Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


TENTANG OKSIGENSI

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1


1. Awalia Septi Aryani
2. Ahmad Wahyu Walguryadi
3. Juzi Hariri
4. Ni Nyoman Ayu Sri Adnyani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES ) MATARAM


PROGRAM KHUSUS
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Oksigenasi" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.Eva Marvia, MM selaku dosen mata kuliah
kebutuhan dasar manusia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, September 2022


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Menurut teori Maslow kebutuhan fisiologis manusia yang harus dipenuhi meliputi
oksigen, air, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur, penanganan nyeri, pengaturan suhu
tubuh, seksual, dan lain-lain (Goble, 2002). Salah satu kebutuhan fisiologis yang sangat
mendasar ialah kebutuhan oksigenasi, dimana kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk
aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan
oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya
pasien akan meninggal. Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh
secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu,
kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara
fungsional (Kusnanto, 2016).
Menurut data WHO, lebih dari 3 juta jiwa per tahunnya, orang-orang di dunia mengalami
penyakit paru dan diperkirakan 6% dari semua kematian di seluruh dunia disebabkan karena
mengalami penyakit pernapasan (WHO, 2019). Bentuk gangguan yang dapat terjadi pada
pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaitu seperti TBC, asma,
pneumonia, edema paru, PPOK, ISPA, bronchitis, influenza, dan kanker paru-paru (Adrian,
2018). Untuk mengatasi gangguan tersebut, salah satunya dengan pemberian terapi oksigen.
Pemberian oksigen untuk mengurangi atau mengatasi masalah gangguan pernapasan
misalnya melalui nasal kanul, simple mask, rebreathing mask dan non rebreathing mask,
pemberian inhalasi, pemberian terapi komplementer, dan masih banyak lagi. Salah satu
tindakan untuk mengatasi kebutuhan oksigenasi adalah dengan pemberian nasal kanul, yaitu
pemberian O2 dengan sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2
tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, dengan cara memasukkan
selang yang 2 terbuat dari plastik ke dalam hidung hanya berkisar 0,6–1,3 cm dan
mengaitkannya di belakang telinga (Kusnanto,2016).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mengatasi gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi?

1.3 Tujuan
Menggambarkan tentang pemberian terapi oksigenasi untuk menurunkan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Materi


2.1.1 Pengertian Kebutuhan Oksigenasi
Gangguan pertukaran gas merupakan suatu keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antara oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang
dikeluarkan pada pertukaran gas antara alveoli dan kapiler. Penyebabnya bisa karena
perubahan membran alveoli, kondisi anemia, proses penyakit, dan lain-lain (Asmadi,
2008). Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang sangat
mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan
mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan
organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu
menoleransi kekurangan oksigen antara 3-5 menit. Apabila kekurangan oksigen
berlangsung lebih dari 5 menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen
(Kozier dan Erb. 1998. Dalam Asmadi 2008).
Gangguan pada sistem respirasi dapat disebabkan diantaranya oleh peradangan,
obstruksi, trauma, kanker, degeneratif dan lain-lain. Gangguan tersebut akan
menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara adekuat
(Kusnanto, 2016).

2.1.2 Proses Oksigenasi


Menurut Tarwanto dan Wartonah (2006), pemenuhan kebutuhan oksigenasi di
dalam tubuh terdiri atas 3 tahapan, yaitu:
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain adanya perbedaan tekanan antara atmosfer 5 paru, adanya
kemampuan thoraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi,
adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang kerjanya
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, dan adanya reflex batuk dan muntah.
b. Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO2,
di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan, perbedaan
tekanan dan konsentrasi O2, dan kemampuan untuk menembus dan saling
mengikat Hb.
c. Transportasi Gas
Yaitu proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya cardiac output dan kondisi pembuluh darah, latihan, dan
lain-lain.

2.1.3 Macam-macam Pemberian Oksigen


Ada bebeberapa jenis dalam pemberian oksigen, sebagai berikut :
a. Nasal Kanul / Kateter Nasal / Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang memberikan oksigen secara kontinyu
dengan aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi 24%-44%. Indikasi : Pada
pasien yang dapat bernafas dengan spontan tetapi masih membutuhkan alat
bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan oksigen (keadaan
sesak atau tidak sesak). Pada pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien
dengan asma, PPOK, atau penyakit paru yang lain. Dan pada pasien yang
membutuhkan terapi oksigen jangka panjang (Potter & Perry, 2010). Kontra
Indikasi : Pada pasien dengan obstruksi nasal, apneu. Fraktur dasar tengkorak
kepala, dan trauma maksilofasial (Potter & Perry, 2010).
b. Simple Mask (Sungkup Muka Sederhana)
Merupakan alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang-
seling. Aliran 5-8 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40%- 6 60%. Indikasi
: Pada pasien dengan kondisi seperti nyeri dada (baik karena serangan jantung
atau penyebab lain) dan pasien dengan sakit kepala. Kontra Indikasi : Pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi
(Suciati, N. L., 2010).

c. Rebrathing Mask (Sungkup Muka Dengan Kantong Rebreathing)


Merupakan teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35%-
60% dengan aliran 6-15 liter/menit, serta dapat meningkatkan nilai PaCO2.
Indikasi : Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. Kontra Indikasi :
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi (Asmadi,
2010).
d. Non Rebrathing Mask (Sungkup Muka Dengan Kantong NonRebreathing)
Merupakan teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi
mencapai 90% dengan aliran 6-15 liter/menit. Prinsipnya pada penggunaan
masker Non-Rebreathing ini adalah udara tidak bercampur dengan udara
eskpirasi. Indikasi : Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi, pasien
COPD, pasien dengan status pernafasan yang tidak stabil dan pasien yang
memerlukan intubasi. Kontra Indikasi : Pada pasien dengan retensi CO2 karena
akan memperburuk retensi (Suciati, N. L., 2010).

2.1.4 Masalah Terkait Pemenuhan Kebutuhan


Oksigen Permasalahan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
tidak terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistim respirasi, baik pada
anatomi maupun fisiologis dari orga-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan
masalah tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem tubuh lain,
seperti sistem kardiovaskuler (Abdullah, 2014).
Gangguan respirasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya
peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degenerative, dan lain-lain. Gangguan tersebut
akan menyebabkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak terpenuhi secara adekuat.
Menurut Abdullah (2014) secara garis besar, gangguan pada respirasi dikelompokkan
menjadi tiga yaitu gangguan irama atau frekuensi, insufisiensi pernapasan dan
hipoksia, yaitu ;
a. Gangguan irama/frekuensi pernapasan
1) Gangguan irama pernapasan
a) Pernapasan Cheyne stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang
amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik, kemudian menurun dan
berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dengan siklus yang baru. Jenis
pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun secara
fisiologis jenis pernapasan ini, terutama terdapat pada orang di ketinggian
12.000 – 15.000 kaki diatas permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b) Pernapasan Biot
Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan cheyne
stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea. Keadaan ini kadang
ditemukan pada penyakit radang selaput otak.
c) Pernapasan Kussmaul
Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya
meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat
ditemukan pada klien dengan asidosis metabolic dan gagal ginjal.
2) Gangguan frekuensi pernapasan
a) Takipnea Takipne
merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi
jumlah frekuensi pernapasan normal.
b) Bradipnea
Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun dengan
jumlah frekuensi pernapasan dibawah frekuensi pernapasan normal.
b. Insufisiensi pernapasan Penyebab
insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu ;
1) Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :
a) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi
servikal.
b) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema,
TBC, dan lain-lain.
2) Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
a) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya
kerusakanjaringan paru, TBC, kanker dan lain-lain.
b) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane pernapasan, misalnya
pada edema paru, pneumonia, dan lainnya.
c) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak
normal dalam beberapa bagian paru, misalnya pada thrombosis paru.
3) Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari
paru-paru ke jaringan
a) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin yang
tersedia untuk transfor oksigen.
b) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar
hemoglobin menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
c) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah jantung
yang rendah.
c. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam jaringan.
Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia
hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
1) Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia
anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik
terjadi jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida
dalam darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika
oksigen normal, tetapi jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin
sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi anemia dan keracunan
karbondioksida.
a) Hipoksia hipokinetik
Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat adanya
bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis
yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
b) Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang
berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari
penggunaannya.
c) Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler jaringan
mencukupi, tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena
pengaruh racun sianida. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali
dalam darah vena dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal
(oksigen darah vena meningkat).

2.2 Patofisiologi Gangguan Kebutuhan Oksigenasi


Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi
(proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila
pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspons jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan
pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan untuk status oksigenasi meliputi
pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan sekarang; gaya hidup; adanya
batuk; sputum; nyeri; medikasi; dan adanya Faktor resiko untuk gangguan status
oksigenasi.
1. Masalah pada pernapasan (dulu dan sekarang)
2. Riwayat penyakit atau masalah pernapasan a.
a. Nyeri
b. Paparan lingkungan atau geografi
c. Batuk
d. Bunyi nafas mengi
e. Faktor resiko penyakit paru (misalnya perokok aktif atau pasif)
f. Frekuensi insfeksi pernapasan
g. Masalah penyakit paru masa lalu
h. Penggunaan obat
3. Adanya batuk dan penanganan
4. Kebiasaan merokok
5. Masalah pada fungsi sistem kardiovaskuler (kelemahan,dispnea)
6. Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
a. Riwayat hipertensi
b. Merokok
c. Usia paruh baya atau lanjut usia
d. Obesitas
e. Diet tinggi lemak
f. Peningkatan kolesterol
7. Riwayat penggunaan medikasi
8. Stressor yang dialami
9. Status atau kondisi kesehatan (Iqbal, 2005)
10. Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan
apakah bercampur dengan darah.
Pola batuk dan produksi sputum Menilai apakah batuk termasuk batuk kering, keras
dan kuat dengan suara mendesing, berat, dan berubah-ubah seperti kondisi pasien
yang mengalami penyakit kanker juga dilakukan pengkajian apakah pasien
mengalami sakit pada bagian tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat
dimana pasien sedang makan, merokok, atau pada saat malam hari. Pengkajian
terhadap lingkungan tempat tinggal pasien (apakah berdebu, penuh asap, dan
adanya kecendrungan mengakibatkan alergi). (Alimul, 2006).
11. Sakit Dada
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, Faktor
yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila pasien berubah posisi,
serta ada atau tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa
sakit (Alimul, 2006).

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi
Mengamati tingkat kesadaran klien, penampilan umum, postur tubuh, kondisi kulit dan
membrane mukosa, dada, pola napas, (frekuensi, kedalaman pernapasan, durasi
inspirasi dan ekspirasi), ekspansi dada secara umum, adanya sianosis, deformitas dan
jaringan parut pada dada.
2. Palpasi
Dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar diatas dada pasien.
Saat palpasi perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada dan punggung pasien
dengan memintanya menyebutkan “tujuhtujuh” secara berulang. Perawat akan
merasakan adanya getaran pada telapak tangan nya. Normalnya fremitus taktil akan
terasa pada individu yang sehat dan akan meningkat pada kondisi kosolidasi. Selain itu,
palpasi juga dilakukan untuk mengkaji temperature kulit, pengembangan dada, adanya
nyeri tekan, titik impuls maksimum abnormalitas massa dan kelenjar sirkulasi perifer,
denyut nadi, serta pengisian kapiler.
3. Perkusi
Dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk mengkaji
adanya abnormalitas, cairan, atau udara didalam paru,. Perkusi sendiri dilakukan dengan
jari tengah (tangan non-dominan) pemeriksa mendatar diatas dada pasien. Kemudian
jari tersebut diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari telunjuk
tangan sebelahnya. Normalnya dada menghasilkan bunyi resonan atau gaung perkusi.
Pada penyakit tertentu adanya udara pada dada atau paru menimbulkan bunyi
hipersonan atau bunyi drum. Sedangkan bunyi pekak atau kempis terdengar apabila
perkusi dilakukan di atas area yang mengalami atelektasis.
4. Auskultasi
Auskultasi dilakukan langsung dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang terdengar
digambarkan berdasarkan nada, intensitas durasi, atau kualitasnya. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih valid atau akurat, auskultasi sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali.
Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi dilakukan untuk mendengar bunyi napas
vasikuler, bronchial, bronkovasikular, ronkhi, juga untuk mengetahui adanya perubahan
bunyi napas serta lokasi dan waktu terjadinya (Iqbal, 2005).

3.1.3 Pemeriksaan Diagnostik


1. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah arteri,
oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
2. Tes struktur pernapasan : sinar-x dada, bronkoskopi, scan paru.Deteksi abnormalitas sel
dan infeksi saluran pernapasan : kultur kerongkongan, sputum, uji kulit, torakentesis
(Iqbal, 2005).

3.1.4 Analisa data


1. Data Subyektif
a. Perasaan lemah
b. Sesak napas
c. Nyeri dada
d. Batuk tak efektif Demam
e. Riwayat merokok
f. Ansietas
g. Berat badan menurun
2. Data Objektif
a. Gelisah
b. Dispnea
c. Trauma
d. Suara napas tidak normal
e. Perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan
f. Obstruksi trakeal
g. Pendarahan aktif h. Infeksi paru
h. Perubahan irama dan jumlah pernapasan
i. Penggunaan otot bantu napas k. Vasokontriksi
j. Hipovolemia
k. Edema
l. Efusi pleura
m. Atelektasi
n. Nilai AGD tidak normal (Iqbal, 2005)

3.2 Diagnosa keperawatan primer


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Ketidakefektifan pola pernapasan
3. Gangguan pertukaran gas. (Krisanty, et al. 2009).
3.3 Rencana Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan NOC: NIC
bersihan jalan napas Respiratory status: a) Airway
Definisi: Ketidakmampuan ventilation Suctioning
membersihkan sekresi Setelah dilakukan a. Pastikan
atau obstruksi dan saluran asuhan keperawatan kebutuhan oral/
napas untuk diapatkan trakeal
mempertahankan bersihan Kriteria Hasil: suctioning
jalan napas. a. Mendemonstrasikan b. Auskultasi suara
batuk efektif dan napas sebelum
Batasan Karakteristik: suara napas ang dan
a) Batuk yang tidak bersih, tidak ada sesudah suction
efektif sianosi dan dyspneu c. Informasikan ke
b) Dispnea (mampu mengeluarkan pasien dan
c) Gelisah sputum, mampu keluarga tentang
d) Ortopnea bernapas dengan suction
mudah, tidak ada d. Gunakan
e) Penurunan bunyi
pursed lips)
napas universal
b. Menunjukkan jalan precaution/
f) Perubahan frekuensi
napas yang paten prinsip steril:
napas
(klien tidak merasa sarung tangan,
g) Perubahan pola
tercekik, irama kacamata dan
napas
napas, frekuensi masker
h) Sianosis
pernapasan dalam e. Instruksikan ke
i) Sputum dalam
rentang normal, tidak
pasien beberapa
jumlah yang
ada suara napas
napas dalam
berlebihan
abnormal)
sebelum suction
j) Suara napas
c. Mampu f. Bila terjadi
tambahan
mengidentifikasi dan hiperoksigenas i
k) Tidak ada batuk
mencegah faktor yang sampai 100%,
menghambat jalan gunakan
Faktor yang
napas ventilator atau
Berhubungan:
resusitasi
a) Lingkungan
manual
1) Perokok
2) Perokok pasif g. Lakukan alat-
3) Terpajan asap alat disposibel

b) Obstruksi jalan yang steril

napas pada saat

1) Adanya jalan melakukan

napas buatan
2) Benda asing prosedur
dalam jalan napas suction
3) Mucus d. Anjurkan napas
berlebihan dalam dan
4) Sekresi yang istirahat
tertahan e. Hentikan suction
5) Spasme jalan bila bradikardi,
napas peningkatan

c) Fisiologis saturasi oksigen

1) Disfungsi f. Gunakan durasi

neuromuscular singkat pada


saat menghisap
2) Infeksi
sekret dan
3) 3) Jalan napas
respon
alergik

Airway
Management
a) Posisikan
pasien untuk
memaksimalk
an ventilasi
b) Lakukan
fisioterapi dada
bila perlu
c) Keluarkan
sekret dengan
batuk atau
suction
d) Auskultasi
suara napas,
catat bila ada
suara tambahan
e) Berikan
bronkodilator
bila perlu
Poltekkes
Kemenkes
Padang
f) Monitor status
respirasi dan
status O2
Respiratory
Monitoring
a. Monitor pola
napas, irama,
kedalaman dan
usaha napas
b. Perhatikan
gerakan dan
kesimetrisan,
menggunakan
otot bantu, dan
adanya retraksi
otot intercostals
dan
supraclavicula
c. Monitor bunyi
napas, misalnya
mendengkur
d. Monitor pola
napas
e. Catat lokasi
trakea
f. Auskultasi bunyi
napas, catat
peningkatan
ventilasi
g. Monitor
saturasi oksigen

2. Gangguan pertukaran NOC NIC


gas Respiratory status: gas Respiratory
Definisi: kelebihan atau exchange Monitoring
defisit oksigenasi Setelah dilakukan a. Monitor pola
dan/atau eliminasi asuhan keperawatan napas, irama,
karbondioksida pada didapatkan kedalaman dan
membran alveolar- Kriteria Hasil: usaha napas
kapiler. a. Mendemonstrasikan b. Perhatikan
peningkatan ventilasi gerakan dan
Batasan Karakteristik: dan kesimetrisan,
a. Dispnea oksigenasi yang menggunakan
b. Gas darah arteri adekuat otot bantu, dan
abnormal Respiratory status: adanya retraksi
c. Gelisah ventilation otot intercostals
Kriteria Hasil: dan
d. Hiperkapnia
a. Memelihara supraclavicular
e. Hipoksemia
kebersihan paru- c. Monitor bunyi
f. Hipoksia
paru dan bebas napas, misalnya
g. Napas cuping
dari tanda-tanda mendengkur
hidung
distress pernapasan d. Monitor pola
h. Penurunan
b. Mendemonstrasika n napas
karbondioksida
batuk efektif dan e. Catat lokasi
i. pH arteri abnormal
suara napas yang trakea
j. Pola pernapasan
bersih, tidak ada f. Auskultasi bunyi
abnormal (mis;
sianosis dan napas, catat
kecepatan, irama,
dypsneu (mampu peningkatan
kedalaman)
mengeluarkan ventilasi
k. Sianosis sputum, mampu g. Monitor
l. Takikardia bernapas dengan
saturasi oksigen
mudah, tidak ada
Faktor yang pursed lips) h. Monitor
berhubungan: kemampuan
a. Ketidakseimbanga n Vital sign status pasien dalam
ventilasi perfusi batuk efektif
b. Perubahan Tanda-tanda vital
membrane alveolar dalam normal Oxygen Therapy
kapiler a) Periksa mulut,
hidung, dan
sekret trakea b)
Pertahankan jalan
napas yang paten
c) Atur peralatan
oksigenasi d)
Monitor aliran
oksigen
c) Vital Sign
Monitoring
Respiratory
Monitoring
a. Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
b. Monitor vital
sign saat pasien
berbaring, duduk,
dan
berdiri
c. Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
d. Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum, selama,
dan
setelah aktivitas
e. Monitor
kualitas dari
nadi
f. Monitor
frekuensi dan
irama pernapasan
g. Monitor pola
pernapasan
abnormal
h. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
i. Monitor
sianosis perifer
j. Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
k. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign Ketid
3. Ketidakefektifan pola NOC: NIC
napas Respiratory status: Oxygen Therapy
Definisi: inspirasi Ventilation a. Periksa mulut,
dan/atau ekspirasi yang Setelah dilakukan hidung, dan
tidak member ventilasi tindakan keperawatan sekret trakea
adekuat. didapatkan b. Pertahankan
Kriteria Hasil: jalan napas yang
Batasan karakteristik: a. Mendemonstrasikan paten
a. Bradipnea batuk efektif dan c. Atur peralatan
b. Dispnea suara napas yang oksigenasi
c. Fase ekspirasi bersih, tidak ada d. Monitor aliran
memanjang sianosis dan dyspneu oksigen
d. Ortopnea (mampu e. Pertahankan
e. Penggunaan otot mengeluarkan posisi pasien
bahu pernapasan sputum, mampu f. Observasi tanda-
f. Penurunan tekanan bernapas dengan tanda
ekspirasi mudah, tidak ada hipoventilasi
g. Penurunan tekanan pursed lips) g. Monitor adanya
inspirasi kecemasan
h. Pernapasan bibir Respiratory status: pasien terhadap
i. Pernapasan cuping Airway patency oksigenasi
hidung a. Menunjukkan jalan
j. Pola napas napas yang paten Vital Sign Status
abnormal (mis; (klien tidak merasa a. Monitor TD,
irama, frekuensi, tercekik, irama nadi, suhu, dan
kedalaman) napas, frekuensi RR
k. Takipnea pernapasan dalam b. Monitor vital
rentang normal, sign saat
faktor yang tidak ada suara
Berhubungan: napas abnormal)
a. Hiperventilasi Vital Sign Status
b. Keletihan otot a. Tanda-tanda vital
pernapasan dalam rentang
c. Sindrom normal (tekanan
hipoventilasi darah, nadi,
pernapasan)

Sumber : NANDA Internasional, 2015, Nurharif dan Khusuma, 2015

3.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien
(Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi
keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009).
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah
peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh
serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Penyampaian
oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler
dan hematology.
Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi
pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi,
perfusi paru dan difusi .

4.2 Saran
Panulis menyadari dalam penyusunan makalah masih banyak kekurangan sehingga
sangat diharapkan apabila pembaca ingin menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR ISI

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

NANDA International. 2015. NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan:


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (Budi Anna Keliat, et al, Penerjemah). Jakarta:
EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 3.
Yogyakarta: Mediaction Jogja

Wedho, M. M. U., Bethan, M. O., Nurwela, T. S., Sambriong, M. Kale, E. D. R,


Mau, A., Ina, A., Kleden, S. S. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
II. Penerbit Gita Kasih. Kupang.
Riyadina, W,. 2014. Pola dan Determinan Cedera di Indonesia. Laporan hasil
analisis lanjut data Riskesdas, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biomedis dan Farmasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai