Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEBUTUHAN OKSIGENISASI

PADA PASIEN ASMA BRONCHIAL

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.

PRODI DIII KEPERAWATAN TEGAL


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
Jl.Dewi Sartika No.1 Debong Kulon RT 001/RW 001 Kota Tegal
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KEBUTUHAN OKSIGENISASI
PADA PASIEN ASMA BRONCHIAL ” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
pada mata kuliah Keperawatan Dasar Manusia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang kebutuhan oksugen pada Manusia bagi para pembaca dan juga
penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suparjo selaku dosen
pembimbing mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Tegal, 26 April 2021

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Asma adalah suatu penyakit dengan adanya penyempitan jalan napas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Sari, 2013). Data laporan dari Global Intitatif for
Asthma (GINA) pada tahun 2012 menyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita
asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang
terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun. Data Word Health
Organization (WHO) tahun 2017 juga menunjukan data yang serupa bahwa
prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di
negara maju. Pada tahun 2012, sebanyak 300 jiwa penduduk di dunia menderita
penyakit asma dari berbagai golongan umur dan ras. Pada tahun 2013
meningkat menjadi 367 jiwa dan tahun 2014 prevalensi asma meningkat
menjadi 428 jiwa. Prevalensi asma telah meningkat di semua negara, dan
diperkirakan
250.000 orang meninggal karena asma setiap tahunnya. Sedangkan
tahun 2015 prevalensi asma meningkat menjadi 500 jiwa.
Asma merupakan penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsang dan manisfestasi adanya penyempitan jalan
napas yang kuat dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan, karena
penumpukan secret mengakibatkan penyempitan jalan napas dan bisa terjadi
obstruksi jalan napas, jika tidak segera ditangani pasien akan kekurangan
oksigen dan bisa berakibat gagal napas bahkan sampai mengalami kematian
(Muttaqin, 2012).
Gejala orang yang terkena asma sangat khas, yang terdiri atas:
wheezing, hipersekresi, dan bronkospasme. Tiga gejala tersebut mungkin
dapat dijumpai pada seorang penderita asma, tetapi gejala wheezing merupakan
gejala pasti seseorang terkena asma. Asma yang berat selalu disertai dengan
hipoksia, meskipun sianosis baru terjadi pada tahap akhir dan merupakan tanda
bahaya. Hipoksia yang hebat jika tidak segera ditangani dan tidak langsung
diberikan oksigen pada penderita asma dapat menyebabkan kematian (Muttaqin,
2012).
Oksigen merupakan suatu komponen yang sangat penting di dalam
memproduksi molekul Adenosin Trifosfat (ATP) secara normal. ATP adalah
sumber bahan bakar untuk sel agar dapat berfungsi secara optimal. ATP
memberikan energi yang diperlukan oleh sel untuk melakukan keperluan
berbagai aktifitas sebagai fungsi tubuh. Oksigen adalah suatu komponen gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme. Oksigen yang memegang peranan
penting dalam semua proses tubuh secara fungsional, tidak adanya oksigen akan
menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan
dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan

4
yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh (Alimul, 2011).
Penambahan oksigen kedalam tubuh dapat dilakukan secara alami
dengan bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas
antara individu dengan lingkungannya. Pada saat bernapas, tubuh menghirup
udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan menghembuskan udara
untuk mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan. Oksigen yang dihirup akan
diangkut melalui pembuluh darah ke sel-sel tubuh. Didalam sel-sel tubuh
oksigen akan dibakar untuk mendapatkan energi. Salah satu hasil pembakaran
tersebut adalah karbondioksida. Karbondioksida akan diangkut
melaluipembuluh darah ke paru-paru kemudin dikeluarkan dari tubuh (Lyndon,
2013).
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah bagian dari kebutuhan
fisiologis menurut hierarki Maslow. Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada
manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigenasi melalui saluran
pernapasan serta memperbaiki dan memulihkan organ pernapasan agar dapat
berfungsi normal kembali. Perawat mempunyai peranan penting dalam
melaksanakan pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien yang mengalami
gangguan sistem pernapasan. Pemenuhan kebutuhaan oksigenasi adalah
intervensi mandiri seorang perawat, beberapa cara memenuhi kebutuhan
oksigenasi pada pasienantara lain posisi yang baik, latihan napas dalam dan
batuk efektif, suctioning, humidifikasi, postural drainage, terapi oksigen, dan
kolaborasi pemberian obat bronchodilator (Maryam dkk, 2013).
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronchial Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
1.3. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan pada pasien asma bronchial dalam
pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang utuh dan komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien asma bronchial dalam
pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien asma
bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien asma
bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien asma

5
bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
e. Mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan
pada pasien asma bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Asma Bronchial

1. Pengertian

Asma bronchial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai


oleh spasme akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran
udara dan penurunan ventilasi alveolus (Sari, 2013). Asma merupakan bentuk
inflamasi kronis yang terjadi pada saluran jalan napas dengan memperlihatkan
berbagai inflamasi sel dengan gejala hiperaktivitas bronkus dalam berbagai
tingkatan, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan yang lain (mengi dan
sesak) (Arief Manjoer, dkk. 2001 dalam Riyadi 2011).

2. Penyebab
Penyebab asma bronchial terdiri dari dua yaitu : (Sari, 2013).
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik/asma alergi)
1) Reaksi antigen-antibodi
2) Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrisik (asma non imunologi/asma non alergi).
1) Infeksi : parainflueza virus, pneumonia, mycoplasma.
2) Fisik : cuaca dingin, perubahan temperature.
3) Iritan : kimia
4) Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
5) Emosional : takut, cemas dan tegang
6) Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.

3.

6
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dialami oleh penderita asma bronchial adalah :
(Corwin, 2009).
a. Batuk, terutama dimalam hari.
b. Pernapasan yang dangkal dan cepat.
c. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi
terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.Peningkatan
usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan
kondisi, napas cuping hidung.
d. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara
yang cukup.

4. Komplikasi

Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan


yang mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat
terjadi pada beberapa individu. Pada kasus ini, kerja pernapasan sangat
meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen juga
meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup
memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan
pneumothoraks akibat besarnya tekanan
untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis
respiratorik, gagal napas, dan kematian(Corwin, 2009).

5. Patofisiologi

6. Pengobatan

Pengobatan penyakit asma bronchial dapat dilakukan dengan terapi


nonfarmakologi seperti : (Muttaqin, 2008).
a. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang
penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor- faktor
pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim
kesehatan.

7
b. Menghindari faktor pencetus.Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi
klien.
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada
(Muttaqin, 2008).
Sedangkan pengobatan farmokologi dapat menggunakan : (Muttaqin,
2008).
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons
yang baik,harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam
bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide
diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari.
7. Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mucus dalam jumlah berlebihan,


peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan bronkospasme.
b. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernapasan dan deformitas
dinding dada.
c. Gangguan pertukaran gas b.d retensi karbondioksida.

d. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontakbilitas dan volume


sekuncup jantung.
e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (hipoksia) kelemahan.

B. Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Oksigenasi Pasien Asma

Bronchial

1. Pengkajian Keperawatan

8
a. Riwayat keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen


meliputi: ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung
dan tenggorokan), seperti epistaksia (kondisi akibat luka/kecelakaan,
penyakit rematik akut, sinusitis akut, hipertensi, ganguan pada sistem
peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal (kondisi akibat polip,
hipertropi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan lain yang
menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap pengkajian keluhan atau
gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan infeksi kronis dari
hidung, sakit pada daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri pada
tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5 derajat Celsius,
sakit kepala, lemas, sakit perut hingga
muntah-muntah (pada anak-anak), faring berwarna merah, dan adanya
edema (Alimul, 2011).

b. Pola batuk dan produksi sputum


Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah
batuk termasuk batuk kering, keras dan kuat dengan suara mendesing, berat
dan berubah-ubah sepertikondisi pasien yang mengalami penyakit kanker.
Juga melakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian
tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana pasien
(apakah berdebu, penuh asap, dan adany kecenderungan mengakibatkan
alergi) perlu dilakukan. Pengkajian sputum dilakukan dengan cara
memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah terhadap sputum
yang dikeluarkan oleh pasien (Alimul, 2011).

c. Sakit dada
Pengkajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian
yang sakit, luas, intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan
nyeri dada apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan
antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit (Alimul, 2011).

d. Pengkajian fisik
1) Inspeksi
Pengkajian ini meliputi: pertama, penentuan tipe jalan napas,
seperti menilai apakah napas spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal,
atau menggunakan selang endotrakeal atau
tracheostomy, kemudian menentukan status kondisi seperti kebersihan,
atau tidaknya sekret, perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik;
kedua, penghitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit
( umumnya, wanita bernapas sedikit lebih cepat). Apabila kurang dari 10

9
kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 20 kali per menit pada
anak-anak, atau kurang dari 30 kali per menit pada bayi, maka disebut
sebagai bradipnea atau pernapasan lambat. Gejala ini juga dapat
dijumpai pada keracunan obat golongan barbiturate, uremia, koma
diabetes, miksedema, dan proses desak ruang intrakranium. Bila lebih
dari 20 kali per menit pada orang dewasa kurang dari 30 kali per menit
pada anak-anak, atau kurang dari 50 kali per menit pada bayi, maka
disebut sebagai takhipnea atau pernapasan cepat; ketiga pemeriksaan
sifat pernapasan yaitu torakal, abdominal, atau kombinasi keduanya
(pernapasan torakal atau dada adalah mengembang dan mengempisnya
rongga toraks sesuai dengan irama inspirasi dan ekspirasi. Pernapasan
abdominal atau perut adalah seiramanya inspirasi dengan
mengembangnya perut dan ekspirasi dan mengempisnya perut
diagfragma, sedangkan pada anak adalah abdominal atau
torakoabdobminal, karena otot intercostal masih lemah, untuk kemudian
berkembang. Pada wanita, pernapasan yang umum adalah pernapasan
torakal); keempat pengkajian, irama pernapasan, yaitu dengan menelah
masa-masa inspirasi dan ekspirasi (pada orang dewasa yang sehat,
irama pernapasannya
teratur dan menjadi cepat jika terjadi pengeluaran tenaga dalam keadaan
terangsang atau emosi. Kemudian, yang perlu diperhatikan pada irama
pernapasan adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi. Pada
keadaan normal, ekspirasi lebih lama dari pada inspirasi, yaitu 2:1.
Ekspirasi yang lebih pendek dari inspirasi terjadi pada orang yang
mengalami sesak napas. Dalam keadaan normal, perbandingan antara
frekuensi pernapasan dengan frekuensi nadi adalah 1:1, sedangkan pada
keracunan obat golongan barbiturate perbandingannya menjadi 1:6.
Penyimpangan irama pernapasan, seperti pernapasan kusmaul, dijumpai
pada keracunan alkohol obat bius, koma diabetes, uremia, dan proses
desak instrakranium. Pernapasan biot ditemukan pada pasien kerusakan
otak. Pernapasan cheyne stokes dapat ditemui pada pasien keracunan
obat bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal kronis, dan
pendarahan pada susunan saraf pusat); kelima pengkajian terhadap
dalam/dangkalnya pernapasan (pada pernapasan yang dangkal, dinding
toraks tampak hampir tidak bergerak. Gejala ini timbul jika terdapat
empisema atau jika pergerakandinding toraks menimbulkan rasa sakit
dan juga jika pada rongga toraks terjadi proses desak ruang, seperti
penimbunan cairan dalam rongga pleura dan pericardium serta
konsolidasi yang dangkal dan lambat (Alimul, 2011).

2) Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendekteksi kelainan, seperti

10
nyeri tekan yang dapat timbul akibat luka, peradang setempat, metastase
tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada.
Palpasi dilakukan untuk menentukan besar, konsistensi, suhu, apakah
dapat atau tidak digerakkan dari dasarnya, melalui palpasi dapat diteliti
gerakan dinding toraks pada saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Cara ini
juga dapat dilakukan dari belakang, jika pada puncak paru terdapat
fibrosis,proses tuberkulosis, atau suatu tumor, maka tidak akan
ditemukan pengembangan bagian atas pada toraks, kelainan pada paru,
seperti getaran suara atau fremitus vocal, dapat dideteksi bila terdapat
getaran sewaktu pemeriksa meletakkan tangannya pada dada pasien
ketika ia berbicara (Alimul, 2011).

3) Perkusi
Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya
suara perkusi paru. Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor,
yang bunyinya seperti kata dug-dug. Suara perkusi lain yang dianggap
tidak normal adalah redup, seperti pada infiltrate, konsolidasi, dan efusi
pleura, seperti suara yang terdengar bila kata memperkusi paha kita,
terdapat pada rongga pleura yang terisi oleh cairan nanah, tumor pada
permukaan paru, atau fibrosis paru dengan penebalan pleura (Alimul,
2011).

4) Auskultulasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara
napas,diantaranya suara napas dasar dan suara napas tambahan. Suara
napas dasar adalah suara napas pada orang dengan paru yang sehat,
seperti: pertama, suara vesikuler, ketika suara inspirasi lebih keras dan
lebih tinggi nadanya. Bunyi napas vesikuler yang disertai ekspirasi
memanjang pada emfisema. Suara vesikuler dapat didengar pada
sebagian paru; kedua, suara bronchial, yaitu suara yang bisa kita dengar
pada waktu inspirasi dan ekspirasi, bunyinya bisa sama tau lebih
panjang, antara inspirasi dan ekspirasi terdengar jarak pause ( jeda)
yang jelas. Suara bronchial terdengar dibagian trakea dekat bronkus,
dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh daerah paru; ketiga,
bronkokasvular, yaitu suara yang terdengar antara vesikuler dan
bronchial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga sampai
menyamai inspirasi. Suara ini lebih jelas terdengar pada manibrium
sterni. Pada keadan tidak normal juga terdengar pada daerah lain dari
paru (Alimul, 2011).
Suara napas tambahan, yaitu suara yang terdengar pada dinding
toraks berasal dari kelainan dalam paru, termasuk bronkus, alveoli, dan
pleura. Suara napas tambahan seperti suara ronkhi, yaitu suara yang
terjadi dalam bronchi karena penyempitan lumen bronkus. Suara mengi

11
(wheezing), yaitu ronkhi kering yang tinggi, terputus nadanya,dan
panjang, terjadi pada asma. Suara ronkhi basah, yaitu suara berisik
yang terputus akibat aliran udara yang
melewati cairan (ronkhi basah, halus, sedang atau kasar tergantung pada
besarnya bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi).
Sedangkan suara krepitasi adalah seperti suara hujan rintik-rintik yang
berasal dari bronkus, alveoli, atau kavitasi yang mengandung cairan.
Suara dan telunjuk dekat telinga. Krepitasi halus menandakan adanya
eksudat dalam alveoli yang membuat alveoli saling berlekatan, misalnya
pada stadium dini pneumonia. Krepitasi kasar, terdengar seperti suara
yang timbul bila kita meniup dalam air. Suara ini terdengar selama
inspirasi dan ekspirasi. gejala ini dijumpai pada bronchitis (Alimul,
2011).

2. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan Nanda 2015-2017 diagnosa keperawatan dapat


ditegakkan pada pasien asma bronchial adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
1) Batasan Karakteristik
- Batuk
- Suara napas tambahan
- Perubahan frekuensi napas
- Sianosis
- Perubahan irama napas
- Kesulitan berbicara/mengeluarkan suara
- Penurunan bunyi napas
- Sputum dalam jumlah yang berlebihan
- Batuk yang tidak efektif
2) Faktor Yang Berhubungan
(a) Lingkungan
- Perokok pasif
- Menghisap asap rokok
- Merokok
(b) Obstruksi jalan napas
- Spasme jalan napas
- Mokus dalam jumlah yang berlebihan
- Eksudat dan alveoli
- Materi asing dalam jalan napas
- Adanya jalan napas
- Sekresi yang tertahan/sisa sekresi
- Sekresi dalam brokhi

12
(c) Fisiologis
- Jalan napas alergik
- Asma
- Penyakit paru obstruksi kronis
- Hyperplasia dinding bronchial
- Infeksi
- Disfungsi neuromuscular
b. Ketidakefektifan Pola Napas
1) Batasan Karakterisltik
- Bradipnea
- Dispnea
- Fase ekspirasi memanjang
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Penggunaan posisi tiga-titik
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Penurunan kapasitas vital
- Penurunan tekanan ekspirasi
- Penurunan tekanan inspirasi
- Penurunan ventilasi semenit
- Pernapasan cuping hidung
- Perubahan ekskursi dada
- Pola napas abnormal (misalnya, irama,frekuensi,kedalaman)
2) Faktor Yang Berhubungan
- Ansietas
- Cedera medula spinalis
- Deformitas dinding dada
- Deformitas tulang
- Disfungsi neuromuscular
- Gangguan musculoskeletal
- Gangguan neurologis (misalnya,elektroensefalogram [EEG]positif,
trauma kepala,gangguan kejang)
- Hiperventilasi
- Imaturitas neurologis
- Keletihan
- Keletihan otot pernapasan
- Nyeri
- Obesitas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Sindrom hipoventilasi
- Penyakit infeksi pada paru
- Depresi pusat pernapasan

13
- Lemah otot pernapasan
- Turunnya ekspansi paru
- Obstruksi trakea
c. Gangguan Pertukaran Gas

1) Batasan Karakteristik
- Diaforesis
- Dispnea
- Gangguan penglihatan
- Gas darah arteri abnormal
- Gelisah
- Hiperkapnia
- Hipoksemia
- Hipoksia
- Iritablitas
- Konfusi
- Napas cuping hidung
- Penurunan karbon dioksida
- Ph arteri abnormal
- Pola pernapasan abnormal(misalnya, kecepatan, irama, kedalaman)
- Sakit kepala saat bangun
- Somnolen
- Takikardia
- Warna kulit abnormal (misalnya, pucat, kehitaman)
2) Faktor Yang Berhubungan
- Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
- Perubahan membran alveolar-kapiler

3. Perencanaan Keperawatan

Tabel 2.1 Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi(NIC)


. Keperawata
n
1. Ketidakefektifa NOC Label : NIC Label :
n bersihan jalan - Respiratory status : Airway
napas
Ventilation Management
- Respiratory status : - Pantau status
Airway patency Oksigenasi
Kriteria hasil :
Auskultasi bunyi napas

14
- Frekuensi pernapasan dan catat area yang
dalam batas normal (16- ventilasinya menurun
20 x/menit) atau adanya suara
- Irama pernapasan normal Tambahan
-Posisikan pasien untuk
Memaksimalkan
ventilasi

- Lakukan
fisioterapi dada
sebagaimana
mestinya

- Kelola
pemberian
oksigen
- Kolaborasi pemberian
broncodilator sesuai
indikasi
2. Ketidakefektifan - Respiratory status :
Airway
pola napas Ventilation
Management
- Respiratory status :
Airway patency - Buka jalan napas,
- Vital sign status gunakan chinlift
atau jaw thrust bila
Kriteria Hasil : perlu
- Mendemostrasikan batuk
- Posisikan pasien
efektif dan suara napas untuk
yang bersih, tidak ada memaksimalkan
sianosis dan dyspneu ventilasi
(mampu
- Identifikasi pasien
mengeluarkan sputum,
perlunya
mampu bernapas
pemasangan alat
dengan mudah, tidak ada
jalan napas buatan
pursed lips)
Oxigen Therapy

15
- Menunjukan jalan napas - Bersihkan mulut,
yang paten (klien tidak
hidung dan secret
merasa tercekik, irama
trakea pertahankan
napas,frekuensi pernapasann
jalan napas yang
dalam rentang normal,
paten
tidak ada suara napas
abnormal) - Atur peralatan
- Tanda-tanda vital dalam rentang oksigenasi
normal (tekanan darah, nadi,
Vital Sign
pernapasan)
Monitoring

- Monitor TD,
nadi, suhu dan
RR

- Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah

- Monitor v5 saat
pasien berbaring,
duduk, atau
Berdiri
3. Gangguan - Respiratory Status :
Airway
pertukaran gas Gasexchange
Management
- Respiratory Status :
- Buka jalan napas,
ventilation
gunakan teknik
- Vital SignStatus
chinlift atau jaw
Kriteria Hasil : thrust bila perlu
- Mendemonstrasikan Posisikan pasien untuk
peningkatan ventilasi dan memaksimalkan
oksigenasi yang ventilasi
Adekuat
- Identifikasi pasien
- Memelihara kebersihan
perlunya
paru paru dan bebas dari
pemasangan alat
tanda tanda distress

16
pernapasan
jalan napas buatan
- Mendemonstrasikan
Respiratory
batuk efektif dan suara
Monitoring
napas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu - Monitor rata- rata,
(mampu mengeluarkan kedalaman, irama
sputum,mampu,berna pas dan usaha respirasi
dengan mudah, tidak ada - Catat pergerakan
pursed lips) dada, amati
Tanda tanda vital dalam kesimetrisan,
rentang normal
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostals
- Monitor suara napas,
seperti dengkur

4. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan berdasarkan aplikasi Nanda Nic Noc :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas. Memfasilitasi kepatenan jalan napas,


mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan memasukkan sebuah kateter
penghisap kedalam jalan napas oral dan trakea pasien, mencegah atau
memunimalkan faktor resiko pada pasien yang beresiko mengalami aspirasi,
mengidentifikasi, menangani dan mencegah reaksi inflamasi / kontriksi
didalam jalan napas.
b. Ketidakefektifan pola napas. Memfasilitasi kepatenan jalan napas,
meningkatkan ventilasi dari perfusi jaringan yang adekuat untuk individu yang
mengalamireaksi alergi berat (antigen-antibodi), meningkatkan pola
pernapasan spontan yang optimal sehingga memaksimalkan pertukaran
oksigen dan karbondioksida di dalam paru
c. Gangguan pertukaran gas. Kaji tingkat pernapasan, kedalaman dan usaha
termasuk penggunaan otot aksesoris, kaji paru-paru untuk area ventilasi yang
menurun dan auskultasi adanya suara, pantau perilaku pasien dan status

17
mental untuk mengatasi kegelisahan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Depkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kemntrian
Kesehatan Gina (2012). Pocked Guide For Asthma Management And Prenvension.
Dimuat
dalam www.ginaasthma.org
H, A. Aziz, Alimul (2011). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Lyndon, (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara
Maryam, Siti., Pudjiati., Gustina dan Raenah, Een. (2013). Kebutuhan
Dasar
Manusia Dan Berpikir Kritis Dalam Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media

18

Anda mungkin juga menyukai