Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LUKA BAKAR

OLEH :
Manja Prihatiningrum
Merty Wahida Kurniasih
Ni Made Indi Aprianti Budi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PROGRAM B
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Pasien
dengan Luka Bakar. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Kelompok Kami.
Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dosen mata kuliah Keperawatan kritis .

2. Semua Teman yang telah membantu mengerjakan Makalah ini

Kami menyadari bahwa Makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan Makalah ini dapat mencapai sasaran
yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh terpajannya kulit dengan api,
suhu tinggi, listrik, radiasi maupun bahan kimia sehingga membuat integritas
kulit menjadi terganggu atau rusak.(Suriadi&Rita 2006)
Kurang lebih 2,5 juta 0rang mengalami luka bakar di Amerika setiap tahunya .
dari kelompok ini ,200.000 orang memerlukan penanganan rawat jalan dan
100.000 orang dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap
tahunya akibat luka dan cedera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar.
Lebih separuh dari kasus luka bakar yang dirawat dirumah sakit seharusnya
dapat dicegah.(brunner &suddart ,2002)
Berdasarkan data dari departemen kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar
diindonesia adalah 2,2 % . menurut tim pusbankes 118 persi diy (2012) angka
kematian akibat luka bakar diindonesia berkisar 37-39%.
Diindonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi, lebih dari 250 jiwa per
tahun meninggal akibat luka bakar . dikarenakan jumlah anak-anak cukup tinggi
diindonesia serta ketidakpercayaan anak-anak untuk menghindari terjadinya
kebakaran ,maka usia anak-anak menyumbang kematian tertinggi akibat luka
bakar di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Pasien Luka Bakar ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pertolongan pada pasien luka bakar
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Luka Bakar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Luka Bakar

1. Definisi

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan

kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2009).

Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun

tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan

kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya

tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat

2004).

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat

disebabkan oleh terpapar langsung oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap

panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak

dan merubah berbagai sistem tubuh. Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat

sentuhan permukaan tubuh dengan dengan benda-benda yang menghasilkan panas

baik kontak secara langsung maupun tidak langsung (Anggowarsito, 2014).

Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh

dengan benda-benda yang menghasilkan panas baik kontak secara langsung

maupun tidak langsung.


2. Etiologi

a. Luka Bakar Termal

Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak

dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Penyebab paling sering

yaitu luka bakar yang disebabkan karena terpajan dengan suhu panas seperti

terbakar api secara langsung atau terkena permukaan logam yang panas

(Moenadjat, 2009).

b. Luka Bakar Kimia

Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit

dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan

banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.

Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat– zat pembersih

yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia

yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer (Rahayuningsih,

2012).

c. Luka Bakar Elektrik

Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari

energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi

oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai

mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2012). Luka bakar listrik ini biasanya lukanya

lebih serius dari apa yang terlihat di permukaan tubuh (Moenadjat, 2009).

d. Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe

injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.

Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan

salah satu tipe luka bakar radiasi (Rahayuningsih, 2012).

3. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar

d. Kedalaman luka bakar

Kedalaman luka bakar dilihat dari permukaan kulit yang paling luar.

Kedalaman suatu luka bakar terdiri dari beberapa kategori yang didasarkan pada

elemen kulit yang rusak seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 1 Derajat dan Kedalaman Luka Bakar

Derajat Kedalaman Kerusakan Karakteristik


Derajat Satu Superfisial Epidermis Kulit kering,
hiperemis, nyeri.
Dua dangka Superfisial Epidermis dan sepertiga Bula nyeri
kedalaman partial bagian superficial dermis
(Partial Thickness)
Dua dalam Dalam- kedalaman Kerusakan dua pertiga Seperti marbel,
partia (Deep partial bagian superficial dermis putij dan keras
thickness) dan jaringan dibawahnya
Tiga Kedalaman penuh Kerusakan seluruh lapisan Luka berbatas
(Full thickness) kulit (dermis dan epidermis) tegas, tidak
serta lapisan yang lebih ditemukan bula,
dalam berwarna
kecoklatan, kasar,
tidak nyeri
Empat Subdermal Seluruh lapisan kulit dan Mengenai struktur
struktur disekitarnya seperti di sekitarnya
lemak subkutan, fasia, otot
dan tulang
Sumber : (Dida Gurnida dan Melisa Lilisari, 2011)
e. Luas luka bakar

Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi Rule

of nine, Lund and Browder dan hand palm (Gurnida dan Melisa Lilisari, 2011).

Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang

terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang

digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar

(Gurnida dan Lilisari, 2011).

1) Metode rule of nine

Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian

anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genitalia 1% (lihat

gambar 1). Metode ini adalah metode yang baik dan cepat untuk menilai luka

bakar menengah d an berat pada penderita yang berusia diatas 10 tahun. Tubuh

dibagi menjadi area 9%. Metode ini tidak akurat pada anak karena adanya

perbedaan proporsi tubuh anak dengan dewasa.

2) Metode Hand Palm

Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien

(termasuk jari tangan ) adalah sekitar 1% total luas permukaan tubuh. Metode ini

biasanya digunakan pada luka bakar kecil ( Gurnida dan Lilisari, 2011).

3) Metode Lund and Browder

Metode ini mengkalkulasi total area tubuh yang terkena berdasarkan lokasi

dan usia. Metode ini merupakan metode yang paling akurat pada anak bila

digunakan dengan benar Metode lund and browder merupakan modifikasi dari

persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan


yang lebih akurat tentang luas luka bakar yaitu kepala 20%, tangan masing-

masing 10%, kaki masing-masing 10%, dan badan kanan 20%, badan kiri 20%.

f. Lokasi luka bakar

Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka

bakar yang mengenai kepala, leher dan dada sering kali berkaitan dengan

komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan

abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali

membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi

terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja

secara permanen (Rahayuningsih, 2012).

g. Mekanisme injury

Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk

menentukan berat ringannya luka bakar. Secara umum luka bakar yang

mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus. Pada luka bakarelectric,

panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan internal

(Rahayuningsih, 2012).

Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot

dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas khususnya bila injury electrik

dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage , tipe arus (direct atau alternating),

tempat kontak danlamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan

diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbidity (Rahayuningsih, 2012).

h. Usia

Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya

(mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun,
terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 tahun.

Tingginya statistic mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka

bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti

lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan

mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu

juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih

tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti

ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar

(Rahayuningsih, 2012).

4. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu

sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi

elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein

atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi

destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami

kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning

agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi. Kedalaman luka bakar

bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen
o
tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C

mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.

Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat

selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan

hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan

diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal


sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat

hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium

serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada

volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan

berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi

penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan

ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.

Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam

pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.

Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang

dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan

meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.

Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal

menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini

dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun

secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar.

Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar

ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum

terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah

terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel

massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan

tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan
sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan

plasma.

Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa

pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka

bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi

oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan

respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume

darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan

hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak

memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul

nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi

dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan

immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil,

limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk

mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan

suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh

rendah, tetapi pada jam- jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang

diakibatkan hipermetabolisme (Luz Yolanda Toro Suarez 2015).

5. Proses penyembuhan luka

Menurut Paula Krisanty (2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan

luka bakar terdiri dari tiga fase meliputi fase inflamasi, fase fibioblastik, dan fase

maturasi. Adapun proses penyembuhannya antara lain:


a. Fase inflamasi

Fase terjadinya luka bakar sampai 3 - 4 hari pasca luka bakar. Pada fase ini

terjadi perubahan vascular dan proliferase seluler. Daerah luka mengalami

agregasi trombosit dan mengeluarkar serotonin serta mulai timbul epitelisasi.

b. Fase Fibi Oblastik

Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar Pada fase ini

timbul abrobast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai

jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.

c. Fase Maturasi

Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas seluler dan

vaskuler. Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari satu tahun dan

berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda inflamasi untuk akhir dari fase ini

berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau

gatal.

6. Pemeriksaan penunjang

Menurut Doenges (2018) pemeriksaan penunjang yang diperlukan

adalah:

a. Hitung darah lengkap: Peningkatan Hematokrit menunjukkan

hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya

Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh

panas terhadap pembuluh darah.

b. Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi

c. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi


d. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,

hipokalemia terjadi bila diuresis.

e. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan

f. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan

g. EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar

h. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar

selanjutnya.

7. Penatalaksanaan

a. Perawatan di Tempat Kejadian

Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban

luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut

mengalami luka bakar.

Langkah kerja:

1) Mematikan api

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan

menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan

oksigen bagi api yang menyala.

2) Mendinginkan luka bakar

Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi

berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses

ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan

mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama.

3) Melepaskan benda penghalang


Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan, pakaian

lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan

penilaian serta mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema yang timbul

dengan cepat.

4) Menutup luka bakar

Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil

kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran

udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.

b. Mengirigasi Luka bakar kimia

Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air

mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.

c. Penatalaksanaan Medis Darurat

Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway, breathing dan

circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dari

pasien didorong supaya batuk sehingga sekret saluran napas bisa dikeluarkan

dengan pengisapan. Untuk situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret

dengan pengisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik.

Jika terjadi edema pada jalan napas, intubasi endotrakeal mungkin merupakan

indikasi. Continuous positive airway pressure dan ventilasi mekanis mungkin pula

diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat.

d. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok

Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendasar

adalah mencegah terjadinya syok ireversibel dengan menggantikan cairan dan


elektrolit yang hilang. Selang infus dan kateter urin harus sudah terpasang pada

tempatnya sebelum resusitasi cairan dimulai.

Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka Bakar:

1) Rumus Parkland/Baxter

Larutan ringer laktat: 4ml × kg BB × luas luka baker

Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam

selanjutnya.

Hari 2: bervariasi. Ditambahkan koloid, Larutan Salin Hipertonik

Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq

natrium perLiter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk

mempertahankan volume keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan

kecepatan infuse selama 8 jam pertama pasca luka baker. Kadar natrium serum

harus dipantau dengan ketat. Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan

osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.

2) Obat-obatan

Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang

banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap

pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan

uji kepekaan kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stress dan

antipiretik diberikan bila suhu tinggi.

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan

keseimbangan nitrogen yang negative pada fase katabolisme, yaitu sebanyak

2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan

diberikan melalui pipa lambung atau ditambah parenteral.


Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapai untuk

memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Penderita luka

baker harus dipantau terus-menerus, keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat

dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1ml/kgBB/jam.

3) Debridemen

Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini

memiliki dua tujuan:

a) Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda

asing, sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri,

b) Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan

bagi graft dan kesembuhan luka,

Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang terdapat pada

antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel yang ada di bawahnya

secara bersng-sur-angsur. akan mencairkan serabut-serabut kolagen yang

menahan eskar pada tempatnya selama minggu pertama atau kedua pasca-luka

bakar.

4) Graft

Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas, reepitelialisasi spontan

tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft (pencakokan) kulit dari pasien

sendiri (autograft). Daerah-daerah utama graft kulit mencakup daerah wajah

dengan alasan kosmetik dan psikologik; tangan dan bagian fungsional lainnya

seperti kaki; dan daerah-daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan

pencapaian kemampuan fungsional yang lebih dini dan akan mengurangi


kontraktur. Kalau luka bakarnya sangat luas, daerah dada dan abdomen dapat

dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas luka bakar.

5) Autograft

Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa

berupa split-thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur.

Full-thickness dan pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan

rekonstruksi, dan dilaksanakan beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya

cedera pertama.

Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap eksprimen

pada beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara mendasar, prosedur ini

meliputi biopsi kulit pasien di daerah yang tidak terbakar. Kemudian keratinosit

diisolasi dan sel-sel epitel dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang asli

dapat mengadakan multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali ukuran

sampel semula dalam tempo 30 hari. Sel-sel ini kemudian ditempelkan pada luka

bakar. Prosedur ini telah dilaporkan dengan berbagai derajat keberhasilan tetapi

hasil-hasil tersebut cukup menggembirakan (Wong dan Munster, 1993).


2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Menurut (luckmanandsorensen”s, 1993) data pengkajian tergantung
pada tipe, berat
dan permukaan tubuh yang terkena, antara lain :
1) Aktivitas / Istirahat
Tanda : Penundaan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak, perubahan
tonus.
2) Sirkulasi
Tanda : Hipotensi (syok), perubahan nadi distal pada ekstremitas yang
cedera, kulit putih dan dingin (syok listrik), edema jaringan, disritmia.
3) Integritas ego
Tanda dan Gejala : Kecacatan, kekuatan, menarik diri
4) Eliminasi
Tanda : diuresis, haluaran urine menurun fase darurat, penurunan mobilitas
usus.
5) Makanan / Cairan Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah
6) Neurosensori
Gejala : area kebas, kesemutan
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, aktivitas kejang, paralisis
(Cedera aliran listrik pada aliran Saraf)
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri, panas
8) Pernafasan
9) Gejala : Cedera inhalasi (terpajan lama)
Tanda : serak, batuk, sianosis, jalan nafas atas stridor bunyi nafas gemiricik,
ronkhiSecret dalam jalan nafas
10) Keamanan
Tanda : destruksi jaringan, kulit mungkin coklat dengan tekstur seperti :
lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan parut tebal
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbonmonoksida,obstruksi trakeobronkial, keterbatasan pengembangan dada
2) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstisial
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstisial
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetaboik, katabolisme protein
5) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan,
pembentukan edema
6) Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan
kulit
7) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan
respons imun, prosedur invasif
8) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur
2.2.3 Fokus Intervensi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbonmonoksida,obstruksitrakeobronkial, keterbatasan pengembangan dada
(Doenges, 2000).
Tujuan : Pemeliharaan oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi :
a. Awasi frekuensi, irama, kedalaman napas
b. Berikan terapi O2 sesuai pesanan dokter
c. Berikan pasien dalam posisi semi fowler bila mungkin
d. Pantau AGD, kadar karbonsihemoglobin
e. Dorongan batuk atau latihan nafas dalam dan perubahan posisi
2) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstitiel (Effendi. C, 1999)
Tujuan : Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta perfusi
organ vital
Intervensi
a. Pantau tanda-tanda vital
b. Pantau dan catat masukan dan haluaran cairan
c. Berikan pengganti cairan intravena dan elektrolit (kolaborasi)
d. Timbang berat badan setiap hari
e. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hemoglobin, Hematokrit,Elektrolit).
3) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi,
penurunan aliran darah arteri (Doenges, 2000)
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan dan nadi perifer
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat
c. Berikan dorongan untuk melakukan ROM aktif
d. Hindari memplester sekitar yang terbakar
e. Kolaborasi ; pertahankan penggantian cairan perprotokol
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status
hipermetaboik, katabolisme protein (Doenges, 2000)
Tujuan : masukan nutrisi adekuat
Intervensi :
a. Pertahankan jumlah kalori ketat
b. Berikan makanan sedikit tapi sering
c. Timbang berat badan setiap hari
d. Dorong orang terdekat untuk menemani saat makan
e. Berikan diet tinggi protein dan kalori
f. Kolaborasi dengan ahli gizi
5) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan,
pembentukan edema (Doenges, 2000)
Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol, ekspresi wajah rileks
Intervensi :
a. Kaji terhadap keluhan nyeri lokasi, karakteristik, dan intensitas (skala 0-
10)
b. Anjuran teknik relaksasi
c. Pertahanan suhu lingkungan yang nyaman
d. Jelaskan setiap prosedur tindakan pada pasien
e. Kolaborasi pemberian analgetik
6) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan
respons imun, prosedur invasif (Effendi. C, 1999).
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b. Terapkan teknik aseptik antiseptik dalam perawatan luka
c. Pertahankan personal higiene pasien
d. Ganti balutan dan bersihkan areal luka bakar tiap hari
e. Kaji tanda-tanda vital dan jumlah leukosit
f. Kolaborasi pemberian antibiotik
7) Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan
kulit (Doenges, 2000).
Tujuan : Menunjukkan regresi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu.
Intervensi :
a. Kaji atau catat ukuran, warna, kedalaman luka terhadap iskemik
b. Berikan perawatan luka yang tepat
c. Pertahankan tempat tidur bersih, kering
d. Pertahankan masukan cairan 2500-3000 ml/Hr
e. Dorong keluarga untuk membantu dalam perawatan diri
8) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur
(Effendi. C, 1997)
Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi, meningkatkan kekuatan dan fungsi
yang sakit.
Intervensi :
a. Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka bakar
b. Pertahankan area luka bakar dalam posisi fungsi fisiologis
c. Beri dorongan untuk melakukan ROM aktif tiap 2-4 jam
d. Jelaskan pentingnya perubahan posisi dan gerakan pada pasien
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam rehabilitasi
2.2.4 Implementasi
Implementasi pada pasien luka bakar adalah disesuaikan intervensi
keperawatan.
2.2.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil.

BAB 3
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus


3.1.1 Pengkajian
Dalam Bab ini diuraikan studi kasus yaitu asuhan keperawatan penyakit luka bakar
pada Tn A.T. Asuhan keperawatan dimulai dari melakukan pengkajian, merumuskan
diagnosa, menetapkan intervensi, melakukan implementasi dan melakukan evaluasi.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 27Mei 2019 jam 12.00 WITA . Mahasiswa
menggunakan metode anamnesis, observasi dan pemeriksaan fisik dalam pengkajian
keperawatan. Pengkajian dilakukan pada Tn. A.T usia 18 tahun dengan jenis kelamin
laki-laki ,saat ini Tn A.T bekerja sebagai buru bangunan ,Tn A.T beragama
KristenKatolik ,bertempat tinggal di lasiana kupang . pasien sudah di rawat di ruang
Asoka dari tanggal 21 Mei 2019 Mei 2019 ,pasien saat ini belum kawin.
Saat ini pasien dirawat dengan diagnosa combutio grade II & III ,saat dikaji keluhan
yang dirasakan adalah pasien mengeluh nyeri di sekitar area luka bakar yaitu di
ekstremitas atas dan sebagian ekstremitas bawah ,pasien mengatakan awal masuk
rumah sakit karena karena tersengat listrik .
Saat dilakukan pengkajian riwayat kesehatan asin mengeluh nyeri di sekitar area
luka bakar yaitu di area ekstremitas atas dan bawah, sat ditanya tentang riwayat
keluhan utama yanglalu, nyeri yang di rasakan tertusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6
nyeri di rasakan di ekstremitas atas dan bawah, saat ditanya keluhan lain yang
menyertai pasien mengatakan sulit beraktivitas .
Saat dilakukan pengkajian riwayat kesehatan masa lalu pasien mengatakan tidak
pernah menderita penyakit menderita penyakit yang menular ataupun dirawat di rumah
sakit, pasien tidak mempunyai alergi, dan juga tidak pernah dioperasi. Saat ditanya
tentang kebiasaan pasien mengatakan suka merokok 1 bungkus sehari kurang lebih
sudah 3 tahun ,tidakmengonsumsialkohol, pasien suka minum kopi 2x sehari kurang
lebih 2 sudah 2 tahun pada pagi dan sore, pasien mengatakan tidak suka mengonsumsi
obat-obatan.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik dalam hal ini tanda vital TD:130/60
mmhg,N:80x/m,pernapasan:18x/m,suhu 370cpada pemeriksaan kepala nampkak ada
hematoma ,tidak sakit kepala,be ntuk,ukuran dan posi si normal. Tidak ada lesi, masa
saat diobservasi wajah tampak sime tris ,penglihatanba ik, konjungtivaanimis ,selera
tidak ikterik,tidak memakai kacamata dan juga tidak ada penglihatan yang kabur
,pasien tidak memiliki riwayat operasi ,tidak ada masalah pada pendengaran,
hidungnormal, tidak terdapat keluhan ataupun gangguan pada tenggorokan dan mulut,
tidak ada pembesaran kelenjar leher.
Saat dilakukan pengkajian sistem kardiovaskuler pasien mengatakan tidak ada nyeri
dada, saat di inspeksi dada tampak normal tidak ada pengembangan dada, kesadaran
composiment,dengan GCS 15 ,tidak ada kelainan pada bibir ,kuku, dancapilarryrefil,
tangan dan kaki tidak ada edeme, ictuscordis tidak teraba, venajugularis tidak teraba,
saatdi perkusi tidak ada pembesaran jantung dan juga tidak ada murmur.
Saat dilakukan pengkajian pada sistem respirasi pasien tidak terdapat keluhan, saat
diinspeksi tidak tampak sesak, tidak ada jejas, bentuk Dada normal, irama napas teratur
,tidak ada retraksi otot pernapasan ,tidak menggunakan alat bantu napas, saatdi perkusi
tidak ada cairan,massa,atau udara ,saat diauskultasi inspirasi dan ekspirasi normal,
tidak ada ronchi,whezing ataupun rales,clubingfinger normal.
Saat dikaji pada sistem pencernaan pasien tidak terdapat keluhan ,inspeksi normal,
turgor kulit jelek, bibirlembab,warna mukosa pucat, tidak ada luka pada abdomen,
tidak ada tanda-tanda radang dan keadaan gusi normal. Keadaan abdomen, warna
kulit lembab,tidak ada luka tidak ada pembesaran pada
abdomen,keadaanrektal,nampak normal tidak ada luka perdarahan atau hemoroid.
Saat diauskultasi bising usus
35x/m,perkusi tidak ada cairan, udara atau masa, saatdi palpasi tonus otot normal, tidak
ada nyeri, dan masa.
Saat dikaji pada sistem pernapasan pasien mengeluh lemas, tingkat .pupil isokor,
tidak ada kejang, lumpuh ataupun parastesia, cranial nervesnormal, kesadaran
composiment GCS 15(E4M6V5) .pada sistem muskuloskeletal pasien mengeluh sulit
beraktivitas ,tidak ada kelainan ekstremitas ,tidak ada nyeri otot dan sendi kekuatan
otot
2/3,. Pada sistem integumen tidak ada rash,ada lesi/luka pada kaki dan tangan ,turgor
jelek, warna pucat, kelembapan .
Saat dilakukan pengkajian pada sistem perkemihan pasien menggunakan alat
bantu(kateter) pasien minum sehari 300cc,parenteral 600 cc bentuk kelamin dan ureter
normal. Saat dikaji pada sistem endokrin tidak terdapatkeluhan, saat dikaji pada sistem
reproduksi juga tidak terdapat keluhan. Pada kegiatan sehari-hari (ADL) ,pola makan
baik, frekuensi 3x1,nafsu makan baik, tidak ada makanan pantangan, saat ditanya
makanan yang disukai pasien mengatakan tidak ada, pasien sehari menghabiskan
300cc air ,BB 40 kg, TB 155 cm (tidak ada penurunan berat badan ).
Saat dilakukan pengkajian pola eliminasi. Buang air kecil pasien menggunakan
kateter, dan buang air besar juga dibantu keluarga. Saat dikaji olahraga dan aktivitas
pasien mengatakan suka olahraga sepak bola, tetapi selama sakit jarang/tidak pernah
lagi berolahraga.saat dikaji pola tidur dan istirahat. Pasien mengatakan ia tidur malam
jam 09.00 dan bangun jam 06.00. tidak ada masalah pada pola tidur pasien.
Saat dilakukan pengkajian pada pola interaksi sosial pasien mengatakan orang
terdekatnya adalah orangtuanya, tidak mengikuti organisasi sosial, keadaan rumah
baik, tidak ada bising ataupun banjir ,jika mempunyai masalah dibicarakan
denganorangtua, masalah diatasi dengan dibicarakan bersama, interaksi dalam
keluarga juga baik. Saat dikaji kegiatan keagamaan pasien mengatakan sering
mengikuti misa setiap Minggu. Persepsi klien tentang penyakit yang diderita pasien
mengatakan semuanya semuanya baik-baik saja.
Dari data pemeriksaan laboratorium dan diagnostik di dapatkan hemoglobin 12,7
g/dl ,eritrosit 4,75, hematokrit 36,5, lekosit 6,85. Mcw 76,5.rdw cv 12,6. Rdwsv
36,6.limfosit 14.0,neutrofil 74, mch 26,7. Saat dirawat pasien mendpat obat invdrl 30
tpm, ceftriaxon 2x1 IV (1 vial),ranitidine 2x1 IV (30 mg),ketorolac 3x1 IV (30
mg),futrolit dan kalnex.
3.1.2 Diagnosa keperawatan
1) Rumusan diagnosa keperawatan
diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data-data hasil pengkajian dan
analisa data mulai dari menetapkan masalah, penyebab dan data-data yang
mendukung. Masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimiawi(luka bakar) ditandai
dengan pasien mengatakan bahwa ia merasa nyeri di sekitar area luka operasi,
pasien tampak lemas, meringis, memegang area nyeri, gelisah ,skala nyeri 4(1-
10).
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka
bakar) yang di tandai dengan pasien mengatalkan ada luka di kaki dan tangan,,
terpapar.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas yang
ditandai dengan pasien mengeluh sulit beraktivitas karena luka, pasien tampak
lemah, terusberbaring,ADL dibantu, kekuatan otot 2/3.
2) Prioritas masalah
Dalam mempriotaskan masalah ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan
apakah masalah tersebut mengancam kehidupan, mengancam kesehatan, dan
mengancam tumbuh dan kembang pasien. Langkah selanjutnya dalam
menentukan tujuan apakah tujuan baik itu tujuan umum/goal atau tujuan
khusus atau objektif ataupun harapan pasien agar dapat dievaluasi dengan baik
oleh perawat. Selanjutnya menentukan intervensi atau rencana tindakan serta
rasional dari setiap tindakan untuk mengatasi masalah yang dialami.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimiawi (luka bakar)
merupakan masalah yang mengancam kehidupan.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit
(luka bakar) karena mengancam kesehatan
3. gangguan mobilitas fisik berhubungan intoleransi aktivitas karena
mengancam tumbuh dan kembang pasien.

3.1.3 Intervensi keperawatan


1) Nursing outcomes clasification(NOC)
Untuk diagnosa I mahasiswa melakukan tujuan dari rencana tindakan yaitu setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam di harapkan pasien bebas dari nyeri dengan
kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang, tidak
meringis,tidak memegang area nyeri, tidakgelisah, skala nyeri berkurang dari 4-1 .
Untuk diagnosa II mahasiswa melakukan tujuan dari rencana tindakan yaitu
setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan integritas kulit kembali
membaik dengan kriteria hasil: temperatur sekitar luka dalam rentan normal, perfusi
jaringan adekuat, tidak ada pigmentasi yang abnormal.
Untuk diagnosa III mahasiswa melakukan tujuan dari rencana tindakan yaitu
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam mobilitas fisik teratasi
dengan kriteriahasil:jari,jempol,pergelangan,siku,bahu, lutut dan panggul.
2) NursingInterventionClasification (NIC)

Untuk diagnosa 1 dipilih dari domain 1 :fisiologis dasar ,kelas E promosi


kenyamanan fisik dengan kode 1400 manajemen nyeri,(08.00 Wita) mengkaji nyeri
secara komprehensif, mempertahankan tirah baring selama fase akut, menggunakan
strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman rasa sakit dan
menyampaikan penerimaan respons pasien terhadap nyeri, memberikan lingkungan
yang nyaman bagi pasien, mengajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi
nyeri,mengolaborasi pemberian analgetik, mendorong pasien untuk memantau nyeri
sendiri dengan tepat,
Untuk diagnosa II dipilih dari domain 1: fisiologis dasar ,kelas E promosi
kesehatan fisik kode (00046) manajemen aktivitas (08.30) anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar, monitor kulit akan adanya kemerahan,lakukan
perawatan luka dengan teknik steril, ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka, pantau tanda-tanda vital.
Untuk diagnosa III dipilih dari domain 1:fisiologis dasar, kelas A : aktivitas dan
latihan dengan intervensi tentukan batasan gerak dan efisiensi pada zat besi, tentukan
tingkat motivasi pasien untuk menjaga dan mengendalikan fungsi sendi, jelaskan pada
pasien dan keluarga tujuan dari rencana tindakan, pantau lokasi dan sifat tidak nyaman
mulai langkah pengendalian nyeri sebelum latihan bersama,ajarkan pada klien
bagaimana cara melatih Rom.

3.1.4 Implementasi Keperawatan


Tindakan keperawatan dilakukan setelah perencanaan kegiatan dirancang dengan
baik. Tindakan keperawatan mulai dilakukan tanggal 26-29 Mei 2019. Tidak semua
diagnosa keperawatan dilakukan implementasi setiap hari.
Pada hari pertama tanggal 27 Mei 2019 dilakukan tindakan keperawatan pada
diagnosa I yaitu melakukan pengkajian pada pukul 08.30 Wita sekaligus implementasi
hari pertama yaitu mengkaji nyeri secara komprehensif yang meliputi
pencetus,kualifikasi,region, skala dan time,membantu pasien mempertahankan tirah
baring selama fase akut,menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengetahui rasa nyeri pasien, memberikan lingkungan yang nyaman bagi pasien, pada
pukul 10.00
Wita membantu pasien melatih napas dalam dan batuk efektif ,pada pukul 11.00
mengolaborasikan pemberian ketorolac untuk membantu mengurangi nyeri.
Pada tanggal 27 Mei juga dilakukan implementasi pada diagnosa II yaitu (09.00)
memonitor akan adanya kemerahan ,mengobservasi luka ,melakukan perawatan luka
dengan teknik steril, dan juga memantau tanda-tanda vital. Sedangkan pada diagnosa
III yaitu(10.00) menentukan keterbatasan gerak, menentukan tingkat motivasi pasien,
dan mengajarkan pada pasien bagaimana cara melatih ROOM.
Pada hari kedua tanggal 28 Mei 2019 dilakukan implementasi pada diagnosa I
yaitu (09.00)mempertahankan tirah baring selama fase akut, memberikan lingkungan
yang nyaman bagi pasien,mengolaborasikan pemberian ketorolac untuk mengurangi
nyeri, mendorong pasien untuk memantau nyeri sendiri.
Pada tanggal 28 Mei juga dilakukan implementasi pada diagnosa II yaitu(10.00)
melakukan perawatan luka dengan teknik steril, mengajarkan pada keluargatentang
luka dan perawatan luka. Sedangkan pada diagnosa III yaitu (12.00) membantu pasien
melatih ROOM.
Pada hari ketiga tanggal 29 Mei 2019 dilakukan implementasi pada diagnosa I
yaitu(09.00 ) memberikan ketorolac dan mengajarkan teknik relaksasi ,dan
memberikan lingkungan yang nyaman bagi pasien. Sedangkan pada diagnosa II
dilakukan implementasi yaitu melakukan perawatan luka dengan mempertahankan
teknik steril, dan diagnosa III tetap mengajarkan pasien melatih ROOM.

