilakukan Hately dkk (2003). Pada penelitian (Hoeman, 1996; Dechman & Wilson, 2004;
tersebut didapatkan penurunan skor sesak Kisner & Colby, 1998)
napas pada tiga kategori responden, kategori
pertama dari skor 0-3 menjadi 0-1, kategori Pursed lip breathing adalah mengeluarkan
dua dari skor 6-9 menjadi 2-6, kategori tiga udara (ekshalasi) secara lambat melalui mulut
dari skor 5-8,3 menjadi 0-3. Hal ini juga dengan bibir mencucu/ dirapatkan/ setengah
sejalan dengan penelitian Bredin dkk (1999). tertutup. Selama pursed lip breathing tidak ada
Pada penelitian tersebut didapatkan penurunan aliran udara pernapasan terjadi melalui hidung
skor sesak napas setelah latihan napas karena sumbatan involunter dari nasofaring
breathing retraining dari skor median 7,5 oleh palatum lunak. Pursed lip breathing
menjadi 1. Hal ini juga sejalan dengan menimbulkan obstruksi terhadap aliran udara
penelitian Johnson dkk (2015). Pada penelitian ekshalasi dan meningkatkan tahanan udara,
tersebut didapatkan penurunan rerata skor menurunkan gradien tekanan transmural dan
sesak napas dari 6,9 menjadi 5,8-2,6, dan pada mempertahankan kepatenan jalan napas yang
group lain didapatkan penurunan rerata skor kolaps selama ekshalasi. Proses ini membantu
sesak napas dari 5,6 menjadi 4,8-2,3. menurunkan pengeluaran udara yang terjebak
sehingga mengontrol ekspirasi dan
Pada penerapan EBNP ini didapatkan memfasilitasi pengosongan alveoli secara
peningkatan APE setelah dilakukan latihan maksimal (Dechman & Wilson, 2004).
napas breathing retraining. Peningkatan APE
setelah breathing retraining pada pasien Pursed lip breathing dapat membantu pasien
kanker paru ini sejalan dengan penelitian yang dalam mengatur frekuensi dan kedalaman
dilakukan Corner dkk (1996). Pada penelitian pernapasannya serta dapat meningkatkan
tersebut didapatkan peningkatan kapasitas relaksasi sehingga memungkinkan pasien
fungsional sebesar 21%. Hal ini juga sejalan untuk mengontrol sesak napas dan mengurangi
dengan penelitian Ariestianti (2013) perasaan panik (Smeltzer & Bare, 2005). Hal
didapatkan bahwa PLB dapat meningkatkan ini sesuai dengan penelitian oleh Spahija
arus puncak ekspirasi sebesar 47%. (2005) menyatakan bahwa PLB memiliki efek
meningkatkan volume tidal, volume akhir
Breathing retraining (Twycross dan Wilcock, ekspirasi dan kekuatan otot respiratori.
2001) adalah teknik yang digunakan untuk Penelitian oleh Nield (2007) menyatakan
mempromosikan pola pernapasan santai dan bahwa PLB dapat meningkatkan fungsi fisik,
lembut, meminimalkan kerja pernapasan dan menurunkan sesak napas dan mengontrol pola
membangun mengontrol kepercayaan dalam napas. Pursed lip breathing dapat meningkatan
menghadapi episode akut sesak napas. pengeluaran CO2 melalui bibir, meningkatkan
Breathing retraining berfokus pada dua tekanan jalan napas yang mengalami
pendekatan yang berbeda dari pernapasan penyempitan dan meningkatkan pengeluaran
diafragma dan pursed lip breathing. CO2 dengan ekspirasi 2-3 kali lebih panjang
dari inspirasi.
Pernapasan diafragma bertujuan untuk
menggunakan dan menguatkan diafragma Pembahasan Inovasi
selama pernapasan (Smeltzer, 2008). Pursed Penerapan pendidikan kesehatan dengan
lip breathing bertujuan untuk mengontrol pola metode diskusi kelompok berpengaruh
napas, meningkatkan ventilasi, meningkatkan terhadap peningkatan pengetahuan dan
mekanime batuk efektif, mencegah atelektasis, motivasi responden. Hal ini terlihat dengan
meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatnya rata-rata skor pengetahuan dan
11

skor motivasi setelah diberikan pendidikan


kesehatan. Adapun rata-rata skor pengetahuan Berdasarkan penelitian di Nairobi (2009) pada
sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu 13 responden TB serta PMO menunjukkan
9,30 sedangkan rata-rata skor pengetahuan bahwa responden dengan TB merasa nyaman
sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu mempergunakan tekhnologi telenursing
10,67. Berdasarkan uji statistik disimpulkan melalui pesan dengan teks maupun pesan
bahwa ada perbedaan yang bermakna antara dengan video saat menjalankan pengobatan
skor pengetahuan sebelum dan sesudah sebagai pengawas minum obat. Telenursing
pendidikan kesehatan (p value 0,000). Rata- yang dimanfaatkan sebagai PMO memberikan
rata skor motivasi sebelum diberikan kenyamanan karena responden tidak perlu
pendidikan kesehatan yaitu 20,73, sedangkan datang ke fasilitas kesehatan atau petugas
rata-rata skor motivasi sesudah diberikan kesehatan harus mengawasi responden TB
pendidikan kesehatan yaitu 22,80 dengan. dalam kepatuhan menjalankan pengobatan.
Berdasarkan uji statistik disimpulkan bahwa Telenursing memberikan manfaat bagi
ada perbedaan yang bermakna antara skor responden dan tenaga kesehatan dalam
motivasi sebelum dan sesudah pendidikan berkomunikasi untuk melakukan pengawasan
kesehatan (p value 0,000). dalam menjalankan pengobatan serta edukasi
kesehatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakuakn
Kulkarni (2013) pada 156 pasien TB yang Kesimpulan
menjalankan pengobatan TB dengan rerata
usia 32,99 tahun dijelaskan bahwa tenaga Penerapan model 14 kebutuhan dasar
kesehatan memberikan pengaruh positif untuk Henderson pada gangguan sistem respirasi
patuh menjalankan pengobatan. edukasi yang mampu meningkatkan kemampuan, kemauan,
diberikan secara adekuat oleh tenaga dan pengetahuan pasien sehingga pasien dapat
kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan memeunhi kebutuhan dasarnya secara mandiri
pasien TB tentang penyakit TB serta atau membantu dalam meninggal secara damai
pengobatan yang harus dijalankan hingga dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-
tuntas. Melalui edukasi yang informatif maka spiritual. Masalah keperawatan yang paling
pengetahuan serta kesadaran diri tentang sering muncul pada 30 resume kasus kelolaan
penyakit TB dan pengobatannya menunjukkan ketediakefektifan bersihan jalan napas dengan
adanya pengaruh yang positif untuk patuh keluhan utama sesak napas batuk.
menjalankan pengobatan. salah satu cara yang
dapat ditempuh dengan cara SMS reminder Pada penerapan evidence based nursing
untuk mengingatkan jadwal serta dosis minum practice (EBNP) didapatkan peningkatan
obat. saturasi oksigen, arus puncak ekspirasi (APE),
dan penurunan skala sesak napas setelah
Penerapan telenursing dengan sms reminder latihan napas breathing retraining pada pasien
berpengaruh terhadap kepatuhan pasien TB kanker paru. Pada penerapan kegiatan inovasi,
dalam minum obat. Hal ini terlihat dari 20 didapatkan peningkatan pengetahuan,
responden yang sudah masuk jadwal ambil motivasi, dan kepatuhan dalam pengobatan
obat, semuanya kembali ke poli untuk pasien TB setelah mendapatkan pendidikan
mengambil obat. Selain itu, 20 responden kesehatan dengan diskusi interaktif kelompok
tersebut juga tidak pernah lupa untuk minum dan telenursing dengan sms reminder serta
obat. Hal ini terlihat dari KMO yang sudah pemberian kartu minum obat (KMO).
dikumpulkan maupun dikonfirmasi melalui
telpon, semua minum obat sesuai dengan
jadwal minum obatnya. Referensi
12

Corner, J, Plant, H, AHern, R, Bailey, C.


Ackley, B.J., & Ladwig, G.B. (2011). Nursing (1996). Nonpharmacological intervention
diagnosis handbook. 9th edition. St for breathlessness in lung cancer. Palliat
Louis Misouri: Mosby Elseveir Med; 10: 299305

Alsagaff H, Mukti A. (2002). Dasar-Dasar De jong W., Sjamsuhidajat R., Karnadihardja


Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga W. Prasetyono T.O, Rudiman R.. (2009).
University Press.edisi 2. Buku Ajar Ilmu Bedah; Bab 28: 498-513

American College Of Surgeons Committee On Denosa. (2009). Nursing innovation the theme
Trauma. 2010 Student Course Manual of international nurses day 2009 is:
7thEdition : advanced Trauma Life delivery quality, serving communities:
Support for Doctors : Bab 5 Trauma nurses leading care innovations. Nursing
Thoraks: 111-127. Update: 24-26

Amin, Z., & Bahar, A. (2006). Tuberkulosis Djojodibroto, D. (2014). Respirologi


paru: buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC
ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penerbit Buku Kedokteran.
Ilmu Penyakit Dalam
Fawcett, Jacqueline. (2005). Contemporary
Astowo, Pudjo. (2005). Terapi oksigen: Ilmu Nursing Knowledge: Analisis and
Penyakit Paru. Jakarta : Bagian Evaluation of Nursing Models and
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Theories. 2nd Edition. Philaadelhia:
FKUI Davis Company

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Fitzpatrick, JJ and Whall, AL. 1989.
Medical Surgical Nursing; Clinical Conceptual Models of Nursing Analysis
Management for Positive Outcomes. (7th and Application. 2nd ed. USA: Appleton
ed.) St. Louis : Elsevier. Inc & Lange

Bach, .R. (1996). Pulmonary Rehabilitation. Guyton. (2001). Human Physiology and
Philadephia : Hanley & Belfus, Inc. Diseases Mechanism, (3rd Ed.)
(Terjemahan oleh Petrus Andrianto,
Bredin, M, Corner, J, Krishnasamy, M, Plant, 2001). Jakarta : Penerbit Buku
H, Bailey, C, AHern, R. (1999). Kedokteran EGC
Multicentre randomised controlled trial
of nursing intervention for breathlessness George, Julia B. (1995). Nursing Theoires, The
in patients with lung cancer. BMJ, 318: Base for Professional Nursing Practice.
901. 4th. St Louis: Appleton & Lange.
Norwalk.
Connors,S., Graham, S., Peel, T. (2007).
Anevaluation ofaphysiotherapy led non- Grove, D.W. (2003). Respiratory Care Skills
pharmacological breathlessness for Health Care Personnel. USA :
programme for patients with McGraw-Hill Company
intrathoracic malignancy. Palliat Med;
21: 285287. Hansen, Heine. (2000). Text Book of Lung
Cancer. USA : Martin Dunitz Lyd
13

Hately, J, Laurence, V, Scott, A, Baker, R, lung disease. BMC Medicine, 13(213), 1


Thomas, P. (2003). Breathlessness 12. http://doi.org/10.1186/s12916-015-
clinics within specialist palliative care 0453-x
settingscanimprovethequalityoflifeandfu
nctionalcapacity of patients with lung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
cancer. Palliat Med, 17: 410417. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Henderson, V., Nite, G. (1978). Principles and (2011). Pedoman Nasional Pengendalian
Practice of Nursing. 7th edition. New Tuberkulosis. Jakarta
York: Macmillan Publishing
Khan N, Jadoon H, Zaman M, Subhani A,
Henderson. (1960). Basic principles of nursing Khan AR, Ihsanullah M. (2009).
care. Geneva: International Council of Frequency and management outcome of
Nurses. pneumothorax patients. J Ayub Med Coll
Abbottabad. 21(1): 122-4
Hoeman, Shirley, P. (1996). Rehabilitation
Nursing : Process and Application. 2nd. Kozier, B., Glenora, Olivieri, R. (1991).
Ed. St. Louis: Mosby Fundamental of nursing: concepts,
process, and practice (4th ed.).
Hudak & Gallo. (2005). Critical Care California: Addison Wesley
Nursing: A Holistic Approach.
Philladephia : J.B. Lippincott Company LaSala, C.A., Connors, P.M., Pedro, J.T., &
Phillips, M. (2007). The role of clinical
Kulkarni, PY.,SV Akarte, RM Mankeshwar, nurse specialist in promoting evidence-
JS Bhawalkar, A Banerjee, AD. Kulkarni. based practice and effecting positive
(2013). Non-Adherence of New Pulmonary patient outcomes. The journal of
Tuberculosis Patients to Anti-Tuberculosis continuing education in nursing. 38(6),
Treatment. Annual Medicine Health 262-270
Science Respiratory. Jan-Mar; 3(1): 67
74. doi: 10.4103/2141-9248.109507. LeMone, P & Burke, K. (2008). Medical
PMCID: PMC3634227 Surgical Nursing: Critical Thinking in
Client Care (4th ed). USA: Pearson
Idress M.M, Ingleby A.M, Wali S.O. (2003). Prentice Hall.
Evalution and Managemet of
Pneumothorax. Saudi Med J, Lewis, S.M., Heitkemper, Margaret, M., &
vol.24(5):447 452 Direksen, Shannon. (2000). Medical
Surgical Nursing : Assessment and
Ignatavicius, D.D & Workman, M.L. 2010. Management of Clinical Problem. (5th
Medical Surgical nursing: patient Ed.). St. Louis : CV. Mosby
centered collaborative care vol2, 6th ed.
USA: Saunders Elsivier Light RW, Lee YCG. (2005). Pneumothorax,
Chylothorax, Hemothorax and
Johnson, M. J., Kanaan, M., Richardson, G., Fibrothorax. In: Murray and Nadels
Nabb, S., Torgerson, D., English, A., Textbook of Respiratory Medicine.
Booth, S. (2015). A randomised Editors: Mason RJ, Broaddus VC,
controlled trial of three or one breathing Murray JF, Nadel JA. 4th Eds.
technique training sessions for Pennsylvania. Elsevier Saunders. p.
breathlessness in people with malignant 1961-82
14

Smeltzer, SC & Bare, BG. (2005). Brunner &


Marriner, A. (2001). Teori ilmu keperawatan: Suddarths Textbook of medical nursing.
para ahli dan berbagai pandangannya Philadelphia: Lippincott
(nursing theorists and their work).
Toronto: Mosby Company Subagio, Y., Surjanto, S.E., Suradi., Raharjo,
A.F. (2009). Tuberkulosis paru sebagai
Nakamura H, Konishiike J, Sugamura A, penyebab tertinggi kasus pneumotoraks
Takeno Y. (1986). Epidemiology of di bangsal paru RSUD Dr Moewardo
spontaneous pneumothorax in women. (RSDM) Surakarta tahun 2009.
Chest. 89; 378-82 http://fk.uns.ac.id/static/file/suradi-
Tuberkulosis_paru_sebagai_penyebab_te
Notoatmojo, Soekidjo. (2005). Promosi rtinggi_kasus_pneumotoraks.pdf
Kesehatan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Rineka Cipta Tomey, Ann Marrien & Alligood, Martha
Raile. (1997). Nursing Theorists and
Patiung, F., Wongkar, M.C.P., Mandang, V. their work. 4th Edition. St Louis: Mosby
(2014). Hubungan status gizi dengan Time Mirror Company
CD4 pada pasien TB paru. Jurnal e-
clinic. 2(2) Twycross, R & Wilcock, A. (2001). Symptom
management in advanced cancer.
PDPI. (2003). Pedoman Diagnosis dan Oxford: Radciffe Medical Press
Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. Upke, S. (2007). Tuberculosis patients reason
for defaulting on tuberculosis treatment:
Potter, P.A & Perry, A.G. 2005. Fundamental a need for practical patient centered
of nursing. Hacourt Australia: Harcourt approach to tuberculosis managemenet in
Publishers International primary health care. SA Farm Pract.
49(6): 172
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.
(2005). Patofisiologi Konsep Klinis Widiyanto, S. (2009). Mengenal 10 penyakit
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. mematikan. Yogyakarta: Pustaka Insan
Jakarta EGC Madani

Setiarni, M. S., Sutomo, H. A., & Hariyono, WHO, 2009. Global Tuberculosis Control
W. (2009). Hubungan antara tingkat 2009 available at www.who.int/tb
pengetahuan, status ekonomi dan
kebiasaan merokok dengan kejadian
tuberkulosis paru pada orang dewasa di
wilayah kerja puskesmastuan-tuan
kabupaten ketapang kalimantan barat.
Dipetik juli 18, 2014, dari
http://journal.uad.ac.id/index.php/KesMa
s/article/download/12/06/622.

Sharma A, Jindal P. (2008). Priciples of


diagnosis and management of traumatic
pneumothorax. ; 34 40

Anda mungkin juga menyukai