PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kebutuhan dasar tertentu yang harus dipenuhi
secara memuaskan melalui proses homeostatis, baik fisiologi maupun
psikologi. Menurut hierarki kebutuhan dasar manusia Maslow, kebutuhan
manusia dikategorikan menjadi lima kebutuhan dasar manusia yaitu :
Kebutuhan Fisiologi, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan rasa
cinta, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan oksigen
termasuk ke dalam kebutuhan fisiologi, dimana kebutuhan fisiologi memiliki
prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Kebutuhan fisiologi merupakan hal
yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Sedangkan kebutuhan
oksigen merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling penting.
Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan
hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk peroses
metabolisme tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer
melalui proses bernafas (Tarwoto & Wartonah, 2010). Dalam tubuh oksigen
berperan penting dalam prosese metabolisme sel. Kekurang oksigen akan
menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian
(Mubarak & Chayatin, 2007). Karena itu, berbagai upaya perlu selalu
dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi dengan baik.
Dalam pelaksanaanya, pemenuhan kebutuhan dasar tersebut masuk ke dalam
bidang garapan perawat. Maka setiap perawat harus paham dengan
manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada kliennya serta mampu mengatasi
berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini terbukti pada seseorang yang
kekurangan oksigen akan mengalami hipoksia dan akan terjadi kematian.
Hipoksia adalah penurunan ketersediaan oksigen bagi jaringan untuk
memungkinkan fungsi sel normal (Caia Francis, 2011). Ada banyak penyebab
yang dapat mempengaruhi terjadinya masalah kebutuhan oksigen yaitu
1
pnemonia, asma bronkial, TB paru, pleuritis, dan lain-lain (Vaughans, 2013).
Sehingga pada tugas akhir ini penulis membahas gangguan kebutuhan oksigen
pada klien Asma bronkial.
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat
penyempitan saluran napas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang
dengan sendirinya) yang di tandai oleh episode obstruksi pernapasan di antara
dua interval asimtomatik ( Darmanto Djojodibroto, 2009).
Pemberitaan mengenai asma bronkial di berbagai media, baik media
cetak maupun media elektronik masih menjadikan ketakutan tersendiri bagi
masyarakat. Jumlah penderita asma bronkial di dunia diperkirakan dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan. World Health Organization (2013)
menyebutkan bahwa telah tercatat sebanyak 300 juta orang dari segala usia
dan latar belakang etnis diseluruh dunia menderita asma bronkial. Jumlah
penderita asma bronkial dikhawatirkan akan terus meningkat hingga 400 juta
orang pada tahun 2025 dan diperkirakan sebanyak 250.000 orang meninggal
setiap tahun disebabkan oleh asma bronkial. (Lestari, 2014).
Berdasarkan laporan Riset Keseahatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013 menunjukan angka kejadian penderita asma di Indonesia sebesar 4,5%
yaitu dengan angka kejadian asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7.8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), di Yogyakarta (6,9%), Sulawesi
Selatan (6,7%) dan di Provinsi Lampung sendiri terdapat (1,6%). Selama lima
belas tahun ini angka tahunan yang tercatat menunjukkan kasus asma
meningkat sebanyak 70% (Caia Francis, 2011).
Hasil penelitian (Irawan & Windi, 2016) di RSUD Dr. H. Abdul
Moloek menunjukan dari 100 responden, 26 (26%) responden menderita asma
dan 74 (74%) responden tidak menderita asma. Dari 26 responden yang
menderita asma, yang memiliki riwayat atopi berjumlah 22 orang (88%),
riwayat atopi keluarga berjumlah 24 orang (92%), kepemilikan binatang
piaraan berjumlah 21 orang (80%), pajanan terhadap asap rokok berjumlah 24
orang(92%), menggunakan kasur kapuk berjumlah 19 orang (73%), status
2
ekonomi rendah berjumlah 22 orang (84%), jenis kelamin laki-laki 12 orang
(46%) dan obesitas 8 orang (30%).
Berdasarkan observasi (M.Yogi Yusuf, 2018) di UGD Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada tanggal 13
Februari 2018, didapatkan jumlah pasien yang masuk ke UGD ada 500 orang,
dan didapatkan 6 (1,2%) orang yang menderita asma dan dirawat di ruang
melati. Saat penulis menanyakan langsung keluhan yang dirasakan oleh pasien
di ruang melati terdapat keluhan sesak napas ada 4 (66,7%) orang dan
terpasang O2 nasal kanul (4 liter), dan mengeluh batuk-batuk 2 (33,3%) orang
dengan mukus. Dan berdasarkan data surveinya yang dilakukan di ruang
melati RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung diperoleh data bahwa
jumlah penderita penyakit asma yang dirawat selama 3 bulan terakhir
(Desember-Februari) adalah sebanyak 28 orang.
Laporan datar ruangan 2 bulan terakhir dari bulan November tahun
2018 sampai dengan bulan Desember 2018 jumlah pasien asma bronkhial di
ruang melati RSUD. Dr. Hi.Abdul Moeloek Provinsi Lampung 2018 berkisar
25%. Pada bulan Januari samapai Februari 2019 Jumlah pasien Asma
Bronkhial tersebut menjadi 50%. Pada data tersebut terjadi peningkatan pasien
karena asuhankeperawatan yang di berikan belum sesuai dengan penyakit
yang di derita pasien, dalam proses pengkajiankeperawatan pada gangguan
pemenuhan bersihan jalan napas tidak efektif banyak terjadi ketidaksesuaian
antara keluhan yangdirasakan pasien dengankondisi pasien, tindakan yang di
berikan belum sesuai dengan penderita penyakit yang ada di ruangan tersebut,
evaluasi pada pasien tersebut belum sesuai dengan yang di harapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
laporan tugas akhir ini adalah “Bagaimana asuhan keperawatan gangguan
kebutuhan oksigen pada klien asma bronkial khususnya di ruang melati RSUD
Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung 2019?”.
C. Tujuan Penulisan Laporan Tugas Akhir
1. Tujuan Umum
3
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan gangguan
kebutuhan oksigen pada klien asma bronkial di ruang melati RSUD Dr.H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
Menggambarkan asuhan keperawatan gangguan kebutuhan oksigen
pada klien dengan Asma Bronkial di ruang melati RSUD Dr. Hi. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung, terdiri dari :
a. Pengkajian keperawatan gangguan kebutuhan oksigen pada klien
dengan asma bronkial di ruang melati RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung.
b. Diagnosis keperawatan gangguan kebutuhan oksigen pada klien
dengan asma bronkial di ruang melati RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung.
c. Perencanaan keperawatan gangguan kebutuhan oksigen pada klien
dengan asma bronkial di ruang melati RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung.
d. Tindakan keperawatan gangguan kebutuhan oksigen pada klien dengan
asma bronkial di ruang melati RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
e. Evaluasi keperawatan gangguan kebutuhan oksigen pada klien dengan
asma bronkial di ruang melati RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung.
D. Manfaat Laporan Tugas Akhir
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan dan keterampilan khususnya dalam
menangani masalah keperawatan ganggaun kebutuhan oksigen pada klien
asma bronkial serta menerapkan asuhan keperawatan pada klien asma
bronkial.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
4
Menjadi bahan informasi dan evaluasi bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada masalah gangguan kebutuhan
oksigen khususnya pada klien asma bronkial.
b. Bagi ruang melati RSUD Dr.H Abdul Moeloek Provinsi Lampung
Menjadi bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktek pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada
klien asma bronkial.
c. Bagi Institusi Program Studi Keperawatan Tanjungkarang
Menjadi bahan masukan prodi keperawatan tanjungkarang yang dapat
dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai bahan bacaan atau pembelajaran
tentang asuhan keperawatan khususnya pada klien asma bronkial.
d. Bagi Klien
Membantu klien dalam mengatasi masalah gangguan kebutuhan
oksigen dan menambah pengetahuan klien tentang bagaimana
pencegahan kambuhnya asma bronkial.
E. Ruang Lingkup
Dalam masalah ini, penulis melakukan penelitian dalam bidang
keilmuan Keperawatan Medikal Bedah dan membatasi ruang lingkup asuhan
keperawatan dengan gangguan kebutuhan oksigen pada klien asma bronkial di
ruang melati RSUD Dr.H Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada tahun 2019.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses
penyaringan, humidiikasi, dan penghangatan.
2) Faring
Faring merupakan saluran yang terbagi menjadi dua untuk udara
dan makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang
kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan
menghancurkan kuman patogen yang masuk bersama udara.
3) Laring
Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang biasa
disebut jakun. Selain berperan dalam menghasilkan suara, laring
juga berfungsi mempertahankan kepatenan jalan napas dan
melindungi jalan napas bawah dari air dan makanan yang masuk.
b. Sistem pernapasan bawah
Sistem pernapasan bawah terdiri dari trakea dan paru-paru yang
dilengkapi dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru
dan membran pleura.
1) Trakea
Trakea merupakan pipa membran yang dikosong oleh cincin-cincin
kartilago yang menghubungkan laring dengan bronkus utama
kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus utama terbagi menjadi
bronkus-bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus
terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon
bronkus.
2) Paru
Paru ada dua buah, terletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-
masing paru terdiri dari beberapa lobus (paru kanan tiga lobus dan
paru kiri dua lobus) dan dipasok oleh dua bronkus. Jaringan paru
sendiri terdiri atas serangkaian jalan napas yang bercabang-cabang,
yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastis.
Permukaan luar paru dilapisi oleh kantung tertutup berdinding
ganda yang disebut pleura. Pleura parietal membatasi toraks dan
7
permukaan diafragma, sedangkan pleura viseral membatasi
permukaan luar paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah
friksi selama gerakan bernapas.
3. Fisiologi pernapasan
a. Mekanismes pernapasan
paru dan dinding dada adalah struktur yang elastic, dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru dan dinding dada. Paru
dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan ruangan antara
paru dan dinding dada di bawah tekanan atmosfer.
Pada waktu menarik nafas dalam , otot berkontraksi tetapi pengeluaran
pernapasan dalam proses yang pasif. Difragma menutup ketika
penarikan napas, rongga dada kembali memperbesar paru, dinding
badan bergerak , diapragma dan tulang dada menutup ke posisi semula.
b. Inspirasi
Inspirasi adalah proses aktif kontraksi otot-otot inspirasi yang
menaikan volume intratoraks. Selama bernapas tenang tekanan
intrapleura kira-kira 2,5 mmHg (relatif terhadap atmosfer). Pada
permulaaan inspirasi menurun sampai 6 mmHg dan paru di tarik ke
atas posisi yang lebih mengembang, di jalan udara menjadi sedikit dan
udara mengalir kedalam paru. Akhir inspirasi recoil menarik dada
kembali keposisi ekspresi karena tekanan recoil paru dan dinding dada
seimbang. Tekanan dalam jalan pernapasan seimbang menjadi sedikit
positif, udara mengalir dari luar ke paru.
Pada saat inspirasi, pengaliran udara ke rongga pleura dan paru
berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru bersamaan bergerak
mengelilingi atmosfer. Pada waktu penguapan pernafasan, volume
sebuah paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk
memperoleh dorongan keluar pada sistem pernapasan.
8
c. Ekspirasi
Pernapasan tenaga bersifat pasif. Tidak ada otot-otot yang
menurunkan volume untuk toraks berkontraksi. Permulaan ekspirasi
ini menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan
melambatkan ekspirasi. Inspirasi yang kuat bedrusaha mengurangi
tekanan intrafleura sampai serendah 30 mmHg, ini menimbulkan
pengembangan paru dengan derajat yang lebih besar.
4. Faktor yang mempengaruhi fungsi pernapasan
Menurut (Tarwoto & Wartonah,2010) faktor yang mempengaruhi
fungsi pernapasan ada lima, yaitu :
a. Faktor fisiologi
Ganggua pada fungsi fisiologi akan berpengaruh terhadap kebutuhan
oksigen seseorang. Kondisi ini lambat laun dapat mempengaruhi
fungsi pernapasanya.
1) Penurunan kapasitas angkut oksigen secara fisiologis, daya angkut
hemoglobin untuk membawa oksigen ke jaringan adalah 97%.
Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah sewaktu-waktu apabila
terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya, pada penderita anemia
atau saat terpapar zat beracun. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan oksigen.
2) Penurunan konsentrasi oksigen inspirasi. Kondisi ini dapat terjadi
akibat penggunaan alat terapi pernapasan dan penurunan kadar
oksigen lingkungan.
3) Hipovolemia, kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume
sirkulasi darah akibat kehilangan cairan ekstraselular yang
berlebihan (mis; pada penderita syok atau dehidrasi berat)
4) Peningkatan laju metabolik, kondisi ini dapat terjadi pada kasus
infeksi dan demam yang terus menerus yang mengakibatkan
peningkatan laju metabolik. Akibatnya, tubuh mulai memecah
persediaan protein dan menyebabkan penurunan masa otot.
9
5) Kondisi lainnya. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding
dada seperti kehamilan, obesitas, abnormalitas muskuloskeletal
(mis; pectus exapatum dan kifosis), trauma, penyakit otot, penyakit
susunan saraf, ganguan saraf pusat, dan penyakit kronis.
b. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang
mempengaruhi sistem pernapasan individu.
1) Bayi prematur. Bayi yang lahir prematur beresiko menderita
penyakit membran hialin yang ditandai dengan berkembangnya
membran serupa hialin yang membatasi ujung saluran pernapasan.
Kondisi ini disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit
karena kemampuan paru dalam menyintesis surfaktan baru
berkembang pada trimester akhir.
2) Bayi dan anak-anak. Kelompok usia ini beresiko mengalami
infeksi saluran napas atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis,
dan aspirasi benda (mis. makanan, permen, dll).
3) Anak usia sekolah remaja. Kelompok usia ini beresiko mengalami
infeksi saluran pernapasan akut akibat kebiasaan buruk, seperti
merokok.
4) Dewasa muda dan paruh baya. Kondisi stress, kebiasaan merokok,
diet yang tidak sehat, kurang berolahraga merupakan faktor yang
dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan paru pada
kelompok usia ini.
5) Lansia. Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan
perubahan pada fungsi normal pernapsan, seperti penurunan
elastisitas paru, pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus, dan
kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga
berpengaruh pada penurunan kadar oksigen.
c. Faktor prilaku
Prilaku keseharian individu dapat berpengaruh terhadap fungsi
pernapasannya. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan berolahraga,
10
kondisi emosional, dan pengunaan zat-zat tertentu secara tidak
langsung akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh.
1) Nutrisi. Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat
ekspansi paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan
pelisutan otot pernapsan yang akan mengurangi kekuatan kerja
pernapasan.
2) Olahraga. Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik,
denyut jantung, dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang
akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Ketergantungan zat adiktif. Penggunaan alkohol dan obat-obatan
yang berlebihan dapat menggangu proses oksigenasi. Hal ini
terjadi karena :
a) Alkohol dan obat-obatan dapat menekan pusat pernapasan dan
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan laju
dan kedalaman pernapasan.
b) Penggunaan narkotika dan obat analgesik, terutama morpin dan
meperidin, dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga
menurunkan laju dan kedalaman pernapasan.
4) Emosi, perasaan takut, cemas, dan marah yang tidak terkontrol
akan merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan frekuensi
pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu,
kecemasan juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan.
5) Gaya hidup. Kebiasaan merokok dapat mempengaruhi kebutuhan
oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu, nikotin yang
terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan vasokontriksi
pembuluh darah periper dan koroner.
11
d. Lingkungan
1) Suhu. Faktor suhu (panas atau dingin) dapat berpengaruh terhadap
afinitas atau kekuatan ikatan Hb dan oksigen. Dengan kata lain
suhu lingkungan juga bisa mempengaruhi kebutuhan oksigen
seseorang.
2) Ketinggian. Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada
tekanan udara sehingga tekanan oksigen juga ikut menurun.
Akibatnya orang yang tinggal di dataran tinggi cenderung
mengalami peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung.
Sebaliknya, pada dataran rendah akan terjadi peningkatan tekanan
oksigen.
3) Polusi. Polusi udara seperti asap atau debu seringkali menyebabkan
sakit kepala, pusing, batuk, tersedak dan berbagai gangguan
pernapasan lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja yang
bekerja di pabrik asbes atau bedak tabur beresiko tinggi menderita
penyakit paru akibat terpapar zat-zat berbahaya.
5. Gangguan Pada Fungsi Pernapasan
a. Perubahan Pola Napas
Pola napas mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan usaha
pernapasan. Pola napas yang normal (apnea) ditandai dengan
pernapasan yang tenang, berirama dan tanpa usaha. Perubahan pola
napas yang umum terjadi adalah takipne, bradipnea, hipervetilasi,
napas kussmaul, hipoventilasi, dispnea dan orthopnea.
1) Takipnea : frekuensi pernapasan yang cepat. Biasanya ini terlihat
pada kondisi demam, asidosis metabolik, nyeri, dan pada kasus
hiperkapnea atau hipoksemia.
2) Bradipnea : frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal.
Biasanya ini terlihat pada orang baru menggunakan obat-obatan
seperti morfin, pada kasus alkalosis metabolik, atau peningkatan
TIK.
3) Apnea : henti napas
12
4) Hiperventilasi : peningkatan jumlah udara yang memasuki paru.
Kondisi ini terjadi saat kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan
metabolik untuk pembuangan karbon dioksida. Biasanya,
hiperventilasi disebabkan oleh asidosis, infeksi, dan kecemasan.
Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan alkalosis akibat
pengeluaran CO2 yang berlebihan.
5) Hipoventilasi : penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru.
Kondisi ini terjadi saat ventilasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik untuk penyaluran oksigen dan
pembuangan karbon dioksida. Biasanya ini disebabkan oleh
penyakit otot pernapasan, obat-obatan, anastesia.
6) Pernapasan kussmaul : salah satu jenis hiperventilasi yang
menyertai asidosis metabolik. Pernapasan ini merupakan upaya
tubuh untuk mengompensasi asidosis dengan mengeluarkan karbon
dioksida melalui pernapasan yang cepat dan dalam.
7) Orthopnea : ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi
berdiri atau tegak.
8) Dispnea : kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.
b. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel)
tidak adekuat akibat kurangnya penggunaan atau pengikatan oksigen
pada tingkat sel. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, kecemasan,
pusing, penurunan tingkat kesadaran, penurunan konsentrasi,
kelemahan, peningkatan tanda-tanda vital, disritmia, pucat, sianosis,
clubbing, dan dispnea. Penyebabnya antara lain, penurunan Hb dan
kapasitas angkut oksigen dalam darah, penurunan konsentrasi oksigen
inspirasi, ketidakmampuan sel mengikat oksigen, penurunan difusi
oksigen dari alveoli ke dalam darah, dan peurunan perfusi jaringan.
c. Obstruksi Jalan Napas
Obstruksi jalan napas, baik total ataupun sebagian, dapat terjadi
diseluruh tempat di sepanjang jalan napas atas atau bawah. Obstruksi
13
pada jalan napas atas (hidung, faring, laring) dapat disebabkan oleh
benda asing seperti makanan, akumulasi sekret, atau lidah yang
menyumbat orofaring pada orang yang tidak sadar. Sedangkan
obsruksi jalan napas bawah meliputi sumbatan total atau sebagian pada
jalan napas bronkus dan paru.
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riawayat Keperawatan
Riwayat keperawatan untuk status oksigenasi meliputi pengkajiann
tentang masalah pernapasan dulu dan sekarang, gaya hidup, adanya
batuk, sputum, nyeri, medikasi, dan adanya faktor resiko untuk
gangguan status oksigenasi.
1) Masalah pada pernapasan (dulu dan sekarang)
2) Riwayat penyakit atau pernapasan
a) Nyeri
b) Paparan lingkungan atau geografi
c) Batuk
d) Bunyi napas mengi
e) Faktor resiko penyakit paru
f) Frekuensi infeksi pernapasan
g) Masalah penyakit paru masa lalu
h) Penggunaan obat
3) Adanya batuk dan penanganan
4) Kebiasaan merokok
5) Masalah pada fungsi sistem kardiovaskulern (kelemahan dispneu)
6) Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
a) Riwayat hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit CVA
b) Merokok
c) Usia paruh baya atau lanjut
d) Obesitas
e) Diet tinggi lemak
14
f) Peningkatan kolestrol
7) Riawayat penggunaan medikasi
8) Stresor yang dialami
9) Status atau kondisi kesehatan
b. Pemeriksaan fisik
Untuk menilai status oksigenasi klien, perawat menggunakan
keempat teknik pemeriksaan fisik, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi
1) Inspeksi. Pada saat inspeksi perawat mengamati tingkat kesadaran
klien, penampilan umum, postur tubuh, kondisi kulit dan membran
mukosa, dada (kontur rongga interkosta, diameter anteroposterior,
struktur toraks, pergerakan dinding dada), pola napas, (frekuensi
dan kedalaman pernapasan, durasi inspirasi dan ekspirasi),
ekspirasi dada secara umum, adanya sianosis, adanya deformitas,
dan jaringan parut pada dada.
2) Palpasi. Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan
pemeriksa mendatar di atas dada passien. Saat palpasi, perawat
menilai adanya fremitus taktil pada dada punggung pasien dengan
memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara berulang. Jika klien
mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat akan merasakan
adanya getaran pada telapak tanganya. Normalnya, fremitus taktil
akan terasa pada individu yang sehat, dan akan meningkat pada
kondisi konsolidasi. Selain itu palpasi juga dilakukan untuk
mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada, adanya nyeri
tekan, thrill, titik impuls maksimum, abnormalitas massa dan
kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisian kapiler.
3) Perkusi. Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan
ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji adanya
abnormalitas, cairan atau udara di dalam paru. Perkusi sendiri
dilakukan dengan menekan jari tengah (tangan non dominan)
pemeriksa mendatar di atas dada pasien. Kemudian jari tersebut
15
diketuk-ketuk dengan menggunakan jari tengah atau jari telunjuk
tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan
atau gaung perkusi. Pada penyakit tertentu, (mis. pneumonia
toraks, emfisema), adanya udara pada dada atau paru-paru
menimbulakan bunyi hipersonan atau bunyi drum. Sedangkan
bunyi pekak atau kempis terdengar apabila perkusi dilakukan
diatas area yang mengalami ateletaksis.
4) Asukulutasi. Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang
dihasilakan di dalam tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung
atau dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang terdengar
biasanya digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi, dan
kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat,
auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada
pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengarkan
bunyi napas vesikular, bronkial, bronkovesikuler, rales, ronkhi,
juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi napas serta lokasi
dan waktu terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengkaji status, fungsi,
dan oksigenasi pernapasan klien. Beberapa jenis pemeriksaan
penunjang antara lain :
1) Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan
gas darah arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap
2) Tes struktur pernapasan lengkap : sinar-X dada, bronkoskopi, scan
paru.
3) Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit, toraksintesis.
2. Penetapan diagnosa keperawatan
Penetapan diagnosa menurut Standar Dokumentasi Keperawatan Indonesia
(SDKI, 2016)
16
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
b. Etiologi
1. Sepasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi
9. Respon infeksi
10. Efek agen farmakologi
c. Situasiologi
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan
d. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif (tidak tersedia)
2. Objektif
a) Batuk tidak efektif
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebih
d) Mengi, wheezing dan/ ronki kering
e) Mekonium di jalan napas (pada neonatus)
e. Gejala dan tanda minor
1. Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit bicara
17
c) Ortopnea
2. Objektif
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Pola napas berubah
f. Kondisi klinis terkait
1. Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multipel
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik ( mis. Bronkospi, transesophageal
echocardiography [TEE])
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas
2) Pola Napas Tidak Efektif
a. Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
b. Etiologi
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EGG] posirif,
cidera kepala, gangguan kejang)
18
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan intervensi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada madula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
c. Gejala dan tanda mayor
1. Subjektif
a) dispnea
2. objektif
a) penggunaan obat bantu pernapasan
b) fase ekspirasi memanjang
c) pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stoke)
d. gejala dan tanda minor
1. subjektif
a) ortopnea
2. objektif
a) pernapasan pursed-lip
b) pernapasan cuping hidung
c) diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d) ventilasi semenit menurun
e) kapasital vital menurun
f) tekanan ekspirasi menurun
g) tekanan inspirasi menurun
h) ekskrusi dada menurun
e. kondisi klinis terkait
1. Depresi sistem saraf pusat
19
2. Cidera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian balle syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
3. Intervensi Keperawatan
20
Jumlah dan 14. Manajemen
karakteristik) ventilasi
mekanik
15. Manajemen
jalan napas
2) Terapeutik
buatan
a) Atur posisi semi-
16. Pemberian obat
fowler atau fowler
inhalasi
b) Pasang perlak dan
17. Pemberian obat
bengkok di
interpleura
pangkuan pasien
18. Pemberian obat
c) Buang sekret pada
intradenal
tempat sputum
19. Pemberian obat
nasal
3) Edukasi
20. Pencegahan
a) Jelaskan tujuan
aspirasi
dan prosedur
21. Pengaturan
batuk efektif
posisi
b) Anjurkan tarik
22. Penghisapan
napas dalam
jalan napas
melalui hidung
23. Penyapihan
selama 4 detik, di
ventilasi
tahan selama 2
mekanik
detik, kemudian
24. Perawatan
keluarkan dari
trakheostomi
mulut dengan
25. Skrining
bibir mecucu (di
tuberkulosis
bulatkan) selama 8
26. Stabilisasi jalan
detik
napas
c) Anjurkan
27. Terapi oksigen
mengulangi tarik
napas dalam
hingga 3 kali
d) Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
tarik napas dalam
yang ke-3
kolaborasi
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi
pemberian
mukolitik, jika
perlu
21
mengelola kepatenan jalan
napas.
b. Tindakan
1. Observasi
a) Monitor pola napas
(frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
b) Monitor bunyi napas
tambahan ( mis.
Gurgling, mengi,
wheexing, ronki
kering)
c) Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
a) Pertahankan jalan
napas dengan dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika
dicurigai trauma
servikal)
b) Posisikan semi-
fowler atau fowler
c) Berikan minum
hangat
d) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
e) Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
f) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
indotrakeal
g) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forcep mcGill
h) Berikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
a) Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
b) Ajarkan teknik batuk
efektif
22
4. Kolaborasi
a) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
espektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Pemantauan respirasi
a. Definisi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan
jalan napas dan keefektifan
pertukaran gas
b. Tindakan
1. Observasi
a) Monitor frekuensi,
irama, kedalaman,
dan upaya napas
b) Monitor pola
napas ( seperti
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne
stokes, biot,
ataksik)
c) Monitor
kemampuan batuk
efektif
d) Monitor adanya
produksi sputum
e) Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
f)Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g) Auskultasi bunyi
napas
h) Monitor saturasi
oksigen
i) Monitor AGD
j) Monitor hasil x-ray
toraks
2. Terapeutik
a) Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
23
b) Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
a) Jelaskan tujuan
ada prosedur
pemantauan
b) Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
24
penghisapan lendir posisi
kurang dari 15 detik 16. Perawatan
f) Lakukan selang dada
hiperoksigenasi 17. Menejemen
sebelum penghisapan ventilasi
indotrakeal mekanik
g) Keluarkan sumbatan 18. Pemantauan
benda padat dengan neurologis
forcep mcGill 19. Pemberian
h) Berikan oksigen, jika analgesik
perlu 20. Pemberian obat
3. Edukasi 21. Perawatan
a) Anjurkan asupan trakheostomi
cairan 2000 22. Reduksi
ml/hari, jika tidak ansietas
kontraindikasi 23. Stabilisasi jalan
b) Ajarkan teknik batuk napas
efektif 24. Terapi relaksasi
4. Kolaborasi otot progresif
a) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
espektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Pemantauan respirasi
a. Definisi
Mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan
jalan napas dan keefektifan
pertukaran gas
b. Tindakan
1. Observasi
a) Monitor frekuensi,
irama, kedalaman,
dan upaya napas
b) Monitor pola
napas ( seperti
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne
stokes, biot,
ataksik)
c) Monitor
kemampuan batuk
efektif
d) Monitor adanya
25
produksi sputum
e) Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
f)Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
g) Auskultasi bunyi
napas
h) Monitor saturasi
oksigen
i) Monitor AGD
j) Monitor hasil x-ray
toraks
2. Terapeutik
a) Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
c) Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
a) Jelaskan tujuan
ada prosedur
pemantauan
b) Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
26
Batasan asma yang lengkap di kelurkan oleh Global Initative For
Asthma (GINA, 2016) di definisikan sebagai penyakit heterogen
ditandai inflamasi kronik saluran napas dengan gejala sesak napas
mengi, ada terasa berat, batuk semakin memberat dan keterbatasan
aliran udara ekspirasi. Keadaan tersebuat beralngsung dalam intensitas
waktu yang lama dan sering berulang yang dipicu oleh berbagai faktor,
seperti pajanan alergen, perubahan cuaca, latihan fisik dan infeksi
virus.
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA, 2015) mendefiniskan
asma sebagai penyakit saluran respiratori dnegan dasar inflamasi
kronik yang melibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran
respiratori dengan derajat bervariasi. Manifestasi klinisnya dapat
berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara
kronik atau berulang, cenderung memberat pada malam/dini hari
(nokturnal), reversibel dan biasanya timbul jika ada pencetus.
Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat
penyempitan saluran napas yang sifatnya reversibel (penyempitan
dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernapasan diantara dua interval asimtomatik. Namun, ada kalanya
sifat reversibel ini berubah menjadi kurang reversibel (penyempitan
baru hilang setelah mendapat pengobatan). Penyumbatan saluran napas
yang menilbulkan manifestasi klinis asma adalah akibat terjadinya
bronkokontriksi, pembengkakan mukosa bronkus dan hipersekresi
lendir karena hiperreaktivitas saluran pernapasan terhadap beberapa
stimulus (Darmanto Djojodibroto, 2009).
Menurut (Caia Francis, 2011) asma adalah gangguan inflamasi
kronik pada jalan napas dimana banyak sel memainkan peranan,
terutama sel mest, eosinofil, dan limfosit T. Pada individu yang rentan
inflamasi ini menyebabkan episode rekuren dari mengi, sulit bernapas
dada terasa sesak, dan batuk terutama pada malam atau dini hari.
Gejala-gejala ini biasanya berubungan dengan terbatasnya aliran udara
27
yang meluas tetapi bervariasi, yang reversibel setidaknya sebagian baik
secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga
menyebabkan peningkatan responsivitas jalan napas terhadap beberapa
rangsangan (Internatinal Consensus Report On The Diagnosis And
Management Of Asthma).
2. Etiologi
Pada penyebab asma, tampak terdapat hubungan antara asma
dengan alergi. Pada sebagian besar penderita asma , ditemukan riwayat
alergi, selain itu serangan asma juga sering di picu oleh pemajanan
terhadap alergen. Pada pasien yang mempunyai komponen alergi, jika
di telusuri ternayata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada
keluarganya. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa terdapat faktor
genetik yang menyebabkan seseorang menderita asma. Faktor genetik
yang diturunkan adalah kecenderungan memproduksi antibodi jenis
igE yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai predisposisi
memproduksi igE berlebihan disebut mempunyai sifat atopik,
sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun, ada penderita asma yang
tidak atopik dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh pemajanan
terhadap alergen (Darmanto Djojodibroto, 2009).
28
3. Fatofisiologi
Gambar 2.1 Fatofisiologi Asma Bronkhial
Pencetus serangan
(alergen, emosi/stres, obat-obatan dan
infeksi)
Hipoventilasi
distribusi ventilasi tidak merata dengan
sirkulasi darah paru-paru
gangguan difusi gas di alveoli
Kerusakan pertukaran
gas
Hipoksemia
29
hiperkapnea
Pencetus-pencetus serangan tersebut di tambah dengan pencetus
lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi
antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan
subtansi pereda alergi yangsebelumnya merupakan mekanisme tubuh
dalam menghadapi serangan. Zat yang di keluarkan dapat berupa
histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaski tersebut
adalah timbulnya tiga gejala yaitu, berkontraksinya otot polos,
peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus,
seperti terlihat pada gambar di atas (Irman Somantri, 2009).
4. Manifestasi Klinik
Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan sindrom
yang dihasilkan mekanisme multipel yang akhirnya menghasilkan
kompleks gejala klinis termasuk obstruksi jalan napas reversibel.
Sebagai sindrom episodik, terdapat interval asimtomatik di antara
kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting dari sindrom ini,
seperti dispnea, suara mengi, obstruksi jalan napas reversibel terhadap
bronkodilato, bronkus yang hiperresponsif terhadap berbagai stimulus
baik yang spesifik maupun nonspesifik dan peradangan saluran
pernapasan.
Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi serta sesak napas.
Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas
tambahan, timbulnya pulpus paradoksus, timbulnya kussmaul’s sign.
Pasien akan mencari posisi yang nyaman, yaitu duduk tegak dengan
tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap stabil, biasanya
berpegangan pada lengan kursi, dengan demikian otot napas tambahan
dapat bekerja dengan baik. Takikardi akan timbul di awal serangan,
kemudian diikuti sianosis sentral.
Gejala asma dapat dibedakan dengan gejala penyakit obstruksi
jalan napas lainnnya seperti bronkitis kronik, emfisema dan fibrosis
kistik (Darmanto Djojobroto, 2009).
30
5. Klasifikasi Asma Bronkhial
Menurut (Irman Somantri, 2009) Asma bronkhial di klasifikasikan
berdasarkan penyebabnya
1. Asma Alergi/Ekstrinsik merupakan suatu bentuk asma dengan
alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan
dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman
(seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan
eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergia akan
mencetuskan serangan asma. Bentuk asama seperti ini biasanya di
mulai sejak kanak-kanak.
2. Idiopatik atau nonalergik asma / instrinsik merupakan penyakit
asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan alergen
spesifik. Faktor-fakor seperti common cold, infeksi saluran napas
atas, aktivitas, emosi atau stres dan polusi lingkungan akan
mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti bahan
sulfat (penyedap makanan) juga menjadi faktor penyebab.
Serangan dari asma adioptik atau nonalergik menjadi lebih berat
dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang
menjadi bronkitis dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya
dimulai dari usia 35 tahun keatas.
3. Asma campuran (mixed asma) merupakan bentuk asma yang
paling sering. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma
alergi dan idioptik atau nonalergi.
31
Kondisi yang perlu di pertimbangkan saat melakukan anamnesis
asma
Tabel 2.2 Kondisi Saat Asma
Gejala Batuk, mengi, napas pendek,
dada terasa sesak, dan
produksi sputum.
Ko-eksistensi dengan kondisi
lain yang berhubungan
dengan asma : hay fever,
rinitis, sinusitis, dermatitis
atopik.
32
dan stres.
Obat-obatan, aspirin, atau
obat anti-inflamasi nonsteroid,
beta-bloker.
Olahraga
Perubahan cuaca.
33
Efek pada pertumbuhan,
tingkah laku, pencapaiaan di
sekolah atau kerja.
6. Penatalaksanaan Terapi
Menurut (Caia Francis, 2011) penatalaksanaan terapi pada
penderita asma di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Penatalaksanaan terapi farmakologi
Tujuan tata laksana farmakologi adalah untuk mengontrol
gejala termasuk gejala nokturnal dan asma yang di induksi oleh
olahraga. Secara keseluruhan tujuannya adalah untuk mencapai
kontrol dini dan efektif dari asma dan mempertahankan kontrol
fleksibel dengan melangkah naik atau turun pada terapi sesuai
keperluan.
Adapu beberapa langkah dalam penatalaksanaan terapi
farmakologis
1. Langkah pertama bronkodilator kerja-singkat harus diresepkan
sebagai pereda gejala pada semua pasien dengan asma
simtomatik. Frekuensi pasien menggunakan bronkodilator ini
dapat menjadi ukuran beratnya asma pasien dan / atau
kebutuhan mereka terhadap pengobatan lain.
2. Langkah kedua pengenalan terapi pencegah steroid inhalasi
merupakan terapi pencegah yang direkomendasikan baik pada
orang dewasa maupun anak-anak. Obat ini harus di resepkan
pada pasien dengan eksaserbasi yang baru terjadi, asma
nokturnal atau gangguan fungsi paru, atau mereka yang
menggunakan inhalasi lebih dari sekali sehari. Jika terdapat
alasan klinis atau alasan yang berpusat pada pasien untuk tidak
34
meresepkan steroid inhalasi, maka natrium kromoglikat,
antagonis reseptor lekotrien, atau teofilin dapat diresepkan.
3. Langkah ketiga terapi tambahan sebelum melakukan langkah
ini semua parameter lain perlu diperiksa seperti kepatuhan
pasien terhadap pengobatan, kemampuan menggunakan inhaler
secara tepat dan menghindari faktor pemicu. Terapi tambahan
termasuk dosis steroid yang di tingkatkan, antagonis reseptor,
teofilin.
4. Langkah keempat diindikasikan pada kontrol gejala asma yang
buruk.
5. Langkah kelima pada kasus ini di rekomendasikan pemantauan
reguler seluruh fungsi fisiologis pasien karena pemberian
steroid oral telah menunjukkan efek samping bermakna dengan
yang berhubungan dengannya. Pemantauan ini termasuk
pemantauan pertumbuhan pada anak-anak dan observasi
munculnya diabetes, osteoporosis, hipertensi, dan
perkembangan katarak.
2. Penatalaksanaan terapi nonfamakologis
Alergen dapat memicu serangan asma dan meningkatkan
morbiditas asma. hal ini harus di pertimbangkan pada setiap
peninjauan ulang tatalaksana asma seorang pasien. Indentifikasi
alergen putatif harus di lakukan dnegan menggali riwayat medis
yang terinci, dan melakukan uji alergi jika mungkin.
Pemberian ASI eksklusif selama empat bulan pertama atau
lebih telah terbukti menurunkan peluang munculnya asma setelah
anak tersebut mencapai usia enam tahun. Efek ini lebih bermakna
pada anak yang memiliki riwayat atopi tinggi pada keluarga.
Sama halnya dengan penyakit respirasi lainnya, merokok
tembakau bersifat merusak tata laksana asma. walaupun ada bukti-
bukti yang telah tersedia selama beberapa dekade bahwa “merokok
pasif” berkontribusi terhadap beratnya asma pada anak-anak,
35
pekerja kesehatan tetap harus mencari kesempatan untuk
mendukung orang tua berhenti merokok.
Terapi komplementer untuk tatalaksana asma di perhatikan
secara rinci pada bantuan BTS 2003, dan didalamnya termasuk
akupuntur, homeopati, hipnosis, dan latihan pernapasan.
36
BAB III
A. Hasil
1. Pengkajian
Tabel 4.1 Item Pengkajian Subyek asuhan
Item
Klien 1 Klien 2
Pengkajian
37
2019 Pekerjaan : Penjahit
Riwayat Penyakit Klien mengeluh sesak dan batuk, Klien mengeluh sesak napas, batuk
Sekarang klien mengatakan sesak kambuh dahak klien sulit di keluarkan,
jika klien beraktivitas terlalu berat. klien mengatakan jika sesak
Klien mengatakan sesak kambuh kambuh klien sulit untuk
saat klien terkena debu dan saat beraktivitas. klien mengatakan
mala sesak timbul saat malam hari dan
pagi hari karena suhu yang dingin.
m hari. Klien merasakan sesak Klien mengatakan sesak berkurang
berkurang jika istirahat dengan jika klien istirahat seperti tidur
posisi setengah tidur. Klien setengah duduk. Dan jika sesak
mengatakan jika sesak mulai kambuh klien biasa menggunakan
kambuh klien berobat kepuskesmas inhaler yang di hisap. Sesak
di dekat rumahnya. Klien dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
mengatakan sesak mulai dirasakan
sejak 7 hari yang lalu sebelum
dirawat dan hanyadi bawa ke
puskesmas. Klien mengatakan BAB
dan BAK klien normal.
Riwayat penyakit Klien mengatakan klien menderita Klien mengatakan menderita asma
dahulu asma sudah 10 tahun. sejak usia 5tahun.
Riwayat penyakit Klien mengatakan keluarga tidak Keluarga klien mengatakan ada
Keluarga ada yang memiliki penyakit sama anggota keluarga yang menderita
sepertinya. penyakit asma, yaitu suami klien
dan sedang di rawat di RS DKT
Bandar Lampung.
Pola manajemen Klien mengatakan sebelum saki Klien mengatakan sebelum sakit
kesehatan- tidak pernah olahraga. klien mengikuti olahraga senam.
persepsi
Klien mengatakan sering
Kesehatan mengerokok sebelum klien sakit
dan berhenti saat sakit.
Pola Istirahat - Klien mengatakan sebelum sakit - Klien mengatakan sebelum sakit
Tidur biasanya klien tidurnnyanyenyak biasanya klien tidur sekitar jam
dari pukul 22.00 sampai dengan 21.00 dan bangun sekitar jam
38
pukul 05.00 04.30.WIB
- Klien mengatakan sejak klien - Namun sejak klien dirawat di
sakit klien sulit tidur, klien mulai Rumah Sakit, klien mengatakan
tidur pukul 03.00 dan sering hanya tidur sekitar 2-4 jam /hari.
terbangun . - Klien mengatakan sejak dirawat
- Klien mengatakan sejak dirawat di Rumah Sakit klien tidur sekitar
di Rumah Sakit klien tidur mu lai jam 21.00 dan sering bangun
bisa tidur sekitar jam 20.30 dan sekitar jam 00.30 WIB malam
sering bangun sekitar jam karena sesak nafas dan merasa
23.00.WIB malam karena sesak dingin.
nafas sehingga sulit tidur
nyenyak.
RR : 30 x/menit RR : 28 x/menit
39
b. Mata : penglihatan baik, b. Mata :penglihatan baik tidak
kelopak mata tampak pucat anemis
c. Hidung : Napas cuping hidung c. Hidung : Tidak ada cuping
(-), tidak ada sekret. hidung. Tidak ada sekret di
d. Mulut : keadaan rongga mulut hidung
bersih, bibir kering tidak d. Mulut : keadaan rongga mulut
sianonis. bersih, bibir kering tidak
e. Leher :tidak ada pembesaran sianosis.
vena jogularis, tidak ada e. Leher :pembesaran vena
pembesaran kelenjar tyroid, jugularis tidak ada, pembesaran
reflek menelan baik. kelenjar tiroid tidak ada, reflek
f. Thorax : menelan baik.
- Inspeksi: Bentuk dada f. Thorax :
simetris, gerakan dinding - Inspeksi: Bentuk dada
dada simetris, retraksi simetris, gerakan dinding
dada. dada simetris, ada retraksi
- Palpasi :Tidak ada nyeri dada.
tekan, taktil fremitus - Palpasi : Nyeri tekan tidak
kanan sama dengan kiri. ada, taktil fremitus kanan
- Perkusi : Sonor di seluruh sama dengan kiri.
lapang paru - Perkusi : Sonor di seluruh
- Auskultasi : terdengar lapang paru
wheezing di seluruh - Auskultasi : terdengar
lapang paru, kualitas suara suara wheezing di seluruh
wheezing kuat. Terdengar lapang paru, kualitas suara
ronchi basah. wheezig sedang.
Terdengar ronchi basah.
g. Abdomen : g. Abdomen :
- Inspeksi : bentuk perut - Inspeksi : bentuk perut
simetris, tidak ada simetris, tidak ada
benjolan, tdak ada striae, benjolan, terdapat striae.
- Auskultasi : Bising usus 7 - Ausk
x/menit - ultasi : Bising usus 9
- Palpasi : Nyeri tekan x/menit
tidak ada, hepar tidak - Palpasi : Nyeri tekan
teraba, Tidak ada asites. tidak ada, hepar tidak
- Perkusi : terdengar suara teraba, tidak ada asites.
timpani - Perkusi : terdengar Suara
h. Punggung dan tl. Belakang : timpani
Klien tidak mempunyai
masalah pada tulang belakang. h. Punggung dan tl. Belakang :
i. Gnetalia : klien mengatakan Klien tidak mempunyai
genetalia bersih dan tidak ada masalah pada tulang
masalah. belakang.
j. Ekstremitas : i. Gnetalia : klien mengatakan
- Atas : kekuatan otot gnetalia bersih tidak ada
dekstra 5 dan ROM aktif, kelainan.
kekuatan otot sinistra 5 j. Ekstremitas :
40
dan ROM aktif namun Atas : kekuatan otot
pergerakanya terbatas dekstra 5 dan ROM aktif,
karena terpasang infus, kekuatan otot sinistra 5
kedua akral teraba hangat. dan ROM aktif, kedua
CRT kembali 1 detik. akral teraba hangat. CRT 1
Kedua tangan simetris, detik. Kedua tangan
tidak terdapat luka, kulit simetris, tidak terdapat
tidak ikterik, pitting edema luka, kulit tidak ikterik,
normal kembali 1 detik, pitting edema normal
kuku kotor dan panjang, kembali 1 detik, kuku
bentuk jari normal tidak bersih dan, bentuk jari
ada clubbing finger. normal tidak ada clubbing
- Bawah : kekuatan otot finger.
dekstra 5 dan ROM aktif, - Bawah : kekuatan otot
kekuatan otot sinistra 5 dekstra 5 dan ROM aktif,
dan ROM aktif. Kedua kekuatan otot sinistra 5
akral teraba hangat. CRT 1 dan ROM aktif. Kedua
detik. Kedua kaki simetris, akral teraba hangat. CRT 1
tidak terdapat luka, kulit detik. Kedua kaki simetris,
tidak ikterik, pitting edema tidak terdapat luka, kulit
normal kembali 1 detik, tidak ikterik, pitting edema
kuku kotor dan panjang, normal kembali 1 detik,
bentuk jari normal. kuku bersih dan, bentuk
jari normal.
41
mg (intra vena) / 12 jam mg (intra vena) / 12 jam
- levofloxacin 750/24 jam - levofloxacin 750/24 jam
melalui oral pada pagi hari melalui oral pada pagi hari
2. Analisa Data
Analisa data ini dilakukan pada seluruh data yang penulis dapat
dari subyek, tetapi penulis berfokus pada analisa kebutuhan oksigenasi.
Data yang dikumpulkan di golongan berdasarkan data subyektif dan
obyektif dan akan di analisa berdasarkan masalah keperawatan yang
mungkin akan muncul.
42
4 liter g. Klien terpasang O2 nasal kanul 4 liter
2 Masalah : Gangguan Pola Tidur b.d Masalah : Gangguan Pola Tidur b.d sesak
sesak napas. napas.
DS: DS :
DO:
DO:
a. Klien tampak lemas dan sesak
a. Klien tampak lemah dan sesak
b. Mata klien tampak sayu.
b. Mata klien tampak sayu.
c. Klien tampak mengantuk
c. Klien tampak mengantuk
d. Pola tidur klien 3-4 ja/hari
d. Pola tidur klien 4-5 jam/hari
DS : DS :
43
DO: DO:
3. Diagnosa Keperawatan
Dari data hasil pengkajian yang telah di lakukan kepada Tn.L dan Ny.D
dapat dirumuskan masalah keperawatan yaitu
Table 4.3 Diagnosis Keperawatan
NO Tn.L Ny.D
1. Bersihan Jalan Napas Tidak efektif Bersihan Jalan Napas Tidak efektif
b.d sekresi yang terahan. b.d sekresi yang terahan.
2. Ganggua Pola Tidur b.d sesak Ganggua Pola Tidur b.d sesak napas.
napas.
4. Rencana Keperawatan
Setelah menemukan masalah kperawatan pada 2 subjek tersebut,
rencana keperawatan yang menjadi fokus penulis dalam hal ini berfokus
pada diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen,
maka rencana keperawatan dapat diuraikan sebagai berikut:
44
1. Setelah dilakukan tindakan asuhan 1.Latihan batuk efektif
keperawatan 3x 24 jam diharapkan Observasi
masalah bersihan jalan napas tidak
efektif teratasi dengan kriteria hasil : 1. identifikasi kemampuan batuk
1. Suara napas vesikuler, tidak
ada sianosis dan mampu
Terapeutik
mengeluarkan sputum,
mampu bernapas dengan 1. atur posisi semi-fowler atau fowler
mudah. 2. pasang perlak dan bengkok di
2. Menunjukkan jalan napas pangkuan pasien
paten 3. buang sekret pada tempat sputum
RR16-24 x/menit
Tidak ada sputum/ dahak
Edukasi
Tidak ada otot bantu napas
tambahan 1. jelaskan tujuan dan prosedur batuk
3. Mampu mengidentifikasi dan efektif
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan napas
Kolaorasi
45
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Observasi
46
2. perasaan segar sesuadah tidur tidur
atau istirahat
3. mampu mengidentifikasikan terapeutik
hal-hal yang meningkatkan
tidur 1. tetapkan jadwal tidur rutin
2. sesuaikan jadwal pemberian obat
dan atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
edukasi
terapeutik
edukasi
47
3. Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Management energy
keperawatan 3x 24 jam diharapkan
masalah intoleransi aktivitas klien Observasi
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
1. Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri mengakibatkan kelelahan
2. Tanda-tanda vital normal 2. monitor pola dan jam tidur
RR 16-24x/menit 3. monitor lokasi dan ketidak nyamanan
TD120/80 mmHg
selama melakukan aktivitas
3. Mampu berpindah dengan
atau tanpa bantuan
4. Statusrespirasi pertukaran
gasdan ventilasi adekuat
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
2. Terapi Aktivitas
Observasi
48
dalam aktivitas tertentu
2. Monitor respon emosional, fisik, social
dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
Edukasi
49
5. Implementasi Dan Evaluasi
Table 4. 5 implementasi dan evaluasi Pasien 1hari ke 1
Waktu dan Implementasi Evaluasi Paraf
tanggal
28/03/2019 Latihan batuk efektif S
08.30 1. mengidentifikasi kemampuan - Klien mengatakan napasnya
08.45 sesak
batuk klien - Klien mengatakan batuk
08.50 - Klien mengatakan sulit tidur
2. mengatur posisi semi-fowler - Klien mengatakan sering
terbangun saat tidur karena
3. Melakukan pemeriksaan pola
sesak
napas dengan melihat - Klien mengatakan pola
09.00 tidurnya berubah
frekuensi napas Tn.L
- Klien mengatakan sejak ia di
4. Mendengarkan bunyi napas
rawat di Rumah sakit hanya
09.10 tambahan (wheezing, ronchi tidur sekitar 4-5 jam setiap
basah) hari
5. Memberikan minum hangat - Klien mengeluh lelah
09.20 - Klien mengatakan kurang
2500 ml/hari mampu melakukan aktivitas
6. Memberikan oksigen, secara mandiri
09.30 4liter/jam
09.40 7. Mengidentifikasi sputum
(berwarna putih dan kental)
8. Melatih teknik batuk efektif O:
untuk mengeluarkkan - Klien tampak sesak napas
09.55
seputum - Klien tampak kesulitan
9. Melakukan kolaborasi bernapas
- Klien tampak batuk tidak
pemberian bronkodilator.
efektif
- ventolin 2,5 mg - Frekuensi pernapasan
(nebulizer) /8jam selama 28x/menit
- Saat di auskultasi terdengar
24 jam
suara
- pulmocart 1mg - wheezing dan rochi basah di
(nebulizer) /8 jam selama seluruh lapang paru.
24 jam - Klien terpasang O2 nasal
kanul 4 liter
- combivent 1 mg/8 jam - Klien tampak lemas dan sesak
selama 24 jam melalui - Mata klien tampak sayu.
oral - Klien tampak mengantuk
- Polatidur klien 4-5 jam/hari
50
- methylprednisolone 0,5 - Klien tampak lemah
mg (intra vena) / 12 jam - Klien tampak tidak mampu
mempertahankan aktivitas
- levofloxacin 750/24 jam
10.30 rutin
melalui oral pada pagi TD : 140/80mmHg
hari
RR : 28 x/menit
10. Mengkaji pola aktivitas dan
tidur klien selama masa SpO2: 93 %
10.40
perawatan
11. Memfasilitasi menghilangkan
10.50 A:
stress sebelum tidur dengan
1. bersihan jalan napas
teknik relaksasi
12. Menyesesuaikan jadwal tidak efektif
11.00 pemberian obat dan atau 2. gangguan pola tidur
tindakan untuk menunjang 3. intolerasi aktivitas
siklus tidur klien
11.30
13. Memonitor pola dan jam tidur
P:
klien setiap hari
12.30 1. mengatur posisi semi-fowler
14. Mengkaji gangguan fungsi
2. Monitor pola napas
tubuh yang mengakibatkan
(frekuensi, kedalaman, usaha
kelelahan
napas)
15. Mengkaji lokasi dan ketidak
3. Monitor bunyi napas
nyamanan selama melakukan
tambahan ( mis. Wheezing
aktivitas
dan ronkibasah)
16. Sediakan lingkungan nyaman
4. Berikan minum hangat
dan rendah stimulus
2500ml/hari
17. Menganjurkan aktivitas
5. Berikan oksigen, 4 liter/Jam
distraksi yang menenangkan
6. Kolaborasi pemberian
(mendengarkan musik
bronkodilator.
relaksasi)
- ventolin 2,5 mg (nebulizer)
18. Menganjurkan melakukan
/8jam selama 24 jam
aktivitas secara bertahap
- pulmocart 1mg (nebulizer) /8
19. Menganjurkan menghubungi
jam selama 24 jam
perawat jika tanda dan gejala
- combivent 1 mg/8 jam selama
kelelahan tidak berkurang
24 jam melalui oral
20. Kolaborasi dengan ahli gizi
- methylprednisolone 0,5 mg
tentang cara meningkatkan
(intra vena) / 12 jam
51
asupan makanan - levofloxacin 750/24 jam
melalui oral pada pagi hari
52
09.40 6. Melakukan kolaborasi - Klien tampak masih sesak napas
pemberian bronkodilator. - Klien tampak batuk berkurang
- Frekuensi pernapasan 26 x/menit
- ventolin 2,5 mg
- Saat di auskultasi terdengar suara
(nebulizer) /8jam selama wheezing
24 jam - Klien terpasang O2 nasal kanul 4
liter
- pulmocart 1mg
- Klien lebih mudah tidur
(nebulizer) /8 jam selama 4-5jam/hari
24 jam - Klien tampak sedikit mengantuk
- Klien tampak lebih mampu
- combivent 1 mg/8 jam
melakukan aktivitas harian
selama 24 jam melalui TD : 130/90mmHg
oral
RR : 26 x/menit
- methylprednisolone 0,5
mg (intra vena) / 12 jam SpO2 : 93 %
- levofloxacin 750/24 jam
melalui oral pada pagi
A:
hari
09.50 7. Menyesesuaikan jadwal - bersihan jalan napas tidak
pemberian obat dan atau efektif
tindakan untuk menunjang - gangguan pola tidur
siklus tidur klien
10.00
8. Memonitor pola dan jam tidur
P:
klien setiap hari
10.15 9. Menganjurkan aktivitas
1. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
distraksi yang menenangkan
2. Monitor bunyi napas tambahan (
10.25 (mendengarkan musik
mis. Wheezing, ronki basah)
relaksasi)
3. Berikan minum hangat
10. Menganjurkan melakukan
10.35 2500ml/hari
aktivitas secara bertahap
4. Berikan oksigen, 3 liter/jam
11. Menganjurkan menghubungi
10. 50 5. Kolaborasi pemberian
perawat jika tanda dan gejala
bronkodilator.
kelelahan tidak berkurang
- ventolin 2,5 mg (nebulizer) /8jam
12. Kolaborasi dengan ahli gizi
11.30 selama 24 jam
tentang cara meningkatkan
- pulmocart 1mg (nebulizer) /8 jam
asupan makanan
selama 24 jam
- combivent 1 mg/8 jam selama 24
jam melalui oral
53
- methylprednisolone 0,5 mg (intra
vena) / 12 jam
- levofloxacin 750/24 jam melalui
oral pada pagi hari
54
oral - Klien tampak lebih mampu
- methylprednisolone 0,5 melakukan aktivitas harian
TD : 130/90mmHg
mg (intra vena) / 12 jam
- levofloxacin 750/24 jam RR : 26 x/menit
melalui oral pada pagi SpO2 : 94 %
hari
7. Menyesesuaikan jadwal
pemberian obat dan atau A:
09.50
tindakan untuk menunjang - bersihan jalan napas
siklus tidur klien tidak efektif
8. Memonitor pola dan jam tidur
P:
10.00 klien setiap hari
1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
2. Monitor bunyi napas
tambahan ( mis. Wheezing,
ronki basah)
3. Memberikan minum hangat
2500 ml/hari
4. Berikan oksigen,3liter/jam
5. Kolaborasi pemberian
bronkodilator.
- ventolin 2,5 mg (nebulizer)
/8jam selama 24 jam
- pulmocart 1mg (nebulizer) /8
jam selama 24 jam
- combivent 1 mg/8 jam selama
24 jam melalui oral
- methylprednisolone 0,5 mg
(intra vena) / 12 jam
- levofloxacin 750/24 jam
melalui oral pada pagi hari
55
Table 4.8 Implementasi dan Evaluasi Pasien 2 hari ke 1
09.10 4liter/jam
7. Mengidentifikasi sputum O:
(berwarna putih dan kental)
- Klien tampak sesak
09.20 8. Melatih teknik batuk efektif
- Klien tampak kesulitan
untuk mengeluarkkan
bernapas
seputum
- Klien tampak batuk tidak
9. Melakukan kolaborasi
09.30 efektif
pemberian bronkodilator.
- Frekuensi pernapasan
- ventolin 2,5 mg
09.40 28x/menit
(nebulizer) /8jam selama
- Saat di auskultasi terdengar
24 jam
suara wheezing dan rochi
- pulmocart 1mg
basah di seluruh lapang paru
(nebulizer) /8 jam selama
- Klien terpasang O2 nasal
24 jam
09.55 kanul 4 liter/jam
- combivent 1 mg/8 jam
- Klien tampak lemah dan sesak
selama 24 jam melalui
- Mata klien tampak sayu.
oral
- Klien tampak mengantuk
56
- methylprednisolone 0,5 - Pola tidur klien 4-5 jam/hari
mg (intra vena) / 12 jam - Klien tampak lemah
- levofloxacin 750/24 jam - Klien tampak tidak mampu
melalui oral pada pagi mempertahankan aktivitas
hari rutin
10. Mengkaji pola aktivitas dan - Aktivitas klien dibantu
tidur klien selama masa keluarganya
perawatan TD : 170/80mmHg
11. Memfasilitasi menghilangkan
RR : 26 x/menit
stress sebelum tidur dengan
SpO2: 94 %
teknik relaksasi
12. Menyesesuaikan jadwal
pemberian obat dan atau
A:
tindakan untuk menunjang
siklus tidur klien 1. bersihan jalan napas
13. Memonitor pola dan jam tidur
tidak efektif
klien setiap hari
14. Mengkaji gangguan fungsi
2. gangguan pola tidur
tubuh yang mengakibatkan 3. intoleransi aktivitas
kelelahan
10.25 15. Mengkaji lokasi dan ketidak
nyamanan selama melakukan P:
aktivitas
1. mengatur posisi semi-fowler
10.30 16. Sediakan lingkungan nyaman
2. Monitor pola napas
dan rendah stimulus
(frekuensi, kedalaman, usaha
17. Menganjurkan aktivitas
napas)
distraksi yang menenangkan
3. Monitor bunyi napas
(mendengarkan musik
tambahan ( mis.wheezing dan
relaksasi)
10.40 ronki basah)
18. Menganjurkan melakukan
4. Berikan minum hangat
aktivitas secara bertahap
2500ml/hari
19. Menganjurkan menghubungi
5. Berikan oksigen, 4 liter/Jam
perawat jika tanda dan gejala
6. Kolaborasi pemberian
kelelahan tidak berkurang
bronkodilator.
10.50 20. Kolaborasi dengan ahli gizi
- ventolin 2,5 mg (nebulizer)
tentang cara meningkatkan
/8jam
asupan makanan
57
- pulmocart 1mg (nebulizer) /8
jam
10.55 - combivent 1 mg
- methylprednisolone 0,5 mg
- levofloxacin 750/24 jam
7. sesuaikan jadwal pemberian
11.00
obat dan atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
8. monitor pola dan jam tidur
9. monitor pola dan jam tidur
10. Berikan aktivitas distraksi
11.10 yang menenangkan
(mendengarkan musik
11.15
relaksasi)
11. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur
11.30 12. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
13. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
11.35 kelelahan tidak berkurang
14. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
58
Table 4.9 Implementasi dan Evaluasi Pasien 2 hari 2
Waktu dan Implementasi Evaluasi Paraf
tanggal
29/03/2019 S:
1. mengatur posisi semi-fowler
08.30 - Klien mengatakan napasnya
2. Melakukan pemeriksaan pola masih sedikit sesak
08.40
napas dengan melihat - Klien Klien mengatakan
frekuensi napas Tn.L tidurnya lebih mudah
- Klien mengatakan lebih segar
08.50 3. Mendengarkan bunyi napas
ketika bangun tidur
tambahan (wheezing, ronchi
basah) O:
09.00
4. Memberikan minum hangat
- Klien tampak masih sesak
2500 ml/hari
09.10 - Frekuensi pernapasan 26
5. Memberikan oksigen,
x/menit
4liter/jam
- Saat di auskultasi terdengar
09.40 6. Melakukan kolaborasi
suara wheezing
pemberian bronkodilator.
- Klien terpasang O2 nasal
- ventolin 2,5 mg
kanul 4 liter
(nebulizer) /8jam selama
- Pola tidur klien lebih dari 6
24 jam
jam/hari
- pulmocart 1mg
- Klien tampak mampu
(nebulizer) /8 jam selama
mempertahankan aktivitas
24 jam
rutin
- combivent 1 mg/8 jam
TD : 150/80mmHg
selama 24 jam melalui
oral RR : 26 x/menit
59
klien setiap hari (frekuensi, kedalaman, usaha
9. Menganjurkan aktivitas napas)
10.15
distraksi yang menenangkan 2. Monitor bunyi napas
(mendengarkan musik tambahan ( mis.wheezing dan
10.25 relaksasi) ronki basah)
10.35 10. Menganjurkan melakukan 3. Memberikan minum hangat
aktivitas secara bertahap 2500/hari
11. Menganjurkan menghubungi 4. Berikan oksigen,3liter/jam
10. 50
perawat jika tanda dan gejala 5. Kolaborasi pemberian
kelelahan tidak berkurang bronkodilator.
12. Kolaborasi dengan ahli gizi - ventolin 2,5 mg (nebulizer)
tentang cara meningkatkan /8jam
asupan makanan - pulmocart 1mg (nebulizer) /8
jam
- combivent 1 mg
- methylprednisolone 0,5 mg
- levofloxacin 750/24 jam
60
09. 10 5. Berikan oksigen,
4liter/jam
A :-
6. Melakukan kolaborasi
09.50 P:
pemberian bronkodilator.
1. Anjurkan kepada keluarga
- ventolin 2,5 mg
untuk tetap memonitor pola
(nebulizer) /8jammen
napas klien ketika di rumah
- pulmocart 1mg
2. Membantu mengatur jadwal
(nebulizer) /8 jam
tidur klien
- combivent 1 mg
3. Mengawasi segala aktivitas
- methylprednisolone 0,5
klien yang berlebih
mg
- levofloxacin 750/24 jam
B. Pembahasan
Penulis akan membahas proses pemberian asuhan keperawatan
yang dilakukan pada tanggal 25 April sampai dengan 30 Maret 2019
tentang Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada masalah kesehatan asma bronkial di ruang
melati RSUD dr. H. Abdul Moeloek provinsi Lampung tahun 2019.
Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan kebutuhan dasar
manusia di dalam asuhan keperawatan khususnya kebutuhan oksigenasi
yaitu bersihan jalan napas tidak efektif.
2. Pengkajian
Dalam pengkajian terhadap Tn. L dan Nn. D penulis menggunakan
metode wawancara, observasi serta catatan rekam medis. Adapun
hasil pengkajian data fokus yang terdapat pada teori dan ditemukan
pada kasus sebagai berikut:
a. Riwayat Kesehatan
61
Pengkajian Tn. L dan Ny. D dilakukan pada tanggal 27
Maret 2019. Penulis menemukan tanda dan gejala asma yaitu
sesak napas disertai batuk, serta jika diauskultasi lapang paru
terdengar wheezing dan ronchi basah. Dalam teori disebutkan
bahwa tanda dan gejala asma yaitu sesak napas, batuk terutama
karena terkena debu dan pada malam hari, pernapasan yang
dangkal dan cepat, wheezing (mengi), peningkatan usaha napas
yang ditandai dengan retraksi dada. Berdasarkan pengkajian yang
dilakukan pada Tn. L dan Nn. D ditemukan kesesuaian antara
teori dan hasil pengkajian.
Riwayat kesehatan dahulu, Tn. L mengatakan mulai
menderita sesak napas sejak 10 tahun yang lalu. Penyebab Tn.L
mengalami penyakit asma adalah factor penyebabnya adalah
terkena debu karena pekerjaannya sebagai buruh memungut
sampah. Tn. L mengatakan ada anggota keluarganya tidak ada
yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien. Dan Nn. D
mengatakan mulai menderita sesak napas sejak usia 5 tahun.
Sesak yang di alami Ny. D akan muncul ketika malam hari dan
saat terpapar suhu yang dingin. Selain itu, sesak Ny. D akan
muncul ketika ia mengerjakan pekerjaan berat.
Dalam hal ini asma terbagi menjadi dua kategori
penyebabnya yaitu asma ekstrinsik, instrinsik dan campuran. Tipe
asma yang pertama yaitu asma ekstrinsik merupakan suatu jenis
asma yang disebabkan oleh alergi seperti bulu kucing, debu,
tepung sari dan lain-lain. Tipe yang kedua yaitu asma instrinsik
merupakan jenis asma yang tidak berhubungan langsung dengan
alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi
saluran napas atas, aktifitas yang berat serta emosi yang tidak
stabil akan menimbulkan serangan asma. Tipe yang ketiga yaitu
asma campuran merupakan campuran antara ekstrinsik dan
instrinsik. Dalam kasus Tn. L dan Ny. D ditemukan perbedaan
62
jenis penyebab terjadinya asma. Tn.L termasuk ke dalam kategori
asma yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik sedangkan Ny. D
yaitu asma yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik
( campuran ).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada Tn. L di dapatkan tekanan darah
140/90mmHg, nadi 84 x/menit, frekuensi pernapasan 30 x/menit,
suhu 36,6 oC, hasil inspeksi dada terlihat simetris kanan dan kiri,
gerakan dinding dada simetris antara kanan dan kiri, bentuk dada
klien simetris. Palpasi nyeri tekan tidak didapat, taktil fremitus
kanan dan kiri sama. Perkusi terdengar bunyi sonor di seluruh
lapang paru. Auskultasi terdengar suara napas wheezing dan
ronchi basah. Pemeriksaan fisik pada Nn. A di dapat tekanan
darah 170/90mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi pernapasan 28
x/menit, suhu 36,0 oC, hasil inspeksi di dapatkan dada terlihat
simetris kanan dan kiri, gerakan dinding dada simetris antara
kanan dan kiri, tidak terdapat retraksi dinding dada. Palpasi nyeri
tekan tidak didapat, taktil fremitus kanan dan kiri sama. Perkusi
terdengar bunyi sonor di seluruh lapang paru. Auskultasi
terdengar suara napas wheezing dan ronchi basah. Dalam teori,
hasil pemeriksaan fisik klien dengan asma pada inspeksi hasil
yang didapatkan yaitu kesimetrisan dinding dada, adanya retraksi
dada. Palpasi di dapat ada tidaknya nyeri tekan serta
membandingkan antara taktil fremitus kanan dan kiri, pada klien
asma taktil fremitus cenderung menetap atau melemah. Perkusi di
gunakan untuk mengetahui bunyi lapang paru, pada klien asma
biasanya bunyi lapang paru yang didapat yaitu sonor. Auskultasi
untuk mengetahui bunyi suara napas, suara napas klien asma
yaitu mengi atau wheezing. Wheezing ditimbulkan karena spasme
bronkus sehingga membuat pernapasan menjadi sulit dan
menimbulkan suara tersebut.
63
3. Rencana Keperawatan
64
e) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi. Misal
bronkodilator.
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa.
Rencana asuhan antara penulis dan teori tidak memiliki perbedaan
hanya saja pelaksanaan rencana keperawatan yang yang sudah di
susun di impelmentasikan berdasarkan kebutuhan dan respon dari
klien serta terapi medis di berikan berdasarkan anjuran dokter.
4. Implementasi
Masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada tanggal 28, 29,30
Maret 2019 pada Tn. L dan Nn. D pada tanggal telah dilakukan
implementasi yaitu melakukan auskultasi suara napas, dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya bunyi napas tambahan. Hasil auskultasi dapatkan
bunyi napas wheezing dan ronchi basah pada Tn. L maupun pada Nn. D
Pada klien asma, suara napas wheezing di timbulkan karena spasme
bronkus sedangkan ronchi karena adanya sekret.
Memantau frekuensi pernapasan, dilakukan untuk mengetahui frekuensi
pernapasan, pernapasan lebih dari 20 kali/menit disebabkan oleh
penyempitan jalan napas dan perangkap udara akibat bronkospasme. Hasil
yang di dapat dari Tn. L dan Nn. D frekuensi pernapasan cenderung
membaik setiap harinya setelah di evaluasi perharinya.
Tingkatkan asupan cairan (air hangat) untuk membantu menurunkan
kekentalan sekret/dahak, mempermudah pengeluaran sekret/sputum.
Mengajarkan klien untuk latihan batuk efektif dengan rasional untuk
mengeluarkan dahak dan meningkatkan potensi napas dalam. Pada Tn. L
dan Nn. D diajarkan teknik batuk efektif pada hari pertama implementasi
dan pada hari kedua dan ketiga hanya bersifat evaluasi yang sudah
diberikan untuk dapat dilakukan secara mandiri.
Memberikan terapi farmakologi yaitu obat bronkoldilator. Terapi ini
dilakukan merupakan hasil kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat-obatkan jenis bronkodilator, obat-obatan bronkodilator yang
65
diberikan yaitu ventolin dan pulmicort yang di berikan secara nebulizer.
Obat-obatan jenis bronkodilator di gunakan untuk membuat bronkus
mengalami vasodilatasi agar pernapasan lancar. Pada Tn. L obat yang
diresepkan oleh dokter hanya jenis bronkodilator sedangkan pada Nn. D
jenis obat yang diresepkan oleh dokter yaitu bronkodilator dan
kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi di jalan napas, jenis
kortikosteroid yang diberikan yaitu Methylprednisolone.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah mengukur respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. (Potter &
Perry, 2005). Masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada Tn. L pada
tanggal 28 sampai 30 Maret 2019 dilakukan evaluasi dengan keperawatan
dengan evaluasi subyektif dan obyektif. Evaluasi Subyektif pada tanggal
28 Maret 2019 diperoleh klien mengatakan masih sesak, setelah diajarkan
teknik batuk efektif klien mengatakan mengetahui cara memperagakan
batuk efektif. Evaluasi objektif klien masih tampak sesak, frekuensi
pernapasan 28x/menit, terpasang oksigen nasal kanul 4 liter/menit dan saat
diauskultasi masih terdengar wheezing dan rochi basah. Pada tanggal 29
Maret 2019 didapatkan evaluasi subyektif klien mengatakan masih sesak
dan batuk tetapi tidak separah kemarin, pasien mampu mempraktikkan
latihan batuk efektif. Evaluasi Obyektif di dapatkan data frekuensi
pernapasan 26x/menit, klien sudah tidak tampak kesulitan bernapas tetapi
wheezing masih terdengar dilapang paru dan oksigen nasal kanul dengan 4
liter/menit masih terpasang. Pada hari ketiga tanggal 30 Maret 2019 di
dapatkan evaluasi subyektif klien mengatakan masih sesak dan batuk
tetapi sudah mulai berkurang, klien mengatakan napas lega setelah
mempraktikkan batuk efektif. Evaluasi obyektif klien sudah tak tampak
kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan 26x/menit, namun masih
terdengar suara napas wheezing. Masalah berihan jalan napas tidak efektif
belum teratasi, lanjutkan intervensi selanjutnya.
66
Evaluasi akhir pada Ny.D tanggal 28 Maret 2019, evaluasi subyektif
klien mengatakan sesak masih terasa, klien mengatakan batuk masih ada
tetapi tidak separah sebelumnya, klien mengatakan melakukan teknik
batuk efektif jika dirasakan sesak dan batuk. Evaluasi obyektif klien masih
tampak sesak napas. Klien tampak masih mengalami batuk. Frekuensi
napas klie 26x/menit, suara napas wheezing masih terdengar, klien sudah
masih terpasang oksigen 4 liter/jam. Pada hari ke 2 tanggal 29 Maret 2019,
evaluasi subjektif klien mengatakan masih sedikit sesak, batuk
terkadangmasih muncul, klien melakukan batuk efektif. Evaluasi objektif,
klien tampak masih sesak napas, batuk klien terkadang masih tampak,
klien mampu melakukan batuk efektif, frekuensi peenapasan klien
26x/menit. Hari akhir pada tanggal 30 Maret 2019, evaluasi subjektifklien
mengatakan sesaknya sudah tidak di rasakan lagi. Klien mengatakan
batuknya sudah hilang. Klien mengatakan mampu melakukan batuk
efektifsecara mandiri. Evaluasi oabjektif, sesak klien tanpak hilang. Klien
tampak tidak batuk lagi, klien tampak mampu melakukan batuk efektif
secara mandiri. Frekuensi napas 22x/menit.
C. Keterbatasan
Pada pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi kedua subyek asuhan di berikan asuhan
keperawatan 3 x 24 jam dan di evaluasi setiap kali setelah memberikan
asuhan keperawatan guna menentukan asuhan yang akan diberikan
selanjutnya. Adapun keterbatasan yang dialami oleh penulis yaitu
keterbatasan waktu dalam mengontrol respon yang diberikan oleh klien
karena tidak setiap waktu penulis berada dengan klien.
Namun dengan adanya tenaga perawat yang bertugas sesuai shift,
klien dapat menyampaikan respon yang diterjadi setelah diberikan asuhan.
Dan asuhan keperawatan tetap dapat dilakukan selama 3x24 jam. Dan
penulis dapat melihat hasil asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
tenaga perawat yang bertugas pada saat penulis tidak bersama klien
67
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengumpulan data dapat dibuat kesimpulan secara
umum sebagai berikut:
1. Pengumpulan data ini telah mengidentifikasi pengkajian berdasarkan
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
sebelumnya, dan pemeriksaan fisik. Hasil pengumpulan data
menunjukkan bahwa keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit sebelumnya, dan pemeriksaan fisik mempunyai
kesamaan dengan teori yang sudah penulis paparkan.
2. Intervensi Keperawatan telah dilakukan secara komprehensif dengan
memfokuskan pada satu masalah keperawatan yaitu bersihan jalan
napas tidak efektif pada klien dengan asma bronkial di ruang melati
RSUD Dr. H Abdul Moeloek provinsi Lampung. Intervensi yang
dilakukan yaitu mengauskultasi suara napas, mengajarkan latihan
batuk efektif, meningkatkan asupan cairan (air hangat), kolaborasi
dalam pemberian obat bronkodilator.
3. Implementasi dilakukan pada Tn. L dan Ny. D pada tanggal 28,29,30
Maret 2019 adalah mengauskultasi suara napas, mengajarkan klien
untuk latihan batuk efektif, meningkatkan asupan cairan (air hangat)
dan memberikan obat jenis bronkodilator.
4. Evaluasi akhir pada Tn. L tanggal 30 Maret 2019, evaluasi subyektif
klien mengatakan masih merasa sesak, klien mengatakan batuk masih
sedikit di rasakan, klien mengatakan mampu melakukan teknik batuk
efektif jika dirasakan sesak, batuk dan evaluasi obyektif yaitu klien
sudah tampak masih sesak saat bernapas, frekuensi napas 26x/menit,
suara napas wheezing masih terdengar dan klien masih terpasang
oksigen 4 liter/ jam. Masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada
Tn. L teratasi sebagian, intervensi di lanjutkan. Evaluasi akhir pada
68
Ny. D tanggal 30 Maret 2019, evaluasi subyektif klien mengatakan
sesak jarang dirasakan lagi, klien mengatakan batuk sudah tidak
dirasakan, klien mengatakan melakukan teknik batuk efektif jika
dirasakan sesak dan batuk. Evaluasi obyektif klien sudah tampak tidak
kesulitan bernapas, frekuensi napas 22x/menit, suara napas wheezing
tidak terdengar, klien sudah tidak terpasang oksigen. Masalah bersihan
jalan napas tidak efektif pada Ny. D teratasi, intervensi dihentikan.
B. Saran
Beberapa rekomendasi dari hasil pengumpulan data ini diuraikan
sebagai berikut:
1. Bagi pelayanan keperawatan
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja antara tim kesehatan maupun klien
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang optimal pada umumnya. Dan bagi tenaga keperawatan yang
berjaga pada sift malam agar selalu siap pada saat klien mengalami
sesak dan mebutuhkan intervensi segera dan tenaga keperawatan dapat
memberikan pendidikan kesehatan tentang asma kepada klien dan
keluarga agar dapat memahami tentang penyakit asma dan cara
mencegahnya agar tidak kambuh.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan oleh
penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa
khususnya pada kebutuhan oksigenasi yaitu dengan masalah ketidak
efektifan jalan napas pada klien yang mengalami penyakit asma
bronkial.
3. Bagi klien
Diharapkan klien dapat memahami faktor pemicu kambuhnya asma
pada diri klien yang telah disampaikan oleh penulis, sehinga klien
69
dapat menghindari faktor pemicu kambunya asma dan asma yang
dialami klien tidak kambuh lagi.
70
DAFTAR PUSTAKA
71