3.1.5 Evaluasi keperawatan


Tahap evaluasi merupakan tahap dalam asuhan keperawatan yang dimana
mahasiswa menilai asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi yang dilakukan
antara lain pada tanggal 27 Mei 2019 dengan diagnosa I nyeri akut yaitu:pasien
mengatakan bahwa ia masih merasa nyeri yang ditandai dengan pasien tampak lemah,
gelisah, meringis, skala nyeri 4(1-10).Untuk itu dapat disimpulkan masalah nyeri akut
belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan di hari kedua.

Pada tanggal 27 Mei juga dilakukan evaluasi pada diagnosa II yaitu masih
tampak memerah pada luka, terpapar, ttv dalam batas normal, untuk itu disimpulkan
bahwa masalah belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan pada hari kedua.
Sedangkan untuk diagnosa III pasien mengeluh masih sulit melakukan aktivitas
,tampak
lemah, ADL dibantu .untuk itu disimpulkan bahwa masalah belum teratasi sehingga
intervensi dilanjutkan pada hari kedua.
Pada tanggal 28 Mei dilakukan evaluasi pada diagnosa I nyeri akut .yaitu pasien
mengatakan nyeri yang dirasakan sudah berkurang, pasientampakgelisah,
tidakmeringis,skala nyeri 3 (1-10) .maka dari itu disimpulkan bahwa masalah teratasi
sebagian sehingga intervensi dilanjutkan pada hari ketiga.
Pada tanggal 28 Mei juga dilakukan evaluasi pada diagnosa II yaitu masih tampa
luka, ttv dalam batas normal, maka dari itu simpulkan bahwa masalah belum teratasi
sehingga intervensi dilanjutkan hari ketiga. Sedangkan pada diagnosa III dilakukan evaluasi
yaitu pasien masih sulit melakukan aktivitas ADL masih dibantu .maka dari itu
disimpulkan bahwa masalah belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan hari
ketiga.
Pada tanggal 29 Mei 2019 dilakukan evaluasi pada diagnosa I yaitu pasien
mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang, tidakmeringissksala nyeri 2 (1-10) .maka dari
itu disimpulkan bahwa masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan oleh perawat
ruangan.
Pada tanggal 29 Mei 2019 dilakukan evaluasi pada diagnosa II yaitu pasien
mengatakan luka tidak merah, luka tampak membaik, maka dari itu di simpulkan bahwa
masalah teratasi sebagian sehingga intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan. Sedangkan
pada diagnosa III dilakukan evaluasi yaitu pasien masih sulit beraktivitas
.maka dari itu disimpulkan bahwa masalah belum teratasi sehingga intervensi
dilanjutkan oleh perawat ruangan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. ( Potter & Perry,
2006)
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka
tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya
untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer, 2001)
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh
melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001).
Penatalaksanaan secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri).
Adapun Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah
1)         Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan.
2)         Bersihan jalan napas b/d Obstruksi trakeobronkial.
3)         Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar/
4)         Defisit volume cairan b/d output yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

AlmansyahI,Prasetyo. TOH 2005. Luka dalam sjahsyuh hidayat R,deJongWeditor


,Buku ajar ilmu bedah Edisi 2 Jakarta .penerbit buku kedokteran EGC.

Effendy,Christine 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar.Jakarta: EGC

EngrenBarbara (1998)rencana asuhan keperawatan medialbedahvol. 3.EGC. Jakarta


Ignatavicius,donna.(1991)medicalNuring hal 361 .philadelphiaw.bsoundersCompany

Lukman Abdul 2014 Askep luka bakar combutioOnline(akademi Edu) diakses tanggal
27 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai