Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ELIMINASI
Disusun dalam rangka memenuhi tugas
Stase keperawatan dasar

Di susun oleh :

RISMANUDIN

14420212095

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Kebutuhan dasar eliminasi


1. Definisi

Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang


tidak diperlukan olehtubuh. Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
eliminasi urine dan eliminasi fekal. Eliminasi urine berkaitan dengan
sistem perkemihan, sedangkan eliminasi fekal erat kaitannya dengan
saluran pencernaan (Husna, 2017).

Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan


berperan penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi
dibutuhkan untuk keseimbangan fisiologi melalui pembuangan sisa-sisa
metabolism, terbagi menjadi dua jenis yaitu berupa feses yang berasal
dari saluran cerna dan urin melalui saluran perkemihan (Ryan, Rani, &
Abdur, 2018).

2. Klasifikasi

a. Eliminasi urine

Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem


perkemihan. Dimana sistem ini terdiri darri ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3
proses yaitu: filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi.

1) Filtrasi

Proses filtrasi berlangsung di glomelurus, proses ini


terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari
permukaan eferen.

2) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi penyerapan kembali
sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan
ion karbonat.

3) Sekresi

Pada proses sekresi ini sisa reabsorbsi diteruskan keluar.

a. Eliminasi fekal

Eliminasi fekal sangat erat kaitanya dengan saluran


pencernaan. Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima
makanan dari luar dan mempersiapkanya untuk diserap oleh tubuh
dengan proses penemaan (pengunyunaan, penelanan,dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut sampai anus.

1) Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal
proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah
terjadinya luka parut pada permukaan saluran pencernaan.
Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan ke dalam
faring, dimana makanan bergerak ke esophagus.

2) Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga
bagian atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya
adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa
yang mengeluarkan secret mukoid yang berguna untuk
perlindungan.
3) Lambung
Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltic, yaitu gerakan kontraksi
dan relaksasi secara bergantian oleh otot yang mendorong substansi
makanan dalam gerakan menyerupai gelombang. Rata-rata waktu
yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah
makan adalah 2 sampai 6 jam.
4) usus halus
usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Usus
menerima makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat)
dari lambung untuk mengabsorbsi air, nutrient, potassium,
bikarbonat, dan enzim.
5) usus besar
kolon terdiri dari sekum yang berhubungan langsung dengan

usus halus, kolon ascendent, transversum, descendent, sigmoid, dan

rectum.Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan nutrien, proteksi

dengan mensekresikan mucus yang akan melindungi dinding usus

trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, dan menghantarkan sisa

makanan sampai ke anus dengan cara berkontraksi.

6) anus.

Anus berfungsi dalam proses eliminasi zat sisa. Proses eliminasi

fekal adalah suatu upaya pengosongan intestin. Pusat refleks ini terdapat

pada medula dan spinal cord. Refleks defekasi timbul karena adanya feses

dalam rektum.

3. Etiologi

a. Eliminasi urine

1) Diet dan asupan (intake)

Jumlah dan tipe makanan mempengaruhi output urine, seperti


protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.

2) Respon keinginan awal untuk berkemih

Kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemeih dan

hanya pada akhir keinginan berkemih mejadi lebih kuat

mengakibatkan urine banyak tertahan di kandung kemih, sehingga

kapasitas kandung kemih lebih dari normal

3) Gaya hidup

Ketersediaan fasilitas toilet atau kamar mandi dapat

mempengaruhi eliminasi urin

4) Stres psikologis

Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi

keinginan berkemih.

5) Tingkat aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan dibutuhkan dalammempertahankan

tonus otot. Eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung kemih

yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal.

6) Tingkat perkembangan

Misal pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya

menurun karena adanya tekanan dari fetus

7) Kondisi penyakit

Saat seorang sakit, produksi urin nya sedikit hal ini disebabkan

oleh keinginan yntuk minum sedikit.


b. Eliminasi fekal

1) Usia dan perkembangan : pada bayi sistem pencernaannya

belum sempurna, sedangkan pada lansia proses mekaniknya

berkurang karena berkurangnya kemampuan fisiologis.

2) Diet : ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah

makanan yang dikonsumsi.

3) Pemasukan cairan, normalnya 2000-3000 ml/hari. Asupan cairan

yang kurang menyebabkan feses menjadi keras.

4) Aktifitas fisik:merangsang peristaltik usus, sehingga

peristaltik usus meningkat.

5) Faktor psikologik : perasaan cemas atau takut akan

menmpengaruhi peristaltik atau motilitas usus sehingga dapat

menyebabkan diare.

6) Tonus otot, tonus otot terutama abdomen yang ditunjang

dengan aktivitas yang cukup akan membantu defekasi.

7) Kehamilan: menekan rectum.

8) Operasi dan anestesi

9) Obat-obatan:Beberapa obat dapat menimbulkan efek konstipasi.

Laksatif dan katartik dapat melunakkan feses dan

meningkatkan peristlatik.

10) Test diagnostik: barium enema dapat menyebabkan konstipasi

11) Kondisi patologis: Beberapa penyakit pencernaan dapat


menyebabkan diare dan konstipasi.

4. Masalah –masalah pada gangguan eliminasi

a. Eliminasi urine

1) retensi urin : akumulasi urine yang nyata didalam kandung

kemih akibatketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.

2) dysuria : adanya rasa sakit atau kesulitan berkemih.

3) polyuria : produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh

ginjal, seperti2500 ml/hari tanpa adanya intake cairan.

4) Inkontinensia urine : ketidaksanggupan sementara atau

permanen oto sfingter eksternal untuk mengontrol keluarnya

urine dari kantong kemih

5) Urinari supresi : berhenti memproduksi urine secara mendadak.

6) Enuresis: sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi

pada malam hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali

atau lebih dalam semalam.

7) Urgency: perasaan seseorang untuk berkemih.

b. Eliminasi fekal

1) Konstipasi : penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti

oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering.

2) Impaksi : merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi.

Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di

dalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan.


3) Diare : peningkatan jumlah feses dan peningkatan

pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare adalah

gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan,

absorbsi, dan sekresi di dalam saluran GI.

4) Inkontinensia: ketidakmampuan mengontrol keluarnya

feses dan gas dari anus.

5) Flatulen : penyebab umum abdomen menjadi penuh,

terasa nyeri, dan kram.

6) Hemoroid : vena-vena yang berdilatasi, membengkak

dilapisan rectum.

5. Manifestasi klinis
a. Gangguan eliminasi urine
1) Retensi urine
 Sensasi penuh pada kandung kemih
 Distensi kandung kemih
 Dysuria /anuria
 Ketidak nyamanan daerah pubis.
 Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
 Ketidaksanggupan untuk berkemih
2) Inkontinensia urine
 Pasien tidak mampu menahan keinginan untuk BAK
 Pasien sering ngompol
b. Gangguan eliminasi fekal
1) Konstipasi
 Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
 Pengeluaran feses lama dan sulit
 Feses keras
 Peristaltik usus menurun
2) Impaksi
 Tidak BAB
 Anoreksia
 Kembung/kram
 nyeri rectum
3) Diare
 Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam
 Feses lembek atau cair
 Frekuensi peristaltik meningkat
 Bising usus hiperaktif
 Nyeri abdomen
4) Inkontinesia fekal
 Tidak mampu mengotrol pengeluaran feses
 Tidak mampu menunda defekasi
 Feses keluar sedikit-sedikit tapi sering
5) Flutelen
 Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
 Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri
dan kram.
 Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus)
6) Hemoroid
 pembengkakan vena pada dinding rectum
 perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
 merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
 Nyeri
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan foto rontgen
c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
B. Konsep Aspek Legal Etik Keperawatan

1. Pengertian Etika Keperawatan

Etika keperawatan merupakan aturan, moral ataupun standar


dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan segala masalah yang
dilakukan praktisi keperawatan.
2. Tujuan Etika Keperawatan

Tujuan etika keperawatan adalah untuk menjaga agar perawat


menghargai dan menghormati manusia sebagai seorang klien/pasien
dalam menjalankan tugasnya.

