Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS CHEPAGIA

PADA NY.S DI RUANG DAHLIA


UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDA BLITAR
TULUNGAGUNG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Gerontik pada Program
Studi Profesi Ners

Disusun Oleh :
Winda Karunia Putri
(A3R21056)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


“HUTAMA ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
DENGAN KASUS CHEPAGIA
PADA NY.S DI RUANG DAHLIA
UPT PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDA BLITAR
TULUNGAGUNG

PEMBIMBING RUANGAN MAHASISWA

( ) ( Winda Karunia Putri )


A. DEFINISI
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama manusia.
Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan
otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Soemarmo, 2019)
Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Nyeri
kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya gangguan organik. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nyeri wajah/nyeri fasialis
dan nyeri kepaXla berbeda, namun pendapat lain ada yang menganggap wajah itu sebagai
bagian depan kepala yang tidak ditutupi rambut kepala. (Lionel, 2017)
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata
serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Chepalgia atau sakit kepala adalah
salah satu keluhan fisik paling utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala
bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain),
respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau
kombinasi respon tersebut (Weiner& Levitt, 2015).

B. KLASIFIKASI
1. Jenis Chepalgia Primer yaitu :
- Migrain
- Sakit kepala tegang
- Sakit kepala cluster
2. Jenis Chepalgia Sekunder yaitu :
- Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
- Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
- Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
- Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler (mis. Tumor
otak).
- Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
- Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
- Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
- Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher atau
struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
- Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial) (Soemarmo, 2019)
C. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2016) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah faktor resiko yang
umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan tereksasi,
yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang berlebihan dapat menyebabkan
rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit kepala kronis.
Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami penegangan sehingga
menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena hanya sewaktu
tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit kepala, termasuk
hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat membuat pembuluh darah di kepala dan
leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika ditambahkan
kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala berlebihan dapat
memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga dapat menciptakan efek
rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin dalam rokok
dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti rokok, alkohol
juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit di leher atau
bahkan tumor.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap
bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan
ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala,
arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-
bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan
meninges yang mendindingi sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian
besar dari jaringan otak sendiri tidak peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-bagian itu
dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial, penyumbatan
jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial
yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan metabolik (seperti
hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska
contusio serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala, seperti pada
spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang mendesak
gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan otot kepala, leher
bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan stress.
E. PATHWAY

Non Trauma
Trauma

Beban Pikir
Tumpul Tajam

Stress psikologis
Terputusnya Intracranial
kontuinitas jaringan
kulit, otot, vaskuler Hormone kortisol ↑
Jaringan otak rusak

Odem cerebral Vasokontriksi


Perdarahan Gangguan suplay pemulihan darah
darah otak

Perubahan sirkulasi Kejang


cairan Penekanan jaringan Gangguan pola
serebrospinal otak tidur

Peningkatan TIK Hipoksia

Perfusi Perifer tidak


efektif

Girus medialis Mual dan Muntah Nyeri Kepala Kerusakan saraf


lobus temporalis (Chepalgia) motorik
tergeser
Defisit Nutrisi
Nyeri Akut Resiko Jatuh
Nekrosis jaringan
otak

Gangguan
kesadaran
F. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada chepalgia:
1. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
2. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih sering
didaerah fronto temporal .
3. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian bawah.
4. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher bagian atas
menjalar ke depan.
5. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
6. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah sesuai dengan
pulsasi dan selanjutnya konstan.
7. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
8. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
9. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
10. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
11. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
12. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul kemudian atau
mendahului serangan.

F. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi masalah-
masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam menentukan
diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau hemoragi
Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi tentang biokimia,
fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV atau space
occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat episode
sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal, meningkat pada
inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS, adanya sel-sel
abnormal dan infeksi.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :
-  Cidera serebrovaskuler / Stroke
-  Infeksi intrakranial
-  Trauma kranioserebral
-  Cemas
-  Gangguan tidur
-  Depresi
-  Masalah fisik dan psikologis lainnya

H. PENATALAKSANAAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses fisiologis yang
mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau vasokonstriktor.
Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
2) NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan
pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan lain :
ibuprofen, ketorolak
3) Golongan triptan
a) Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi Menghambat
pelepasan takikinin, memblok inflamasi neurogenik Efikasinya setara
dengan dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat
b) Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
c) Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi
reseptor 5-HT1 presinapti.  Pemberian IV dpt dilakukan untuk serangan
yang berat
d) Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah. Diberikan 15-
30 min sebelum terapi antimigrain, dapat diulang setelah 4-6 jam
e) Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate. Contoh :
butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine. Contoh:
atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik  Pilihan:
amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek
antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau hiperplasia
prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2.  Asam/Na
Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi pada 80% penderita
migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak disarankan
penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migrain
2. Sakit kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30
menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer, atau
saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri Contoh :
Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen sodium.
Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit
kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya
karena anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin
atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis memicu
rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
1) Oksigen
2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil, Litium,  Ergotamin,
Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d klien mengeluh nyeri kepala, tampak
meringis kesakitan, gelisah frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Nafsu makan berubah,
proses perfikir terganggu, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis (D. 0077)
2. Deficit nutrisi Defisit nutrisi b/d ketidak mampuan mencerna makan d/d berat badan
menurun minimal 10%, cepat kenyang setelah makan, nafsu makan menurun, otot
pengunyah lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat. (D.0019)
3. Gangguan pola tidur b/d kurang control tidur d/d mengeluh sulit tidur, mengeluh sering
teraga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh istirahat tidak cukup, mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun. (D.0055)
4. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun (D.0143)
5. Perfusi perifer tidak efektif b.d kurang informasi tentang factor pemberat d/d nyeri
ektremitas, turgor kulit menurun, penyembuhan luka lama (D.0009)
J. INTERVENSI
N Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
O
1 Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d klien Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
mengeluh nyeri kepala, tampak meringis kesakitan, Setelah dilakukan tindakan Observasi
gelisah frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Nafsu keperawatan 1x24 jam 1. Identifikasilokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
makan berubah, proses perfikir terganggu, berfokus diharapkan tingkat nyeri teratasi kualitas, intensitas nyeri.
pada diri sendiri, diaphoresis (D. 0077) Kriteria hasil sbb : 2. Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
b. Meringis menurun Terapeutik
c. Gelisah menurun 4. Berikan tekniknon farmakologis untuk mengurangi
d. Kesulitan tidur menurun rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur,terapi
e. Frekuensi nadi membaik musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
f. Pola nafas membaik teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
g. Nafsu makan membaik terapi bermain)
h. Pola tidur membaik 5. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
i. Diaphoresis menurun (mis.Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Edukasi
6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

2 Defisit nutrisi b/d ketidak mampuan mencerna Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I. 03119)
makan d/d berat badan menurun minimal 10%, Setelah dilakukan tindakan Observasi
cepat kenyang setelah makan, nafsu makan keperawatan 1x24 jam
menurun, otot pengunyah lemah, otot menelan diharapkan status nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
lemah, membrane mukosa pucat. (D.0019) terpenuhi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Kriteria hasil sbb : 3. Identifikasi makanan yang disukai
a. Porsi makan dihabiskan meningkat 4. Monitor asupan makanan
b. Kekuatan otot mengunyah 5. Monitor berat badan
meningkat 6. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
c. Kekuatan oto menelan meningkat Terapeutik
d. Perasaan cepat kenyang menurun 7. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
e. Berat badan membaik 8. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
f. Frekuensi makan membaik sesuai
g. Nafsu makan membaik 9. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
h. Membram mukosa membaik konstipasi
10. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
11. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan posisi duduk saat makan
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
14. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlU
3 Gangguan pola tidur b/d kurang control tidur d/d Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.05174 )
mengeluh sulit tidur, mengeluh sering teraga, Setelah dilakukan tindakan Observasi
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh istirahat tidak keperawatan 1x24 jam 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
cukup, mengeluh kemampuan beraktivitas diharapkan pola tidur teratasi 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik
menurun. (D.0055) Kriteria hasil sbb : dan/psikologis)
a. Keluhan sulit tidur membaik 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu
b. Keluhan sering terjaga membaik tidur (missal kopi, teh, alkohol, makan mendekati
c. Keluhan tidak puas tidur membaik waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)
d. Keluhan pola tidur berubah 4. Identifikasi obat tidur yang di konsumsi
membaik Terapeutik
e. Kelihan istirahat tidak cukup 5. Modifiksi lingkungan (misal pencahayaan, kebisingan,
membaik suhu, matras, dan tempat tidur)
6. Tetapkan jadwal tidur rutin
7. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
(misal pijit, pengaturan posisi, terapi akupresur)
8. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/ atau tindakan
untuk menunjang siklus tidur terjaga
Edukasi
9. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
10. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
11. Anjurkan menghindari makanan/ minuman yang
mengganggu tidur
12. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
13. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfamakologi lainnya

4 Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I. 14540)
menurun (D.0143) Setelah di lakukan tindakan keperawatan Observasi
selama 1x24 jam tingkat resiko jatuh 1. Identifikasi faktor resiko jatuh (mis. Usia >65 tahun,
menurun penurunan kesadaran, defisit kognitif)
Kriteria hasil sbb : 2. Identifikasi faktor lingkungan yang dapat
a. Jatuh dari tempat tidur menurun meningkatkan risiko jatuh
b. Jatuh saat berdiri menurun 3. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala
c. Jatuh saat duduk menurun Terapeutik
d. Jatuh saat berjalan menurun 4. Pasang handrail tempat tidur
e. Jatuh saat dikamar mandi menurun 5. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
f. Jatuh saat membungkuk menurun Edukasi
6. Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
7. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
5 Perfusi perifer tidak efektif b.d kurang informasi Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
tentang factor pemberat d/d nyeri ektremitas, turgor Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
kulit menurun, penyembuhan luka lama (D.0009) selama 1x24 jam keadekuatan untuk 1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema,
menunjang fungsi jaringan pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial
Kriteria hasil sbb: index)
a. Denyut nadi perifer meningkat 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.
b. Nyeri ekstremitas menurun Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
c. Kelemahan otot menurun kolesterol tinggi)
d. Akral cukup baik 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
e. Turgor kulit cukup baik ekstremitas
Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
pada keterbatasan perfusi
6. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada
area yang cidera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berolahraga rutin
10. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari
kulit terbakar
11. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
12. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara
teratur
13. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
14. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis.
Melembabkan kulit kering pada kaki)
15. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
16. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
17. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
DAFTAR PUSTAKA

Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan. EGC: Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.
Papdi, Eimed. 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).Interna Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2017. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2019. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2018. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2015. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai