Anda di halaman 1dari 23

TREN DAN ISUE KEPERAWATAN SISTEM PERNAFASAN

Tugas Ini disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III yang diampu oleh: Vina Agustina, Ners.,M.Kep

OLEH:
KELOMPOK 1
Admi Saw Bila Fahrianie` Rika Motik
Agung Bagus Pribadi Kevin Adam Kauzar Romi Irawan Patiku
Ayu Novita Anggelina Kurnia Sari Rony Lukmansyah
Deby Kristanto Merrylinda Permata Sidik Raharjo
Eka Cahaya Nelly Rohmatika Susie
Erna Erviana Noviana Arie Hawini Yuliani Kristy
Esti Anggraeni Pratiwi Uci Pitria Anggraini
Esty Pujianingsih Priskila Astiani

YAYASAN EKA HARAP


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PRODI SARJANA KEPERAWATAN ALIH JENJANG
TAHUN 2022
ANALISIS JURNAL 1

1. Judul Jurnal
“PENERAPAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP PENURUNAN
RESPIRATORY RATE DENGAN DYSPNEA”

2. Metode Analisis “PICO”


P: P:(PROBLEM, POPULASI)
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi tropis menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis menimbulkan reaksi
peradangan dan terbentuk eksudateksudat pada saluran pernapasan
sehingga muncul manifestasi klinik seperti batuk dan sesak napas yang
dalam fase lanjut akan mengakibatkan terjadinya hipoksia. (Smeltzer dan
Bare, 2013;265).
Dyspnea adalah keadaan yang menggambarkan sensasi sesak napas,
yang ditandai dengan terhambatnya aliran udara, atau sulit bernapas dan
sesak dada yang sering dikaitkan dengan penyakit jantung atau
pernafasan. (GOLD, 2017).
Salah satu terapi non farmakologis yang bisa dilakukan untuk
menurunkan sesak napas adalah dengan mengatur posisi pasien dengan
semi fowler. Posisi semi fowler mampu memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya penggunaan alat bantu otot pernapasan. (Wijayati
et al., 2019)
Dari 4 responden yang menjadi partisipan dalam penelitian ini,
mengalami peningkatan respiratory rate. Setelah dilaksanakan penerapan
posisi semifowler respiratory rate menurunsecara signifikan.

I: INTERVENTION, PROGNOSTIC FACTOR, ATAU EXPOSURE


Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah studi kasus
dengan pendekatan deskriptif (cross section). Penelitian deskriptif adalah
penelitian dengan metode menggambarkan suatu hasil penelitian. Tujuan
dari penelitian deskriptif adalah untuk memberikan gambaran,
penjelasan, serta validasi suatu fenomena yang diteliti (Muri yusuf,
2014).
Metode studi kasus memungkinkan untuk penelitian tetap bersifat
holistik dan signifikan. Responden dalam studi kasus ini adalah 4
(empat) orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Fokus studi
kasus ini adalah Penerapan posisi Semifowler Terhadap Penurunan
Respiratory Rate Dengan Dyspnea Pada Pasien Tb Paru.

C: COMPARISON
Analisa dari tabel 4.2.2 menunjukan bahwa pemberian posisi
semifowler pada pasien TB dengan dyspneu sangat efektif, dalam
menurunkan respiratory rate. Hal ini ditunjukan dengan adanya
perbedaan respiratory rate antara sebelum dan sesudah diberikan posisi
semifowler dengan rata-rata penurunan sekitar 3x/menit.

O: OUTCOME
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Marwah Burhan, 2019)
dalam judul Pengaruh Pemberian Posisi Semifowler Terhadap
Respiratory Rate Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD Kabupaten
Pekalongan didapatkan hasil Ada pengaruh pemberian posisi semi
fowler terhadap respiratory rate pasien TB Paru di RSUD Kabupaten
Pekalongan. Didapatkan nilai p 0,0001 < α (0,05).
Menurut jurnal ( Suhatridjas, 2020 ) dalam judul Posisi Semi
Fowler Terhadap Respiratory Rate Untuk Menurunkan Sesak Pada
Pasien Tb paru dengan hasil terdapat perubahan yang signifikan pada
kemampuan bernafas pasien sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
pemberian posisi semifowler.
ANALISIS JURNAL 2

1. Judul Jurnal
“PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER PADA PASIEN TB PARU
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN
POLA NAFAS”

2. Metode Analisis “PICO


P: P:(PROBLEM, POPULASI)
Fenomena masalah kesehatan pada masyarakat terutama penyakit
TB paru diera globalisasi tidak dapat dipandang remeh. TB paru ini
merupakan penyakit radang parenkim paru disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Darmanto, 2014).
TB paru bisamenimbulkan gangguan sistem pernafasan. Pernafasan
merupakan suatu keadaan dimana udara yang mengandung O2 masuk
kedalam tubuh dan membuang CO2 keluar dari tubuh sebagai sisa dari
oksidasi (Andarmoyo, 2012).
Jika terjadi masalah pada sistem pernafasan maka akan
mengakibatkan disfungsi ventilasi atau gagalnya proses pertukaran
oksigen terhadap karbondioksida di dalam paru dan akan menyebabkan
sesak nafas (dyspnea).
Tindakan ini dilakukan pada 2 responden. Sebelum dilakukan
intervensi pemberian posisi semi fowler responden terlebih dahulu
dihitung frekuensi pernafasannya, kemudian diobservasi sebanyak 2 kali
yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen.

I: INTERVENTION, PROGNOSTIC FACTOR, ATAU EXPOSURE

Metode yang di gunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini


adalah studi literatur yaitu penelitian yang di lakukan hanya berdasarkan
atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang
belum di publikasikan (Embun, 2012).
Dalam penelitian ini penulis melakukan penelusuran jurnal yang
dimulai dari bulan Mei 2020, selanjuntnya dilakukan literature review
dengan penelusuran artikel jurnal yang dipublikasikan dari tahun 2010-
2020 dengan menggunakan database dari Google Scholar. Kata kunci
yang digunakan adalah TB Paru, Ketidakefektifan Pola Nafas, Posisi Semi
Fowler. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
dokumentasi yang dilakukan dengan mencari atau menggali data dari
literature terkait apa yang dimaksudkan dalam rumusan masalah
(Arikunto, 2013). Data-data yang didapatkan dari berbagai literature
dijadikan sebagai satu kesatuan dokumen yang akan digunakan untuk
menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

C: COMPARISON
Hasil dari pemberian posisi semi fowler menunjukkan hampir
seluruh penderita mengalami penurunan sesak nafas yaitu sebanyak 15
orang (93,75%) dari 16 pasien dan yang tidak mengalami penurunan sesak
nafas hanya 1 orang (6,25%). Posisi semi fowler merupakan suatu posisi
berbaring dengan menaikkan bagian kepala dan badan dengan kemiringan
30-45 derajat. Sedangkan penurunan sesak nafas yaitu 2 responden
(12,5%). Posisi orthopnea merupakan adaptasi dari posisi semi fowler
tinggi, klien dengan posisi 90 derajat duduk di tempat tidur/di tepi tempat
tidur dengan meja yang menyilang di atas tempat tidur.

O: OUTCOME
Berdasarkan hasil studi literature yang sudah di analisis dari
beberapa jurnal dapat disimpulkan bahwa Menurunkan sesak nafas tidak
hanya dengan pemberian obat-obatan saja, ada intervensi non
farmakoterapi seperti posisi semi fowler dan posisi orthopnea yang dapat
dilakukan pada pasien TB paru sebagai cara membantu mengurangi sesak
napas. Pemberian posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30-45º
dapat membantu menurunkan sesak nafas pada pasien TB paru, namun
pemberian posisi orthopnea lebih dianjurkan untuk pengaturan posisi tidur
pada pasien TB paru karena lebih efektif dapat menurunkan frekuensi
pernafasan / respiratory rate. Penurunan frekuensi pernafasan tersebut
didukung dengan sikap pasien yang kooperaktif, patuh saat diberikan
tindakan sehingga sesak berkurang, frekuensi pernafasan menjadi normal
dan pasien dapat bernafas dengan lega.
TABEL 1. ANALISIS JURNAL MENGGUNAKAN METODE ANALISIS “PICO”
No. Judul Artikel, Nama Penulis, Tahun Population Intervention Comparasion Outcome
1. Dampak Psikologis dalam Memberikan Tenaga Perawatan dan Perawatan Stres dan kecemasan
Perawatan dan Layanan Kesehatan Pasien Kesehatan Layanan dan Layanan ketika memberikan
COVID-19 pada Tenaga Profesional Kesehatan Profesional Kesehatan Kesehatan layanan perawatan dan
(Lilin Rosyanti, Pasien Sebelum kesehatan pada pasien
Indriono Hadi), 2020. COVID-19 Pandemi COVID-19.
https://doi.org/10.36990/hijp.vi.191 COVID-19
2. Implikasi Manajemen Keperawatan Dalam Manajemen Penanganan Penanganan Pelatihan bagi perawat
Penanganan Pasien Corona Virus Disease 19 Keperawatan Pasien Corona Pasien dan pasien, pengeloaan
(Covid-19): Literatur Review (Junia Tri Astuti, Virus Disease sebelum ketenagaan dan sarana
Suyanto Suyanto), 2020. 19 (Covid-19) Corona Virus serta aspek psikologis
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v7i1A.465 Disease 19 perawat
(Covid-19)
3. Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Perawat yang Pelatihan dan Terdapat hubungan
Kecemasan Perawat dalam Penanganan Pasien terlibat dalam Penggunanan kepercayaan terhadap
Covid-19 di Rumah Sakit Siloam Makassar Penanganan APD penggunaan Alat
(Anastasia Astin, Aprilianti Paembonan), 2021. Pasien Covid- Pelindung Diri (APD),
https://doi.org/10.52774/jkfn.v4i1.60 19 usia dan status
perkawinan dengan
tingkat kecemasan
perawat dalam penangan
covid 19.
4. Pengalaman Perawat IGD Dalam Merawat Perawat IGD IGD adalah Sistem Koping adaptif pada
Pasien Covid 19 : Studi Kualitatif Di IGD tempat pasien TRIASE perawat
Rumah Sakit Di Semarang (Marwiati Marwiati, menjalani
Komsiyah Komsiyah, Dwi Indarti), 2021. skrining
https://doi.org/10.32699/ppkm.v8i2.1784 pertama kali
sampai
ditentukan
untuk
perawatan
lebih lanjut
5. Pelaksanaan Promosi Kesehatan pada Perawat Perawat yang Pelaksanaan Pelaksanaan promosi
yang Menangani Pasien Covid-19 di Ruang Menangani Promosi kesehatan yang
Isolasi Rumah Sakit X (Adhan Kurnia Pasien Covid- Kesehatan dilakukan kepada
Onikananda), 2021. 19 perawat di ruang isolasi
https://doi.org/10.32583/pskm.v11i1.1161 COVID-19 sudah
mencakup strategi
advokasi, dukungan
sosial dan pemberdayaan

6. Tingkat Stres Perawat Terkait Isu Covid-19 Perawat di Penanganan Tingkat Stres pada
(Pisga Dwi Lestari Br Pasaribu, Denny Paul Rumah Sakit Pasien Corona perawat di Rumah Sakit
Ricky), 2021 Advent Bandar Virus Disease Advent Bandar Lampung
Lampung 19 (Covid-19) berada pada kategori
tinggi.
Kesimpulan berdasarkan tabel diatas adalah sebagai berikut.
Corona Virus Disease 19 merupakan penyakit yang menyerang sistem
pernafasan dan membuat penderitanya mengalami sesak nafas dan manifestasi
lainnya. Penularan virus corona yang sangat cepat dan penambahan jumlah kasus
yang secara signifikan terus meningkat dari hari ke hari menyebabkan petugas
medis sebagai garda depan mengalami banyak tekanan akibat meningkatnya
beban kerja. Stres dan kecemasan adalah reaksi terhadap situasi yang mengancam
dan tak terduga seperti dalam wabah pandemi koronavirus. Petugas kesehatan
adalah yang paling rentan terhadap hal tersebut.
Reaksi terkait stres meliputi perubahan konsentrasi, lekas marah, cemas,
susah tidur, berkurangnya produktivitas, dan konflik antarpribadi, dalam kasus
selanjutnya, mereka akan mengalami kondisi kejiwaan yang lebih parah,
pemisahan dari keluarga, situasi abnormal, peningkatan paparan, ketakutan akan
penularan COVID-19, perasaan gagal dalam menangani prognosis yang buruk,
fasilitas teknis yang tidak memadai, APD, alat dan peralatan, untuk membantu
merawat pasien. Petugas kesehatan mengalami kesulitan mempertahankan kondisi
kesehatan fisik dan mental yang berisiko mengalami gangguan psikologis seperti
depresi, kecemasan, stres berat, dan kelelahan. Faktor risiko lain yang
diidentifikasi adalah perasaan tidak didukung, kekhawatiran tentang kesehatan
pribadi, takut membawa infeksi dan menularkannya kepada anggota keluarga atau
orang lain, diisolasi, perasaan tidak pasti, stigmatisasi sosial, beban kerja yang
berlebihan, dan merasa tidak aman ketika memberikan layanan perawatan dan
kesehatan pada pasien COVID-19.
Keterlibatan manajemen keperawatan sangat diperlukan agar pelayanan
keperawatan tetap bisa berlangsung dengan tetap menjaga perawat terhindar dari
penularan COVID-19. Keterlibatan manajemen keperawatan dalam
penatalaksanaan pasien Covid-19 antara lain; Pelatihan bagi perawat dan pasien,
pengeloaan ketenagaan dan sarana serta aspek psikologis perawat. Selain itu,
promosi kesehatan sebagai upaya memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan perawat COVID-19 ini sangatlah penting, mengingat pekerjaannya
yang intens kontak dengan pasien COVID-19 dan berpotensi tinggi untuk tertular.
Beberapa kebijakan telah diambil untuk mengurangi reaksi terkait stress yang
dialami perawat dalam memberikan layanan perawatan dan kesehatan pada pasien
COVID-19. Diantaranya adalah aturan waktu kerja, waktu istirahat untuk
mengurangi paparan, SPO penanganan pasien, peraturan tes SWAB-PCR bagi
petugas kesehatan sebelum dan sesudah tugas di ruang isolasi. Kemudian melalui
dukungan sosial seperti persediaan APD, tambahan insentif, rumah singgah, serta
asupan nutrisi dan vitamin. Selain itu juga pelatihan terkait penanganan pasien
COVID-19 dan media informasi tentang perlindungan dari penularan COVID-19
sebagai strategi pemberdayaan perawat.
Tingkat Stres pada Perawat yang terlibat dalam Penanganan Pasien Covid-
19 berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat di minimalisir dengan adanya
koordinasi rutin, baik secara internal maupun dengan stakeholder di luar Fasilitas
Kesehatan. Namun demikian, dukungan dari pemerintah dan semua elemen
masyarakat merupakan kunci utama dalam kita melakukan penatalaksanaan
pandemic virus COVID-19 sejauh ini.
LAMPIRAN JURNAL 1
LAMPIRAN JURNAL 2

Anda mungkin juga menyukai