3. Fungsi etika Keperawatan yaitu;


a. Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan keperawatan.
b. Agar perawat dapat berperan dalam kegiatan penelitian dan
menggunakan hasil penelitian untuk meningkatkan serta
memajukan pelayanan asuhan keperawatan.
c. Agar perawat dapat terus mengembangkan kemampuan dalam
melakukan memberikan asuhan keperawatan
d. Mendorong perawat agar tetap memlihara dan mengembangkan
kepribadian sesuai dengan etika keperawatan.
4. Prinsip Moral dalam Etika Keperawatan

a. Prinsip Otonomy (Autonomy)


Prinsip ini merupakan prinsip yang dimana klien diberikan
kebebasan dan berhak dalam mengatur dirinya sendiri. Contohnya
klien berhak menolak tindakan keperawatan yang diberikan
perawat.
b. Prinsip Kebaikan (Beneficience)

Prinsip etika keperawatan ini menjelaskan bahwa seorang perawat


harus berkelakuan dan berbuat baik dan menjaga pasien agar
terhindar daribahaya.

c. Prinsip Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan merupakan etika keperawatan dimana seorang


perawat harus berlaku terhadap setiap pasien sesuai kebutuhannya.
d. Prinsip Tidak Merugikan (Non maleficience)

Prinsi ini menjelaskan etika perawat yang harus menjaga tindakan


agar tidak merugikan klien baik secara fisik, psikologis, maupun
sosial
e. Prinsip Kejujuran (Veracity)

Seorang perawat harus selalu mengatakan hal yang jujur serta jelas
kepada pasien. Contohnya memberikan informasi tindakan
keperawatan yang sebenarnya dan jelas.
f. Prinsip Menetapi Janji (Fidelity)

Prinsip menepati janji seorang perawat dibutuhkan untuk


menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.
g. Prinsip Kerahasiaan (Confidentislity)

Prinsip kerahasiaan menjelaskan bahwa seorang perawat harus


menghormati dan menjaga privasi serta kerahasiaan klien,
meskipun klien telah meninggal.
h. Prinsip Akuntabilitas (Accountability)

Prinsip akuntabilitas merupakan prinsip yang mencerminkan


standar ataupun tindakan seorang perawat yang tetap profesional
walaupun situasi tidak terkendali/jelas (lenny, 2021).
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan

a. identitas klien

meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan identitas


penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan


mengganggu oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan
pengkajian tentang riwayat keluhan utama seharusnya
mengandung unsur PQRST(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio,
Skala, dan Time).

2) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien berbicara tentang riwayat penyakit perjalanan dari


rumah kerumah sakit.

3) Riwayat penyakit dahulu

riwayat kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan


gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal. Ataupun
riwayat dirawat di rumah sakit atau pembedahan.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada


penyakit keturunan di keluarga pasien.
d. Pemeriksaan fisik

1) Abdomen

Kandung kemih yang terisi penuh dapat mengganggu


pemeriksaan abdomen, maka mintalah pasien berkemih sebelum
dilakukan pemeriksaan abdomen. Pasien diminta berbaring
terlentang dengan kedua lengan berada di samping. Letakkan
bantal kecil di bawah lutut pasien untuk mengendurkan otot
abdomen. Perkusi dan palpasi dapat mempengaruhi aktivitas usus,
sehingga pemeriksaan abdomen dilakukan dengan urutan: inspeksi,
auskultasi, perkusi, dan palpasi. Bayangkan organ dalam yang
sedang diperiksa dan gambarkan abdomen sesuai dengan kuadran
dan bagian anatomi.
a. Inspeksi
Periksa abdomen untuk melihat adanya ruam
kemerahan, perubahan warna, bekas luka, bercak pada
abdomen umumnya berhubungan dengan riwayat
pembedahan pada pasien dan striae, pelebaran vena.
Bekas luka pada abdomen umumnya berhubungan
dengan riwayat pembedahan padapasien dan striae yakni
tanda perubahan berat badan yang seharusnya
berhubungan dengan laporan mengenai perubahan berat
badan. Perhatikan bentuk, posisi, warna, dan adanya
cairan pada umbilicus yang menunjukkan adanya
perdarahan intra abdominal dan mungkin didapati pada
pasien yang megalami pankreatitis
Selanjutnya duduk sejajar dengan permukaan
abdomen pasien dan amati gerakan peristaltic atau
pulsasi abdomen. Secara normal gerakanperistaltic tidak
terlihat, tetapi pulsasi abdomen mungkin terlihat pada
orang yang sangat kurus. Mintalah kepada pasien untuk
mengangkat kepala dan pundak atau lipatan pada otot
rektus abdomen. Lipatan yang terlihat saat naik ini
disebutsebagai diastasis. Lipatan yang terlihat saat naik
ini disebut sebagai diastasis rekti, yaitu kondisi
pemisahan otot rektus abdomen seperti kehamilan atau
obesitas. Diastasis rekti bukan merupakan hernia dan
untuk sebagian besar pasien tidak mempunyai
kemaknaan klinis. Inspeksi dan pemeriksaan rektal
dilakukan setelah pemeriksaan abdomen.
b. Auskultasi

Dengan menggunakan bagian diafragma dari stetoskop,


mulai lakukan auskultasi pada abdomen pasien. Tekanlah
diafragma secara perlahan ke dinding abdomen, dimulai
pada kuadran kanan bawah pada daerah katup ileosekal.
Lanjutkan sesuai dengan arah jarum jam, dengan
melakukan auskultasi pada setiap kuadran atau bagian.
Adanya udara dan cairan yang bergerak di saluran cerna
menimbulkan suara klik atau berkumur setiap 5sampai
dengan 10 detik. Perhatikan frekuensi dan karakter dari
suara/bising usus. Bising usus normal terjadi secara teratur setiap
5-35 detik. Bising usus yang keras dan bernada tinggi
(borborygmi) menunjukkan adanya hiperaktivitas dari saluran
cerna. Borborygmi dapat terdengar pada pasien yang sedang
lapar, mengalami gastroenteritis, atau pasien yang mengalami
sumbatan usus fase awal .
Bising usus yang hipoaktif terjadi bila didapatkan bising
usus satu atau kurang per detik. Untuk menentukan ada atau
tidaknya bising usus, dengarkanlah bising usus selama total 5
menit, dengan minimal 1 menit untuk tiap kuadran. Bila dari
hasil pemeriksaan tidak terdengar suara bising usus, maka
catatlah durasi waktu yang digunakan pada saat pemeriksaan di
dalam lembar pengkajian. Ketiadaan bising usus tidak berarti
ketidaan peristaltik usus. Bising usus hipoaktif atau tidak
terdengar mengindikasikan perlu pemeriksaan lebih lanjut dari
fungsi usus.
c. Perkusi
Perkusi abdomen untuk menentukan ukuran dan letak dari
organ abdomenserta mendeteksi adanya cairan, udara, dan
massa. Perkusi seluruh kuadranatau bagian dan bandingkan
suara yang muncul dengan temuan yang seharusnya. Secara
normal, ketika perkusi abdomen dilakukan, suara bernada tinggi,
nyaring, dan “musical” (timpani) akan terdengar pada daerah
yang berisi udara/gas dan suara pekak akan terdengar pada
cairan atau organ padat. Perkusi dapat digunakan untuk
menentukan letak dan ukuran hati dan limpa dan untuk mengkaji
tingkat regangan kandung kemih. Jangan lakukan perkusi pada
abdomen bila terdapat dugaan aneurisma abdominal atau pasien
telah menjalani transplantasi organ.
d. Palpasi
Palpasi abdomen secara sistematis dari kuadran ke
kuadran atau dari bagian atas ke bagian, dimulai dari dari
daerah yang tidak terasa sakit dan menuju kea rah daerah
yang sakit. Mulai dengan palpasi ringan, yakni menekan
abdomen 1-2 cm. palpasi adanya massa atau rasa nyeri.
Catat bila terdapat adanya kekakuan abdomen yang
involunter.
Titik Mcburney terletak pada kuadran kanan bawah di
tengah antara umbilicus dan krista iliaka anterior. Adanya
nyeri local di daerah ini menunjukkan adanya apendiksitis.
Setelah melakukan palpasiringan pada seluruh daerah,
lakukan palpasi dalam untuk menentukan ukuran dan
bentuk dari organ abdomen dan massa. Lakukan secara
hati-hati pada saat melakukan pemeriksaan pada daerah
yang nyeri. Adanya nyeri balik menandakan adanya
peradangan peritoneal. Untuk mengetahui adanya nyeri
balik, tekan abdomen dalam- dalam di daerah nyeri balik,
maka pasien akan merasakan peningkatan rasa nyeri pada
saat pelepasan (Eti, 2019).
2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis


mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons pasien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan.

Berdasarkan SDKI 2017 beberapa diagnosis yang muncul:

1. Gangguan eliminasi urine(D.0040)

Kategori :fisiologis

Subkategori :eliminasi

a) Definisi :Disfungsi eliminasi urine

b) Penyebab:

 Penurunan kapasitas kandung kemih

 Iritasi kandung kemih

 Penurunanankemampuan menyadari tanda-tanda


gangguan kandung kemih

 Efek tindakan medis dan diagnstik (mis.operasi


ginjal,operasi saluran kemih,anastesi,dan obat-
obatan).

 Kelemahan otot pelvis

 Ketidakmampuan mengakses toilet (mis.imobilisasi)

 Hambatan lingkungan

 Ketidakmampuan mengkonsumsi kebutuhan


eliminasi

 Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis.anomali


saluran kemih kongenital)

 Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Desakan berkemih(urgensi)

 Unine menetes ( dribbling)

 Sering buang air kecil

 Nokturiamengompol

 Enuresis

Objektif

 Distensi kandung kemih

 Berkemih tidak tuntas (hesitancy)

 Volume residu urin meningkat

d) Gejala tanda minor

Subjektif : tidak tersedia

Objektif :tidak tersedia

2. Inkontinensia Fekal (D.0041)

Kategori : fisiologis

Subkategori :eliminasi

a) Definisi
Perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal yang
ditandai dengan pengeluaran feses secara involuter (tidak
disadari).

b) Penyebab

 Kerusakan susunan saraf motorik bawah

 Penurunan tonus otot

 Gangguan kognitif

 Penyalahgunaan laksatif

 Kehilangan fungsi pengendalian sfigter

 Pascaoperasi pulithough dan penutupan kolostomi

 Ketik mampuan mencapai kamar kecil

 Diare kronis

 Stress berlebihan

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Tidak mampu mengontrol pengeluaran feses

 Tidak mampu menunda defekasi

Objektif

 Feses keluar sedikit-sedikit dan sering

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif :tidak tersedia

Objektif

 Bau feses

 Kulit perianal kemerahan


3. Inkontinensia urine berlanjut (D.0042)

Kategori :fisiologi

Subkategori :eliminasi

a) Definisi

Pengeluaran urine tidak terkendali dan terus menerus


tanpa distensi atau perasaan penuh pada kantong kemih.

b) Penyebab

 Neuropati arkus refleks

 Disfungsi neurologis

 Kerusakan refleks kontraksi detrusor

 Trauma

 Kerusakan medulla spinalis

 Kelainan anatomis (mis. Fistula)

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Keluarnya urine konstan tanpa distensi

 Nokturia lebih dari 2 kali sepanjang tidur

Objektif

 Tidak tersedia

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif
 berkemih tanpa sadar

 tidak sadar inkontinensia urin

Objektif : tidak tersedia

4. Inkontinensia urine berlebih (D.0043)

Kategori :fisiologis

Subkategori :eliminasi

a) Definisi

Kehilangan urine yang tidak terkendali akibat overdistensi


kandung kemih

b) Penyebab

 Blok spingter

 Kerusakan atau ketidakadekuatan jalur eferen

 Obstruksi jalan keluar urin(mis.impaksi fekal,efek agen


farmakoogis)

 Ketidakadekuatan detrusor (mis.pada kondisi stres atau


tidak nyaman,deconditioned voiding)

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Residu volume urine setelah berkemih atau keluhan


kebocoran sedikit urin

 Nokturia

Objektif

 Kandung kemih distensi (bukan berhubungan dengan


penyebab reversibel akut)atau kandung kemih distensi
dengan sering,sedikit berkemih atau dribbling.
d) Gejala dan tanda minor

Subjektif :tidak tersedia

Objektif :

 Residu urin 100 ml atau lebih

5. Inkontinensia urin fingsional (D.0044)

Kategori: Fisiologis

Subkategori: Eliminasi

a) Definisi

Pengeluaran urin tidak terkendali Karena kesulitan atau


tidak mampu mencapai toilet pada waktu yang tepat.

b) Penyebab

 Ketidakmampuan atau penurunan mengenali tanda-tanda


berkemih

 Penurunan tonus kandung kemih

 Hambatan mobilisasi

 Factor psikologi : penurunan perhatian pada tanda-tanda


keinginan berkemih (depresi,bingun,delirium)

 Hambatan lingkungan ( toilet jauh, tempat tidur terlalu


tiggi, lingkungan baru)

 Kehilangan sensorik dan motorik(pada geriatri)

 Gangguan penglihatan

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Mengompol sebelum mencapai atau selama usaha


mencapai toilet

Objektif : tidak tersedia

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Mengompol diwaktu pagi hari

 Mampu mengososngkan kandung kemih lengkap

Objektif :tidak tersedia

6. Inkontinensia urine refleks (D.0045)

Kategori :fisiologis

Subkategori : elimnasi

a) Definisi

Pengeluaran urin yang tidak terkendali pada saat volume


kandung kemih tertentu tercapai.

b) Penyebab

 Kerusakan konduksi impuls diatas arkus refleks

 Kerusakan jaringan(mis.terapi radiasi)

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Tidak mengalami sensasi berkemih

 Dribbling

 Sering buang air kecil

 Hesitanci

 Nokturia
 Enuresis

Objektif

 Volume residu urin meningkat

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif:Tidak tersedia

Objektif :tidak tersedia

7. Inkontinensia urin stres (D.0046)

Kategori:fisiologis

Subkategori :eliminasi

a) Definisi

Kebocoran urin mendadak atau tidak dapat dikendalikan karena


aktivitas yang meningkatkan tekanan intraabdominal.

b) Penyebab

 Kelemahan intrinsic spinkter uretra

 Kelemahan degenerasi/non degenerasi otot pelvis

 Kekurangan ekstrogen

 Peningkatan tekanan intraabdomen

 Kelemahan otot pelvis

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Keluhan keluar urine < 50 ml saat tekanan abdominal


meningkat (mis.saat berdiri,bersin,tertawa,berlari,atau
mengangkat benda berat)

Objektif :tidak tersedia


d) Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Pengeluaran urin tidak tuntas

 Urgensi miksi

 Frekuensi benkemih meningkat

Objektif

 Overdistensi abdomen

8. Inkontinensia urine urgensi (D.0047)

Kategori :fisiologis

Subkategori :eliminasi

a) Definisi

Keluarnya urin tidak terkendali sesaat setelah keinginan yang


kuat untuk berkemih atau kebelet

b) Penyebab

 Iritasi reseptor kontraksi kandung kemih

 Penurunan kapasitas kandung kemih

 Hiperaktivitas detrusor dengan kerusakan kontraktilitas


kandung kemih

 Efek agen farmakologis(mis.diuretik)

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Keinginan berkemih yang kuat disertai


dengan inkontinensia

Objektif :tidak tersedia


d) Gejala dan tanda minor

Subjektif :tidak tersedia

Objektif :tidak tersedia

9. Konstipasi (D.0149)

Kategori :fisiologis

Subkategori :eliminasi

a) Definisi

Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit


dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak

b) Penyebab

Fisiologis

 Penurunan motilitas gastrointestinal

 Ketikadekuatan pertumbuhan gigi

 Ketidakcukupan diet

 Ketidakcukupan asupan serat

 Ketikcukupan asupan cairan

 Aganglionik (mis.penyakit hirscprung)

 Kelemahan otot abdomen

Psikologis

 Konfusi

 Depresi

 Gangguan emosional

Situasional
 Perubahan kebiasaan makan (mis.jenis makanan,jadwal
makan)

 Ketidakadekuatan toileting

 Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan

 Penyalahgunaan laksatif

 Efek agen farmakologis

 Ketidakteraturan kebiasaan defekasi

 Kebiasaan menahan dorongan defekasi

 Perubahan lingkungan

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Defekasi kurang dari 2 kali seinggu

 Pengeluaran feses lama dan sulit

Objektif

 Feses keras

 Peristaltic usu menurun

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Mengejan saat defekasi

Objektif

 Distensi abdomen

 Kelemahan umum

 Teraba massa pada rektal


10. Retensi urin (D.0050)

Kategori :fisiologis

Subkategori : eliminasi

a) Definisi

Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap

b) Penyebab

 Peningkatan tekanan uretra

 Kerusakan arkus refleks

 Blog spinter

 Disfungsi neurologis (mis.trauma,penyakit saraf)

 Efek agen farmakologis


(mis.atropine,belladonna,psikotropik,antihistamin,opiate
)

c) Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Sensasi penuh pada kandung kemih

Objektif

 Disuria /Anuria

 Distensi kandung kemih

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Dribbling

Objektif

 Inkontinensia berlebih
 Residu urine 150 ml atau lebih

11. Resiko inkontinensia urin urgensi (D.0051)

Kategori :fisiologis

Subkategori :eliminasi

a) Definisi

Beresiko mengalami pengeluaran urin yang tidak terkendali

b) Penyebab

 Efek samping obat,kopi dan alcohol

 Hiperrefleks destrussor

 Gangguan system saraf pusat

 Kerusakan kontraksi kandung kemih: relaksasi spinter


tidak terkendali

 Ketidakefektifan kebiasaan berkemih

 Kapasitas kandung kemih kecil

12. Resiko Konstipasi (D.0052)

Kategori :fisiologis

Subkategori:eliminasi

a) Definisi

Beresiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi


disertai kesulitan dan pengeluaran feses tidak lengkap .

b) Penyebab

Fisiologis

 Penurunan motilitas gastrointestinal

 Ketikadekuatan pertumbuhan gigi


 Ketidakcukupan diet

 Ketidakcukupan asupan serat

 Ketikcukupan asupan cairan

 Aganglionik (mis.penyakit hirscprung)

 Kelemahan otot abdomen

Psikologis

 Konfusi

 Depresi

 Gangguan emosional

Situasional

 Perubahan kebiasaan makan (mis.jenis makanan,jadwal


makan)

 Ketidakadekuatan toileting

 Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan

 Penyalahgunaan laksatif

 Efek agen farmakologis

 Ketidakteraturan kebiasaan defekasi

 Kebiasaan menahan dorongan defekasi

 Perubahan lingkungan

3. Intervensi

Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang


dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan, dan
pemulihan kesehatan pasien individu, keluarga, dan komunitas.
Adapun intervensi sesuai dengan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018):

1. Gangguan eliminasi urin (D.0040)

Intervensi utama :

a. Dukungan perawatan diri :BAB/BAK

Rasional : menfasilitasi pemenuhan kebutuhan buang air kecil (BAK)


dan buang air besar (BAK).

Observasi :

 Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia

 Monitor integritas kulit pasien

Terapeutik

 Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi

 Dukungan penggunaan toilet /commode/pispot/urinal secara


konsisten

 Jaga privasi selama eliminasi

 Ganti pakaian pasien setelah eliminasi

 Bersihkan alat bantu BAK/BAB setelah digunakan

 Latih BAK/BAB sesuai jadwal,jika perlu

 Sediakan alat bantu (mis.kateter eksternal,urinal),jika perlu

Edukasi

 Anjurkan BAK/BAB secara rutin

 Anjurkan k kamar mandi/toilet,jika perlu


b. Manajemen eliminasi urine

Rasional : mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi


urine.

Observasi

 Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine

 Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi urine


atau inkontinensi urine

 Monitor eliminasi urine


(mis.frekuensi,konsistensi,aroma,volume,dan warna)

Terapeutik

 Catat waktu-waktu dan haluran berkemih

 Batasi asupan cairan,jika perlu

 Ambil sampel urine tengah (midstream)atau kultur

Edukasi

 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine

 Ajarkan mengambil speseme urin mistream

 Ajarkan mengurangi minum menjelang tidur

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obar supositoria uretra,jika perlu

Intervensi pendukung :

a. Kateterisasi urin

b. Manajemen cairan
c. Pemantauan cairan

2. Inkontinensia fekal (D.0041)

Intervensi utama :

a. Latihan eliminasi fekal

Rasional :mengajarkan suatu kemampuan melatih usus untuk


dievakuasi pada interval tertentu

Observasi

 Monitor peristaltic usus secara teratur

Teripeutik

 Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar

 Berikan privasi,kenyamanan dan posisi yang


meningkatkan proses defekasi

 Gunakan enema rendah

 Anjurkan dilatasi rektal digital

 Ubah program latihan eliminasi fekal

Edukasi

 Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu,sesuai


program atau hasil konsultasi

 Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuai kebutuhan

 Anjurkan olah raga sesuai tolerasi

Kolaborasi

 Kolaborasi penggunaan sipositoria

b. Perawatan inkontinensia fekal

Rasional :mengidentifikasi dan merawat pasien yang mengalami


pengeluaran feses secara involunter(tidak disadari)

Observasi

 Identifikasi penyebab inkontinensia fekal baik fisik


maupun psikologis

 Identifikasi perubahan frekuensi defekasi dan konsistensi


feses

 Monitor konsisi kulit perianal

 Monitor keadekuatan evakuasi feses

 Monitor diet dan kebutuhan cairan

 Monitor efek samping pemberian obat

Terapeutik

 Bersihkan daerah perianal dengan sabun dan air

 Jaga kebersihan tempat tidur

 Laksanakan program latihan usus

 Berikan celana pelindung

 Hindari makanan yang menyebabkan diare

Edukasi

 Jelaskan definisi,jenis
inkontinensia,penyebabinkontinensia fekal.

 Anjurkan mencatat karakteristik feses

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat(mis.loperamide,atropine)

Intervensi pendukung :

a. Dukungan emosional
b. Manajemen diare

c. Manajemen eliminasi fekasi

3. Inkontinensia urin berlanjut (D.0042)

Intervensi utama :

a. Katerisasi urine

Rasional :memasukkan selang kateter urine kedalam kandung kemih

Observasi

 Periksa kondisi pasien

Terapeutik

 Siapkan peralatan

 Siapkan pasien dengan posisi dorsal rekumben pada


wanita dan supine pada pria

 Pasang sarung tangan

 Bersihkan daerah perineal

 Lakukan insersi kateter urine

 Sambungkan kateter urine dengan urine bag

 Isi balon dengan Nacl 0,9%

 Fiksasi selang kateter

 Berikan lebel

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine

 Anjurkan menarik nafas saat insersi selang kateter

b. Perawatan inkontinensia urine


Intervensi pendukung:

a. Dukungan kepatuhan program pengobatan

b. Dukungan perawatan diri BAK/BAB

c. Manajemen eliminasi urine

4. Inkontinensia urine berlebih

Intervensi utama :

c. Katerisasi urine

Rasional :memasukkan selang kateter urine kedalam kandung kemih

Observasi

 Periksa kondisi pasien

Terapeutik

 Siapkan peralatan

 Siapkan pasien dengan posisi dorsal rekumben pada


wanita dan supine pada pria

 Pasang sarung tangan

 Bersihkan daerah perineal

 Lakukan insersi kateter urine

 Sambungkan kateter urine dengan urine bag

 Isi balon dengan Nacl 0,9%

 Fiksasi selang kateter

 Berikan lebel

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine


 Anjurkan menarik nafas saat insersi selang kateter

d. Perawatan inkontinensia urine

Intervensi pendukung:

a. Dukungan kepatuhan program pengobatan

b. Dukungan perawatan diri BAK/BAB

c. Manajemen eliminasi urine

5. Inkontinensia urine fungsional,refleks,stres,dan urgensi

Intervensi utama :

a. Latihan berkemih

b. Katerisasi urine

c. Latihan otot panggul

d. Perawatan inkontinensia urine

Intervensi pendukung :

a. Dukungan kepatuhan program pengobatan

b. Dukungan perawatan diri BAK/BAB

c. Manajemen eliminasi urine

6. Konstipasi (D.0049)

Intervensi utama:

a. Manajemen eliminasi fekal

b. Manajemen konstipasi

Intervensi pendukung :

a. Latihan eliminasi fekal

b. Pemberian obat rektal

c. Promosi eliminasi fekal


7. Retensi urine (D.0049)

Intervensi utama :

a. Katerisasi urine

Intervensi pendukung:

a. Irigasi kandung kemih

b. Manajemen eliminasi urine

c. Perawatan retensi urin

8. Resiko inkontinensia urine urgensi

Intervensi utama :

a. Manajemen eliminasi urine

Intervensi pendukung:

a. Katerisasi urin

b. Latihan otot panggul

c. Edukasi toilet training

9. Resiko konstipasi

Intervensi utama :

a. Pencegahan konstipasi

Intervensi pendukung:

a. Edukasi diet

b. Latihan eliminasi fekal

d. Edukasi toilet training


4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan seluruh


intervensi keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat kepada
pasien. Dalam melakukan pengimplementasian dilaksanakan sesuai
dengan “validasi, penugasan, keterampilan interpersonal, intelektual,
dan teknikal”. Implementasi dalam gangggaun kebutuhan eliminasi
yaitu dilakukan sesuai dengan intervensi dan kebutuhan pasien (Eti,
2019).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang


merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana ksehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
melibatkan pasien.
S = subjektif

O = objektif

A = Analisa

P = Planning
Daftar Pustaka

Eti, r. (2019). Keperawatan Dasar 1. Cirebon Jawa Barat .


Husna, a. (2017). Laporan pendahuluan pemenuhan Elimnasi urine dan fecal .
Lenny, e. s. (2021). Ilmu keperawatan dasar.
Ryan , a. a., rani, l. i., & abdur , r. (2018). faktor-faktor yang berhubungan dengan
eliminasi fekal pada pasien yang di awat di Intensive Care Unit (ICU). JURNAL
RISET KESEHATAN , 97-105.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia definisi
dan tindakan keperawatan . Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia definisi
dan tindakan keperawatan . Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai